Bentakan dari sang ayah menggebrak nurani Rex. Mengusik seakan sedang ditampar secara langsung. Akan tetapi, bukannya sadar, ia tetap tidak mau mengaku.
“Aku tidak berbuat apa-apa,” dustanya lagi.
Harlan menggeleng, napas pun terengah. “Sejak kamu lahir, Papa begitu bangga denganmu. Nilai di sekolah selalu yang terbaik! Kamu selalu menjadi salah satu lulusan terbaik, Rex!”
“Papa selalu berpikir bisnis kita akan berlanjut di tangan yang tepat karena kecerdasanmu di atas rata-rata. Kamu pun tidak ada masalah hingga lulus kuliah! Tapi, setelah kamu bersama Marina ... semua berubah!” dengkus Harlan pilu.
Mendengar nama kekasihnya disebut, Rex tidak terima. “Apa maksud Papa? Marina dan aku saling mencintai! Apanya yang berubah? Dia sangat memperlakukan aku dengan baik!”
“Baik apanya? Sejak bersama Marina, kamu jadi sering party di klub malam! Papa sudah bertanya ke teman-teman, mereka bercerita bahwa sejak ayahnya Marina meninggal dunia, gadis itu hanya terus menghamburkan harta warisan!” geleng Harlan yang memang sejak awal tidak menyukai pacarnya Rex.
“Hartanya Marina tidak akan habis. Papa tahu sendiri bagaimana kaya keluarganya. Lagipula, kami hanya bersenang-senang di klub malam. Apa salahnya?” sanggah Rex terus membela nama sang kekasih.
“Apa salahnya? Jelas saja salah! Hampir tiap malam kamu berpesta! Terkadang, pulang dalam kondisi mabuk! Seharusnya kamu itu sudah mulai terjun ke perusahaan! Papa ini tidak semakin muda, Rex!” sembur Harlan menggeleng frustasi dengan pemikiran anaknya yang sangat tidak dewasa.
Keduanya diam sesaat, mengatur emosi masing-masing. Suasana menjadi lengang dan hanya terdengar bunyi pendingin ruangan serta detak jam dinding.
Lalu, Harlan menatap tajam, “Kamu sekarang sudah menikah dan menjadi suami orang. Kamu sudah putus hubungan dengan Marina, ‘kan?”
Rex mengendikkan bahu, enggan menjawab karena dia tidak pernah memutuskan kekasihnya walau sudah menikah.
“Dengarkan Papa, ya! Dengarkan baik-baik! Papa tidak main-main saat bilang akan mencabut fasilitasmu! Jadi, satu, kamu harus putuskan Marina!”
“Dua, kamu jangan sampai memukul Lyra lagi! Perlakukan dia dengan baik sebagai istrimu! Pernikahan bukan untuk dipermainkan!”
Dada pemuda itu bergemuruh hebat hingga kembang kempis. Amarah melonjak tidak karuan di dalam sana. Biar bagaiamana, Rex tetap tidak terima telah terjebak dalam pernikahan yang sangat ia benci ini.
Harlan melanjutkan ancamannya, “Uang jajan 50 juta sebulan, mobil Mercy dan Jaguar, credit card, semua akan Papa hentikan kalau sampai kamu melanggar dua hal tadi! Paham?”
Rex melotot, terkejut hingga sontak berdiri. “Papa jangan setega itu kepadaku! Aku ini anak kandung Papa! Demi Lyra, kenapa sampai berbuat sekejam ini?”
Namun, Harlan tetap bersikap tegas. “Papa selama ini sudah salah terlalu membiarkan kamu dimanja oleh Mamamu. Papa kira, pada akhirnya kamu akan berubah menjadi lelaki yang bertanggung jawab! Nyatanya? Kamu semakin hari semakin jauh dari kata baik!”
“Saat ini, apa yang Papa lakukan mungkin terlihat buruk di matamu, rex. Tapi, lihat saja sekian tahun dari sekarang, kamu akan bersyukur karena Papa bersikap tegas seperti sekarang!”“Ingat perintah Papa baik-baik! Berhenti berhubungan dengan Marina, dan jadilah suami yang baik untuk Lyra! Sudah, sekarang Papa mau bekerja!” pungkas lelaki bijak itu menghela napas panjang, lalu menyalakan layar komputer.Rex yang masih berdiri dengan tangan tergenggam emosi hanya bisa menatap nanar. Perintah ayahnya bukan sesuatu yang ia akan lakukan dengan sukarela. “Terserah Papa!” desisnya, lalu berjalan keluar.Pintu ruangan dibanting dengan sangat keras. Ia yakin ayahnya di dalam sana terkejut. “Lihat saja, Lyra! Gara-gara jebakanmu, aku sekarang terpenjara seperti ini! Akan kubuat hidupmu menderita karena sudah bersedia menjadi istriku!”Tak lama, pria itu pun masuk ke dalam kamar tidur.Rex dapat melihat Lyra sedang rebahan di atas ranjang dengan mata tertutup. Karena kejadian tadi, pria itu masih emosi.
