Lyra meninggalkan ruang kerja Harlan. Berjalan dengan menunduk, menatap lantai. ‘Minggu depan sudah menikah? Aku harus berbohong pada Bapak dan Ibu di rumah,” keluhnya gundah. ‘Apa mereka akan percaya?’
Ketika kaki mengayun dengan gontai, mendadak seorang lelaki muncul dari arah belakang dan menarik lengannya hingga tubuhnya sontak berputar.
“T-Tuan Rex,” engahnya terkejut sekaligus takut.
“Kamu sudah dengar? Kita akan menikah bulan depan, perempuan brengsek!” desis Rex menyeringai bengis. “Kamu puas sekarang, hah?”
Menggeleng, Lyra berucap dengan terbata, “Saya … s-saya hanya … saya hanya mengikuti pe-perintah Tuan Harlan.”
“Banyak omong, kamu! Dikira aku tidak tahu kalau kamu sengaja menjebakku? Kamu ingin jadi istriku, ‘kan? Kamu sengaja melakukan semua ini!”
“Saya bersumpah, Tuan Rex! Demi Tuhan! Saya tidak menjebak Anda!” sanggah sang gadis.
Namun, Rex tidak peduli. Ia mencengkeram lengan Lyra semakin keras hingga tedengar suara mengaduh dari sang gadis karena sakit.
“Camkan ini, Lyra! Kita boleh saja menikah! Tapi, akan kupastikan pernikahan ini menjadi neraka jahanam untukmu!”
Pria itu lalu meninggalkan Lyra yang terdiam.
Tanpa terasa, hari pun berlalu.
Kini mereka berada di Malang, kota kelahiran Lyra Kanigara.
Hanya saja, tempat tinggal Lyra tidak terletak di tengah kota, tetapi masih masuk lebih ke dalam lagi. Naik turun gunung hingga memakan waktu hampir dua jam dari pusat kota.
“Rumah kamu itu kenapa ngampung sekali, hah?” sembur Ajeng pada calon menantunya.“Ya, namanya saja orang kampung, Ma,” celoteh Eva, adiknya Rex.Harlan menoleh ke belakang sambil menghela napas panjang. Ia duduk di depan, di sisi sopir. “Berhenti menghinanya.”“Kita sudah dua jam lebih mengendarai mobil sejak mendarat di Surabaya! Ini sebenarnya mau ke mana?” kesal Ajeng. “Semakin lama kita semakin jauh dari peradaban! Lihat saja, hutan lembah tidak jelas!"Lyra terdiam. Ia duduk di belakang sendiri sementara Rex beserta ibu dan adiknya ada di baris tengah. Memang, rumahnya sangat masuk ke pedalaman desa, jauh dari kata kota.“Punya kakak ipar sama sekali tidak bisa dibanggakan! Orang miskin, orang kampung tidak berpendidikan! Apa sih pendidikan dia terakhir? Paling SMP!” Eva terus mencibir, merendahkan wanita yang duduk di kursi paling belakang.“Sekalinya punya istri, orang udik! Luar biasa!” geleng Rex mencibir wanita yang ada di belakangnya. “Kalau cantik masih lumayan! Ini sudah jelek, tolol, kampungan pula! Apa yang mau aku banggakan?”“Papa bilang berhenti menghinanya! Kamu sendiri yang membuat masalah, Rex! Makanya, berhentilah mabuk-mabukan!”Semua terdiam begitu suara Harlan sudah menggelegar sarat dengan emosi. Rex yang duduk di dekat jendela menoleh ke belakang dengan sorot kebencian.“Kalian semua nanti jangan buat Papa malu di depan keluarga Lyra! Kalian harus bersikap baik dan terlihat menyayangi dia! Awas, ya, kalau sampai kalian seperti ini!” pungkas lelaki berusia menjelang 60 tahun tersebut sedikit terengah.Ajeng melengos, “Cih! Dengan keluarga kampung yang miskin saja kita harus berpura-pura baik? Apa untungnya? Kalau di depan keluarga Karina yang pejabat itu barulah kita harus jaga sikap!”“Melepas calon mantu seperti Karina, dapatnya malah Lyra! Membuang berlian, dapatnya kotoran kucing!” desis ibu dua anak tanpa rasa berdosa menyamakan perawat manis di kursi belakang dengan seonggok kotoran kucing.