Ayah Rex telah kembali dari kunjungannya ke luar kota. Rasa lelah yang Harlan ingin lepas dengan bercengkerama bersama keluarga kini justru berubah menjadi sebuah sesak bukan kepalang.
Putra sulung yang kian sulit diatur, sekarang telah berbuat nista dengan menodai perawat neneknya sendiri. “Kamu harus menikahi Lyra!” bentaknya pada Rex tanpa ada keraguan sedikit pun.“Apa? Papa ini apa-apaan? Aku tidak mungkin menikahi dia!” Detik itu juga Rex menolaknya. “Aku bahkan tidak tahu apa yang aku perbuat kepadanya!”“Bisa jadi Mama benar! Lyra menjebakku! Dia pasti sudah naksir aku sejak lama dan kali ini adalah waktu yang tepat untuk dia beraksi!”“Tutup mulutmu! Kamu sudah memperkosa seorang wanita! Perawan pula! Kamu harus bertanggung jawab!”“Aku tidak mau menikahi dia! Aku sudah punya pacar, Pa! Mama, please! Bantu aku!” Rex merengek pada ibunya. Berjalan dan berlindung di balik punggung sang bunda.Ajeng tentu saja sama seperti putra yang selalu dimanja olehnya itu. Tentu saja dia menolak apa yang diharuskan oleh Harlan. “Rex tidak bisa menikahi Lyra! Aku tidak setuju! Perempuan kampung begini mau jadi menantuku, hah? Tidak sudi!” hinanya memandang rendah.Yang dihina terus menunduk sambil menitikkan air mata tanpa jeda. Ketakutan jika ternyata ia berbadan dua sungguh mengerikan. Memiliki anak tanpa ayah, apa kata orang tua dan sanak keluarga di desa?Harlan mengepalkan tangan saking murka dengan istri serta anak lelakinya. “Keputusan Papa adalah kamu menikahi Lyra! Titik! Besok kita akan pulang ke kampungnya dan melamar!”“Apa? Tidak! Aku lebih baik mati saja daripada menikah dengan perempuan seperti dia, Pa!” Rex masih terus menolak.“Kamu mau masuk penjara karena kasus perkosaan, hah, Rex? Jawab! Mau masuk penjara? Kamu kira penjara itu tempat yang enak! Mereka akan mencincang habis pemerkosa!” ucap Harlan makin meninggi.Mendengar ini, Rex dan Ajeng terdiam seribu bahasa. Penjara? Sepertinya itu sesuatu yang mengerikan, bukan? Tak bisa berkata apa-apa lagi, mereka hanya diam dan terengah.“Lyra, tolong tinggalkan kami. Pergilah ke kamarmu,” tukas Harlan memandang perawat itu dengan penuh rasa iba. Jika masih ada yang memiliki hati di rumah ini, dialah orangnya.Mengusap air mata, Lyra mengangguk. Ia mencoba berdiri, tetapi kakinya terasa lemas dan gemetar. Belum lagi rasa sakit yang menyerang di area kewanitaan.Namun, dengan segenap daya dan upaya, gadis itu berusaha bangkit. Berpegangan pada tiang ranjang, sesekali memicingkan mata, kakinya mulai tegak menyangga badan.“Kamu bisa jalan sendiri?” khawatir Harlan melihat kondisi perawat ibunya yang mengenaskan.Mengangguk sambil tersedu pelan dan meringis karena menahan rasa sakit, Lyra mengangguk. Tidak bisa berkata apa pun karena lidah dirasa terlalu kelu ‘tuk berucap.Tertatih, mencincing daster sobeknya untuk memudahkan kaki melangkah, perawat yang telah ternoda itu berjalan melewati Rex.Desis hinaan terdengar dari bibir sang Tuan Muda. “Dasar pelacur tak tahu malu! Kamu menjebakku, kan?”“Rex! Hentikan omongan kasarmu itu!” bentak Harlan pada putranya sambil menggeleng tidak percaya. Batin berkata, mimpi apa hingga punya anak seperti ini.Namun, Ajeng yang selalu mendukung dan memanjakan anaknya berbuat hal yang sama. Tidak hanya memaki, tetapi juga mendorong. “Perempuan brengsek! Pelacur tidak tahu malu! Jual kemaluan hanya untuk naik tahta jadi orang kaya!”Dorongan Ajeng membuat tubuh Lyra terhentak mundur. Jika tidak cepat berpegangan pada tiang ranjang, sudah pasti dia akan terjatuh. Area kewanitaannya sakit, tetapi hati lebih sakit karena dihina pelacur. Dia yang dinodai, dia yang dikatakan sebagai pelacur dan sengaja menjebak.Namun, ia terlalu lelah untuk membela diri. Hanya bisa melangkah dengan terseok sembari menahan semua luka batin yang diderita. Keluar kamar, menapaki lorong belapis kayu cokelat terang, lalu menuruni tangga.Tinggalah tiga orang di dalam kamar kini saling berhadapan. Harlan memberi penegasan sekali lagi kepada istri dan anak pertamanya.