Dengan cepat, Rex berjalan dan mencengkram lengan Lyra. “Bangun, brengsek!” bentaknya menarik tubuh sang istri hingga jatuh dari atas peraduan.
Reflek, Lyra menjerit, “Aduuuh!” Siku terasa sakit karena membentur lantai yang dingin.Dengan napas tersengal dan mata merah, Rex kembali membentak. “Siapa suruh kamu tidur di kasurku, sialan? Kamu itu haram hukumnya tidur di kasurku!”“Aku tidur di mana? Aku juga lelah, mau istirahat! Kita ini sudah menikah dan aku berhak tidur di kasurmu!” kesal Lyra sambil bangkit dari atas lantai dan mengusap sikunya yang nyeri.“Sudah kubilang! Jangan mimpi bisa seranjang denganku, Lacur!” maki Rex mendorong pundak istrinya hingga terhuyung ke belakang.Lyra memandang dengan ketakutan. Napasnya terbata dengan kerongkongan mendadak kering. Rex yang seperti sekaran sungguh menyeramkan.Belum puas mendorong, Rex mendekat dan langsung menjambak rambut panjang wanita itu. “Kalau sampai kamu mengatakan kepada Papa apa saja yang kuperbuat, jangan salahkan aku kalau besok kamu sudah tidak bernyawa!”“R-Rex ... s-sakit ... sa-sakit,” rintih Lyra dengan kepala terdongak ke belakang. Ia merasa sangat sakit di kepala akibat jambakan kasar suaminya.“Aku bisa melemparmu dari jendela kamar dan mengatakan kalau kamu ingin bunuh diri! Keluargaku kaya raya, kami orang terhormat! Kenalan Papa dan Mama semua adalah pejabat, pengusaha konglomerat, dan orang-orang angkatan!” desisnya menyeringai.“Papa tidak akan membiarkan aku masuk penjara. Jadi, camkan itu baik-baik di otak sialanmu itu, Lacur! Kamu dan aku hanya suami istri di atas kertas. Jangan pernah berharap lebih! Kalau anak itu lahir, aku juga tidak akan mengakuinya sebagai anakku!”Ia melepas jambakannya dari kepala Lyra. “Kalau kamu lelah, tidur saja di sofa dekat jendela itu! Aku tidak sudi satu ranjang denganmu! Hanya Marina yang boleh satu ranjan denganku!”“Ma-Marina?” gumam Lyra karena nama itu sudah pernah ia dengar dari Ajeng beberapa waktu lalu. Pun, tadi malam ia mendengar suaminya berbincang di telepon dan memanggil nama tersebut.“Ya, Marina Kristanto! Dia adalah pacar sekaligus calon istriku sebelum kamu datang menjebak! Gara-gara kamu, aku tidak bisa menikahinya, sialan! Kenapa kamu tidak mati saja!” Rex mengucap dengan berapi-api, sungguh membenci.Lyra menunduk, baru kali ini ada orang yang mengharapkan dirinya mati saja. Baru kali ini pula ... ia merasa begitu sakit lahir batin akibat dikasari terus menerus.Lelehan bening menuruni pipi putih. ‘Rex benar-benar mencintai Marina. Makin lengkap sudah kesalahanku di matanya. Aku juga tidak pernah minta dinodai. Semua ini salahnya, tapi aku yang dijadikan kambing hitam.’Dengan gontai, Lyra melangkahkan kakinya keluar kamar. Ia butuh menenangkan diri agar bisa menerima kenyataan pahit. Hidup bagai burung dalam sangkar, siapa yang mau sekalipun terbuat dari emas?“Mau ke mana kamu?” bentak Rex.“Mau ke bawah,” jawab Lyra menoleh.Rex terkekeh sinis, “Bagus! Memang kamu pantasnya di lantai satu dengan para asisten rumah tangga, sopir, dan tukang kebun! Lantai dua adalah tempat khusus keluarga dan orang terpandang!”Membuka knob pintu, Lyra tidak menjawab. Ia mengusap air mata, menahan perihnya hati yang sama perih dengan kulit kepala bekas jambakan, lalu pergi dari kamar.Mantan perawat lansia itu melangkah dengan tubuh terasa ringan, tak menapak. Bernapas pun berat, tetapi Lyra terus mengayun kaki hingga sampai ke kamar lamanya yang bersampingan dengan Nenek Tariyah.Ia membuka pintu, menatap barang-barang miliknya sudah dibereskan oleh entah siapa. Berbagai milik pribadi telah berkumpul di dua kardus besar. “Mau dibawa ke mana barang-barangku ini?” engahnya.Menghempaskan diri ke atas ranjang, Lyra memandangi langit kamar. “Tuhan, kenapa Engaku timpakan ini semua kepadaku? Aku begitu sakit hati dengan semuanya,” lirih sang wanita menitikkan air mata.Lyra memejamkan mata, mencoba untuk kembali beristirahat. “Semoga saat aku sadar nanti, semua hanyalah mimpi buruk.”