Pov TiaraTok tokSuara pintu mengagetkanku yang masih setengah tertidur di kamar, siapa yang datang pagi-pagi seperti ini? Kulirik Jo yang berada di sampingku, tidur tengkurap dengan tangan memelukku, suara dengkuran yang khas terdengar merdu di telingaku.Ingin kubangunkan Jo, tapi tidak tega rasanya, sepertinya laki-laki yang besok akan sah menjadi suamiku ini sangat kelelahan setelah pertempuran tadi malam. Suamiku? Ah memikirkan itu sampai sekarang rasanya aku masih tidak percaya dengan perjalanan hidupku yang akhirnya membawaku bertemu dan akhirnya memutuskan menikah dengan Jo.Tok tokSuara ketukan itu kini lebih seperti gedoran, siapa sih yang datang? Tidak sabar sekali menunggu pintu terbuka. Ah, tapi aku takut, aku tidak mengenal siapa pun di sini, aku takut membuka pintu sendirian, siapa tahu ada orang yang ingin berbuat jahat?“Sayang.” Kubangunkan Jo dengan menggoyangkan tubuhnya. Tubuhnya tidak bergeming, tetap mendengkur dengan suara khasnya.“Sayang, bangun! Ada orang
Malam sudah larut, sekarang sudah pukul 11 malam. Mata Tiara tidak bisa terpejam, ia teringat pesan Jo sesaat sebelum ia pergi meninggalkan dirinya sendirian di apartemen sambil membawa pergi cincin pemberian ayahnya itu.“Jangan buka pintu dan jendela selain aku, kalau ada suara apa pun, abaikan. Aku berusaha melarung cincin ini ke sungai, usahakan kamu tenang, jangan sampai panik atau gugup. Oke?”Tiara memainkan ponselnya, ia membuka sosial media berlogo F dengan malas, tidak ada sesuatu yang membuatnya tertarik.Saat berniat akan keluar dari aplikasi, tiba-tiba matanya menemukan status Adnan yang menandai Mila, sebuah foto berempat yang sedang berada di pantai, tanpa caption.Hati Tiara berdenyut, dulu ia sangat ingin mempunyai keluarga utuh dan bahagia seperti itu, tapi sayangnya Adnan tidak mencintainya. Hanya karena ambisi Tiara untuk segera menikah dan memanasi Mila, akhirnya nasib pernikahannya menjadi korban.Bersama Jo, Tiara berharap mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhn
Berkali-kali Jo melihat jam di tangannya, sudah jam 6.30, tapi Tiara belum menampakkan barang hidungnya. Ia sudah menghubungi Pak jupri, beliau berkata Tiara belum turun ke loby apartemen.“Ke mana dia? Jangan-jangan dia kabur karena tidak mau menikah denganku?” gumam Jo.Saat ini ia berada di ruang rias yang disediakan. Pagi tadi ia harus mengurus sesuatu ke kantor, memastikan bahwa tidak ada masalah untuk hari ini.“Ah, tidak mungkin Tiara seperti itu, pagi tadi dia baik-baik saja.”“Kenapa, Mas?” Gea, penata riasnya bertanya.“Calon pengantin wanita belum datang, padahal tadi baik-baik saja. Kata sopir, dia belum turun dari apartemen.”“Coba cek CCTV pak, siapa tahu ada yang berbuat jahat.”‘Ah, kenapa aku tidak berpikir ke sana?’Segera Jo meraih kunci mobilnya, lalu berkata,” Katakan pada semua orang, saya masih menjemput mempelai wanita, jangan katakan yang sebenarnya. Undur jam pernikahan, katakan itu nanti pada asisten saya.”Tanpa menunggu jawaban Gea, Jo segera berlari menuj
“Nanti akan kuberitahu, sekarang mari kita menikmati surga bersama, Jo.”“Tidak, katakan dulu, di mana Tiara?” tegas Jo.“Ck, j*lang itu ada di lantai 2, sudah ayo kita mulai,” ujar Tari seraya melepas bajunya.Dengan cepat, Jo memukul tengkuk Tari hingga membuat perempuan itu pingsan seketika.Melihat tubuh Tari yang tergeletak tak berdaya, dengan cepat Jo meninggalkannya. Saat mencapai pintu ia berhenti, kepalanya keluar menengok kanan dan kiri. Setelah yakin tidak ada preman yang menjaga, segera ia keluar dari kamar.Jo mencoba mengingat di mana letak tangga menuju lantai 2. Setelah menemukan apa yang dicari, ia segera naik ke lantai 2. Seperti sebelumnya ia terus menengok kanan dan kiri memastikan tidak ada yang melihatnya.Sesampainya di lantai 2, ia melihat banyak pintu yang tertutup, sepertinya lantai 2 ini dulunya bekas kamar.Jo mencoba membuka kamar satu persatu, tapi ia tidak menemukan di mana Tiara berada.“Sialan, di mana j*lang itu menyembunyikan Tiara!” gumam Jo kesal.