“Kamu lagi! Terus saja begini! Bulan depan kita batalkan saja pergi ke Paris!” ancam Harlan. Telinganya sendiri panas mendengar Lyra disebut kotoran kucing.Melototlah mata istrinya. “Heh, apa-apaan, Pa? Tidak boleh begitu!”“Kamu juga, Eva! Kalau mulutmu itu masih terus pedas, tidak usah beli Honda Accord terbaru, ya!”Gadis cantik berkulit sawo matang ikut mendelik. “Jangan begitu, Pa! Aku diam saja nanti! Mau taruh di mana mukaku kalau tidak jadi beli Accord baru? Diana baru ganti Fortuner! Dia akan menertawakan aku kalau tidak jadi beli mobil!”“Makanya jaga mulutmu itu!” tegas Harlan sekali lagi. “Dan kamu Rex! Kalau sampai kamu tidak mesra dengan Lyra, kalau sampai keluarganya curiga, Papa usir kamu dari rumah! Semuanya paham atau tidak!”“Paham, Pa!” seru ketiga orang serempak.Lyra yang duduk di belakang sendiri terus menunduk sambil menahan isak. Hatinya pedih, teriris sembilu hingga membuat panas matanya yang berkaca-kaca. Akan tetapi, sebisa mungkin dia menahan diri agar tidak menangis.Malu rasanya kalau harus menangis. Direndahkan dan dihina seperti ini, tentu ia sakit hati. Namun, apa mau dikata? Jika sampai yang lain tahu dia menangis, tentu akan semakin dihina. Maka, gadis itu hanya diam dan meremas celana kainnya sendiri.Demi menjaga nama baik keluarga, ia bersedia menjadi istri Rex dan dihina. Tidak apa, toh hutang berobat ayahnya akan dilunasi. Berkorban, bukankah itu sesuatu yang mulia? Menguatkan diri, membayangkan wajah keluarganya demi menjadikan diri lebih kuat!Untungnya, setelah perjalanan yang melelahkan, sampailah mereka di rumah Lyra ketika hari menjelang sore. Turun dari mobil sewaan, keluarga Adiwangsa terperangah dengan tampilan sekitar.Pohon rindang mengelilingi rumah yang terbuat dari bata tanpa disemen. Pintu serta jendela dan semua kusennya dari kayu yang tidak dicat. Pagar rumah tidak ada, yang menyambut mereka pertama justru sekian ekor ayam berkeliaran bebas.Rex langsung berbisik pada ibu dan adiknya. “Awas! Hati-hati! Banyak kotoran ayam di sini!”Di Jakarta -terutama bagian Selatan yaitu kawasan Pondok Indah- tidak ada rumah seperti di sini yang punya ayam berkeliaran dan kotorannya di mana-mana.Lyra berjalan, lalu membuka pintu dan menyerukan salam. “Bapak, Ibu?” panggilnya.Sontak terdengar suara langkah kaki berlari dari ruangan belakang. Itu adalah kedua adik Lyra. Lalu, di belakangnya ada dua sosok yang wajahnya sudah mulai keriput.“Itu calon mertuamu, Kak? Ya, ampun! Lebih baik kamu bunuh diri saja!” cibir Eva berbisik meski bibirnya tersenyum ramah.Rex melirik dengan matanya yang sedikit sipit seperti aktor Korea. Tidak menjawab apa-apa, tetapi hatinya sama muak dengan Eva. Melihat ayah Lyra yang kulitnya hitam legam memakai baju koko dan sarung, ia seperti melihat tukang kebun di rumah saat sore hari.‘Mati sajalah aku! Demi apa aku harus memiliki mertua sekampungan ini!’ jerit pemuda itu ingin menangis di dalam hati.“Maaf, kami sedang mempersiapkan makanan di belakang. Jadi, tidak dengar,” sapa ayahnya Lyra. Mereka semua telah dipesani agar jangan berbicara bahasa Jawa Timuran karena keluarga Adiwangsa tidak mengerti bahasa tersebut.“Saya Suripto, ayahnya Lyra,” ucap lelaki yang sehari-hari biasa mengurusi kolam ikan lele di belakang rumah.