“Halo papa, akhirnya pulang juga. Aku rindu.” Rara tiba-tiba keluar dari pintu, seketika ia memeluk Jo erat. Namun binar mata Rara pudar saat matanya melihat ada Tiara di balik punggung Jo.“Kenapa perempuan ini di sini?” tanya Rara ketus, telunjuknya menunjuk Tiara tepat di depan wajah Tiara.“Yang sopan, dia istri Papa sekarang, jadi mulai sekarang kamu harus memanggilnya Mama,” tegas Jo.“Gak mau, aku gak suka dia jadi Mamaku. Mamaku hanya satu, dia udah meninggal.”“Suka gak suka terserah kamu, yang jelas Papa sudah menikah dengan Tiara. Jadi mulai sekarang kamu harus memanggil dia Mama, dan bersikap baik.”“Tapi pa... ““Gak ada tapi-tapian, papa malas kalau harus berdebat masalah ini denganmu. Papa ingin bahagia!” tegas Jo.“Papa jahat!” Rara mendorong tubuh Jo, lalu berlari masuk ke dalam rumah. Terdengar suara pintu tertutup dengan keras.“Rara menolak tuh, gimana?” tanya Tiara pelan.“Udah, biarkan. Yang penting aku cinta sama kamu.” Jo meraih pundak Tiara, membawanya ke dala
“Aku tidak akan diam saja! Tunggu pembalasanku.”“Ya ya, baiklah. Aku akan menunggu. Ngomong-ngomong, sudah tahu kabar Tari?”Seketika wajah Bu Dewi pucat pasi, melihat itu Tiara tersenyum miring. Sepertinya ia paham siapa dalang penculikannya kemarin.“kok wajah mertua tercinta pucat gitu sih? Aku lagi tanya loh.”Tiara berdiri, lalu beranjak mendekati Bu Dewi.“Diam kamu! Aku bukan mertuamu!”“Oh, jadi bukan mertuamu ya? Lalu Anda mau apa kemari? Ini rumah suami saya.”“Sombong sekali kamu!”“Sombong? Aku memang pantas sombong, suami konglomeratku memilihku menjadi istrinya, wajar aku harus sombong. Tari di rumah sakit sekarang, kamarnya dijaga banyak polisi, silakan menjenguk kalau berani.”Bu Dewi terlihat gelisah, matanya tetap memancarkan rasa benci pada Tiara. Ia tidak rela anak kesayangannya memiliki istri seperti Tiara yang tidak jelas asal usulnya. Walaupun benar, wajah Tiara sangat cantik, jauh lebih cantik dari Tari, tapi Bu Dewi gengsi untuk mengakui kepada publik bahwa T
Tiara menatap sekeliling, bersama siapa Rara saat berada di bar? Tidak ada yang Tiara kenal.“Bersama siapa kamu?” tanya Tiara ketus. Ia sebenarnya menyayangi Rara, sayangnya gadis itu begitu menjaga jarak pada Tiara.“Bukan urusanmu,” bentak Rara kesal.“Rara! Yang sopan pada Mama.”Rara mendorong tubuh Jo kencang, “Papa jahat. Sejak dulu Papa tidak sayang padaku.”Para polisi yang berada di dalam ruangan itu hanya saling pandang.“Tolong jangan membuat keributan di sini,” ucap salah seorang polisi yang berjaga.Rara menangis tergugu, air matanya tidak bisa ia bendung lagi. Sejak lahir Papanya sudah menjaga jarak dengannya, semua keperluan Rara, Bik Ira yang menyiapkan, bahkan sampai sekarang perhatian Papanya tidaklah besar. Rara merindukan kasih sayang dari orang tuanya, ia haus belaian sayang dari Papanya.Melihat itu, Tiara mendekati Jo, ia mengelus lengan Jo, lalu berkata, “ Dia juga anakmu, Mas. Berikan dia perhatian, sabar.”“Bagaimana aku bisa sabar, kalau dia susah dikasih t
Teriakan Tiara cukup membuat Jo tersentak, dan segera pergi naik ke atas. Jantungnya berpacu sangat kencang, takut terjadi sesuatu yang tidak ia inginkan.Brak!Jo membuka pintu dengan keras, matanya terbelalak saat melihat Yuda berusaha memperkosa Tiara. Posisi Yuda menindih tubuh Tiara, sebelah tangannya membekap mulut Tiara.“Lepaskan dia!” teriak Jo kencang.Melihat kedatangan Jo, Yuda tidak serta merta turun dari tubuh Tiara, ia mengeluarkan pisau kecil, sebelah tangannya membangunkan paksa tubuh Tiara, lalu mengarahkan pisau ke leher Tiara.“Jangan sakiti istriku, lepaskan dia.”“Tenang, Om. Aku akan melepaskan istri tercinta om ini setelah memastikan namaku tidak Rara sebut di kantor polisi.”“Kurang aj*r kamu!” Jo melangkah ke depan, baru beberapa langkah, Yuda menghentikannya.“Tetap di tempat, atau pisau ini akan menggorok leher dia.”“Apa maumu?” tanya Jo panik. Tiara terlihat ketakutan, berkali-kali ia memejamkan mata, pada saat ini ia seolah melihat malaikat maut sedang m
