Clara terpaku sejenak, dibuai oleh visi masa depan yang mendadak muncul dalam pikirannya. Dia melihat Edward berdiri gagah di tengah medan laga yang telah hancur lebur, dikelilingi oleh barisan wanita pejuang yang perkasa. Seolah dunia ini hanya milik Edward, pria terakhir yang berdiri, sementara pria lainnya telah lenyap ditelan pasukan wanita itu."Edward, apa yang terjadi padamu?" Clara bertanya dengan nada penuh kekhawatiran. "Bagaimana mungkin kamu berada di medan perang, dikelilingi oleh pasukan wanita?"“EH?!” Edward terkejut, mencoba mencerna pertanyaan Clara, "Apa yang kamu maksud, Clara? Pasukan wanita apa yang kamu bicarakan?" balasnya dengan bertanya.Clara merasa gelisah, ingin membantu Edward, namun dia terbentur oleh kebingungan bagaimana menjelaskan situasinya. Dia hanya tahu bahwa Edward akan menghadapi ancaman besar dari sosok dengan kekuatan luar biasa."Pokoknya, kamu harus mencari tahu lebih lanjut tentang pasukan wanita itu," saran Clara, berusaha meyakinkan Edwa
Singkat cerita, Edward melanjutkan perjalanan menuju ibu kota menggunakan kereta biasa. Ia tidak kebagian tiket kereta cepat, makanya terpaksa menaiki kendaraan tersebut.Clara juga naik kereta itu, mereka pun pergi bersama, tetapi mereka tidak banyak mengobrol seperti sebelumnya. Edward jadi lebih pendiam semenjak menerima teguran dari Administrator.Clara heran, memperhatikan setiap mimik wajah yang terpancar dari Edward. Dia mencoba menerka, namun tidak bisa menemukan apa-apa."Edward, apa kamu baik-baik saja?" tanya Clara, mencoba membuka obrolan."Aku tak apa kok, jangan khawatir," jawab Edward tanpa menoleh, matanya masih melihat pemandangan di luar lewat kaca jendela."Yakin?" Clara memastikan. "Kok aku ngerasa kamu sedang tidak baik-baik saja? Mungkinkah kamu masih kepikiran tentang masalah di masa depan itu?"Edward mau tak mau menoleh ke Clara, "Aku memang memikirkannya, tapi tidak terlalu serius. Lagi pula, apa yang kamu lihat belum tentu akan terjadi, bukan?"Clara mengangg
Tak lama kemudian.Edward terbangun, merasa tubuhnya ringan. Kepalanya berputar-putar, dan segalanya tampak seperti mimpi. Dia berada dalam keadaan jatuh, namun tanpa rasa sakit. Dia serasa melayang tanpa rasa takut. Berada di tempat yang sangat jauh, tapi seolah sedang berada di rumah sendiri.Edward membuka matanya perlahan. Langit biru yang cerah menyambutnya, dan awan putih bergerak perlahan di atasnya. Hangat dan nyaman, tempat ini memancarkan banyak kedamaian dan ketenangan.Di depannya berdiri seorang wanita cantik dengan sayap putih yang indah, seperti seorang malaikat. Senyumnya juga hangat, sorot matanya berkilau dengan kebaikan dan kasih sayang."Halo, Edward Lewis," ucap wanita itu dengan suara yang lembut dan menenangkan. "Selamat datang di alam Nirwana. Saya adalah administrator yang selalu mengirim pesan padamu. Saya akan membantumu selama berada di sini."Edward tidak langsung menanggapi, malah menatap sekelilingnya. Ada pohon-pohon hijau dan subur, bunga-bunga indah
Hati Edward berdebar-debar, penuh kecemasan saat mendengar ultimatum yang sudah diberikan sang Dewi Cinta.Meskipun Edward masih terpesona oleh kecantikan Dewi Lexia, ia khawatir kecantikan tersebut akan membunuhnya.Apalagi dia sudah melihat para korbannya, yang jelas-jelas akan menjadi situasi berbahaya jika salah memberikan jawaban kepada Dewi Lexia.“Aku akan menjawabnya dengan jujur. Silakan beri saja pertanyaannya,” ucap Edward, setelah membuang nafas berat.Dewi Lexia tersenyum puas mendengar tanggapan Edward. Ia merasa senang karena Edward bersedia untuk berkomitmen pada kejujuran.Dengan lembut, Dewi Lexia membawa Edward ke singgasana, kemudian duduk di sebelahnya."Mari kita mulai, Ed," ucap Dewi Lexia, terdengar menggoda sekali suaranya. "Aku ingin tahu tentang impianmu, tentang apa yang membuatmu bahagia, dan apa yang membuatmu takut."Edward terkejut akan pertanyaan-pertanyaan tersebut, tapi dia masih bisa memberikan jawabannya.“Jujur, aku tidak punya mimpi yang terlalu