“Saya Narsih, ibunya Lyra,” ucap wanita yang rambutnya ditumbuhi uban. Ia memakai gamis lusuh berwarna biru muda. Sepertinya, ini adalah pakaian terbaik yang mereka miliki.Bagaimana bisa membeli baju mewah kalau lantainya masih terdiri dari plesteran semen saja tanpa lantai? Apalagi, atapnya langsung genteng tanpa eternit.Harlan menjabat kedua tangan calon besannya dengan sopan dan hangat. Berbeda ketika Ajeng yang harus bersalaman. Wajah istrinya langsung memerah dan napas berembus kencang.Tangan yang diangkat tidak sanggup berjaba sehangat suaminya. Yang ada di bayangan Ajeng adalah tangan orang tua Lyra pasti kotor penuh kotoran ayam di depan tadi. Maka, ia hanya menyentuhkan ujung jari-jarinya ke ujung jari-jari orang desa tersebut.Bahkan, setelah menyentuhkan jari, ia mengusap di balik punggung. ‘Sialan! Bakteri apa ini yang sudah menempel di tanganku! Harus segera disemprot hand sanitizer!’ geram Ajeng dalam hati.“Bapak, Ibu, ini Mas Rexanda, calon suamiku,” ucap Lyra tersenyum sendu, memperkenalkan pemuda yang berdiri di sebelahnya.“Ehm, iya, selamat sore, Pak, Bu,” angguk Rex menjabat singkat. Tidak ada cium tangan seperti adat orang Jawa pada umumnya.Suripto dan Narsih saling pandang, tetapi mereka kembali teringat ini adalah keluarga dari Ibu Kota Jakarta di mana adat sopan santun serta norma sudah semakin luntur.“Pa, Ma, ini Endaru dan Gayatri, adik-adik saya.” Lyra memperkenalkan kedua adiknya.“Hmm,” senyum Ajeng dingin dan segera melengos. Mendengar Lyra memanggilnya Ma sudah cukup untuk membuat asam lambung naik hingga ingin muntah.“Monggo, monggo! Silakan duduk! Mohon maaf rumahnya kotor karena di kampung,” senyum Suripto lebar mempersilakan semua duduk di kursi rotan yang benar-benar terlihat usang.“Aku yakin kursi itu banyak kutunya, Ma!” bisik Eva menarik-narik lengan baju ibunya.Ajeng menoleh dan berbisik balik. “Diam saja kamu! Mau tidak jadi beli Accord, hah? Pakai saja terus mobil bututmu itu ke mana-mana tidak usah ganti baru!”Cemberut dan ingin berteriak jengkel, tetapi Eva akhirnya duduk berdampingan dengan ibu dan ayahnya.“Mbak Eva kalungnya bagus sekali,” puji Gayatri memandangi kalung emas calon iparnya dengan takjub.Eva tersenyum culas. “Ini kalung emas putih! Harganya sekitar 20 juta!”Maka, terbelalaklah keluarga Suripto mendengar harga kalung tersebut. Mereka langsung menggelengkan kepala.“Oleh sepeda motor siji!” bisik Suripto pada istrinya terkekeh.“Oleh loro yen second, Pak!” tanggap Narsih mengatakan dengan harga demikian bisa dapat dua sepeda motor bekas.Eva menggelengkan kepala. Kembali berbisik kepada ibunya. “Ma, sumpah! Demi apa mereka kampungan sekali! Harga segitu saja sudah terheran-heran! Dasar orang miskin!”Harlan segera mulai berbicara agar suasana tidak semakin canggung dan berlarut. Ia khawatir anak dan istrinya merusak semua rencana yang telah ia bangun. “Mohon maaf atas kedatangan kami yang mendadak ini.”“Kami datang kemari untuk melamar Lyra Kanigara menjadi istri dari Rexanda Adiwangsa. Mereka sudah berpacaran selama enam bulan. Supaya tidak terjadi fitnah, maka saya berniat untuk menikahkan mereka.”Sungguh indah ucapan Harlan. Supaya tidak terjadi fitnah? Padahal, bukan hanya fitnah, tetapi sang gadis telah dinoadi dengan kejam. Namun, tidak ada cara lain kecuali mengarang cerita untuk menutupi aib putranya.Suripto menghela napas panjang, lalu menatap pada Lyra dan Rex. “Kok, mendadak sekali sebenarnya ada apa?”