“Maafin Rara, Pa.” Rara memeluk erat tubuh Jo, ia menangis, menyesali perbuatannya yang sudah merepotkan banyak orang.“Tak apa, Papa senang kamu akhirnya sadar juga.” Jo mengelus pucuk kepala Rara, rambut anaknya tidak lagi selembut sebelumnya. “Kalau sudah keluar, minta maaf ke Mama Tiara, ya? Dia yang meminta Papa mengurus semua keperluanmu sampai keluar dari penjara.”“Benarkah itu?” tanya Rara tak percaya, ia mendongak menatap wajah Papanya. Mencari titik kebohongan, sayangnya tidak ada. Papanya mengatakan yang sebenarnya.“Iya, maunya Papa membiarkan kamu, agar kamu sadar tanpa harus ada ikut campur Papa. Tapi, Mama Tiara melarang.”“Apakah karena itu Papa begitu mencintai dia?” tanya Rara belum mau memanggil Mama Tiara.“Iya, sejahat apa pun masa lalu Mama Tiara, sekarang dia sudah berubah menjadi baik dan tulus menyayangi kita.” Jo kembali mengecup pucuk kepala Tiara.Mendengar itu semua, Bu Dewi mengerucutkan bibirnya tak suka. Ia masih berharap Jo bisa terlepas dari Tiara.“
Pov MilaAku melihat kedatangan Tiara dengan takjub, penampilannya jauh lebih berkelas dari saat terakhir bertemu. Dan lagi, ia keluar dari mobil mewah, siapa laki-laki yang ia jerat kali ini? Enak sekali hidupnya. Berbeda jauh denganku yang harus bersusah payah mengasuh anaknya di sini. Untuk merawat diri saja tidak sempat, apalagi menyenangkan suami.Mainan yang dibawa Tiara kutaksir semuanya jutaan rupiah, keberuntungan dari mana ia dapatkan semua? Lagi, ada cincin yang indah tersemat di jari manis Tiara.Bahkan sikapnya kini lebih kalem, Tiara yang sekarang bukanlah Tiara yang dulu. Andaikan melihat ini, Mas Adnan mungkin saja akan tergoda lagi. Aku saja yang sesama perempuan, sangat menyukai penampilan Tiara saat ini, pembawaannya yang tegas, nan elegan.“Apa-apaan ini?” teriak ibu dari belakang, sepertinya beliau terkejut dengan kedatangan Tiara yang mendadak, aku lupa memberitahu beliau, Tiara akan datang.“Ada Tiara, Bu,” jawabku pendek. Moodku seketika ambyar melihat kedatang
Pov Mila“Syukurlah, lain waktu aku ingin ke rumahmu,” ucap Erga yakin.“Untuk apa?” tanyaku terkejut.“Melamarmu.”Erga menyunggingkan senyum indahnya, senyum yang sama, senyum yang selalu membuatku rindu.Seketika aku menjadi salah tingkah, bagaimana ini? Aku sudah menikah, dan ini memang baju untuk anakku. Bagaimana caraku mengatakan yang sesungguhnya? Namun, senyum itu membuatku terpesona. Lidahku menjadi kelu, tak mampu menjawab.“Bagaimana?” tanya Erga. “Aku sudah menunggumu dari masa SMA, masa kamu tolak?”“Maaf, aku ada urusan. Aku pulang dulu, ya? Makasih buat traktirannya.”Segera aku keluar dari toko dan segera menarik gas motor secepat mungkin. Tak kupedulikan pandangan sekitar yang menatapku aneh.Aku menggelengkan kepala berkali-kali mencoba mengenyahkan pikiran tentang Erga. Bisa berabe kalau dia tahu aku berbohong, lagian mas Adnan tidak akan bisa memaafkan kalau sampai berkhianat.Kenapa Erga datang di saat aku sudah menikah dan punya anak sih? Harusnya dia datang leb
“Ck, kamu sudah berani melawanku, Mila!” geram Adnan, matanya terus menatap Mila.“Ka-kamu mau apa, Mas?” tanya Mila terbata-bata. Ia sangat takut melihat Adnan marah, karena baru kali pertama hal itu terjadi.“Kamu sudah berani minta cerai? Bisa apa kamu tanpa aku? Masih beruntung aku mau menikahimu dulu.”Mila meringis saat Adnan semakin menekan tangannya.“Aku hanya lelah, Mas. Salahku di mana?” tanya Mila lirih, ia sudah mulai tidak bertenaga lagi untuk melawan.“Lelah? Bilang! Jangan memaksa ibu melakukan apa yang tidak mampu beliau lakukan! Kamu gila atau goblok sih? Masak gitu aja gak paham?”“Lalu, kalau aku bilang, apa kamu akan menuruti semua?” tantang Mila.“Tentu tidak, lihat dulu apa permintaanmu.”“Cih, itu aku yang gak suka, kamu hanya mendahulukan ibu dan anak-anak. Kapan mau mendengar keinginanku?” tangis Mila mulai luruh. Ia tidak tahan untuk tidak menangis, beban yang ia tanggung rasanya sangat berat.“Kapan kamu minta sesuatu padaku?” tanya Adnan ketus.“Seharusnya