“Lalu bagaimana anak kami, Dok?”Detak jantung Jo berdetak kencang menunggu jawaban dari Dokter Gun. Ia berharap keadaan anaknya baik-baik saja, sama seperti keadaan Tiara.“Keadaan anak bapak alhamdulillah masih tertolong, pasien sudah bisa dijenguk setelah kami pindahkan ke ruang rawat.”Setelah berkata demikian, Dokter Gunung berpamitan pada Jo untuk kembali bertugas. Tak lama kemudian beberapa dokter dan perawat, keluar dari ruangan Tiara setelah selesai mengerjakan tugas mereka. Disusul beberapa perawat yang membawa Tiara untuk dipindahkan ke ruang rawat.“Tolong selesaikan administrasi dulu, Pak. Kami akan membawa pasien sesuai dengan permintaan Anda tadi.” Salah seorang perawat menghentikan langkah Jo yang akan mengikuti kepergian Tiara.Mendengar itu, segera Jo berjalan cepat menuju bagian administrasi. Begitu selesai melakukan pembayaran, Jo berlari menuju ruangan di mana Tiara di rawat.Ceklek!Jo membuka pintu ruangan Tiara, tadi ia sudah memesan ruangan ini apabila keadaan
Tiba-tiba senyum Jo menghilang, ia mengatakan sesuatu yang sangat mengejutkan.“Setelah keluar dari rumah sakit, kita pulang ke rumahku, oke?”“Gak mau!” tolak Tiara seketika, ia memalingkan wajah.“Kenapa? Apakah kamu mau tinggal di apartemen?” tanya Jo heran.“Bukankah tadi kamu memberikan mahar sebuah rumah? Kita tinggal di sana.” Tegas Tiara menatap wajah Jo yang keheranan.“Ah, iya memang betul, tapi bagaimana Rara? Dia butuh kita.”Ucapan Jo mengingatkan Tiara pada muridnya itu, ya, Jo memiliki anak. Tidak mungkin mereka bisa hidup berjauhan. Memang setiap hari mereka jarang mengobrol dan bercengkrama, tapi dengan mereka tinggal serumah, melihat wajah dan saling menyapa sebentar, merupakan kebahagiaan tersendiri.Tiara berpikir, ia tidak boleh egois. Jo mempunyai anak, dirinya saat ini hamil, tidak mungkin meminta Jo untuk bolak balik dari rumahnya lalu pergi menemui Rara. Akan memakan waktu yang banyak.Tiara menghela napas, matanya menatap manik mata Jo yang selalu membuatnya
“Halo papa, akhirnya pulang juga. Aku rindu.” Rara tiba-tiba keluar dari pintu, seketika ia memeluk Jo erat. Namun binar mata Rara pudar saat matanya melihat ada Tiara di balik punggung Jo.“Kenapa perempuan ini di sini?” tanya Rara ketus, telunjuknya menunjuk Tiara tepat di depan wajah Tiara.“Yang sopan, dia istri Papa sekarang, jadi mulai sekarang kamu harus memanggilnya Mama,” tegas Jo.“Gak mau, aku gak suka dia jadi Mamaku. Mamaku hanya satu, dia udah meninggal.”“Suka gak suka terserah kamu, yang jelas Papa sudah menikah dengan Tiara. Jadi mulai sekarang kamu harus memanggil dia Mama, dan bersikap baik.”“Tapi pa... ““Gak ada tapi-tapian, papa malas kalau harus berdebat masalah ini denganmu. Papa ingin bahagia!” tegas Jo.“Papa jahat!” Rara mendorong tubuh Jo, lalu berlari masuk ke dalam rumah. Terdengar suara pintu tertutup dengan keras.“Rara menolak tuh, gimana?” tanya Tiara pelan.“Udah, biarkan. Yang penting aku cinta sama kamu.” Jo meraih pundak Tiara, membawanya ke dala