“Ini adalah aib keluarga, Rex! Kamu sudah berbuat hal yang menghancurkan nama baik Papa kalau sampai masalah ini terdengar orang lain!”“Usir saja Lyra, pulangkan dia ke kampung! Kalau dia buka mulut, kita serang!” engah Ajeng menatap nanar pada suaminya. “Aku tidak mau punya menantu seorang pembantu seperti dia!”“Aku juga tidak mau punya istri orang udik macam Lyra, Pa! Aku sudah punya pacar! Aku sudah janji akan menikahi dia tahun depan! Kalau meni—”“DIAAAM!” bentak Harlan tanpa sadar melayangkan telapak tangannya ke mulut Rex. Ia menampar anak kandungnya sendiri saking sudah tidak tahan dengan semua masalah yang ditimbulkan pemuda tersebut.Ajeng dan Rex terkejut setengah mati ketika Harlan menampar tanpa ragu. Bibir kepala keluarga itu gemetar dan giginya gemeretak marah.“Kalau kamu tidak mau menikahi Lyra, silakan angkat kaki dari rumah ini. Dan Papa ingatkan, keluarlah dari rumah ini hanya membawa pakaian yang kamu kenakan! Jangan membawa apa pun juga!” engah ayah yang sedang murka itu.“Menikah dengan Lyra! Jadikan dia istrimu karena kamu telah merenggut keperawanannya! Kalau tidak mau, Papa akan mencoretmu dari daftar keluarga! Silakan hidup sendiri di luar sana! Paham?”Ajeng angkat suara, “Dia anakmu, Mas! Kenapa kamu justru membela pembantu seperti Lyra!”“Justru karena dia anakku makanya aku berbuat ini! Rex harus belajar bertanggung jawab dengan perbuatannya! Kamu terlalu memanjakan anak-anak kita selama ini, mereka jadi orang manja yang tidak bertanggung jawab!” hardik Harlan pada istrinya.“Kalau kamu juga tidak setuju Rex menikahi Lyra, silakan angkat kaki semua dari rumah ini! Aku sudah muak dengan kalian semua!” pungkas Harlan kemudian keluar dari kamar putranya sambil membanting pintu.***Duduk di ruang kerjanya, Harlan menunggu kedatangan Lyra. Gadis tersebut datang masih dengan wajah yang sembab, tetapi telah berganti pakaian. “Duduk,” perintahnya datar dan singkat.Mengangguk, Lyra berjalan pelan sambil menunduk dan duduk di kursi seberang meja majikannya. Sama sekali tidak berani menatap, jantungnya berdegup teramat kencang.“Di mana orang tuamu? Ayahmu masih hidup?” mulai Harlan berbicara.“Orang tua saya di kota Malang, Tuan Harlan. Ayah dan Ibu semua masih hidup.” Lyra menjawab dengan suara gemetar.“Hmm, naik pesawat ke Surabaya sekitar satu setengah jam. Lalu naik mobil ke Malang sekitar dua jam,” gumam Harlan mengkalkulasi lama perjalanan. “Mereka ada di rumah terus, ‘kan?”Lyra mendongakkan kepala takut-takut, “Ayah saya sakit keras, Tuan. Bapak tidak bisa pergi ke mana-mana. Sebenarnya ada apa, Tuan?”“Kok, ada apa? Saya mau menikahkan kamu dengan Rex! Ayahmu harus jadi walinya!”Tertegun, Lyra tidak menyangka ucapan majikannya di kamar tadi serius. “T-tapi, Tuan … masalahnya Tuan Rex tidak mau menjadi suami saya.”“Kalau kamu hamil, bagaimana? Mau anakmu lahir tanpa nama ayah? Lagipula itu cucuku, darah dagingku. Aku sudah membuat keputusan, kalian harus menikah, titik!”Lyra terdiam. Hati kecil menolak karena dia tidak mencintai Rex. Akan tetapi, majikannya benar. Kalau dia hamil, bagaimana? Lalu, keperawanannya juga sudah direnggut oleh pemuda itu. Berpikir, siapa yang mau menerima dirinya yang sudah tidak perawan?