“Saya hanya ingin segera menghalalkan Lyra, Pak. Saya sangat mencintainya,” jawab Rex bermain peran. Ia rangkul calon istri sambil merengkuh jemari lentik. “Betul, ‘kan, Lyra?”BERSAMBUNGTersenyum kagok, tetapi mengikuti drama Rex dengan sebisa mungkin. “I-iya, Mas ….”Narsih buka suara, “Masalahnya, kami tidak ada dana untuk menikahkan Lyra, Bapak dan Ibu Adiwangsa. Hutang operasi jantung ayahnya saja masih belum lunas.”Harlan tersenyum, lalu menjelaskan, “Semua biaya kami yang menanggung. Acara akan diadakan di hotel di Malang kota besok lusa. Seluruh saudara dan kerabat dari Pak Suripto dan Bu Narsih silakan datang. Kami membawa 50 undangan, nanti silakan diisi sendiri dan dibagikan.”“Kami juga sudah menyewa wedding organizer untuk melaksanakan pesta ini dengan baik. Semua sudah mereka atur. Kalian cukup datang, itu saja. Nanti saya juga akan mengirim kendaraan kemari untuk menjemput.”Suripto dan Narsih saling pandang terbelalak. Begitu pula dengan Endaru dan Gayatri. Lalu, keempatnya menoleh pada Lyra.“Iya, Pak, Bu, seperti yang aku jelaskan di telepon. Pak Harlan akan ke luar negeri dalam waktu lama. Jadi, pernikahannya dimajukan,” jelas Lyra dengan satu keboh
Di sisi lain, Rex masih bertelpon ria dengan kekasihnya. “Malam pertama? Aku dengan perawat yang gila itu? Lebih baik aku mati daripada malam pertama dengannya!” sinisnya, tak peduli bahwa dia dapat didengar Lyra. “Tenang saja, Sayang. Cintaku hanya buat kamu! Mana mungkin aku bisa mencintai perempuan lacur kampungan seperti Lyra?” “Nanti kalau aku sudah kembali ke Jakarta, pasti aku akan segera menemuimu. Kita check in di hotel seperti biasa, ya?” rayu Rex dengan suara mendayu. “Aku merindukan pelukan serta sentuhanmu.” “Oke, love you, Marina Sayang!” pungkas Rex kemudian selesai menerima telepon. Lalu, ia berseru kencang. “Dengar itu, Lacur? Wanita yang aku cintai bernama Marina! Dia anak orang terhormat! Anak pejabat! Tidak seperti kamu yang anaknya petani desa! Bukan seperti kamu yang anaknya Suripto pengumpul kotoran ayam!” Rex menghina keluarga Lyra bukan kepalang tanggung. Ayah wanita itu dikatakan pengumpul kotoran ayam karena rumahnya kemarin banyak ayam berkeliaran saat
Bentakan dari sang ayah menggebrak nurani Rex. Mengusik seakan sedang ditampar secara langsung. Akan tetapi, bukannya sadar, ia tetap tidak mau mengaku.“Aku tidak berbuat apa-apa,” dustanya lagi.Harlan menggeleng, napas pun terengah. “Sejak kamu lahir, Papa begitu bangga denganmu. Nilai di sekolah selalu yang terbaik! Kamu selalu menjadi salah satu lulusan terbaik, Rex!”“Papa selalu berpikir bisnis kita akan berlanjut di tangan yang tepat karena kecerdasanmu di atas rata-rata. Kamu pun tidak ada masalah hingga lulus kuliah! Tapi, setelah kamu bersama Marina ... semua berubah!” dengkus Harlan pilu.Mendengar nama kekasihnya disebut, Rex tidak terima. “Apa maksud Papa? Marina dan aku saling mencintai! Apanya yang berubah? Dia sangat memperlakukan aku dengan baik!”“Baik apanya? Sejak bersama Marina, kamu jadi sering party di klub malam! Papa sudah bertanya ke teman-teman, mereka bercerita bahwa sejak ayahnya Marina meninggal dunia, gadis itu hanya terus menghamburkan harta warisan!”
