"Linzy, yang itu biar aku aja.."
Linzy masih sibuk berkutat pada ponselnya genggamnya yang kini baru saja mendapati pesan, fikirannya kini tak fokus, dan masih menatap benda persegi panjang tersebut. Bahkan seseorang memanggil namanya pun tak membuatnya bergeming.
Perasaannya kini bercampur aduk antara senang, sedih, ragu, serta tak rela yang mendominasi. Linzy menggenggam erat ponselnya gelisah hingga sebuah tangan dipundaknya menyadarkan lamunannya"Linzy bagian kamu udah selesai, theo bilang sama aku di sekolah kamu ada urusan penting, jadi ini biar aku yang ngerjain ", linzy menggelengkan kepalanya dengan cepat
"Gak apa apa ko jane gak usah difikirin, kita kerjain bareng bareng aja. Biar cepet selesai, maaf ya buat kalian ga nyaman", hingga salah satu dari mereka beranjak dari duduknya
Valen, pria itu menggelengkan kepalanya tak setuju
"Tapi sedikit lagi selesai kok, lagian bagian tugas kamu lebih banyak dari kita. Terus--"." terus?", tanya linzy pada ucapan valen yang tergantung.
Valen tak melanjutkan perkataannya, namun ia menjawab dengan matanya yang mengarah kebelakang linzy, baru saja linzy berniat menoleh kebelakang sebuah tangan mengarah dan merampas beberapa potongan kue pie di depan linzy.
"Eh kenapa pada diem? Lanjutin aja, gue cuma mau minta kue nya kok. Gak masalah kan?", semuanya menggeleng, kecuali linzy yang justru menepuk pelan lengannya yang dibalut jaket denim hitam" joe? Ngapain disini? Main masuk aja lagi! Kan udah dibilang tunggu dirumah theo dulu", theo hanya memamerkan barisan giginya yang rapih, serta tangannya yang masih sibuk mengambil kue kue didepannya
"Gue nunggu lo selesai aja zy, gue males sama mereka pada sibuk sendiri. Sharon sama frisly lagi sibuk sama piyama, theo sama althaf sibuk ngurus makanan, ah gak seru banget", ucapnya dengan mulut yang tak berhenti mengunyah.
"Joe sama zweitson ngapain?", tanya linzy
"Kalo gue ya jelas sibuk banget zy. Gue lagi sibuk main play station sedikit lagi mau finall, si zweitson siluman brokoli dateng dateng bawa buku segede papan dia nyuruhin gue bantu ngerjain tugasnya. Gue tau dia cuma mau ngetes kemampuan otak gue lagi. Mana isinya angka mulu, soalnya tentang menghitung jarak! Peduli banget gue ngitungin jarak kalo udah waktunya sampe ya sampe", ucapan theo tentu jelas mengundang tawa semua orang disana serta linzy yang ikut tertawa
" kok joe bisa keluar?",
"Ya kabur zy, lewat balkon kamar theo. Untung gue udah terlatih, seengganya sekarang gue bersyukur punya kakak perempuan yang kerjaannya minta anterin shopping mulu. Jadinya gue udah biasa kabur dari dia lewat balkon", dengan santainya joe berbicara tanpa mengetahui betapa terkejutnya mereka, bertanya tanya apakah manusia ini mempunyai 100 nyawa? Atau apa dia turun seperti film manusia serigala yang akhir akhir ini sedang trending. Entah bagaimana ia turun tentu yang jelas joe pria ini sangat begitu nekat.
Sebegitu bencinya kah ia membenci belajar? sebegitu tak sukanya kah dia menemani kakaknya belanja? Lalu bagaimana dengan linzy sekarang yang tak meminta untuk ditemani bahkan di jemput justru dia melakukannya dengan sukarela" joe, tugasnya si linzy udah selesai nih. ", ujar jane sembari telunjuk yang mengarah kearahnya. Joe yang mendengar itu mengacungkan jempolnya serta menaikkan kedua alisnya sekilas. Mengajaknya untuk berangkat kerumah theo. Tentang zweitson? Ia tak peduli, berfikir ia sedang bersama dengan linzy dan tentu saja linzy akan membelanya bukan?.
