Aji marah besar ketika melihat video itu, dia datang ke pesta ulang tahun Bora setelah masalah selesai, yaitu service dog milik Bora sudah dibakar. Dia juga berpikiran bahwa anaknyalah yang bermasalah karena membiarkan anjing menyerang tamu undangan.Yuni juga menambahkan bumbu bahwa Bora berteriak seperti orang gila ke semua orang karena anjingnya mendapat hukuman, korban gigitan juga menuntut Aji untuk melakukan suntik rabies. Tentu saja Aji setuju, untuk menutupi semua kesalahan Bora. Namun tidak disangka, istrinya lah yang menyerang Bora. Kedua anak tiri yang diharapkan bisa membantu Bora, malah memaki dan bahkan melempar bola tepat di kepala ketika anaknya menangis dan meneriakkan namanya. Hati Aji menjadi sakit karena tidak terlalu percaya pada Bora.Aku sudah bersalah terlalu banyak kepada Bora, aku ingin memperbaikinya, tapi malah aku memperparah kehidupan gadis kecil itu.Teringat perkataan Bora kecil ketika menerima pukulan darinya karena terlalu stres menghadapi Ike yang m
Fendi memang sudah tahu tujuan Bora menikahinya, hanya untuk menjaga tubuhnya yang sudah meninggal supaya bisa menyatu dengan Bern. Namun, Fendi tidak mau mendengar alasan itu lagi karena mereka berdua sudah menjadi satu. Jika Bora meninggal, lalu dirinya dengan siapa? Menikah lagi? Apakah di dunia ini masih ada orang yang tulus mencintainya? Fendi menggenggam tangan Bora dengan cemas. "Tolong jangan berpikiran seperti itu, bukankah kita sudah berjanji akan selalu bersama?" Bora menatap polos Fendi. "Kapan?" "Bora-" Guru menepuk tangannya untuk menarik perhatian kedua pasangan yang ternyata memiliki tujuan akhir berbeda. Yang satu siap mati kapan pun sementara yang lain tidak mau ditinggalkan. Jika mereka berdua masih mempertahankan pemikiran seperti itu, bisa-bisa keluarga Tsoejipto akan mendapat sial. "Baik, aku sekarang sudah mengerti akhir tujuan kalian yang melenceng jauh. Satunya siap mati dan satunya lagi hanya mengikuti arus." Bora dan Fendi paham, siapa yang dimaksud guru
Narkolepsi adalah gangguan sistem saraf yang menyebabkan rasa kantuk berlebih di siang hari, penderita tiba-tiba bisa tertidur tanpa mengenal waktu dan tempat. Akibatnya penderita narkolepsi bisa terjatuh atau kecelakaan. Narkolepsi dapat disertai dengan gejala lain seperti sleep paralysis, halusinasi, dan katapleksi. Katapleksi sendiri adalah kelemahan atau kehilangan kendali otot wajah, leher, dan lutut. Narkolepsi yang disertai dengan katapleksi disebut dengan narkolepsi tipe 1. Sedangkan narkolepsi yang tidak disertai dengan katapleksi disebut dengan narkolepsi tipe 2.Narkolepsi termasuk dalam kondisi yang berkepanjangan atau kronis dan tidak dapat disembuhkan. Harsa menunjukkan gejala narkolepsi saat berusia lima tahun, awalnya tidak ada yang menyadari, namun ketika Ike mendapat sorotan tajam dari para orang tua murid yang melihat kemalasan Harsa yang selalu tidur dimana pun dan juga daya ingatnya menurun, dan terlalu rakus saat makan, menjadi bahan ejekan di lingkungan sekol
Ike menumpahkan air mata dan perasaan sedih, sekaligus meluapkan kekesalan yang selama ini ditahannya. "Aku tidak tahu kenapa mereka memandang buruk ketiga anakku, seolah aku melahirkan semuanya dalam kondisi cacat."Fendi bisa memahami perasaan ibu mertuanya. "Bora, tidak bisakah kamu memaafkan Mama?" tanya Ike. Bora mengerutkan kening. "Memangnya selama ini Bora terlihat menyalahkan Mama?"Ike mengangguk kecil. "Ya, tatapan mata kamu seolah kami sudah salah menjaga kamu selama ini."Pada kenyataannya memang begitu, namun orang-orang dewasa tidak mau mengakuinya. Bora pun tidak mau repot-repot menjelaskan kepada Ike. "Karena itu- Mama bisa minta tolong? Karena Bora menganggap Mama sudah melakukan kesalahan."Kedua mata Bora menyipit. "Hm? Apa yang Mama inginkan?""Bisakah Mama menitipkan Harsa dan Genta? Kedua adik kamu membutuhkan perhatian lebih dan juga-" Ike mencari kalimat yang pas. "Akhir-akhir ini Mama dan om Edwin sibuk dengan pekerjaan, sehingga tidak bisa merawat mereka