Rex selesai menelepon Marina, lalu jatuh tertidur hingga sore. Saat pintu kamarnya diketuk, ia pun terbangun. Berjalan gontai menuju pintu, membukanya, dan melihat sang ayah di depan kamar. “Malam ini kita akan makan di luar. Berangkat satu jam lagi. Beritahu Lyra, ya? Mana dia?” tanya Harlan saat melongok ke kamar dan tidak menemukan menantunya. “Aku tidak tahu, dia keluar kamar dari siang. Katanya mau ke bawah,” jawab Rex mengendikkan bahu.“Kamu ini bagaimana? Istri sendiri di mana, kok, tidak tahu? Kamu lupa kata-kata Papa? Mau fasilitas dicabut?” kesal Harlan menghela jengkel. “Ayo, cari sekarang!”Rex menahan emosi, “Papa ini kenapa, sih? Dengan Lyra, kok, perhatian sekali? Dia itu Cuma perawat Nenek Tariyah saja, Pa!”“Dia itu perempuan yang sudah kamu rudapaksa, Rex! Sebagai seorang wanita dia pasti hancur! Papa kasihan padanya! Apa kamu tidak punya hati nurani sampai terus mengasarinya?” balas Harlan ikut melangkah mencari Lyra.Rex hanya diam diomeli begitu oleh sang Ayah.
Lyra sampai tidak jadi menyuap sendok makanan ke dalam mulut. Ia letakkan kembali ke atas piring. “Kok, lama sekali, Mas?” tanya Ajeng. “Pa, kalau Papa pergi selama itu, bagaimana dengan Honda Accord terbaruku? Teman-teman sudah terus bertanya kapan mobilku diganti?” rengek Eva cemberut. “Papa mundurkan terus beli mobil baruku!” Harlan menghela, “Ini ke Jepang untuk meninjau beberapa pabrik, lalu memastikan semuanya berjalan lancar. Kamu mau Papa kena tipu? Kalau sampai kena tipu, tidak usah bicara Honda Accord terbaru! Mengerti?” tegas sang ayah pada Eva. Lyra menunduk, meremas jemarinya sendiri dengan kegugupan yang luar biasa. Ia melirik ke sebelah di mana Rex mengeluarkan ponsel. Sekilas, bisa melihat apa yang dilakukan suaminya yaitu mengirim pesan kepada kekasih gelapnya. [Papa akan ke Jepang selama dua minggu. Kita merdeka! Sampai rumah akan kutelepon. Love you, Sayang.] Terengah, tetapi ditahan. Benar saja, kepergian Harlan tentu menjadi surga bagi Rex untuk berbuat apa
Lyra tak percaya dengan apa yang dia dengar. Apalagi, Rex mengucap dengan tanpa beban. Seakan benih yang mungkin ada itu hanyalah seonggok sampah tak penting! Padahal, bukankah itu darah dagingnya sendiri?“Mengugurkan bayi tak berdosa sama saja melakukan pembunuhan! Aku tidak mau membunuh anak kita sendiri!” hentak Lyra dengan tegas. Rex makin emosi hingga dadanya kembang kempis dan napas memburu panas. “Bawel, kamu, ya! Sok punya nurani, padahal aslinya kamu yang menjebakku, sialan kamu!” makinya mendadak menerkam Lyra. Akan tetapi, sang wanita berhasil menghindar hingga tangan Rex hanya menyentuh udara kosong. Tentu saja, ini membuatnya semakin murka. “Lacur sialan! Awas, kamu!” “Aku ini istrimu! Tidur di ranjang saja tidak boleh, itu keterlaluan!” seru Lyra kembali mencoba menghindar. “Apa kamu sama sekali tidak punya hati, Mas?” Namun, kali ini ia gagal! Jemari kokoh Rex berhasil mencengkram lengannya. Tanpa rasa kasihan sama sekali, tubuh Lyra dihempas ke arah pintu hingga m
Niat hati tidak ikut makan pagi bersama keluarga Adiwangsa. Akan tetapi, saat Harlan menelepon dan mencari Rex, tidak ada yang bisa ia perbuat selain mencoba untuk masuk ke dalam ruang yang terasa menyeramkan tersebut. “Kamu itu pantasnya makan di belakang, dengan pembantu dan sopir! Jangan merasa sudah menjadi bagian dari keluarga kami, ya!” bentak Ajeng sekali lagi. Lyra berhenti melangkah, hatinya bergetar dengan perih kesekian ribu kalinya. Eva tertawa pelan, “Mungkin dia merasa besar kepala karena Papa selalu membelanya. Ajian apa, sih, yang kamu beri ke Papaku sampai bisa tunduk begitu?” Menggeleng, “Demi Tuhan, saya tidak pernah menggunakan hal-hal kotor semacam itu!” seru Lyra mendelik. “Eh, tapi benar, lho, Ma! Katanya Marina juga paling Lyra ini memakai ilmu hitam sampai Papa seperti kerbau dicocok hidung. Lihat saja bagaimana Papa selalu membelanya dan menyengsarakan kita!” desis Rex terkekeh, melirik sinis pada sang istri. “Kalau aku pakai ilmu hitam, kenapa tidak ka