Joe menegak minuman milik linzy hingga tandas, tanpa berkata kata lagi ia melenggang pergi begitu saja. Dah yah linzy sudah biasa dengan tingkah joe
"Valen, kalo tugasnya ada yang kurang atau gimana, telfon linzy ya", valen menganggukan kepalanya serta yang lain memberikan senyuman tulus kearahnya. Linzy pun ikut tersenyum dan melenggang pergi dari sana menyusuli joe yang mungkin masih menunggunya diluarDan saat ia berada diluar entah bagaimana ia menemukan joe yang sudah tersungkur hingga tubuhnya bersentuhan dengan tanah serta wajah yang meringis kesakitannya. Linzy yang bingung apa yang terjadi pada joe, segera mendekatinya namun joe hanya menunjuk pada plastik putih besar dibelakangnya
"Sialan emang tuh plastik zy, dia terbang kearah gue. Gue kira hantu casper zy. Gue panik terus gue lari tapi nih kaki kiri gua langkahnya ga sinkron sama kaki kanan gue. Jadinya gue kesandung sama kaki sendiri", joe mengulurkan tangannya sembari meringis kesakitan pada lutut serta telapak tangannya. Namun linzy tidak meraih tangannya justru menertawakannya hingga ikut berlututJoe yang melihat sahabat seperti itu hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal hingga melupakan rasa sakitnya digantikan rasa bingung dengan respon gadis tersebut, disaat itu juga ia berfikir apa ia dirasuki oleh arwah yang berkeliaran disini? Joe sontak saja menatap kearah plastik putih dibelakangnya memastikan bahwa itu memang hanya plastik putih bukan seperti yang saat itu ia fikirkan. Joe memang tidak sadar bahwa penyebab ia tertawa hingga kakinya lemas karena tingkahnya lah yang membuatnya tak tahan untuk melepas tawanya sampai tak bersuara.
Joe masih setia menunggu linzy menghentikan tawanya dan justru ikut tertawa bersamanya, lihatlah dua orang idiot yang sedang terdampar bahkan tidak menyadari panggilan masuk pada ponsel mereka, apa mereka tidak memikirkan kelima orang itu sedang menunggunya"Udah ah joe! Yuk pulang, nanti mereka kelamaan nungguin kita", linzy mengangkat tubuhnya untuk berdiri dan kini giliran dia yang mengulurkan tangannya dan diraih oleh joe walau menariknya sedikit sulit karna tubuh joe yang terasa berat. Keduanya sudah menaiki motor, dan melenggang pergi dari sini.
Diperjalanan suasana terasa hening tidak seperti biasanya, biasanya linzy selalu bercerita random dengannya seperti ia bercerita, ia pernah melihat tiga orang anjing berkelahi karena merebutkan semangkuk makanan yang diberikan oleh pemilik toko roti yang mungkin sipemilik penyayang pada hewan. Dan akhirnya linzy memutuskan menghampiri ketiga anjing itu dengan mata yang memicing kearah mangkuk makanan tersebut dan merebut paksa, dengan rasa penasaran seenak apa makanan itu hingga mereka ribut, ia memakan makanan itu, hingga linzy menjatuhkan makanan tersebut lalu memuntahkan makanannya hingga semua isi perutnya ikut keluar, atau bercerita tentang rencananya membuat negera baru yang hanya ditempati oleh mereka saja.
Joe merasa ada yang aneh pada linzy, ia melihat kearahnya dengan spion kanannya, terlihat gadis itu murung dan sesekali mengutak atikan ponselnya dan tak lama ia kembali memandang jalan raya kota."Seharusnya lo setuju aja zy sama pendapat mereka, lo kecapean kan gara gara ngerjain tuh tugas kelompok. Kalo ngerjain dirumah theo kan bisa dibantu kecuali gue ga bisa bantu tugas lo. Tapi lo kalo mau minta ajarin main game gue dengan senang hati menolong. ", linzy menatap punggung joe yang membelakanginya dengan mata yang berkaca kaca.