***Di kamar tidurnnya, Rex berbaring sambil menyalakan televisi. Tidak lupa, pintu sudah ia kunci sebelumnya. Sengaja menaikkan volume agar suara dari layar kaca terdengar kencang memenuhi ruangan, dengan begitu suaranya sendiri tidak akan terdengar jelas.“Hai, Marina Sayang,” ucapnya tersenyum mesra ketika melihat wajah cantik sudah ada di layar.Seorang wanita berkulit putih dengan mata bundar dan bibir merah alami menjawab, “Rex! Sayangku, kenapa baru menghubungi sekarang?” protesnya manja. “Aku merindukanmu!”Tertawa gemas, Rex menjawab. “Maafkan aku, Sayang. Bagaimana bisa menghubungi kamu seperti ini kalau aku selalu dikelilingi keluarga dan juga Lyra sialan itu!”“Aku juga sangat kangen, kok. Sejak tadi pagi sarapan di hotel sampai sekarang, aku selalu bersama Papa. Kalau ketahuan menghubungimu, bisa runyam. Maafkan aku, ya?”Kepada Marina, seorang Rexanda Adiwangsa begitu lembut, mesra, dan juga perhatian. Berbanding terbalik dengan sikapnya kepada istri sendiri.Marina cemberut, “Kamu tidak jatuh cinta dengan istrimu itu, ‘kan? Awas, ya, jangan sampai kamu mengkhianatiku.”“Sayang, mana mungkin aku mengkhianatimu? Aku cinta mati denganmu. Tapi, saat ini aku tidak berdaya. Kamu tahu? Papa mengancam akan menarik semua fasilitas kalau aku terus berhubungan denganmu.”“Apa?” pekik Marina melotot. “Fasilitas apa saja yang mau ditarik?”“Semua! Uang jajan 50 juta sebulan, mobil, kartu kredit, mati saja aku kalau semua ditarik!” dengkus Rex menghela kasar. “Makanya, sekarang kita harus berhati-hati.”Marina mengangguk, “Tapi, kamu tidak menyentuh istrimu sama sekali, ‘kan? Kamu hanya milikku, Rex. Kamu sudah berjanji akan menikah denganku!”“Tentu saja aku tidak menyentuhnya! Mana mungkin aku menyentuh wanita kampungan begitu, heh? Kulitnya saja kotor bersisik! Badannya juga bau menjijikkan! Beda dengan kamu yang sangat sempurna!” senyum Rex meyakinkan.Terkekeh manja, Marina menjawab, “Namanya saja cuma pembantu, eh ... perawat? Tentu saja dia bau dan kotor! Tidak sepertiku yang dari keluarga kaya raya.”“Jelas, kamu adalah yang terbaik. Mama dan Eva saja sedih karena kita terpisahkan. Tapi, Papa terus memaksa supaya aku menjadi suami yang baik! Sialan!” erang Rex kesal.“Sepertinya Lyra sudah main pelet dengan Papamu! Mana mungkin Om Harlan tiba-tiba seperhatian itu? Pasti dia pakai susuk atau pelet itu! Kurang ajar sekali!” imbuh Marina kian memanas-manasi.Rex tertegun, “Kamu benar! Pasti dia pakai ilmu hitam! Aku akan beritahu Mama! Sialan memang Lacur satu itu!” desisnya sangat membenci sang istri.“Lalu, bagaimana dengan kita, Rex? Sampai kapan kita harus terpisahkan?” rengek Marina mengedipkan matany, memandang sendu pada layar.“Sabar, Sayang. Aku harus memikirkan cara supaya Lyra pergi dari sini,” jawab Rex.“Buat saja dia tidak kerasan! Buat dia tersiksa sampai dia sendiri yang ingin pergi darimu! Jadi, kamu tidak salah di hadapan Om Harlan,” usul Marinya tersenyum culas.Lagi, Rex tertegun dengan usul ini. “Hmm, kamu benar juga. Aku harus lebih membuatnya tidak kerasan hingga dia memilih untuk pergi dan meminta cerai!”BERSAMBUNGRex selesai menelepon Marina, lalu jatuh tertidur hingga sore. Saat pintu kamarnya diketuk, ia pun terbangun. Berjalan gontai menuju pintu, membukanya, dan melihat sang ayah di depan kamar. “Malam ini kita akan makan di luar. Berangkat satu jam lagi. Beritahu Lyra, ya? Mana dia?” tanya Harlan saat melongok ke kamar dan tidak menemukan menantunya. “Aku tidak tahu, dia keluar kamar dari siang. Katanya mau ke bawah,” jawab Rex mengendikkan bahu.