Beranda / Romansa / SEQUOIA / 6. Undangan

Share

6. Undangan

Penulis: Kaifaita
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-17 18:08:05

"Lo peka, ya. Gue akui acting lo bagus."

Alisnya ia naik turunkan, menyombong for life. "Apa sih yang Joi gak bisa?" ujarnya sembari bersedekap. Membuat Baskara mendengkus kecil, menyesal melontar pujian.

"Karena kita udah official, malem minggu kita ngedate, ya. Gak ada penolakan." Ia tak mengalihkan atensi dari ponsel, masih mensearching tempat ngedate yang bagus.

Joi mendelik. "Unofficial mungkin," ucapnya tak terima. Hey, sekaya-kayanya Baskara kalau bukan tipe Joi ya tetap tidak lampu hijau. Dia memang sepemilih itu.

Sementara Baskara mengangguk-angguk tak peduli. Toh semua hanya untuk publisitas, agar cewek-cewek seperti pagi tadi tidak menganggu Baskara lagi. 

Lagipula ngedate yang dimaksud bukan seperti ngedate pada umumnya, paling Baskara dan Joi hanya pergi makan, berfoto, posting, lalu pulang. Tidak ada sentuh-sentuh, tidak boleh!

"Hai, Bas?"

Atensi Joi dan Baskara teralih bersama. Di sana, berdiri seorang gadis berambut panjang lurus dengan semburat malu. Kalau Baskara tak salah ingat, namanya adalah Dania. Mantan Baskara yang ke-15. 

"Ya?" balasnya sambil mengubah duduk ke arah Dania. Sementara Joita hanya diam menyimak.

Gadis itu menggaruk rambutnya malu-malu, membuat Joita gedeg sendiri. "Anu ..., lo gak lupa, kan kalo besok gue ulang tahun?" 

Baskara langsung mengangguk, tapi tidak menjamin ia mengingatnya. "Tentu."

"Bagus, deh. Soal-"

"Intinya aja bisa, gak?" potong Joita dengan wajah kesal. Jijik rasanya melihat gadis sok jaim.

Gadis tadi langsung bergeming, segan sama Joita. Setelahnya dia kembali menghadap Baskara, sang pujaan hati. Tangannya terulur memberi selembar kertas berwarna merah muda dengan ilustrasi bunga aster. "Dateng, ya, Bas!"

Baskara mengangguk-angguk, juga tak memastikan dia akan datang. Setelah dilihat-lihatnya undangan itu, ia tersadar. "Gue pergi sama pacar gue boleh, kan?"

Yang awalnya Joita asyik memakan kacang polong, jadi tersedak karena perkataan cowok itu. Dibalikkannya badan Baskara agar menghadap padanya, lalu bertanya pelan tapi terkesan ngegas, "Kenapa gue?"

Sementara Baskara hanya mengangguk-angguk pelan, seolah mengatakan hal yang seharusnya. Atensinya beralih pada Dania, mengacuhkan Joita yang bak cacing kepanasan. "Jadi bisa, kan?" tanya Baskara mengulang.

Mau tak mau Dania mengangguk, tak bisa menolak permintaan Baskara. "Boleh, kok. Apa aja untuk Baskara." Senyumnya terbentuk dengan sedikit keterpaksaan. Apalagi saat melihat Joita yang melotot. Amit-amit jabang bayik!

"Thanks, Dan. Seperti biasanya, lo baik banget," kata Baskara yang mana membuat Joi berdecih julid.

Tiba-tiba saja Baskara menarik pergelangan Joi, membuat anak itu seperti diseret. "Gue duluan, ya, Dan. Makasih buat undangannya!" Belum saja Dania membalas perkataannya, ia sudah nyeleneng pergi saja. Tak lupa ia tarik Joita.

Jengah diam bak babu, Joi berceletuk, "Enak banget nyeretnya." Tak lupa rolling eyes judes itu.

Ia tak ditanggapi. Hingga akhirnya mereka berhenti di depan kelas Joi. "Belajar yang rajin, ya, Mbak Pacar." Sebelum pergi, Baskara sempat-sempatnya mengacak pucuk rambut Joi. Membuat gerombolan cewek di koridor itu berteriak iri. Sedangkan Joi hanya diam, sampai Baskara hilang dari pandangannya. Saat ingin masuk kelas, ia dapati pandangan aneh dari sekitar. Langsung saja ia melotot sambil bertanya galak, "Apa lo? Mau gue bully?!"