Joe yang melihat respon linzy seketika menepikan motornya dan menoleh kebelakang"Ada yang sakit zy?", linzy menggelengkan kepalanya dengan cepat. Joe kini menatapnya dengan intimidasi, dan tak lama joe menanggalkan jaket hitam dan memberikannya pada linzy. Dan menunggu linzy mengenakannya, hingga saat ia melanjutkan tangannya sebuah tangan melingkar pada pinggangnya. Joe sadar linzy tidak seperti biasanya , biasanya linzy hanya sekedar menempelkan tangannya di pundaknya dan tidak begitu intim seperti saat ini. Bahkan terasa erat seolah takut hilang"Joe janji ya selamanya sama zizy, jangan ada yang gantiin posisi zizy", joe terdiam ia tak tahu apa yang terjadi padanya lalu ia melirik kembali ke spion motornya dan hanya menganggukan kepalanya. Mungkin efek kelelahannya seharian ini, pikir joe
❀✿ ❀✿
Linzy baru saja keluar dari kamar setelah membantu zweitson dengan perawatan wajahnya selain karna permintaan joe untuk menjinakannya dari serangan maut katanya, linzy melakukannya juga karena keinginanannya sendiri. Bahkan linzy tertawa dengan lepas karna bagaimana pria itu bisa melumuri wajahnya dengan foundation beige yang ia kira itu sebagai masker wajah tanpa ia diketahui linzy yang sibuk memakai serum wajahnya dan saat ia berbalik ia mendapati zweitson yang sudah berbaring dan memejamkan matanya, sontak saja linzy membangunkan kembali. Lalu membantunya membersihkan kembali.
Saat keluar ia mendapati althaf yang sedang sibuk menyantap puding dan dessert lainnya dimeja makan, dengan kaki jenjangnya linzy menghampiri pria tersebut dan duduk didepannya dengan kedua telapak tangan yang menumpu kedua pipi.Althaf memicingkan matanya entah apa yang membuatnya bertingkah aneh. Althaf tidak berkata apa pun. Ia hanya menyendokkan makanan ke mulutnya dengan mata yang masih menatap aneh kearahnya.
Linzy beranjak dari kursinya dan pindah duduk disamping pria tersebut serta memeluknya dari samping."Zy, kalo gue tau lo sampe minum, gue jadiin lo tumbal buat makanan macan ayahnya theo ya. Umur lo belum cocok! Tunggu sepuluh tahun lagi. Sekarang lo masih bayi", linzy mengangguk cepat dengan senyum lebarnya, dan ia memilih untuk tetap seperti itu hingga ia selesai dengan makannya.
Dan setelah selesai, linzy berjalan kearah balkon memandang jalan raya kota yang terlihat indah dari sudut sini, hingga sebuah dering ponsel mengalihkan perhatiannya ia membuka ponsel tersebut hingga membuatnya mengerucutkan bibirnya.
________________________________________
From : *****
your time is up. prepare yourself tomorrow. I will take care of it!!!_________________________________________Dep!
Linzy memeluk erat tubuh theo, ia menumpahkan airmatanya yang tidak bisa ia tahan. Ini pertama kalinya linzy memeluknya karena theo juga tak pernah melakukannya kecuali merangkul theo sendiri bukanlah pria tipe romantis, dia hanya menggoda linzy hingga ia meminta pembelaan pada temannya yang lain. Dan ini baru pertama kali pula ia melihatnya menangis karena setiap harinya ia hanya melihat tawa renyahnya serta rengekan pada kelima lainnya untuk membalas theo yang menggodanya.
Tapi kali ini?Dirasa sudah tenang, linzy memasuki kamar yang dimana terdapat sharon dan frisly yang sudah berada dialam mimpinya, linzy turut menyusul dan memilih untuk tidur berada ditengah tengah mereka, dengan lengan kanan kiri menggenggam keduanya, dan menatap wajah mereka lamat lamat hingga tak sadar airmatanya jatuh lagi, ah ia sangat tidak suka ini karena suara cairan dihidungnya dikhawatirkan akan mengganggu mereka nantinya.