Rex terbahak mendengar apa yang diucapkan oleh Marina, kekasih gelapnya. Mereka berdua dengan sengaja menghina mantan perawat lansia tersebut."Coba dicek, Rex. Apa dia bau GPU?" gelak Marina makin kencang."Apa itu GPU?" Rex ikut tertawa meski tidak paham apa yang dimaksud. "Itu, GPU minya gosok! Biasanya orang tua kalau dipijat pakai minyak GPU!" Meledaklah tawa Marina disambut hak serupa oleh Rex. Tertegun, Lyra menatap layar, memperhatikan wajah Marina yang nampak sangat cantik. Hidung mancung, rambut dicat cokelat terang, dan memakai soft lens berwarna biru terang. Untuk sesaat, kekasihnya Rex itu terlihat seperti orang asing sungguhan. 'Ya, Tuhan. Inikah yang bernama Marina? Dia sungguh cantik! Sedangkan aku? Astaga! Mereka pasti akan terus menghinaku karena aku tak secantik dia!' jerit Lyra di dalam batin. Rex tertawa mendengar ejekan kekasihnya, “Iya, ‘kan, dia jelek? Makanya, kamu tidak usah cemburu meski aku satu kamar dengannya. Biar ada gempa bumi sekalipun, aku tidak
BAB 62 Perlengkapan HoneymoonVisual tokoh bisa dilihat di IG Author @Rein_Angg, Tiktok @rein_angg47. Mau menghalu bareng pembaca lain, silakan join Grup Facebook: Rein Angg And Friends “Kita pindah rumah? Kamu serius, Mas? Tapi ... apa Papa dan Mama akan setuju? Ini sebuah hal yang besar, lho. Aku khawatir mereka tersinggung?” Lyra tertegun dengan usul tersebut. Bukannya dia tidak mau, tetapi justru khawatir menimbulkan perselisihan di antara keluarga Adiwangsa. “Aku akan rundingkan dengan Papa. Selama Papa mendukung, kita tenang saja,” senyum sang pemuda memandangi istrinya dengan teduh. “Pokoknya, aku tidak mau kita diganggu terus menerus. Aku tidak mau kamu disakiti lagi.”Lyra menghela, “Ya, sudah. Aku bagaimana baiknya menurutmu saja, Mas. Apa pun itu, aku percayakan kepadamu.”Rex mengangguk, memeluk lebih erat sembari mulai mengistirahatkan tubuh di atas pembaringan bersama sang istri. Keduanya saling bertatapan, bertukar senyum. “Lyra,” panggilnya sendu.“Ya?”“Kamu sejak
Betapa terkejutnya Lyra saat melihat suaminya sedang dipeluk oleh ... mantan.Rexanda terbelalak, spontan mendorong Marina hingga terlepaslah pelukan dari tangan lembut itu. Saking kerasnya ia mendorong, foto model seksi itu sampai terjerembab di atas lantai. “Aduh!” pekik Marina ketika bokong sintalnya menghentak lantai. Ajeng langsung berlari dan membantu Marina berdiri. “Aduh, maafkan Rex, ya. Dia cuma kaget saja.”“I-iya, tidak apa, Tante,” angguk Marina sembari merapikan rok mininya. Lyra berjalan dengan kedua tangan memegang kantung belanjaan berisi banyak juice buah yang dibeli di bawah. Ia meletakkan minuman itu di atas kursi, kemudian mendekati suaminya dengan sorot bertanya. Rex menggeleng, memberi jawaban bahwa dia pun bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Mereka hanya saling pandang dan dada pemuda tersebut kembang kempis. Melirik pada Marina, tatap Lyra memperlihatkan keberatan dengan apa yang baru saja wanita itu lakukan. Namun, ia enggan memaki atau berkata ka
Tuan Muda Adiwangsa menatap layar dengan gundah. Pertanyaan Marina membuat dada bergemuruh dengan berbagai emosi campur aduk. Berkali-kali mengetik, tetapi ia hapus lagi. Terus begitu hingga akhirnya memberi jawaban yang dirasa paling pas.Rex [Aku sibuk, tidak ada waktu untuk bertemu.]Marina [Apa iya sibuk tiap hari? Aku cuma minta bertemu sebentar saja. Sekadar mengobrol santai. Tidak masalah, bukan?]Rex [Sudah, ya. Aku mau istirahat.]Lalu, ia menutup layar ponsel, dan meletakkan di meja sebelah ranjang. Bersamaan dengan istrinya keluar dari kamar mandi. “Nah, sini, cepat ke sampingku. Aku kangen,” senyumnya merentangkan tangan, ingin agar Lyra segera hadir di pelukan. Saat mereka sudah bersama, lengan Rex memeluk erat, sembari mengecup kening sang istri. “Tidur saja denganku. Besok baru beres-beres. Terapiku masih dimulai dua hari lagi di rumah sakit. Kita santai dulu melepas lelah.”“Oke, Mas,” angguk Lyra membalas dengan satu kecupan di pipi sang suami. “Kok cuma cium pipi?