“Aku tidak akan diam saja! Tunggu pembalasanku.”“Ya ya, baiklah. Aku akan menunggu. Ngomong-ngomong, sudah tahu kabar Tari?”Seketika wajah Bu Dewi pucat pasi, melihat itu Tiara tersenyum miring. Sepertinya ia paham siapa dalang penculikannya kemarin.“kok wajah mertua tercinta pucat gitu sih? Aku lagi tanya loh.”Tiara berdiri, lalu beranjak mendekati Bu Dewi.“Diam kamu! Aku bukan mertuamu!”“Oh, jadi bukan mertuamu ya? Lalu Anda mau apa kemari? Ini rumah suami saya.”“Sombong sekali kamu!”“Sombong? Aku memang pantas sombong, suami konglomeratku memilihku menjadi istrinya, wajar aku harus sombong. Tari di rumah sakit sekarang, kamarnya dijaga banyak polisi, silakan menjenguk kalau berani.”Bu Dewi terlihat gelisah, matanya tetap memancarkan rasa benci pada Tiara. Ia tidak rela anak kesayangannya memiliki istri seperti Tiara yang tidak jelas asal usulnya. Walaupun benar, wajah Tiara sangat cantik, jauh lebih cantik dari Tari, tapi Bu Dewi gengsi untuk mengakui kepada publik bahwa T
Pukul 8 pagi, Jo sudah berada di kantornya, beberapa menit lagi ia harus meeting dengan klien penting. Ia berjalan cepat dari tempat parkir menuju ruangannya. Sesekali ia mengangguk saat berpapasan dengan karyawannya.CeklekJo mengernyitkan dahi saat melihat ada sebuah kotak yang berukuran sedang di atas mejanya. Ia menatap sekeliling sebelum masuk ke dalam ruangannya, tidak ada siapa pun yang bisa ditanyai.Setelah menutup pintu, ia berjalan menuju meja kerjanya. Ia menatap kotak yang berwarna merah muda itu dengan teliti, mencari nama pengirim atau semacamnya. Sayangnya, tidak ada.“Siapa pengirimnya? Salah kirim atau bukan?” tanya Jo, berbicara sendiri.Jo membuka kotak itu perlahan, matanya melebar saat melihat isinya. Ia mengangkat dengan ujung jarinya, seolah jijik. Sebuah celana dalam dan bra dengan renda di setiap tepi.‘Siapa orang g*la yang mengirimkan benda menjijikkan ini?’ batin Jo kesal.Tanpa sengaja ekor matanya melihat sebuah kertas yang terselip di antara bra berwar
[Mbak, ini foto yang mbak Tiara minta.]Pesan masuk dari bu Keke, tetangga Adnan yang rumahnya persis di depan. Beliau mengirimkan setidaknya ada 10 foto Nando, saat ia bermain di halaman, bahkan foto saat makan di suapi Bu Rini, ibu Adnan.“Ya Allah, cerdas sekali bu Keke, bisa mendapatkan foto di dalam rumah.”Mata Tiara terbelalak saat melihat salah satu foto Nando yang makan hanya dengan nasi putih, Tiara yakin itu hanya nasi yang ditaburi garam. Tiara ingat sekali, saat Adnan tidak punya uang, ia lebih memilih makan dengan garam saja.“Aku harus kirim foto ini agar segera di proses di pengadilan.” Tiara segera mengirimkan semua foto itu pada Jo yang saat ini masih berada di kantor.Tiara yakin, kemarin Jo sudah menghubungi pak Dewa untuk menggugat hak asuh Nando ke pengadilan.Memang salah Tiara, dulu mengizinkan Nando di asuh oleh Adnan, saat itu Tiara belum bisa berpikir jernih, belum berkomitmen dengan Jo. Jadi ia masih bingung dengan keadaan dirinya sendiri.Tok tok tok“Ma,