“Kamu ini bagaimana? Istri sendiri di mana, kok, tidak tahu? Kamu lupa kata-kata Papa? Mau fasilitas dicabut?” kesal Harlan menghela jengkel. “Ayo, cari sekarang!”Rex menahan emosi, “Papa ini kenapa, sih? Dengan Lyra, kok, perhatian sekali? Dia itu Cuma perawat Nenek Tariyah saja, Pa!”“Dia itu perempuan yang sudah kamu rudapaksa, Rex! Sebagai seorang wanita dia pasti hancur! Papa kasihan padanya! Apa kamu tidak punya hati nurani sampai terus mengasarinya?” balas Harlan ikut melangkah mencari Lyra.Rex hanya diam diomeli begitu oleh sang Ayah.
Lyra sampai tidak jadi menyuap sendok makanan ke dalam mulut. Ia letakkan kembali ke atas piring. “Kok, lama sekali, Mas?” tanya Ajeng. “Pa, kalau Papa pergi selama itu, bagaimana dengan Honda Accord terbaruku? Teman-teman sudah terus bertanya kapan mobilku diganti?” rengek Eva cemberut. “Papa mundurkan terus beli mobil baruku!” Harlan menghela, “Ini ke Jepang untuk meninjau beberapa pabrik, lalu memastikan semuanya berjalan lancar. Kamu mau Papa kena tipu? Kalau sampai kena tipu, tidak usah bicara Honda Accord terbaru! Mengerti?” tegas sang ayah pada Eva. Lyra menunduk, meremas jemarinya sendiri dengan kegugupan yang luar biasa. Ia melirik ke sebelah di mana Rex mengeluarkan ponsel. Sekilas, bisa melihat apa yang dilakukan suaminya yaitu mengirim pesan kepada kekasih gelapnya. [Papa akan ke Jepang selama dua minggu. Kita merdeka! Sampai rumah akan kutelepon. Love you, Sayang.] Terengah, tetapi ditahan. Benar saja, kepergian Harlan tentu menjadi surga bagi Rex untuk berbuat apa
Lyra tak percaya dengan apa yang dia dengar. Apalagi, Rex mengucap dengan tanpa beban. Seakan benih yang mungkin ada itu hanyalah seonggok sampah tak penting! Padahal, bukankah itu darah dagingnya sendiri?“Mengugurkan bayi tak berdosa sama saja melakukan pembunuhan! Aku tidak mau membunuh anak kita sendiri!” hentak Lyra dengan tegas. Rex makin emosi hingga dadanya kembang kempis dan napas memburu panas. “Bawel, kamu, ya! Sok punya nurani, padahal aslinya kamu yang menjebakku, sialan kamu!” makinya mendadak menerkam Lyra. Akan tetapi, sang wanita berhasil menghindar hingga tangan Rex hanya menyentuh udara kosong. Tentu saja, ini membuatnya semakin murka. “Lacur sialan! Awas, kamu!” “Aku ini istrimu! Tidur di ranjang saja tidak boleh, itu keterlaluan!” seru Lyra kembali mencoba menghindar. “Apa kamu sama sekali tidak punya hati, Mas?” Namun, kali ini ia gagal! Jemari kokoh Rex berhasil mencengkram lengannya. Tanpa rasa kasihan sama sekali, tubuh Lyra dihempas ke arah pintu hingga m
Niat hati tidak ikut makan pagi bersama keluarga Adiwangsa. Akan tetapi, saat Harlan menelepon dan mencari Rex, tidak ada yang bisa ia perbuat selain mencoba untuk masuk ke dalam ruang yang terasa menyeramkan tersebut. “Kamu itu pantasnya makan di belakang, dengan pembantu dan sopir! Jangan merasa sudah menjadi bagian dari keluarga kami, ya!” bentak Ajeng sekali lagi. Lyra berhenti melangkah, hatinya bergetar dengan perih kesekian ribu kalinya. Eva tertawa pelan, “Mungkin dia merasa besar kepala karena Papa selalu membelanya. Ajian apa, sih, yang kamu beri ke Papaku sampai bisa tunduk begitu?” Menggeleng, “Demi Tuhan, saya tidak pernah menggunakan hal-hal kotor semacam itu!” seru Lyra mendelik. “Eh, tapi benar, lho, Ma! Katanya Marina juga paling Lyra ini memakai ilmu hitam sampai Papa seperti kerbau dicocok hidung. Lihat saja bagaimana Papa selalu membelanya dan menyengsarakan kita!” desis Rex terkekeh, melirik sinis pada sang istri. “Kalau aku pakai ilmu hitam, kenapa tidak ka