“Aku minta perbuatan Rex dirahasiakan, bisakah kamu berbuat itu?” Harlan bertanya dengan sangat serius. “Aku tidak mau masalah ini sampai menyebar keluar. Akan berbahaya bagi nama baik keluarga Adiwangsa.”Menelan cairan di mulutnya dengan berat, Lyra mengangguk. Dirinya hanyalah orang kecil. Kampungan, kalau kata mereka. Sekolah terakhir hanya SMA, mau berbuat apa menentang sebuah keluarga Adiwangsa yang memiliki koneksi tinggi ke pejabat maupun orang kaya lainnya?Maka, dia mengangguk. “Bagi saya, ini juga aib, Tuan.”“Ayahmu sakit apa?” tanya Harlan lagi.“Jantung, Tuan. Tidak kuat bepergian jauh. Bapak mudah lelah.”“Sudah operasi?”“Sudah. Waktu serangan pertama, Bapak tidak punya kartu jaminan kesehatan dari pemerintah. Terpaksa meminjam uang dari saudara dengan jaminan sertifikat rumah, supaya bisa operasi dengan segera.”“Makanya, sekarang saya bekerja untuk mencicil hutang-hutang itu.”Menghela napas panjang dan berat, Harlan memandangi calon menantunya dengan iba. “Kamu anak yang berbakti.”“Sudah kewajiban saya merawat orang tua,” tanggap Lyra kembali menunduk dan matanya berkaca-kaca mengingat keluarga di desa. Mendadak, ia rindu.“Andaikan Rex dan Maya bisa seperti kamu. Bertanggung jawab untuk membantu orang tua,” dengkus Harlan mengingat wajah kedua anaknya yang semakin dewasa justru semakin membuat onar.Lyra terdiam, tidak mau menanggapi masalah itu. Bukan ranahnya untuk menilai seseorang, apalagi menilai majikannya sendiri.“Berapa hutang keluarga kalian?”“Sekitar 175 juta rupiah, Tuan.”“Aku lunasi semua, dan akan kutambahkan lagi seratus juta rupiah untuk ayah dan ibumu.”Lyra spontan mendongakkan kepala. Bibirnya melongo dan mata terbelalak. “A-apa?”Harlan tersenyum, kemudian mengangguk. “Akan kuberikan uang sejumlah itu. Tapi, ada syaratnya.”“Apa, Tuan, syaratnya?”“Satu, jangan pernah buka mulut tentang kejadian ini. Kalau ada yang bertanya kenapa cepat sekali menikah, katakan saja sebenarnya kalian sudah berpacaran secara rahasia selama enam bulan. Sekarang, Rex ingin menjadikanmu istri sahnya. Mengerti?”Lyra mengangguk walau nadinya berdenyut sekencang mobil balap. Menjadi istri Rex Adiwangsa terlihat sebagai sesuatu yang megah sekaligus mengerikan pada saat yang bersamaan!“Dua, jangan pernah bercerai dengan Rex. Apa pun yang terjadi, seperti apa pun pernikahan kalian, jangan pernah mengajukan cerai darinya.”“Kalau Tuan Rex yang menceraikan saya, bagaimana?”“Dia tidak akan melakukannya,” geleng Harlan yakin. “Aku yang akan mengurus Rex. Pokoknya, kamu tidak boleh mengajukan cerai kepadanya. Sampai di sini, apa kamu paham?”Lyra mengangguk pelan. Apalagi yang bisa diperbuat selain mengiyakan semua keinginan sang majikan. Dari semua orang yang ada di rumah ini, hanya Harlan yang membelanya.“Kalau kamu melanggar, maka kamu harus membayar lima kali lipat dari uang yang telah kuberikan kepadamu. Ini adalah syarat yang ketiga. Apa kamu setuju?”Lyra mengangguk meski dalam perasaan gamang. “Baiklah, Tuan Harlan. Saya setuju.”“Draft perjanjian resmi akan dibuat oleh pengacaraku. Kamu akan menandatanganinya besok. Sekarang, hubungi orang tuamu, katakan pada mereka kalau kamu dan Rex akan menikah.”“Kapan kami akan menikah, Tuan?” tanya Lyra makin berdebar.“Satu minggu dari sekarang!”BERSAMBUNGLyra meninggalkan ruang kerja Harlan. Berjalan dengan menunduk, menatap lantai. ‘Minggu depan sudah menikah? Aku harus berbohong pada Bapak dan Ibu di rumah,” keluhnya gundah. ‘Apa mereka akan percaya?’Ketika kaki mengayun dengan gontai, mendadak seorang lelaki muncul dari arah belakang dan menarik lengannya hingga tubuhnya sontak berputar.“T-Tuan Rex,” engahnya terkejut sekaligus takut.