“Baiklah, kalau begitu saya pergi dulu.” Julie segera pergi setelah berpamitan. Ia tidak bisa membantah perintah Nyonya Roweena karena takut wanita itu salah paham dengan kedekatan dirinya dan Daniel.Sejujurnya ia juga tidak mengerti dengan dirinya, kenapa begitu mengkhawatirkan laki-laki itu. Padahal Julie pernah mencintai Leon, tapi ia lebih takut terjadi apa-apa terhadap Daniel.“Tunggu dulu, Julie.” Seruan Nyonya Roweena menghentikan langkah sang sekretaris. “Simpan nomormu di ponsel saya!” titahnya sambil mengulurkan tangan memberikan ponselnya pada Julie.Sang sekretaris berjalan mendekati Nyonya Roweena. “Baik, Nyonya.” Julie mengambil ponsel wanita itu, lalu mengetikkan nomor teleponnya, kemudian mengembalikan benda pipih itu.“Tuan, Nyonya, saya permisi dulu.” Julie kembali berpamitan. Tidak lupa juga berpamitan dengan kedua orang tua Jessica."Hati-hati Julie," kata Nyonya Alice."Baik, Nyonya." Julie menunduk hormat sebelum meninggalkan keluarga para penguasa itu.Setelah
Seminggu sudah sejak kecelakaan yang menimpa kedua laki-laki yang berpengaruh di D. R Corporation. Kini Daniel sudah membaik dan dipindahkan ke ruang perawatan biasa.Namun, tidak dengan Leon. Belum ada tanda-tanda laki-laki itu akan bangun dari komanya. Setiap hari Nyonya Roweena selalu datang ke rumah sakit untuk menemui anaknya dan juga Daniel.“Nyonya, apa Tuan Hans sudah pulang dari rumah sakit?” tanya Daniel kepada Nyonya Roweena ketika wanita itu datang menjenguknya. “Tuan baik-baik saja kan?”Masih terbayang dalam ingatan saat mobilnya terguling-guling di aspal, hingga ia tak sadarkan diri.Sangat tidak mungkin kalau penumpang di dalamnya baik-baik saja. Tapi, mana mungkin ia tidak memercayai orang tua tuannya sendiri. Walau dalam hati ada kecemasan tentang sang tuan.“Kalau ada apa-apa dengan Hans, aku tidak akan bisa setegar ini kan?” Nyonya Roweena berusaha sekuat mungkin untuk bisa menahan kesedihannya. Ia selalu tersenyum pada laki-laki itu.Sejenak Daniel melupakan kecem
"Bukannya wanita yang ada di kafe itu kekasihmu?" tanya Bayden sambil tersenyum.“Apa yang anda maksud wanita muda yang akan berkencan buta dengan anda Tuan Bayden?” Pertanyaan Daniel benar-benar mengejek ayahnya. Ia sangat tidak setuju dengan perbuatan ayahnya yang hendak mengencani wanita yang usianya lebih muda darinya.Walau pun sang ayah masih sangat gagah dan tidak ada salahnya mempunyai istri yang masih muda, tapi dia tidak mau mempunyai ibu sambung yang seumuran dengannya.“Ayolah Daniel … kamu tahu kan Ayah masih sangat mencintai ibumu, mana mungkin Ayah mencari ibu sambung yang seumuran denganmu,” kata Bayden. “Nanti kalau kamu dan ibu sambungmu jatuh cinta itu akan menjadi bencana besar untuk laki-laki tua ini,” lanjutnya sambil tertawa.“Saya tidak suka Ayah masih mengingat wanita yang telah menelantarkan kita demi laki-laki lain.” Daniel berbicara sinis jika berbicara tentang ibunya. “Saya tidak akan keberatan Ayah menikahi banyak wanita, tapi jangan yang lebih muda dari
“Ayah tidak sepenuhnya salah. Lagi pula kalian sudah menikah, tapi dia tidak mau melupakan laki-laki itu, walau di dalam perutnya ada saya,” ucap Daniel dengan sedih. “Itu membuktikan kalau dia lebih mencintai laki-laki itu dari pada anaknya.”“Dia menyayangimu Daniel.” Bertahun-tahun Bayden memberi pengertian tentang hubungannya dengan sang istri kepada Daniel supaya anaknya itu tidak membenci ibunya, tapi Daniel sudah dewasa dia tahu mana yang tulus padanya dan tidak.Selama ini ibunya tidak pernah berusaha untuk mendekatinya. Sejak kecil ia hanya hidup berdua dengan sang ayah.“Tidak. Dia hanya memanfaatkan saya saja. Saya tidak akan menuruti ucapannya, saya hanya akan mematuhimu.”"Daniel, Ayah tidak pernah mengajarimu seperti itu,” kata Bayden. “Tidak baik menyimpan dendam kepada seseorang, apalagi dia itu ibu kandungmu sendiri.”“Tapi dia tidak pernah menyayangi anakmu.” Hati Daniel penuh kebencian terhadap wanita yang telah melahirkannya.“Kalau dia tidak menyayangimu, dia tida