Edward merasakan tekanan luar biasa dalam menghadapi pertanyaan terakhir Dewi Lexia. Dia merenung sejenak, membiarkan pikirannya melayang ke masa depan yang mungkin terjadi jika dia memilih salah satu opsi.Di satu sisi, Edward menyadari bahwa melanjutkan Sistem Harem adalah tanggung jawabnya sebagai orang terpilih. Dia telah berjuang keras hingga mencapai titik ini, menghadapi berbagai rintangan dan bahaya. Jika dia memilih untuk melanjutkan perjuangan ini, dia bisa memastikan kalau peperangan itu akan berhasil dicegah, menyelamatkan banyak nyawa dan membawa kedamaian bagi dunia.Namun, di sisi lain, Edward tidak bisa mengabaikan kehadiran anak yang ada di dalam rahim Helena. Dia merasakan ikatan kuat dengan kehidupan yang sedang tumbuh di dalam rahim wanita cantik itu. Edward pun tahu, begitu ia memilih anak itu berarti dia harus berhenti menjadi pahlawan dan menghadapi kehidupan baru sebagai seorang ayah. Ini adalah pilihan yang sulit, karena Edward akan meninggalkan perjuangan
Sementara itu. Di tepi danau yang sepi dan berhawa dingin. “Ah, tolong hentikan, Edward. Rasanya ini terlalu geli ....” “Huh ... aku tak bisa menahannya lagi, bisa terbawa nafsu jika kamu terus begini ....” “Edwrard, apa yang akan kamu lakukan?! Hei ... cepat jauhkan ular besar itu dari sana! Punyaku masih perawan, bisa sobek jika kamu langsung memasukannya ....” Clara tampak berusaha menghentikan perbuatan Edward yang hendak memasukan benda pusaka ke lubang miliknya. Dia terkejut karena Edward tiba-tiba berubah seagresif ini. Sebelumnya, Clara dan Edward jatuh ke jurang yang sangat dalam. Beruntung mereka mendarat di permukaan air danau, sehingga tidak mendapatkan luka serius. Hanya saja, punggung Edward menghantam air lebih dulu, membuatnya tak sadarkan diri untuk waktu yang sangat lama. Clara langsung merasa bersalah gara-gara kejadian tersebut, sebab dia yang sudah membuat Edward celaka gara-gara dikejar kelompok mafia. Terlebih, Edward sudah melindunginya saat terjadi ben
“Huh ... ini terlalu luar biasa. Aku bisa keluar lagi jika punya kamu masih seperkasa ini,” gumam Clara, tampak masih sibuk menyetubuhi Edward dari posisi atas. Entah sudah berapa kali dia mendapatkan pelepasan cairan cinta selama persetubuhan tersebut berlangsung. Pastinya, dia benar-benar sudah kecanduan oleh benda pusaka Edward yang besar dan panjang itu. Terlebih, Clara tidak bisa menemukan kelemahan dari benda puasa nafsu itu. Tidak peduli seberapa cepat dia memainkannya, kepunyaan Edward bisa memberikan respon yang sangat baik. Kalau tidak, Clara tak akan mungkin akan segila ini. “Keluar ... aku keluar lagi ... ahhhh .....” Clara mendesah panjang, bersamaan dengan mengalirnya cairan hangat dari lubang nikmatnya. Langsung membasahi kepunyaan Edward yang masih menusuk di dalam sana. Clara berusaha menstabilkan tubuhnya, menarik nafas berkali-kali guna memulihkan stamina. Rasanya sangat melelahkan ketika dia terus mengeluarkan cairan cinta, sementara pihak lain belum mengeluark
“Sembunyilah di balik semak, biar aku yang akan melawan mereka,” ujar Edward, berlari ke arah helikopter kelompok mafia itu. Clara bangkit, berusaha menghentikan Edward. “Tidak, kamu tidak boleh pergi sendirian, Edward,” cegahnya. “Jangan membantah, turuti saja perintahku. Kamu akan celaka jika pergi bersamaku,” ujar Edward tanpa menoleh, bersikap tegas demi menjauhkan Clara dari marabaha.Lagi pula, Edward melakukan itu bukan tanpa alasan. Sejujurnya dia tak ingin Clara melihat cara bertarungnya yang tidak biasa itu. Dia sadar hal tersebut sangat memalukan, makanya dia tak mau Clara melihatnya. Perasaan Clara langsung berkecamuk usai mendengar perintah Edward, merasa bersalah karena sudah melibatkan orang lain dalam masalahnya sendiri. ‘Coba aku ikut Jhon kembali ke markas, mungkin Edward tak perlu repot-repot seperti ini,’ gumamnya penuh sesal. “Jangan berpikir seperti itu, Clara. Bukankah kamu ingin bertemu ibumu? Kamu harusnya lebih kuat agar kita bisa keluar dari situasi in