“Kamu sudah dengar? Kita akan menikah bulan depan, perempuan brengsek!” desis Rex menyeringai bengis. “Kamu puas sekarang, hah?”Menggeleng, Lyra berucap dengan terbata, “Saya … s-saya hanya … saya hanya mengikuti pe-perintah Tuan Harlan.”“Banyak omong, kamu! Dikira aku tidak tahu kalau kamu sengaja menjebakku? Kamu ingin jadi istriku, ‘kan? Kamu sengaja melakukan semua ini!”“Saya bersumpah, Tuan Rex! Demi Tuhan! Saya tidak menjebak Anda!” sanggah sang gadis.Namun, Rex tidak peduli. Ia mencengkeram lengan Lyra semakin keras hingga tedengar suara mengaduh dari sang gadis karena sakit.“Camkan ini,
Tersenyum kagok, tetapi mengikuti drama Rex dengan sebisa mungkin. “I-iya, Mas ….”Narsih buka suara, “Masalahnya, kami tidak ada dana untuk menikahkan Lyra, Bapak dan Ibu Adiwangsa. Hutang operasi jantung ayahnya saja masih belum lunas.”Harlan tersenyum, lalu menjelaskan, “Semua biaya kami yang menanggung. Acara akan diadakan di hotel di Malang kota besok lusa. Seluruh saudara dan kerabat dari Pak Suripto dan Bu Narsih silakan datang. Kami membawa 50 undangan, nanti silakan diisi sendiri dan dibagikan.”“Kami juga sudah menyewa wedding organizer untuk melaksanakan pesta ini dengan baik. Semua sudah mereka atur. Kalian cukup datang, itu saja. Nanti saya juga akan mengirim kendaraan kemari untuk menjemput.”Suripto dan Narsih saling pandang terbelalak. Begitu pula dengan Endaru dan Gayatri. Lalu, keempatnya menoleh pada Lyra.“Iya, Pak, Bu, seperti yang aku jelaskan di telepon. Pak Harlan akan ke luar negeri dalam waktu lama. Jadi, pernikahannya dimajukan,” jelas Lyra dengan satu keboh
Di sisi lain, Rex masih bertelpon ria dengan kekasihnya. “Malam pertama? Aku dengan perawat yang gila itu? Lebih baik aku mati daripada malam pertama dengannya!” sinisnya, tak peduli bahwa dia dapat didengar Lyra. “Tenang saja, Sayang. Cintaku hanya buat kamu! Mana mungkin aku bisa mencintai perempuan lacur kampungan seperti Lyra?” “Nanti kalau aku sudah kembali ke Jakarta, pasti aku akan segera menemuimu. Kita check in di hotel seperti biasa, ya?” rayu Rex dengan suara mendayu. “Aku merindukan pelukan serta sentuhanmu.” “Oke, love you, Marina Sayang!” pungkas Rex kemudian selesai menerima telepon. Lalu, ia berseru kencang. “Dengar itu, Lacur? Wanita yang aku cintai bernama Marina! Dia anak orang terhormat! Anak pejabat! Tidak seperti kamu yang anaknya petani desa! Bukan seperti kamu yang anaknya Suripto pengumpul kotoran ayam!” Rex menghina keluarga Lyra bukan kepalang tanggung. Ayah wanita itu dikatakan pengumpul kotoran ayam karena rumahnya kemarin banyak ayam berkeliaran saat
Bentakan dari sang ayah menggebrak nurani Rex. Mengusik seakan sedang ditampar secara langsung. Akan tetapi, bukannya sadar, ia tetap tidak mau mengaku.“Aku tidak berbuat apa-apa,” dustanya lagi.Harlan menggeleng, napas pun terengah. “Sejak kamu lahir, Papa begitu bangga denganmu. Nilai di sekolah selalu yang terbaik! Kamu selalu menjadi salah satu lulusan terbaik, Rex!”“Papa selalu berpikir bisnis kita akan berlanjut di tangan yang tepat karena kecerdasanmu di atas rata-rata. Kamu pun tidak ada masalah hingga lulus kuliah! Tapi, setelah kamu bersama Marina ... semua berubah!” dengkus Harlan pilu.Mendengar nama kekasihnya disebut, Rex tidak terima. “Apa maksud Papa? Marina dan aku saling mencintai! Apanya yang berubah? Dia sangat memperlakukan aku dengan baik!”“Baik apanya? Sejak bersama Marina, kamu jadi sering party di klub malam! Papa sudah bertanya ke teman-teman, mereka bercerita bahwa sejak ayahnya Marina meninggal dunia, gadis itu hanya terus menghamburkan harta warisan!”