Rex terbahak mendengar apa yang diucapkan oleh Marina, kekasih gelapnya. Mereka berdua dengan sengaja menghina mantan perawat lansia tersebut."Coba dicek, Rex. Apa dia bau GPU?" gelak Marina makin kencang."Apa itu GPU?" Rex ikut tertawa meski tidak paham apa yang dimaksud. "Itu, GPU minya gosok! Biasanya orang tua kalau dipijat pakai minyak GPU!" Meledaklah tawa Marina disambut hak serupa oleh Rex. Tertegun, Lyra menatap layar, memperhatikan wajah Marina yang nampak sangat cantik. Hidung mancung, rambut dicat cokelat terang, dan memakai soft lens berwarna biru terang. Untuk sesaat, kekasihnya Rex itu terlihat seperti orang asing sungguhan. 'Ya, Tuhan. Inikah yang bernama Marina? Dia sungguh cantik! Sedangkan aku? Astaga! Mereka pasti akan terus menghinaku karena aku tak secantik dia!' jerit Lyra di dalam batin. Rex tertawa mendengar ejekan kekasihnya, “Iya, ‘kan, dia jelek? Makanya, kamu tidak usah cemburu meski aku satu kamar dengannya. Biar ada gempa bumi sekalipun, aku tidak
Rexanda Adiwangsa, pemuda kaya raya yang minus didikan moral dari ibunya akibat terlalu dimanja serta ayah yang terlalu banyak ke luar negeri untuk bekerja. Kini, ia tidak pernah merasa bersalah telah menodai seorang gadis perawan. Bahkan, terus mempercayai kalau dia dijebak demi menutupi kesalahan diri sendiri. Lyra Kanigara, wanita desa sederhana yang bekerja menjadi perawat lansia demi menanggung beban pengobatan orang tua di rumah. Tak pernah menyangka kesuciannya direnggut sedemikian kasar, ditambah siksaan batin serta raga yang seakan tiada ujung. Bahkan, sang suami kini menamparnya dan menawarkan untuk bercerai. Berderai air mata di pipi akibat sentuhan kasar tak berbelas kasih. Jika hati bisa bersenandung, maka hanya kehancuran yang ia nyanyikan. “Ayo, tinggalkan rumah ini! Pergi dari hidupku! Katakan pada Papa kalau kamu minta cerai! Cepat!” bentak Rex pada istri barunya dengan berapi-api. Namun, sebesar apa pun keinginan Lyra untuk pergi dari siksaan neraka dunia ini, ad
Rex terus berpikir dan memutar otak bagaimana caranya membelikan tas Balenciaga keluaran terbaru untuk Marina. Ia sampai berniat ingin berbohong pada ayahnya supaya dikucuri uang lebih banyak lagi.Di saat ia sedang berpikir keras, Marina tiba-tiba merebahkan kepala di pundaknya dan mengembus lelah.“Tapi, kalau kamu memang sedang tidak ada uang, ya, tidak apa-apa, Rex. Aku soalnya juga harus membayar tagihan credit card yang agak banyak bulan ini. Siapa tahu kamu bisa bantu.” Marina membelai dada bidang sang Tuan Muda. “Atau … bagaimana kalau aku pinjam saja dulu uangmu? Nanti kalau rumah mendiang ayahku yang di Pantai Indah Kapuk sudah laku, aku akan mengembalikan uangnya. Kemarin sudah ada pembeli yang sepertinya tertarik dengan serius,” ucap Marina berbinar.Sesungguhnya, saat ini Marina dan keluarganya sedang mengalami kesulitan keuangan. Semenjak ayahnya yang pejabat eselon itu meninggal, harta mereka sedikit demi sedikit terkuras habis. Kebiasaan Marina dan ibunya bermewah-me