Otomatis, anak-anak tadi langsung mengalihkan pandang. Bahkan separuh langsung kembali ke kelas masing-masing. Cari mati namanya kalau cari masalah dengan seorang Joita Rastanti!

Setelah ia pastikan tak ada lagi tatapan aneh, Joita masuk ke kelas. Ikut duduk di antara 4 sahabatnya. "Hay, girls!"

Tak ada yang menjawab, kini Joi yang menatap aneh sahabat-sahabatnya. "Kalian pada kenapa, anjir? Sariawan?"

Tak tahan dengan suasana yang semakin aneh, Angel malah balik bertanya, "Lo yang kenapa, Joi?" Ia menarik napas dalam, memendam amarah. "Datang pake mobil mewah, setelahnya bolos mata pelajaran Bu Setan demi ngapel. Waras lo?!"

Bianca meralat, "Bu Syitan." Sementara Clara menahan tawa dengan pura-pura memijit pelipis.

Kaki Joita dinaikkan anteng ke atas meja. "Apa, sih? Alay lo pada." Alisnya dinaikkan berulang kali, menggoda orang di sana.

Tak disangka, Tiara tiba-tiba saja keluar dari kerumunan mereka. Tepatnya ke tempat duduknya, dengan alasan mengerja pekerjaan rumah yang belum selesai. Memang benar jika geng mereka dikatakan nakal, tapi setidaknya ada yang masuk 5 besar, siapa lagi kalau bukan Tiara. Hanya dia yang peduli pada dunia pelajar. Kalau Bianca, Clara, Angel, dan Joi tahunya hanya cowok ganteng dan berduit saja.

"Serius lo pacaran sama Baskara?"

Joi mengangguk. Ia comot kacang polong yang masih ia kantongi.

Clara menutup mulutnya dramatis. Lalu ia mendekat. "Eh ... Joi. Gue sebenernya biasa aja kalo lo pacaran sama Baskara. Demi Alek, kagak apa-apa. Tapi sebelum gue tahu kalo Baskara emang sekaya itu. Astaga, Joi. Apa pesugihan kali, ya, si Baskara?"

Angel memukul jidat Clara keras. "Eh, Bekantan! Omongan lo ngalahin ibu-ibu komplek aja." Ia ikut mendekat. "Lagipula, nih, ya, gue udah bilangin ke lo pada kalo si Baskara itu kaya. Gak percayaan, sih!" Penjelasannya ditutupi dengan kibasan rambut.

"Dih, sotoy lo, Babun!" celetuk Joi ketus.

Membuat Bianca dan Clara tertawa keras, terlebih saat wajah Angel merah kesal.

Setelah itu Bu Jelita masuk, mengisi jam kedua di kelas mereka. Otomatis menjadi penutupan perbincangan remaja-remaja itu. Baskara seolah terlupakan, mereka kini berbondong-bondong menyalin pekerjaan rumah Tiara.

***

Hari ini tepat hari yang tertera di undangan Dania, Rabu. Karena itulah Joita bingung sekarang, akan memakai baju seperti apa. Bukan tentang tak punya baju pesta, tapi terlalu banyak pilihan. Biasa, jika Joi pergi ke pesta ulang tahun temannya, ia hanya memakai baju kasual yang agak nyentrik, membuat kesan simpel tapi cocok. Nah, berhubung ia sama sekali tak kenal Dania dan konsep pestanya, ia bingung harus bagaimana. 

"Udahlah, Ca. Mama capek milih, nih. Pake gamis Mama aja, dah, yang paling simpel." Mama Joi duduk santai di pinggiran kasur.

"Ih apaan? Gak, ya! Dikira ibu-ibu arisan kali."

Kembali ia pilih-pilih jejeran baju nyentrik di lemarinya. Namun, sebuah ide tiba-tiba masuk ke otak tanpa permisi. "Ma, Ica kalo ngadain birthday party pake konsep bikini, ya?" Senyumnya lebar.