Rex selesai menelepon Marina, lalu jatuh tertidur hingga sore. Saat pintu kamarnya diketuk, ia pun terbangun. Berjalan gontai menuju pintu, membukanya, dan melihat sang ayah di depan kamar. “Malam ini kita akan makan di luar. Berangkat satu jam lagi. Beritahu Lyra, ya? Mana dia?” tanya Harlan saat melongok ke kamar dan tidak menemukan menantunya. “Aku tidak tahu, dia keluar kamar dari siang. Katanya mau ke bawah,” jawab Rex mengendikkan bahu.“Kamu ini bagaimana? Istri sendiri di mana, kok, tidak tahu? Kamu lupa kata-kata Papa? Mau fasilitas dicabut?” kesal Harlan menghela jengkel. “Ayo, cari sekarang!”Rex menahan emosi, “Papa ini kenapa, sih? Dengan Lyra, kok, perhatian sekali? Dia itu Cuma perawat Nenek Tariyah saja, Pa!”“Dia itu perempuan yang sudah kamu rudapaksa, Rex! Sebagai seorang wanita dia pasti hancur! Papa kasihan padanya! Apa kamu tidak punya hati nurani sampai terus mengasarinya?” balas Harlan ikut melangkah mencari Lyra.Rex hanya diam diomeli begitu oleh sang Ayah.
Lyra sampai tidak jadi menyuap sendok makanan ke dalam mulut. Ia letakkan kembali ke atas piring. “Kok, lama sekali, Mas?” tanya Ajeng. “Pa, kalau Papa pergi selama itu, bagaimana dengan Honda Accord terbaruku? Teman-teman sudah terus bertanya kapan mobilku diganti?” rengek Eva cemberut. “Papa mundurkan terus beli mobil baruku!” Harlan menghela, “Ini ke Jepang untuk meninjau beberapa pabrik, lalu memastikan semuanya berjalan lancar. Kamu mau Papa kena tipu? Kalau sampai kena tipu, tidak usah bicara Honda Accord terbaru! Mengerti?” tegas sang ayah pada Eva. Lyra menunduk, meremas jemarinya sendiri dengan kegugupan yang luar biasa. Ia melirik ke sebelah di mana Rex mengeluarkan ponsel. Sekilas, bisa melihat apa yang dilakukan suaminya yaitu mengirim pesan kepada kekasih gelapnya. [Papa akan ke Jepang selama dua minggu. Kita merdeka! Sampai rumah akan kutelepon. Love you, Sayang.] Terengah, tetapi ditahan. Benar saja, kepergian Harlan tentu menjadi surga bagi Rex untuk berbuat apa
Lyra tak percaya dengan apa yang dia dengar. Apalagi, Rex mengucap dengan tanpa beban. Seakan benih yang mungkin ada itu hanyalah seonggok sampah tak penting! Padahal, bukankah itu darah dagingnya sendiri?“Mengugurkan bayi tak berdosa sama saja melakukan pembunuhan! Aku tidak mau membunuh anak kita sendiri!” hentak Lyra dengan tegas. Rex makin emosi hingga dadanya kembang kempis dan napas memburu panas. “Bawel, kamu, ya! Sok punya nurani, padahal aslinya kamu yang menjebakku, sialan kamu!” makinya mendadak menerkam Lyra. Akan tetapi, sang wanita berhasil menghindar hingga tangan Rex hanya menyentuh udara kosong. Tentu saja, ini membuatnya semakin murka. “Lacur sialan! Awas, kamu!” “Aku ini istrimu! Tidur di ranjang saja tidak boleh, itu keterlaluan!” seru Lyra kembali mencoba menghindar. “Apa kamu sama sekali tidak punya hati, Mas?” Namun, kali ini ia gagal! Jemari kokoh Rex berhasil mencengkram lengannya. Tanpa rasa kasihan sama sekali, tubuh Lyra dihempas ke arah pintu hingga m