Suara orang sedang bercinta dengan liar bersama desahannya terdengar di ponsel Lyra. Ia membeku hingga tak terasa apa pun di dalam hatinya. Segala sesuatu nampak buram dan telinganya hanya fokus pada apa yang terdengar. “Rex, aaahhh! Aku hampir sampai!” seru Marina entah di mana. Tak tanggung, sang lelaki pun mengatakan hal serupa. Namun, mendadak Rex tertawa dan bertanya sambil terengah. “Heh, istri jelek! Mau apa menelepon, hah? Mau mendengarku bercinta dengan Marina, ya?” Pertanyaan Rex membawa Lyra kembali pada kesadarannya yang sempat hilang beberapa saat. Sekujur tubuh lemas, tangannya pun gemetar. Dia hanyalah gadis polos dari desa yang tidak tahu hingar bingar kehidupan ibu kota. Tak paham kenapa bisa Rex dan Marina yang masih berstatus kekasih sudah tidur bersama. Ia juga tidak paham kenapa Rex yang sudah berjanji suci saat akad nikah mempermainkan agama sedemikian rupa? Tak takutkah suaminya itu akan dosa? Kenapa pula Marina mau bercinta dengan suami orang? Apa wanita it
BAB 62 Perlengkapan HoneymoonVisual tokoh bisa dilihat di IG Author @Rein_Angg, Tiktok @rein_angg47. Mau menghalu bareng pembaca lain, silakan join Grup Facebook: Rein Angg And Friends “Kita pindah rumah? Kamu serius, Mas? Tapi ... apa Papa dan Mama akan setuju? Ini sebuah hal yang besar, lho. Aku khawatir mereka tersinggung?” Lyra tertegun dengan usul tersebut. Bukannya dia tidak mau, tetapi justru khawatir menimbulkan perselisihan di antara keluarga Adiwangsa. “Aku akan rundingkan dengan Papa. Selama Papa mendukung, kita tenang saja,” senyum sang pemuda memandangi istrinya dengan teduh. “Pokoknya, aku tidak mau kita diganggu terus menerus. Aku tidak mau kamu disakiti lagi.”Lyra menghela, “Ya, sudah. Aku bagaimana baiknya menurutmu saja, Mas. Apa pun itu, aku percayakan kepadamu.”Rex mengangguk, memeluk lebih erat sembari mulai mengistirahatkan tubuh di atas pembaringan bersama sang istri. Keduanya saling bertatapan, bertukar senyum. “Lyra,” panggilnya sendu.“Ya?”“Kamu sejak
Betapa terkejutnya Lyra saat melihat suaminya sedang dipeluk oleh ... mantan.Rexanda terbelalak, spontan mendorong Marina hingga terlepaslah pelukan dari tangan lembut itu. Saking kerasnya ia mendorong, foto model seksi itu sampai terjerembab di atas lantai. “Aduh!” pekik Marina ketika bokong sintalnya menghentak lantai. Ajeng langsung berlari dan membantu Marina berdiri. “Aduh, maafkan Rex, ya. Dia cuma kaget saja.”“I-iya, tidak apa, Tante,” angguk Marina sembari merapikan rok mininya. Lyra berjalan dengan kedua tangan memegang kantung belanjaan berisi banyak juice buah yang dibeli di bawah. Ia meletakkan minuman itu di atas kursi, kemudian mendekati suaminya dengan sorot bertanya. Rex menggeleng, memberi jawaban bahwa dia pun bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Mereka hanya saling pandang dan dada pemuda tersebut kembang kempis. Melirik pada Marina, tatap Lyra memperlihatkan keberatan dengan apa yang baru saja wanita itu lakukan. Namun, ia enggan memaki atau berkata ka
Tuan Muda Adiwangsa menatap layar dengan gundah. Pertanyaan Marina membuat dada bergemuruh dengan berbagai emosi campur aduk. Berkali-kali mengetik, tetapi ia hapus lagi. Terus begitu hingga akhirnya memberi jawaban yang dirasa paling pas.Rex [Aku sibuk, tidak ada waktu untuk bertemu.]Marina [Apa iya sibuk tiap hari? Aku cuma minta bertemu sebentar saja. Sekadar mengobrol santai. Tidak masalah, bukan?]Rex [Sudah, ya. Aku mau istirahat.]Lalu, ia menutup layar ponsel, dan meletakkan di meja sebelah ranjang. Bersamaan dengan istrinya keluar dari kamar mandi. “Nah, sini, cepat ke sampingku. Aku kangen,” senyumnya merentangkan tangan, ingin agar Lyra segera hadir di pelukan. Saat mereka sudah bersama, lengan Rex memeluk erat, sembari mengecup kening sang istri. “Tidur saja denganku. Besok baru beres-beres. Terapiku masih dimulai dua hari lagi di rumah sakit. Kita santai dulu melepas lelah.”“Oke, Mas,” angguk Lyra membalas dengan satu kecupan di pipi sang suami. “Kok cuma cium pipi?