"God! I can't! Its so hard!", umpatnya
Linzy menatap kearahnya lagi lalu mendekatkan wajahnya lekat kearah mereka dan mengecup singkat pipi mereka polos, ia frustasi rasanya ia ingin berada ditengah tengah mereka untuk setiap hari tanpa terkecuali
***
Suasana terasa sunyi, hanya derap langkah beberapa petugas yang tengah melayani penumpang serta suara mesin saat sedang akan take off.Keadaan memang terlihat lebih tenang. Namun tidak dengan perasaan serta raut wajahnya yang terasa bimbang dan gelisah. Dengan gorden jendela yang terbuka memperlihatkan dari balik kaca langit biru dan awan awan yang seperti kapas, sejenak ia merasa tenang karena sedari tadi pipi mulusnya dibanjiri oleh airmata dari awal saat keberangkatannya. Linzy, sejak menuju kebandara saat pagi pagi buta pun linzy melangkah dengan tak bergairah,Dengan koper besar serta tas abu abu miliknya yang ia bawa hingga mengenakan jaket denim hitam yang sedikit kebesaran ditubuhnya, jaket pemilik si pria membenci belajar. joe, sejak ia meminjamkannya jaket saat malam itu. Linzy sengaja tak mengembalikan pada pemiliknya, ia ingin memiliki barang terakhir untuk mengingat mereka nanti, linzy memeluk jaket tersebut menghirup ar
Sudah sekitar sepuluh menit linzy melamun menatap layar ponselnya. Dilema perihal ia harus mengaktifkan atau tidak pada ponselnya. Ia sangat merindukan sahabatnya yang ia tinggal tanpa pamit namun disisi lain ia merasa ragu, bagaimana dengan respon mereka, apalagi ia tahu bagaimana dengan perasaan teman temannya terutama frisly yang pasti tidak berhentinya menangis selain itu ia takut karena hal itu ia berubah fikiran dan akan nekat kembali kesana, bagaimana bisa? Ia baru saja datang sudah sangat jelas ia tidak bisa kembali kesana. Bahkan sekarang ia dipindahkan untuk melanjutkan sekolahnya disini. Oh god! Bagaimana iniDan kini ia meletakkan ponselnya di atas nakas. Kemudian beralih membongkar isi kopernya memilih untuk memindahkan semua barang barang yang ia bawa, Saat ia akan mengambil make up miliknya s
Nampak sebuah panggilan dimatikan oleh seorang diseberang sana, pria yang baru saja mendapatkan panggilannya langsung meletakkan ponselnya pada meja kerjanya. Dan kini beralih menuju jendela besar kantornya memperlihatkan pemandangan malam dijalan ibu kota. Pria tersebut menikmati pemandangan tersebut sembari memasukan kedua tangannya pada saku celana hitamnya. jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi, sudah berapa jam yang ia lalui hanya untuk mengurus beberapa berkas dokumen, serta laporan untuk pertemuannya pada rekan kerja pada perusahaan lain. Setelah semua yang ia lewati dan kini ia baru bisa bernafas dengan lega setelah semua hal yang melelahkan kini telah usai. Ia kembali mendudukan bokongnya pada kursi kerja dan menyandarkan tubuh tegapnya, matanya yang sengaja ia pejamkan mencoba menetralkan rasa lelahnya sepanjang hari, namun seketika ia teringat perkataan seseo
HAI? its me linzy baby hazela, aku tahu ini tak penting tapi biarkan aku menceritakan tentang bagaimana keadaan ku secara singkat. saat ini sedang musim panas dan aku merasa kulitku seperti wagyu steak yang akan siap disantap. dan saat ini aku menghabiskan waktu yang tak lain tidur, membaca buku, dan menghabiskan lima permen kapas dalam sehari, sstt... jangan bilang ini pada ibuku atau dia akan menutup semua tempat permen kapas disini. membicarakan tentang ibuku aku sangat merindukannya, masakannya, dongeng sebelum tidur, serta kiss and hug, hey jangan bilang aku seperti anak kecil. karena aku harus jauh dari keluarga ku saat aku sekolah dasar disaat itu juga aku tidak begitu siap untuk berjauhan darinya. ayahku yang menyuruhku untuk bersekolah disini new york dan kini aku baru menginjak satu sekolah menengah pertama. ibuku selalu tak berhenti menanyakan kabar ku serta keadaanku disini. seharusnya tak ada yang perl