Niat hati tidak ikut makan pagi bersama keluarga Adiwangsa. Akan tetapi, saat Harlan menelepon dan mencari Rex, tidak ada yang bisa ia perbuat selain mencoba untuk masuk ke dalam ruang yang terasa menyeramkan tersebut. “Kamu itu pantasnya makan di belakang, dengan pembantu dan sopir! Jangan merasa sudah menjadi bagian dari keluarga kami, ya!” bentak Ajeng sekali lagi. Lyra berhenti melangkah, hatinya bergetar dengan perih kesekian ribu kalinya. Eva tertawa pelan, “Mungkin dia merasa besar kepala karena Papa selalu membelanya. Ajian apa, sih, yang kamu beri ke Papaku sampai bisa tunduk begitu?” Menggeleng, “Demi Tuhan, saya tidak pernah menggunakan hal-hal kotor semacam itu!” seru Lyra mendelik. “Eh, tapi benar, lho, Ma! Katanya Marina juga paling Lyra ini memakai ilmu hitam sampai Papa seperti kerbau dicocok hidung. Lihat saja bagaimana Papa selalu membelanya dan menyengsarakan kita!” desis Rex terkekeh, melirik sinis pada sang istri. “Kalau aku pakai ilmu hitam, kenapa tidak ka
“Apa-apaan! Kalian apa sudah gila menuduhku begitu!” bentak Marina dengan dada kembang kempis dan wajah yang mulai memucat. Dua polisi tetap tenang dan hanya tersenyum datar. “Anda baru saja melakukan pemerasan terhadap Tuan Rexanda Adiwanga. Semua bukti percakapan telah direkam, dan bukti pengiriman uang telah dilakukan oleh beliau.”“Oleh beliau? Beliau siapa?” engah Marina menggeleng. “Ini sebuah kesalahan! Aku tidak melakukan apa pun!”“Itu, pria yang ada di depan restoran yang telah melaporkan kasus ini kepada kami sejak tadi malam.”Dua lelaki bertubuh besar menggeser posisi mereka agar Marina bisa melihat siapa yang dimaksud. Mata wanita licik itu tebelalak saat memandang siapa yang ada di depan pintu restoran.Rexanda berdiri di sana, merangkul Lyra dengan mesra. Keduanya menatap ke arah Marina sambil tersenyum puas. Kali ini, tidak akan ada lagi yang mengganggu rumah tangga mereka. “Selamat menikmati penjara sampai beberapa tahun ke depan!” seru Rex sambil memberikan kiss b
“Pilihan apa yang kamu punya, hah? Mau hamil seorang diri? Mumpung kehamilanmu masih di awal, lebih baik punya suami supaya tidak malu!” bentak Harlan. “Kamu punya calon lebih baik?”Rex menghela panjang, “Sudahlah, Eva. Terima saja, kamu tidak ada pilihan lain. Kalau mencari lelaki yang sederajat dengan kita, mana ada yang mau?”Gadis itu menangis tersedu sembari menangkup wajahnya. Ia kembali didera perasaan sedang dihukum. Dulu selalu menghina Lyra orang kampung. Sekarang, dirinya pun akan memiliki suami orang kampung. Harlan mengembus berat, penuh beban, “Sudah, itu adalah yang terbaik. Minggu depan mereka datang ke rumah dan kalian akan menikah secara sederhana. Kita akan mengatakan pada orang-orang karena Mama sedang sakit, maka tidak jadi mengadakan pesta.”“Apa Papa sudah berhasil menemukan Ichad?” isak Eva masih berharap kekasihnya yang akan menikahi dia.“Polisi masih mencarinya. Tapi, saat ditemukan pun, kata polisi bukti penipuan adalah lemah. Kamu dengan sengaja dan sada
“Kurang ajar! Wanita siala4n!” Rex memaki layar ponselnya sendiri. “Bisa-bisanya kamu mengancamku!”Dengan terengah, ia segera menelepon Marina. “Bangs4t kamu, ya!”Namun, yang dimaki hanya tertawa santai, “Kamu yang bangs4t, Rex! Kamu dulu janji mau menikahi aku saat mengambil keperawananku. Masih ingat, tidak?”