Mama Joi berdiri sambil mengangguk. "Setelah itu kamu Mama jual ke Om-Om, mayan hilangin beban," kata sang Mama dengan senyum kemenangan.

Membuat Joi terperangah sebentar. Lalu beralih memukul lengan Mamanya pelan. "Jahat!"

"Sana cepet milih! Kasihan Baskara lama nunggunya."

Lantaran sudah pusing, Joi pasrah mengambil sembarang gantungan gaun. Cepat- cepat ia bersiap, lalu turun menghampiri Baskara yang sudah menunggu sekitar setengah jam.

Dan beginilah Joita sekarang. Sheath dress dua tali berwarna cream muda dan sandal hak kasual legam, serta tas selempang berpadu pas dengan warna dress. Jangan lupakan rambut yang selalu ia cepol sembarang, asal cepolannya terlihat modis. Ingat, tidak berlaku untuk orang yang jarang sisiran.

Penampilan asal-asalan Joi mampu membuat Baskara terperangah kagum, melupakan waktu yang terbuang sia-sia. "Lo bisa cantik juga, ya, Joi?" celetuknya yang entah berarti apa.

Baskara berdiri masih dengan mulut terbuka. Ia mendekati Joi, menatapnya tak henti dari atas sampai bawah. "Gila! Nice banget, Joi!"

 Joi berdecak. Alih-alih baper, ia malah kesal. "Apaan, sih!"

Dilihatnya kemeja putih yang ia kenakan serta celana hitam, lalu dilihat kembali outfit Joi. "Gila, serasi banget kita." Tak dapat disangkal bahwa outfit mereka tampak senada dan cocok.

"Udah, ah, ayo berangkat!"

Baskara mengangguk sambil cengengesan. Tanpa izin, ia merangkul Joita yang hanya sebatas telinga, tentunya dengan bantuan hak sandal. Joita tidak pendek, bahkan di antara sahabatnya ia yang memegang rekor tertinggi. Hanya saja Baskara yang terlalu tinggi untuk ukuran cowok Indonesia.

Lagi-lagi Joi pasrah saat Baskara menyeretnya keluar. Tak lupa ia kunci rumah, berhubung Mama Joi menginap di rumah keluarga saat Joi sedang bersiap-siap tadi.

Betapa terkejutnya Joi ketika menengok dan mendapati motor butut Baskara di pekarangan rumahnya. "Lo becanda, kan?"

Bab terkait

  • SEQUOIA   7. Birthday Party

    Sampai dengan wajah memberengut, kini Joi melepas helm kasar. Tangannya menaruh helm juga tak pelan, seakan ingin memecahkan barang tua itu. Bagaimana tidak? Bagus sekali penampilannya sekarang, kekinian dan mewah. Tapi transportasinya motor butut biru pudar ini, bayangkan malu yang ditanggung saat semua atensi di parkiran mengarah kepadanya. "Gue pulang sendiri nanti, kita pisah di sini." Joi hendak pergi, namun Baskara keburu menahannya. "Gimana caranya lo mau pisah kalo undangannya lo dari gue?" Skakmat, Joi bingung akan membalas apa. "Gue pulang aja." Lagi-lagi saat hendak pergi, Joita ditahan oleh Baskara. Kali ini anak itu langsung merangkul Joi, meminimalisir jarak di antara mereka. "Yakali lo udah cantik gini pulang, ayolah Joi." Baskara memainkan alisnya, merayu Joi agar tinggal lebih lama. Karena risih, jadi Joi iyakan saja. Baper? Tidak akan. Asal kalian tahu bahwa banyak cowok yang mengincar Joi bahkan jauh lebih dekat dibanding Baskara, tapi apa? Nihil, kalo Joi bilang

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-31
  • SEQUOIA   8. Pelukan