Genta membuka pintu kamar setelah mendengar bel pintu, lalu tersenyum dan memeluk Bora dengan riang. "Kakak, apakah kakak sedang mengunjungi kami?"Bora yang sudah lebih tenang karena Fendi menghiburnya sebelum datang menemui kedua adiknya, tersenyum. "Genta kenapa agak kurus? Apakah masih malas makan seperti sebelumnya?"Fendi masuk ke dalam kamar bersama Bora.Genta melirik takut Fendi lalu memeluk erat tangan kakaknya. "Dia, siapa kak?"Bora memperkenalkan Fendi kepada Genta. "Dia suami kakak, lalu ini adikku." Dia tidak lupa memperkenalkan Genta kepada Fendi.Fendi mengangguk kecil lalu melihat Harsa tertidur nyenyak di atas sofa. "Dia-"Genta sudah melupakan ketakutannya dan menjawab dengan sedih. "Kakak Harsa tertidur dan tidak mau bangun sama sekali, aku takut- padahal tadi kami sedang main kartu."Bora tidak melihat ada kartu di sekitar Harsa. "Kamu yang membersihkan kartu-kartunya?"Genta mengangguk. "Ya."Bora tersenyum lalu menepuk lembut kepala Genta. "Terima kasih sudah m
Sejak kecil, Genta tumbuh menjadi anak yang tidak percaya diri, orang tua menatap sinis dirinya bahkan keluarga mengucilkan serta para sepupu yang tertawa mengejek. Sejak kecil, Genta terkena penyakit epilepsi. Bahkan gosip beredar bahwa penyakit epilepsi merupakan penyakit yang menular.Genta kecil, tidak bisa main bebas bersama para sepupunya.Sekarang, begitu dibilang akan tinggal bersama dengan kakak, bukan Mama lagi. Genta menjadi sedih. "Apakah Mama membuang Genta dan kak Harsa?" tanyanya.Hati Bora menjadi sedih, begitu melihat kesedihan di wajah Genta. "Tidak, bukan begitu. Mama sedang sibuk dan-"Genta menggelengkan kepalanya. "Om Edwin bilang, kalau kami tidak menjadi anak baik, akan dimasukkan ke dalam pesantren. Kami menolaknya karena-"Di pesantren tidak boleh membawa anjing. Tambah Bora di dalam hati, yang paham perasaan genta. "Memang tidak boleh membawa anjing."Bagi orang lain, anjing hanyalah hewan yang tidak berharga sekaligus tidak berguna. Terutama jika menyangkut
"Wuaaahhh- rumah kakak dan kakak ipar besar sekalii-" Genta menyuarakan pikirannya tanpa malu sementara Harsa yang sudah terbangun dan sudah mencerna semua cerita Bora, masuk ke rumah dengan takjub.Rumah dengan taman yang luas untuk masuk menuju pintu utama, lalu ornamen mewah ala barat yang menyambut mereka, menambah kekaguman. Rumah utama keluarga Tsoejipto hanya ditempati oleh keluarga inti dari kepala keluarga. Fendi telah tumbuh di rumah ini. Kadang kala jika ibunya bosan, mereka akan pindah ke rumah lain untuk mencari suasana baru. Tidak ada yang menempati rumah utama sebelumnya. Hendra tidak tetap menempati rumah ini bersama istrinya, karena kedua anak mereka tidak tahu status sebenarnya ayah mereka. Hendra sendiri juga tidak mau anak-anaknya menjadi anak manja, hanya karena tinggal di rumah besar. Pewaris selanjutnya, keponakan Hendra dan Fendi lebih suka tinggal bersama ibu dan istri. Namun, keponakan mereka berdua jauh lebih betah tinggal di rumah ibu mertua yang sederha
Bora mendengar alasan tidak masuk akal dari guru tersebut. "Tidak tahu harus berbuat apa, tapi anda tidak menutupi tubuh adik saya dengan payung dan lainnya- supaya tidak kena sengatan matahari?""Waktu itu saya sibuk membubarkan teman-temannya supaya tidak mengganggu Harsa. Saya tidak kepikiran, maaf."Bora menghela napas lalu berkacak pinggang. "Haa- kamu dengar kan, Harsa?"Harsa terdiam, kecewa dengan jawaban wali kelasnya. "Kamu mau tetap sekolah di tempat ini atau keluar?" Tanya Bora. Wali kelas yang mendengar pertanyaan Bora menjadi panik, kepala sekolah akan memarahi dirinya jika Harsa keluar dari sekolah, terutama jika keluarnya secara tidak baik. "Saya berjanji hal itu tidak akan terulang lagi. Lagipula, jika Harsa mendadak keluar- dia-"Harsa melihat sekeliling ruang kelas dan semua teman-teman sekelas, menatap heran dirinya. Lalu tatapan Harsa beralih ke Bora. "Ya, kakak. Lebih baik aku sekolah di tempat lain. Kasihan teman-teman di sini, mereka pasti tidak nyaman jika a