“Waktu itu, saat kamu menelanjangiku, kamu bilang … aku mencintaimu, Marina. Aku akan menikahimu, aku berjani. Dan aku percaya, aku serahkan kesucianku padamu. Nyatanya apa? Dua tahun berlalu, kamu justru meniduri pembantu sialan itu!” desis foto model seksi itu tersenyum culas. Rex terengah, “Kalau sampai kamu sebar video itu, aku akan membuat perhitungan denganmu, brengs3k! Aku tidak akan tinggal diam!” “Silakan saja, silakan buat perhitungan denganku. Kamu pikir aku takut? Biar semua teman-teman kita, biar semua keluargamu melihat kita sedang sama-sama telanjang. Aku mau tahu, apa kamu dan istri kampungan tercinta masih bisa hidup nyaman setelah itu?” tawa Marina makin t
Mengurungkan niat untuk pergi ke restoran dan merayakan kehamilan Lyra, akhirnya justru mereka mengepak barang untuk kembali ke Jakarta. Kondisi Ajeng yang kritis membuat detak jantung Harlan dan Rex tidak bisa tenang.“Pak, Bu, maaf, karena kami harus segera kembali ke Jakarta siang ini juga. Nanti, saya akan kirim kontraktor kemari untuk memperbaiki rumah Bapak dan Ibu, ya,” pamit Rex sekaligus mengatakan itu semua saat mencium tangan kedua mertuanya.“Kontraktor untuk memperbaiki rumah? Tidak usah, Nak Rexanda. Bapak belum ada dananya. Lain kali saja, ya?” geleng Suripto menolak dengan gugup. “Saya yang menanggung biayanya. Bapak dan Ibu tenang saja dan tinggal menikmati rumah yang nanti lebih baik dari ini,” senyum Rex. Lyra yang ada di sebelahnya terbelalak, nyaris tak percaya.Ajeng menggeleng, “Aduh, jangan, Nak Rexanda. Nanti habisnya banyak. Sudah, yang penting Bapak dan Ibu titip Lyra saja. Perlakukan istrimu dengan baik dan penuh kasih sayang, itu sudah lebih dari cukup. K
Pagi yang berembun di kaki gunung, tempat Lyra tinggal selama beberapa hari ini. Seperti biasa, mereka semua sarapan pagi bersama. Namun, kali ini ada yang berbeda. “Hmmppp!” Lyra menutup mulutnya secara mendadak dan berlari ke kamar mandi. “Hmppff!” Suara muntah tertahan semakin intens terdengar.Narsih dan Suripto saling pandang, begitu juga Rex dan Harlan yang bertukar tatap dengan bingung. Tanpa disuruh, Tuan Muda Adiwangsa cepat berlari mengikuti langkah istrinya menuju kamar mandi. “Hoeeek! Hoeeek!”Lyra memuntahkan apa yang dia makan barusan. Rasa mual menghajarnya dengan cukup ekstrim pagi ini. Rexanda memasuki kamar mandi, membantu menyibak ke belakang rambut hitam tebal dan panjang milik sang istri.Lalu, ia bertanya, “Kamu masuk angin, Sayang?” Dengan khawatir memijit tengkuk wanita yang ia cintai.Lyra tidak menjawab, terus saja ia memuntahkan sarapan yang baru beberapa menit masuk ke dalam lambung. Suara terengah hebat terdengar dari bibirnya.“Panggil dokter, ya?” Rex
Tiga hari berlalu dan Lyra belum ada tanda-tanda akan luluh. Pagi keempat, saat sarapan bersama, wajah Rex terlihat pucat. Ia pun berkali-kali bersin dan berdehem. “Kamu sakit?” tanya Harlan melirik. “Cuma flu saja, Pa,” geleng Rex. “Tenggorokanku agak perih. Mungkin efek hawa dingin. Aku belum terbiasa.”“Di kamarmu ada AC yang selalu dipasang 18’, Mas. Apa iya kamu tidak tahan dingin?” sindir Lyra melirik dan tetap cemberut. Rex mengendikkan bahu, “Mungkin karena aku selalu tidur di lantai. Jadi, dinginnya lebih menusuk tulang.”“Nak Rex tidur di lantai? Ya, Tuhan! Lyra, kamu apa-apaan!” pekik Narsih terkejut. Lyra mendelik, menatap jengkel pada suaminya. Lalu, ia menoleh pada ibunya, “Kasur aku kan kecil, Bu. Mana muat dibuat tidur berdua? Jadi, ya, Mas Rex tidur di atas tikar.”Harlan terkikik, lalu menggeleng. ‘Sekarang kamu merasakan jadi orang susah, Rex!’“Tidak apa, Bu. Saya hanya flu biasa. Apa ada obat flu?” senyum Rex berusaha nampak sebagai menantu idaman yang tidak ba