Ajeng bukannya bahagia seperti Harlan, tetapi ia justru memekik seakan sebuah bencana baru saja terjadi. “Kenapa Rex bisa menikah lagi dengan Lyra!”Harlan menghela lirih, istrinya ini hingga sekarang tidak berubah sikapnya. Masih saja menganggap Lyra sebagai seseorang yang tidak ada harganya.“Mereka sudah rujuk. Rex dan Lyra saling mencintai sekarang. Aku senang sekali mendengarnya!” tukas Harlan tetap tersenyum dan menyenderkan punggung dengan lega.Ia ambil segelas teh dari atas meja, menenggak beberapa kali, lalu menatap serius pada Ajeng. “Sekitar dua minggu lagi mereka kembali ke Jakarta. Lyra akan tinggal bersama kita.”Ajeng melengos, yang tadinya hendak mengambil makan diurungkan. Mendadak nafsu makannya hilang begitu saja.“Aku mau kamu dan Eva tidak lagi memperlakukan dia dengan buruk. Dia istrinya Rex yang sah, dan anak kita mencintainya.”“Lyra orang yang baik. Lihatlah, saat anak kita lumpuh, dia tidak meninggalkannya. Meski Rex sudah menyakiti dia secara luar biasa, t
“B-ber ... bercin-cin ... apa, Mas?” Lyra sontak pucat pasi mendengar ucapan lelaki yang baru saja menjadi suaminya kembali. Napas memburu meski terasa sesak di tenggorokan.Rex semakin bersemangat menggoda wanita polos itu. “Bercinta, Sayang ... itu, tuh ... malam pertama suami dan istri di atas ranjang, seperti kita sekarang.”“Hah ...? A-aku ... aku ....” Lyra menggeleng, mengulum bibir, telapak tangan makin menjadi dingin.Terkekeh, memang pemuda itu suka menyiksa istrinya dengan godaan sensual, “Kamu kenapa? Mau malam pertama denganku? Ya, aku juga mau, kok. Yuk, kita ... ehm ...,” senyum lelaki tampan beralis tebal dan bertulang pipi tinggi makin lancar menjadikan hati istrinya bagai dihantam meriam.“Tapi ..., aku kan masih belum bisa push up sempurna, jadi ... sepertinya akan lebih baik kamu di atas.”“D-di ... di ... di mana?” Lyra ingin kabur dari kamar saja rasanya.“Di atas,” jelas Rex menahan tawa. “Tidak tahu, ya?”Menggeleng lemas, “Tidak tahu ....”Akhirnya, Tuan Muda
Lyra merasa kepala penuh dengan teriakannya sendiri. Belum siap untuk kemesraan yang menjelang, tetapi Rex seakan sudah tidak sabar untuk melakukan lebih dari yang namanya sekedar mantan suami dan istri.Berteriak bingung di dalam hati, matanya terbelalak lebar ketika ....Akhirnya bibir Rexanda menyentuh. Terasa lembut, hangat, dan mendebarkan. Embusan napas suaminya tersebut menerpa mulai dari kening hingga ke hidung.Mata Lyra pertamanya masih terbuka lebar pada detik-detik pertama bibir mereka bertemu. Ia bisa melihat bagaimana mata Rex terpejam ketika mencium.Namun, perlahan, dalam tiap pagutan yang dilakukan oleh lelaki tampan itu, menutup pula mata sang wanita. Membiarkan dirinya luruh dalam sentuhan, dalam cumbuan, dan dalam keintiman yang dilakukan sang suami. Ada dua hati yang sedang berdebar luar biasa. Gelitik manja di dalam perut, yang di sebut oleh orang luar sebagai “butterfly in my stomach.” Seakan ada kupu-kupu beterbangan di dalam perut, membuat sensasi aneh yang k