“Pa, tolong buatkan susu untuk Reihan.” Tiara sedang memandikan Reihan, buah cintanya bersama Jo.“Kan masih mandi?” protes Jo.“Iya, setelah mandi biar langsung minum susu, Pa. Udah gih, cepetan bikinin.”“Iya iya,” jawab Jo sambil beranjak keluar dari kamar mandi. Karena Tiara sudah menyiapkan air, botol, dan susu di atas meja, mudah saja Jo meraciknya.Tiara mengangkat Reihan ke atas ranjang, lalu mengeringkan tubuhnya menggunakan handuk. Lalu mengoleskan minyak telon, bedak, dan memakaikan baju. Bayi berumur 7 bulan itu terus menggerakkan kaki dan tangannya senang, sesekali menyunggingkan senyum.“Lucu sekali anak mama, udah ganteng sekarang.” Tiara menyemprotkan sedikit parfum pada baju Reihan setelah mengoleskan minyak rambut.Tiara bersyukur, Allah memberikan banyak berkah di dalam hidupnya. Menghadirkan Jo sebelum terlambat, memberikan kenikmatan hidup selama ini.Reihan hadir membawa suasana baru di rumah Jo, setelah ada Reihan, Jo lebih sering menghabiskan waktunya di rumah
“Kamu jahat, Mas. Kamu apakan dia?” teriak Mila sambil terisak.Mila segera berlari menghampiri Erga yang sudah terkapar tidak berdaya di teras. Ia menyangga kepala Erga dengan tangannya.“Kamu jahat sekali, apa salah dia? Kenapa kamu hajar sampai seperti ini?” teriak Mila histeris. Bukan seperti ini keinginan Mila, ia tidak suka Adnan berbuat kasar dan main hakim sendiri.“Bela terus selingkuhanmu itu! Kalau perlu sekalian saja kamu keluar dari rumah ini. Perempuan sepertimu tidak pantas diperjuangkan,” hardik Adnan, matanya memerah menahan emosi.Hati dan pikiran Adnan sudah dibutakan oleh nafsu dan gelap karena iri dan benci. Ia sudah pernah dikhianati, sekarang seseorang yang dulu ia perjuangkan mati-matian juga mengkhianati cintanya.“Jaga ucapanmu, Mas. Secara tidak langsung kamu sudah menalakku.”“Lebih baik berpisah saja, aku lelah terus dikhianati.”“Baiklah! Aku akan pergi dari sini.”Mila membantu Erga bangun, bibir dan hidungnya mengeluarkan darah segar bekas pukulan Adnan
“Mama... “ teriak Nando berlari dan menghamburkan peluk ke arah Tiara.Jo mengernyit melihat Nando begitu dekat dengan Tiara, dan memanggilnya mama.“Siapa anak ini?” Tanya Jo pada Tiara.Nando sudah berada di gendongan Tiara, sambil mencium dan memeluk leher mamanya erat.Tiara tersenyum pada Jo, lalu berkata,” Ini anakku yang pernah aku ceritakan.”“Jadi, kamu... “ Jo menunjuk Tiara dan Adnan bergantian.“Iya, Mas. Dia mantan suamiku.” Mendengar itu, Jo mengangguk paham. Lalu mengambil alih gendongan Nando, ia tidak mau Tiara kelelahan karena saat ini sedang hamil.“Halo, jagoan. Nama kamu siapa?” Jo bertanya pada Nando dengan riang, seolah sudah pernah bertemu.“Nando,” jawab Nando singkat.“Aku gak nyangka, ternyata istri lo bekas gue,” celetuk Adnan sambil menyunggingkan sebelah bibirnya.Seketika Jo merasa panas, emosi sudah berada di ubun-ubun. Segera Tiara mengelus lengan suaminya, dan mencoba menenangkannya.Sang tuan rumah belum terlihat, sepertinya masih sibuk di belakang.
