Berkali-kali Jo melihat jam di tangannya, sudah jam 6.30, tapi Tiara belum menampakkan barang hidungnya. Ia sudah menghubungi Pak jupri, beliau berkata Tiara belum turun ke loby apartemen.“Ke mana dia? Jangan-jangan dia kabur karena tidak mau menikah denganku?” gumam Jo.Saat ini ia berada di ruang rias yang disediakan. Pagi tadi ia harus mengurus sesuatu ke kantor, memastikan bahwa tidak ada masalah untuk hari ini.“Ah, tidak mungkin Tiara seperti itu, pagi tadi dia baik-baik saja.”“Kenapa, Mas?” Gea, penata riasnya bertanya.“Calon pengantin wanita belum datang, padahal tadi baik-baik saja. Kata sopir, dia belum turun dari apartemen.”“Coba cek CCTV pak, siapa tahu ada yang berbuat jahat.”‘Ah, kenapa aku tidak berpikir ke sana?’Segera Jo meraih kunci mobilnya, lalu berkata,” Katakan pada semua orang, saya masih menjemput mempelai wanita, jangan katakan yang sebenarnya. Undur jam pernikahan, katakan itu nanti pada asisten saya.”Tanpa menunggu jawaban Gea, Jo segera berlari menuj
“Nanti akan kuberitahu, sekarang mari kita menikmati surga bersama, Jo.”“Tidak, katakan dulu, di mana Tiara?” tegas Jo.“Ck, j*lang itu ada di lantai 2, sudah ayo kita mulai,” ujar Tari seraya melepas bajunya.Dengan cepat, Jo memukul tengkuk Tari hingga membuat perempuan itu pingsan seketika.Melihat tubuh Tari yang tergeletak tak berdaya, dengan cepat Jo meninggalkannya. Saat mencapai pintu ia berhenti, kepalanya keluar menengok kanan dan kiri. Setelah yakin tidak ada preman yang menjaga, segera ia keluar dari kamar.Jo mencoba mengingat di mana letak tangga menuju lantai 2. Setelah menemukan apa yang dicari, ia segera naik ke lantai 2. Seperti sebelumnya ia terus menengok kanan dan kiri memastikan tidak ada yang melihatnya.Sesampainya di lantai 2, ia melihat banyak pintu yang tertutup, sepertinya lantai 2 ini dulunya bekas kamar.Jo mencoba membuka kamar satu persatu, tapi ia tidak menemukan di mana Tiara berada.“Sialan, di mana j*lang itu menyembunyikan Tiara!” gumam Jo kesal.
“Lalu bagaimana anak kami, Dok?”Detak jantung Jo berdetak kencang menunggu jawaban dari Dokter Gun. Ia berharap keadaan anaknya baik-baik saja, sama seperti keadaan Tiara.“Keadaan anak bapak alhamdulillah masih tertolong, pasien sudah bisa dijenguk setelah kami pindahkan ke ruang rawat.”Setelah berkata demikian, Dokter Gunung berpamitan pada Jo untuk kembali bertugas. Tak lama kemudian beberapa dokter dan perawat, keluar dari ruangan Tiara setelah selesai mengerjakan tugas mereka. Disusul beberapa perawat yang membawa Tiara untuk dipindahkan ke ruang rawat.“Tolong selesaikan administrasi dulu, Pak. Kami akan membawa pasien sesuai dengan permintaan Anda tadi.” Salah seorang perawat menghentikan langkah Jo yang akan mengikuti kepergian Tiara.Mendengar itu, segera Jo berjalan cepat menuju bagian administrasi. Begitu selesai melakukan pembayaran, Jo berlari menuju ruangan di mana Tiara di rawat.Ceklek!Jo membuka pintu ruangan Tiara, tadi ia sudah memesan ruangan ini apabila keadaan
Tiba-tiba senyum Jo menghilang, ia mengatakan sesuatu yang sangat mengejutkan.“Setelah keluar dari rumah sakit, kita pulang ke rumahku, oke?”“Gak mau!” tolak Tiara seketika, ia memalingkan wajah.“Kenapa? Apakah kamu mau tinggal di apartemen?” tanya Jo heran.“Bukankah tadi kamu memberikan mahar sebuah rumah? Kita tinggal di sana.” Tegas Tiara menatap wajah Jo yang keheranan.“Ah, iya memang betul, tapi bagaimana Rara? Dia butuh kita.”Ucapan Jo mengingatkan Tiara pada muridnya itu, ya, Jo memiliki anak. Tidak mungkin mereka bisa hidup berjauhan. Memang setiap hari mereka jarang mengobrol dan bercengkrama, tapi dengan mereka tinggal serumah, melihat wajah dan saling menyapa sebentar, merupakan kebahagiaan tersendiri.Tiara berpikir, ia tidak boleh egois. Jo mempunyai anak, dirinya saat ini hamil, tidak mungkin meminta Jo untuk bolak balik dari rumahnya lalu pergi menemui Rara. Akan memakan waktu yang banyak.Tiara menghela napas, matanya menatap manik mata Jo yang selalu membuatnya