Nampak sebuah panggilan dimatikan oleh seorang diseberang sana, pria yang baru saja mendapatkan panggilannya langsung meletakkan ponselnya pada meja kerjanya. Dan kini beralih menuju jendela besar kantornya memperlihatkan pemandangan malam dijalan ibu kota. Pria tersebut menikmati pemandangan tersebut sembari memasukan kedua tangannya pada saku celana hitamnya. jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi, sudah berapa jam yang ia lalui hanya untuk mengurus beberapa berkas dokumen, serta laporan untuk pertemuannya pada rekan kerja pada perusahaan lain. Setelah semua yang ia lewati dan kini ia baru bisa bernafas dengan lega setelah semua hal yang melelahkan kini telah usai. Ia kembali mendudukan bokongnya pada kursi kerja dan menyandarkan tubuh tegapnya, matanya yang sengaja ia pejamkan mencoba menetralkan rasa lelahnya sepanjang hari, namun seketika ia teringat perkataan seseo
Sudah sekitar sepuluh menit linzy melamun menatap layar ponselnya. Dilema perihal ia harus mengaktifkan atau tidak pada ponselnya. Ia sangat merindukan sahabatnya yang ia tinggal tanpa pamit namun disisi lain ia merasa ragu, bagaimana dengan respon mereka, apalagi ia tahu bagaimana dengan perasaan teman temannya terutama frisly yang pasti tidak berhentinya menangis selain itu ia takut karena hal itu ia berubah fikiran dan akan nekat kembali kesana, bagaimana bisa? Ia baru saja datang sudah sangat jelas ia tidak bisa kembali kesana. Bahkan sekarang ia dipindahkan untuk melanjutkan sekolahnya disini. Oh god! Bagaimana iniDan kini ia meletakkan ponselnya di atas nakas. Kemudian beralih membongkar isi kopernya memilih untuk memindahkan semua barang barang yang ia bawa, Saat ia akan mengambil make up miliknya s
Suasana terasa sunyi, hanya derap langkah beberapa petugas yang tengah melayani penumpang serta suara mesin saat sedang akan take off.Keadaan memang terlihat lebih tenang. Namun tidak dengan perasaan serta raut wajahnya yang terasa bimbang dan gelisah. Dengan gorden jendela yang terbuka memperlihatkan dari balik kaca langit biru dan awan awan yang seperti kapas, sejenak ia merasa tenang karena sedari tadi pipi mulusnya dibanjiri oleh airmata dari awal saat keberangkatannya. Linzy, sejak menuju kebandara saat pagi pagi buta pun linzy melangkah dengan tak bergairah,Dengan koper besar serta tas abu abu miliknya yang ia bawa hingga mengenakan jaket denim hitam yang sedikit kebesaran ditubuhnya, jaket pemilik si pria membenci belajar. joe, sejak ia meminjamkannya jaket saat malam itu. Linzy sengaja tak mengembalikan pada pemiliknya, ia ingin memiliki barang terakhir untuk mengingat mereka nanti, linzy memeluk jaket tersebut menghirup ar
"Linzy, yang itu biar aku aja.."Linzy masih sibuk berkutat pada ponselnya genggamnya yang kini baru saja mendapati pesan, fikirannya kini tak fokus, dan masih menatap benda persegi panjang tersebut. Bahkan seseorang memanggil namanya pun tak membuatnya bergeming.Perasaannya kini bercampur aduk antara senang, sedih, ragu, serta tak rela yang mendominasi. Linzy menggenggam erat ponselnya gelisah hingga sebuah tangan dipundaknya menyadarkan lamunannya"Linzy bagian kamu udah selesai, theo bilang sama aku di sekolah kamu ada urusan penting, jadi ini biar aku yang ngerjain ", linzy menggelengkan kepalanya dengan cepat"Gak apa apa ko jane gak usah difikirin, kita kerjain bareng bareng aja. Biar cepet selesai, maaf ya buat kalian ga nyaman", hingga salah satu dari mereka beranjak dari duduknyaValen, pria itu menggelengkan kepalanya tak setuju "Tapi sedikit lagi selesai kok, lagian bagian tugas kamu
HAI? its me linzy baby hazela, aku tahu ini tak penting tapi biarkan aku menceritakan tentang bagaimana keadaan ku secara singkat. saat ini sedang musim panas dan aku merasa kulitku seperti wagyu steak yang akan siap disantap. dan saat ini aku menghabiskan waktu yang tak lain tidur, membaca buku, dan menghabiskan lima permen kapas dalam sehari, sstt... jangan bilang ini pada ibuku atau dia akan menutup semua tempat permen kapas disini. membicarakan tentang ibuku aku sangat merindukannya, masakannya, dongeng sebelum tidur, serta kiss and hug, hey jangan bilang aku seperti anak kecil. karena aku harus jauh dari keluarga ku saat aku sekolah dasar disaat itu juga aku tidak begitu siap untuk berjauhan darinya. ayahku yang menyuruhku untuk bersekolah disini new york dan kini aku baru menginjak satu sekolah menengah pertama. ibuku selalu tak berhenti menanyakan kabar ku serta keadaanku disini. seharusnya tak ada yang perl