Ajeng bukannya bahagia seperti Harlan, tetapi ia justru memekik seakan sebuah bencana baru saja terjadi. “Kenapa Rex bisa menikah lagi dengan Lyra!”Harlan menghela lirih, istrinya ini hingga sekarang tidak berubah sikapnya. Masih saja menganggap Lyra sebagai seseorang yang tidak ada harganya.“Mereka sudah rujuk. Rex dan Lyra saling mencintai sekarang. Aku senang sekali mendengarnya!” tukas Harlan tetap tersenyum dan menyenderkan punggung dengan lega.Ia ambil segelas teh dari atas meja, menenggak beberapa kali, lalu menatap serius pada Ajeng. “Sekitar dua minggu lagi mereka kembali ke Jakarta. Lyra akan tinggal bersama kita.”Ajeng melengos, yang tadinya hendak mengambil makan diurungkan. Mendadak nafsu makannya hilang begitu saja.“Aku mau kamu dan Eva tidak lagi memperlakukan dia dengan buruk. Dia istrinya Rex yang sah, dan anak kita mencintainya.”“Lyra orang yang baik. Lihatlah, saat anak kita lumpuh, dia tidak meninggalkannya. Meski Rex sudah menyakiti dia secara luar biasa, t
“B-ber ... bercin-cin ... apa, Mas?” Lyra sontak pucat pasi mendengar ucapan lelaki yang baru saja menjadi suaminya kembali. Napas memburu meski terasa sesak di tenggorokan.Rex semakin bersemangat menggoda wanita polos itu. “Bercinta, Sayang ... itu, tuh ... malam pertama suami dan istri di atas ranjang, seperti kita sekarang.”“Hah ...? A-aku ... aku ....” Lyra menggeleng, mengulum bibir, telapak tangan makin menjadi dingin.Terkekeh, memang pemuda itu suka menyiksa istrinya dengan godaan sensual, “Kamu kenapa? Mau malam pertama denganku? Ya, aku juga mau, kok. Yuk, kita ... ehm ...,” senyum lelaki tampan beralis tebal dan bertulang pipi tinggi makin lancar menjadikan hati istrinya bagai dihantam meriam.“Tapi ..., aku kan masih belum bisa push up sempurna, jadi ... sepertinya akan lebih baik kamu di atas.”“D-di ... di ... di mana?” Lyra ingin kabur dari kamar saja rasanya.“Di atas,” jelas Rex menahan tawa. “Tidak tahu, ya?”Menggeleng lemas, “Tidak tahu ....”Akhirnya, Tuan Muda
Lyra merasa kepala penuh dengan teriakannya sendiri. Belum siap untuk kemesraan yang menjelang, tetapi Rex seakan sudah tidak sabar untuk melakukan lebih dari yang namanya sekedar mantan suami dan istri.Berteriak bingung di dalam hati, matanya terbelalak lebar ketika ....Akhirnya bibir Rexanda menyentuh. Terasa lembut, hangat, dan mendebarkan. Embusan napas suaminya tersebut menerpa mulai dari kening hingga ke hidung.Mata Lyra pertamanya masih terbuka lebar pada detik-detik pertama bibir mereka bertemu. Ia bisa melihat bagaimana mata Rex terpejam ketika mencium.Namun, perlahan, dalam tiap pagutan yang dilakukan oleh lelaki tampan itu, menutup pula mata sang wanita. Membiarkan dirinya luruh dalam sentuhan, dalam cumbuan, dan dalam keintiman yang dilakukan sang suami. Ada dua hati yang sedang berdebar luar biasa. Gelitik manja di dalam perut, yang di sebut oleh orang luar sebagai “butterfly in my stomach.” Seakan ada kupu-kupu beterbangan di dalam perut, membuat sensasi aneh yang k