“Ah, kenalkan, ini Mila. Dia pacarku,” ucap Erga jumawa.Tiara mengernyitkan dahinya tidak percaya dengan ucapan Erga.‘Dasar perempuan gila, sudah mengambil suamiku, masih mencari laki-laki lain’ batin Tiara kesal.“Pacar kamu?” tanya Tiara tak percaya.Erga menganggukkan kepala mantap, sedangkan Mila melotot menatap Tiara.“Kamu udah cek status dia?” Tanya Tiara tak peduli Mila yang terus melotot padanya. Ia harus menyelamatkan Erga dari jerat Mila, seingat Tiara Erga sekarang sedang berada di puncak kejayaannya. Bisa jadi Mila hanya memanfaatkan Erga. Setidaknya itu yang ada di pikiran Tiara sekarang.“Maksud kamu?” tanya Erga bingung mendengar pertanyaan Tiara.“Iya, coba tanya dia yang lebih paham. Dan juga, sekedar saran, jangan gampang percaya dengan ucapan orang, coba kamu cek siapa perempuan itu sebenarnya.” Setelah mengucapkan itu, Tiara menerima uang kembalian dadi kasir. “Aku duluan ya,” pamit Tiara cuek.Entah setelah ini Mila tetap berhubungan dengan Erga atau tidak buka
“Ck, kamu sudah berani melawanku, Mila!” geram Adnan, matanya terus menatap Mila.“Ka-kamu mau apa, Mas?” tanya Mila terbata-bata. Ia sangat takut melihat Adnan marah, karena baru kali pertama hal itu terjadi.“Kamu sudah berani minta cerai? Bisa apa kamu tanpa aku? Masih beruntung aku mau menikahimu dulu.”Mila meringis saat Adnan semakin menekan tangannya.“Aku hanya lelah, Mas. Salahku di mana?” tanya Mila lirih, ia sudah mulai tidak bertenaga lagi untuk melawan.“Lelah? Bilang! Jangan memaksa ibu melakukan apa yang tidak mampu beliau lakukan! Kamu gila atau goblok sih? Masak gitu aja gak paham?”“Lalu, kalau aku bilang, apa kamu akan menuruti semua?” tantang Mila.“Tentu tidak, lihat dulu apa permintaanmu.”“Cih, itu aku yang gak suka, kamu hanya mendahulukan ibu dan anak-anak. Kapan mau mendengar keinginanku?” tangis Mila mulai luruh. Ia tidak tahan untuk tidak menangis, beban yang ia tanggung rasanya sangat berat.“Kapan kamu minta sesuatu padaku?” tanya Adnan ketus.“Seharusnya
Pov Mila“Syukurlah, lain waktu aku ingin ke rumahmu,” ucap Erga yakin.“Untuk apa?” tanyaku terkejut.“Melamarmu.”Erga menyunggingkan senyum indahnya, senyum yang sama, senyum yang selalu membuatku rindu.Seketika aku menjadi salah tingkah, bagaimana ini? Aku sudah menikah, dan ini memang baju untuk anakku. Bagaimana caraku mengatakan yang sesungguhnya? Namun, senyum itu membuatku terpesona. Lidahku menjadi kelu, tak mampu menjawab.“Bagaimana?” tanya Erga. “Aku sudah menunggumu dari masa SMA, masa kamu tolak?”“Maaf, aku ada urusan. Aku pulang dulu, ya? Makasih buat traktirannya.”Segera aku keluar dari toko dan segera menarik gas motor secepat mungkin. Tak kupedulikan pandangan sekitar yang menatapku aneh.Aku menggelengkan kepala berkali-kali mencoba mengenyahkan pikiran tentang Erga. Bisa berabe kalau dia tahu aku berbohong, lagian mas Adnan tidak akan bisa memaafkan kalau sampai berkhianat.Kenapa Erga datang di saat aku sudah menikah dan punya anak sih? Harusnya dia datang leb
Pov MilaAku melihat kedatangan Tiara dengan takjub, penampilannya jauh lebih berkelas dari saat terakhir bertemu. Dan lagi, ia keluar dari mobil mewah, siapa laki-laki yang ia jerat kali ini? Enak sekali hidupnya. Berbeda jauh denganku yang harus bersusah payah mengasuh anaknya di sini. Untuk merawat diri saja tidak sempat, apalagi menyenangkan suami.Mainan yang dibawa Tiara kutaksir semuanya jutaan rupiah, keberuntungan dari mana ia dapatkan semua? Lagi, ada cincin yang indah tersemat di jari manis Tiara.Bahkan sikapnya kini lebih kalem, Tiara yang sekarang bukanlah Tiara yang dulu. Andaikan melihat ini, Mas Adnan mungkin saja akan tergoda lagi. Aku saja yang sesama perempuan, sangat menyukai penampilan Tiara saat ini, pembawaannya yang tegas, nan elegan.“Apa-apaan ini?” teriak ibu dari belakang, sepertinya beliau terkejut dengan kedatangan Tiara yang mendadak, aku lupa memberitahu beliau, Tiara akan datang.“Ada Tiara, Bu,” jawabku pendek. Moodku seketika ambyar melihat kedatang