Rex sangat terkejut dengan tepisan tangan Lyra yang menolak sentuhannya. Apalagi, sang istri mengatakan jijik dengan dirinya. Ia menggeleng pilu, “Maafkan aku, please?”“Tidak mau! Aku sudah sering memaafkan kamu sebelumnya! Sudah, kembali saja sana ke Jakarta! Aku tidak mau memaafkanmu!” desis Lyra menolak.“Aku memang bajing4an, aku bersalah sepenuhnya, Sayang. Tolong beri aku kesempatan sekali lagi? Aku janji akan berubah!”“Apanya berubah? Kamu janji tidak mau minum lagi, tidak mau mabuk lagi, tidak berhubungan dengan Marina lagi. Nyatanya apa? Semua itu kamu langgar! Kamu tidak bisa dipercaya!”“Iya, iya, aku memang brengs3k, aku tahu itu. Kamu boleh memakiku sepuasnya, tapi ... maafkan aku, ya?” rajuk Rex menampilkan wajah memelasnya. Lyra mendengkus, “Aku akan memaafkan kamu, kalau kamu kemari membawa surat cerai!”Rex terbelalak, lalu merengek, “Jangan begitu, Sayang. Kita tidak boleh sedikit-sedikit bercerai. Kalau rumah tangga ada masalah harus diselesaikan, bukan ditinggal
Mata Lyra sontak mendelik saat melihat ada kendaraan hitam berhenti di depan rumahnya. Siapa lagi yang naik mobil mendatangi rumah Bapak Suripto jika bukan seseorang dari kota? Kalau tetangga, biasanya naik sepeda atau sepeda motor.Yakin itu adalah sang suami yang datang, Lyra justru melompat turun dari kursi dan berlari sekencang mungkin menuju kamar sambil berteriak, “Aku tidak mau bertemu Mas Reeex! Suruh saja dia pulaaang!”Suripto dan Narsih saling lirik. Ada apa dengan putri mereka sampai sebegitunya? Namun, mereka hanya menggeleng dan menahan tawa melihat kelakuan Lyra.Pasangan suami istri itu kemudian berdiri dan segera keluar rumah, bersamaan dengan dua lelaki turun dari mobil. Dugaan mereka tidak salah karena itu sungguh adalah Harlan dan Rexanda yang datang. Ayah dan anak sedang menurunkan koper dari bagasi kendaraan.“Pak Suripto! Besanku tersayang! Apa kabar?” seru Harlan langsung menjabat dan memeluk ramah. Sedikit bergurau, memanggil besannya dengan kata tersayang. Ta
Rexanda sedang dalam perjalanan menuju bandara bersama ayahnya. Tujuan penerbangan adalah kota Surabaya. Ada misi khusus yaitu menguntai ulang benang rumah tangga yang sedang terancam putus.Ia banyak terdiam sepanjang melalui keramaian jalan raya. Ponsel berbunyi, ada notifikasi masuk. Melihat siapa yang mengirim pesan, napasnya terembus jengkel. Marina [Halo, Rex, apa kabar?] Rex [Mau apa menghubungiku?]Marina [Mau minta tolong. Ini benar-benar darurat.]Rex [Apa?]Marina [Aku butuh uang, Rex. Adikku sakit usus buntu, tadi malam masuk rumah sakit. Kami tidak punya asuransi lagi seperti dulu. Aku pinjam 100 juta bisa? Nanti kalau ada rejeki pasti kukembalikan.]Rex [Aku tidak ada uang.]Marina [Ayolah, Rex. Demi kemanusiaan? Lagipula, kita kemarin baru saja tidur bersama. Apa iya kamu tidak ada rasa kasihan sama sekali kepadaku?]Rex [Aku mabuk! Kamu yang menelepon Lyra, ‘kan? Aku tidak mungkin segila itu meneleponnya! Saat aku mabuk berat, aku biasanya tidur, tidak berbuat apa-ap