Akhirnya pertanyaan yang ditahan selama ini meluncur juga dari bibir pemuda tampan tersebut. Wajah yang biasa dingin, datar, dan ketus berubah menjadi lembut dengan mata berbinar penuh harap.“Ru-rujuk?” gugup Ghea merasa sulit untuk bernapas normal. Semua ini diluar dugaan. Mulai dari pengakuan cinta mereka berdua hingga terucapnya kata-kata sakral tersebut. Rex mengangguk, “Masih sisa empat hari sebelum waktunya habis,” seringainya memamerkan deretan gigi putih nan rapi. “Jadi suami istri lagi, yuk?”Ajakan terakhir diucap dengan nada merajuk yang manja, ditambah dengan rengkuhan lebih erat di jemari lentik. Diakhiri dengan kecupan mesra di punggung tangan. “Aku ingin kamu jadi istriku lagi. Mau, ya?”Lyra mengembus napas dengan terengah. Saking gugupnya hingga pundak naik turun secara cepat. Mata menatap kian lekat pada lelaki di depan. “Kamu serius, Mas?” engahnya masih ragu.“Tentu saja serius. Kenapa kamu tidak percaya?” angguk Rex.“Iya ... uhm ... karena kamu ... aku hanya he
Jantung Lyra menghentak seperti irama disco. Pernyataan cinta dari mantan suaminya membuat berdebar hingga ingin pingsan. “Ka-kamu ... kamu apa?”Rex menggenggam jemari Lyra lebih erat. “Aku dulu tidak memiliki rasa apa pun denganmu, hanya kebencian. Tapi, sepertinya aku dulu memang orang bodoh yang buta.”“Aku sekarang jatuh cinta kepadamu, Lyra ....”Pengakuan yang nampak sangat tulus dari mata seorang lelaki bernama Rexanda Adiwangsa. Di mana beberapa bulan lalu, sorot itu hanya terus memandang dengan kebencian.Wanita berambut panjang menatap dengan tak percaya. “Kamu jatuh cinta kepadaku? Kenapa bisa jatuh cinta kepadaku?”Tawa Rex pelan terdengar. “Ya, aku juga tidak tahu. Mungkin karena kamu begitu baik kepadaku? Di saat semua meninggalkan aku, tidak peduli karena aku cacat, kamu justru tetap bertahan.”Jemari pemuda itu membelai pipi Lyra dengan perlahan, lembut. “Kamu tetap baik meski aku telah berbuat sangat jahat kepadamu. Karena itu ... aku ....”“Berawal dari rasa keterga
Rex bagai disambar geledek mendengar jawaban Lyra. Matanya melotot dan dada kembang kempis. “Jadi, kamu benar-benar sudah pacaran dengan dia?”“Kan aku sudah jawab, kalau iya, memangnya kenapa? Kita sebentar lagi bercerai. Ada masalah denganmu kalau aku pacaran dengan Ian? Toh, kamu sebentar lagi bisa berjalan dan tidak butuh aku untuk menjadi perawatmu?” angguk Lyra sengaja menutupi apa yang terjadi di cafe tadi, bahwa dia tidak bisa membalas perasaan Ian. “Aku ... aku ...,” gagap Rex kelimpungan. Pemuda itu merasa gila mendadak. “Bagaimana mungkin kamu bisa pacaran dengan dia? Kamu masih istriku secara hukum negara!”“Pernikahan kita hanya karena kamu menodai aku! Tidak usah seakan aku ini istrimu sungguhan! Kamu tidak pernah mencintai aku!”“Itu dulu!” bentak Rex ingin melempar remote televisi ke lantai saking emosinya, tetapi ditahan.Lyra megernyitkan kening. “Itu dulu? Maksudnya?”Napas Rex memburu sangat cepat, panas, tersengal. “Itu dulu ... aku dulu memang tidak pernah menci