“Halo papa, akhirnya pulang juga. Aku rindu.” Rara tiba-tiba keluar dari pintu, seketika ia memeluk Jo erat. Namun binar mata Rara pudar saat matanya melihat ada Tiara di balik punggung Jo.“Kenapa perempuan ini di sini?” tanya Rara ketus, telunjuknya menunjuk Tiara tepat di depan wajah Tiara.“Yang sopan, dia istri Papa sekarang, jadi mulai sekarang kamu harus memanggilnya Mama,” tegas Jo.“Gak mau, aku gak suka dia jadi Mamaku. Mamaku hanya satu, dia udah meninggal.”“Suka gak suka terserah kamu, yang jelas Papa sudah menikah dengan Tiara. Jadi mulai sekarang kamu harus memanggil dia Mama, dan bersikap baik.”“Tapi pa... ““Gak ada tapi-tapian, papa malas kalau harus berdebat masalah ini denganmu. Papa ingin bahagia!” tegas Jo.“Papa jahat!” Rara mendorong tubuh Jo, lalu berlari masuk ke dalam rumah. Terdengar suara pintu tertutup dengan keras.“Rara menolak tuh, gimana?” tanya Tiara pelan.“Udah, biarkan. Yang penting aku cinta sama kamu.” Jo meraih pundak Tiara, membawanya ke dala
“Aku tidak akan diam saja! Tunggu pembalasanku.”“Ya ya, baiklah. Aku akan menunggu. Ngomong-ngomong, sudah tahu kabar Tari?”Seketika wajah Bu Dewi pucat pasi, melihat itu Tiara tersenyum miring. Sepertinya ia paham siapa dalang penculikannya kemarin.“kok wajah mertua tercinta pucat gitu sih? Aku lagi tanya loh.”Tiara berdiri, lalu beranjak mendekati Bu Dewi.“Diam kamu! Aku bukan mertuamu!”“Oh, jadi bukan mertuamu ya? Lalu Anda mau apa kemari? Ini rumah suami saya.”“Sombong sekali kamu!”“Sombong? Aku memang pantas sombong, suami konglomeratku memilihku menjadi istrinya, wajar aku harus sombong. Tari di rumah sakit sekarang, kamarnya dijaga banyak polisi, silakan menjenguk kalau berani.”Bu Dewi terlihat gelisah, matanya tetap memancarkan rasa benci pada Tiara. Ia tidak rela anak kesayangannya memiliki istri seperti Tiara yang tidak jelas asal usulnya. Walaupun benar, wajah Tiara sangat cantik, jauh lebih cantik dari Tari, tapi Bu Dewi gengsi untuk mengakui kepada publik bahwa T
Tiara menatap sekeliling, bersama siapa Rara saat berada di bar? Tidak ada yang Tiara kenal.“Bersama siapa kamu?” tanya Tiara ketus. Ia sebenarnya menyayangi Rara, sayangnya gadis itu begitu menjaga jarak pada Tiara.“Bukan urusanmu,” bentak Rara kesal.“Rara! Yang sopan pada Mama.”Rara mendorong tubuh Jo kencang, “Papa jahat. Sejak dulu Papa tidak sayang padaku.”Para polisi yang berada di dalam ruangan itu hanya saling pandang.“Tolong jangan membuat keributan di sini,” ucap salah seorang polisi yang berjaga.Rara menangis tergugu, air matanya tidak bisa ia bendung lagi. Sejak lahir Papanya sudah menjaga jarak dengannya, semua keperluan Rara, Bik Ira yang menyiapkan, bahkan sampai sekarang perhatian Papanya tidaklah besar. Rara merindukan kasih sayang dari orang tuanya, ia haus belaian sayang dari Papanya.Melihat itu, Tiara mendekati Jo, ia mengelus lengan Jo, lalu berkata, “ Dia juga anakmu, Mas. Berikan dia perhatian, sabar.”“Bagaimana aku bisa sabar, kalau dia susah dikasih t
Teriakan Tiara cukup membuat Jo tersentak, dan segera pergi naik ke atas. Jantungnya berpacu sangat kencang, takut terjadi sesuatu yang tidak ia inginkan.Brak!Jo membuka pintu dengan keras, matanya terbelalak saat melihat Yuda berusaha memperkosa Tiara. Posisi Yuda menindih tubuh Tiara, sebelah tangannya membekap mulut Tiara.“Lepaskan dia!” teriak Jo kencang.Melihat kedatangan Jo, Yuda tidak serta merta turun dari tubuh Tiara, ia mengeluarkan pisau kecil, sebelah tangannya membangunkan paksa tubuh Tiara, lalu mengarahkan pisau ke leher Tiara.“Jangan sakiti istriku, lepaskan dia.”“Tenang, Om. Aku akan melepaskan istri tercinta om ini setelah memastikan namaku tidak Rara sebut di kantor polisi.”“Kurang aj*r kamu!” Jo melangkah ke depan, baru beberapa langkah, Yuda menghentikannya.“Tetap di tempat, atau pisau ini akan menggorok leher dia.”“Apa maumu?” tanya Jo panik. Tiara terlihat ketakutan, berkali-kali ia memejamkan mata, pada saat ini ia seolah melihat malaikat maut sedang m