“Tuan Hans masih dalam pemulihan di rumah keluarga Karl. Nyonya Roweena tidak mengizinkannya keluar dari kamar, bahkan dia tidak diizinkan memegang ponsel supaya Tuan Hans fokus pada kesehatannya.”Bayden dengan sangat terpaksa berbohong kepada anaknya demi kesehatan Daniel.Dia sangat setia kepada CEO D. R Corporation, jika tahu tentang keadaan yang sebenarnya pasti dia akan terus memikirkan tuannya itu.“Apa ucapanmu benar adanya?” Daniel curiga ayahnya berbohong. "Kalau Tuan Hans masih belum pulih, kenapa tidak dirawat di rumah sakit saja."Penjelasan sang ayah membuatnya semakin curiga. Dengan kondisi tuannya yang seperti itu, apa mungkin Tuan Diedrich dan Nyonya Roweena mengizinkan anaknya pulang dari rumah sakit.“Apa kamu sudah tidak percaya lagi pada ayahmu ini?” Bayden balik bertanya kepada anaknya. Ia harus bersikap biasa saja supaya Daniel tidak curiga. “Sejak kecil Tuan Hans tidak suka berobat ke rumah sakit apalagi sampai menginap. Dan sekarang pun dia sedang menjalani pe
“Jangan berpikir macam-macam yang akan berpengaruh buruk pada kesehatanmu.” Bayden tahu anaknya sedang berpikir keras. Entah apa yang dipikirkannya.“Saya tidak berpikir macam-macam. Saya hanya berusaha mengingat kejadian itu."Mendengar jawaban anaknya Bayden bangun dari duduknya, lalu kembali mendekati ranjang Daniel. Ia menarik kursi hingga hampir menempel pada ranjang. "Daniel, apa kamu ingat kalau kamu itu jomlo?" Bayden sengaja mengajukan pertanyaan yang paling mudah. Ia khawatir ada gangguan dengan ingatan anaknya."Tentu saja saya ingat," jawab Daniel sambil mendelik tidak suka pada ayahnya. "Apa Ayah pikir, saya sudah hilang ingatan? Atau hanya ingin mengejek anakmu saja?"Daniel sudah bisa menebak ke mana arah pertanyaan yang diajukan ayahnya. Tapi, kenapa juga harus bertanya tentang status, apa tidak ada lagi pertanyaan yang lain. Pikir Daniel."Ayah tidak meledekmu," jawab Bayden sambil mengelus dada merasa lega. "Bersyukurlah kamu baik-baik saja." "Itu pasti, Ayah."Ba
“Apa aku juga akan mengingatnya terus sepanjang tahun?” kata Renate tanpa sadar. Leon masih mengusik hati dan pikiran Renate, walau ia sudah berusaha keras untuk melupakan.Alexa bangun dari duduknya, lalu memeluk wanita hamil itu dari samping. “Kamu yang sabar ya, Re. Suamimu sudah tenang di surga, kamu harus bisa melanjutkan hidup demi anakmu.”Alis Renate bertaut, hingga terlihat kerutan di keningnya, wanita itu menoleh ke samping sembari berkata. “Memangnya tadi aku bicara apa?”Alexa melepas pelukannya. Wanita itu menatap Renate sambil bertolak pinggang. “Ya Tuhan, apa kamu tidak sadar apa yang kamu ucapkan barusan?” tanya wanita muda itu. “Ayolah Renate ... berusahalah untuk tidak mengingatnya lagi." "Aku sudah berusaha untuk itu, tapi semakin aku berusaha untuk melupakannya, aku semakin tersiksa."Hanya pada Alexa, Renate jujur tentang perasaannya selama ini yang tersiksa karena terpisah dengan laki-laki yang dicintainya."Mungkin sebaiknya kamu menikah saja dengan William su
“Kenapa aku yang disalahkan? Kamu juga kan tadi bilang kalau Willi itu laki-laki yang lemah. Itu perkataan yang sangat menyakitkan bagi seorang pria." Alexa tidak terima disalahkan oleh Renate.“Benar juga.” Renate menghentikan langkahnya, lalu duduk di rerumputan sambil memijat kakinya. 'Tidak ada cara lain lagi untuk membujuk Willi selain harus menipunya,' kata Renate dalam hatinya sembari tersenyum licik.“Renate kamu kenapa?” Alexa berjongkok di depan wanita hamil itu sambil membantu memijat kakinya.“Alexa, aku tidak apa-apa. Aku hanya berpura-pura supaya Willi tidak marah.” Renate berbicara pelan sambil menatap punggung William yang masih berjalan menjauhinya. “Bekerjasamalah denganku.”Alexa tersenyum, lalu mengangguk mengerti apa maksud wanita hamil itu. “Aduh Renate … kamu kenapa?” Alexa berbicara dengan sangat keras supaya William mendengarnya. “Aku harus bagaimana ini? Aku tidak mungkin bisa menggendongmu karena berat badanmu dua kali lebih berat dari aku.”Renate memukul l