Akhirnya pertanyaan yang ditahan selama ini meluncur juga dari bibir pemuda tampan tersebut. Wajah yang biasa dingin, datar, dan ketus berubah menjadi lembut dengan mata berbinar penuh harap.“Ru-rujuk?” gugup Ghea merasa sulit untuk bernapas normal. Semua ini diluar dugaan. Mulai dari pengakuan cinta mereka berdua hingga terucapnya kata-kata sakral tersebut. Rex mengangguk, “Masih sisa empat hari sebelum waktunya habis,” seringainya memamerkan deretan gigi putih nan rapi. “Jadi suami istri lagi, yuk?”Ajakan terakhir diucap dengan nada merajuk yang manja, ditambah dengan rengkuhan lebih erat di jemari lentik. Diakhiri dengan kecupan mesra di punggung tangan. “Aku ingin kamu jadi istriku lagi. Mau, ya?”Lyra mengembus napas dengan terengah. Saking gugupnya hingga pundak naik turun secara cepat. Mata menatap kian lekat pada lelaki di depan. “Kamu serius, Mas?” engahnya masih ragu.“Tentu saja serius. Kenapa kamu tidak percaya?” angguk Rex.“Iya ... uhm ... karena kamu ... aku hanya he
Jantung Lyra menghentak seperti irama disco. Pernyataan cinta dari mantan suaminya membuat berdebar hingga ingin pingsan. “Ka-kamu ... kamu apa?”Rex menggenggam jemari Lyra lebih erat. “Aku dulu tidak memiliki rasa apa pun denganmu, hanya kebencian. Tapi, sepertinya aku dulu memang orang bodoh yang buta.”“Aku sekarang jatuh cinta kepadamu, Lyra ....”Pengakuan yang nampak sangat tulus dari mata seorang lelaki bernama Rexanda Adiwangsa. Di mana beberapa bulan lalu, sorot itu hanya terus memandang dengan kebencian.Wanita berambut panjang menatap dengan tak percaya. “Kamu jatuh cinta kepadaku? Kenapa bisa jatuh cinta kepadaku?”Tawa Rex pelan terdengar. “Ya, aku juga tidak tahu. Mungkin karena kamu begitu baik kepadaku? Di saat semua meninggalkan aku, tidak peduli karena aku cacat, kamu justru tetap bertahan.”Jemari pemuda itu membelai pipi Lyra dengan perlahan, lembut. “Kamu tetap baik meski aku telah berbuat sangat jahat kepadamu. Karena itu ... aku ....”“Berawal dari rasa keterga
Rex bagai disambar geledek mendengar jawaban Lyra. Matanya melotot dan dada kembang kempis. “Jadi, kamu benar-benar sudah pacaran dengan dia?”“Kan aku sudah jawab, kalau iya, memangnya kenapa? Kita sebentar lagi bercerai. Ada masalah denganmu kalau aku pacaran dengan Ian? Toh, kamu sebentar lagi bisa berjalan dan tidak butuh aku untuk menjadi perawatmu?” angguk Lyra sengaja menutupi apa yang terjadi di cafe tadi, bahwa dia tidak bisa membalas perasaan Ian. “Aku ... aku ...,” gagap Rex kelimpungan. Pemuda itu merasa gila mendadak. “Bagaimana mungkin kamu bisa pacaran dengan dia? Kamu masih istriku secara hukum negara!”“Pernikahan kita hanya karena kamu menodai aku! Tidak usah seakan aku ini istrimu sungguhan! Kamu tidak pernah mencintai aku!”“Itu dulu!” bentak Rex ingin melempar remote televisi ke lantai saking emosinya, tetapi ditahan.Lyra megernyitkan kening. “Itu dulu? Maksudnya?”Napas Rex memburu sangat cepat, panas, tersengal. “Itu dulu ... aku dulu memang tidak pernah menci