    "Bilang apa?" Sesudah menyodorkan helm pada sang empu, Joi malah balik bertanya, "Apa?" Baskara menghela napas. Lalu menggeleng, membiarkan pertanyaannya tadi mengambang tanpa balasan. Ia beranjak menyalakan mesin motor tuanya. Hendak pergi, ia sempat berkata, "Kalo lo ngerasa udah ngerepotin seseorang, minimal ucapin terima kasih. Kecuali lo emang gak tahu terima kasih, sih." Sindiran halus itu menjadi akhir percakapan mereka, karena Baskara menjalankan motornya, berlalu. Joita yang malas mencerna, memilih masuk saja. Rumah tampak gelap, karena memang Mama Joi belum pulang. Kalau sesuai izinnya pada Joi, kemungkinan besar pulang besok. Ruangan gelap itu terang kala Joi masuk ke dalam. Bukan otomatis, tapi karena Joi memencet tombolnya. Setelah mandi dan memakai segala kebutuhan malam seperti biasa, Joi duduk di meja dapur. Memakan sayur mayur yang berada dalam tudung saji. Asyik bengong, Joi disadarkan oleh notifikasi ponsel. Setelah ia cek, orang yang mengirim pesan adalah Bask

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-17
  • SEQUOIA   9. Gairah Lelaki Bar

    "Bunda, aku kemarin pulang jam berapa?" Wajah masam Bunda teralihkan. Sayuran yang tengah dipotong sengaja dihentikan. "Selama Bunda hidup, gak pernah tuh Bunda ngajarin anak Bunda keluyuran jauh sampai mabuk-mabuk. Bahkan Bunda larang buat ngerjain hal bejat kayak gitu." Baskara menunduk, menyesal bertanya pada sang Bunda. Ia lupa tentang tadi malam ia mabuk berat. "Maafin, Baskara, Bunda." "Bunda maafin kalo ini yang terakhir. Bunda gak suka kedepannya Baskara ngelakuin hal yang kayak gini atau lebih." Bunda Baskara kembali memotong-motong sayurnya. "Kamu udah dewasa, tahu yang bener dan salah. Bunda emang gak pernah ngajarin anak Bunda untuk gak berbuat salah, tapi Bunda ngelarang keras kalo anak Bunda ngulangin kesalahan yang sama." "Tahu, kan, kalo kesalahan adalah bahan pembelajaran?" "Iya, Bunda. Baskara khilaf." Keduanya diam setelah itu. Atensi Baskara beralih pada sang Bunda yang berjalan mendekat. Duh, bahaya kalau Bunda sampai melapor pada sang Raja, alias Tuan Baskar

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-21
  • SEQUOIA   10. Candu

    Mata Baskara membulat lagi dan lagi. Ia menatap Joita tak percaya. Sementara yang ditatap malah mendekat hingga hidung mereka bersentuhan. "Gue emang secantik itu, Baskara sayang." Joi mengecup pelan bibir Baskara, persis seperti semalam. Lalu tersenyum puas menuju ke sisi lain pinggir sungai. Badan anak itu masih terpaku, entah karena ia ingat kejadian memalukan itu atau karena kecupan Joi barusan. Astaga, ini baru dua hari dan Baskara telah melakukan dosa besar begitu banyak. Kini otak Baskara terus memutar kejadian itu, seperti kaset rusak. Kotor! Tapi Baskara tak mampu menepisnya. Dan, kenapa jantung Baskara terus menerus berdentum bak dijatuhi ribuan meteor? "Sialan." "Baskara!" panggil Joita dari sisi lain agak jauh. Ia mengisyaratkan agar Baskara mendekat. "Sini!" Sembari mengernyit, Baskara berjalan pelan ke arah Joita. Mati-matian ia tahan kakinya agar tak lemas. Bayangkan saja, ciuman pertama seorang Baskara jatuh kepada seorang Joita Rastanti. Bahkan yang kedua, ketiga

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-23
  • SEQUOIA   11. Perasaan Hangat

    Dengan tangan asyik memukul-mukul bantal, Joita juga menghantamkan kepalanya berkali-kali ke kasur. Ia terus mengulang kejadian di rumah sakit dua hari yang lalu. Dan sebelum ini juga ia terus memikirkannya, ia tak bisa menepis ingatan itu.Sensasi Antakali mendekapnya dalam benar-benar suatu karya paling indah, namun Joita tak seharusnya berpikir seperti itu. Antakali hanyalah masa lalu yang berperan kecil dalam masa depannya. Tapi, kenapa Joita terus-terusan memikirkannya?Ia yakin bahwa ia sudah melupakan segala hal tentang mantan terakhirnya itu. Bahkan tak pernah ia merasa galau karenanya, tapi kenapa akhir-akhir ini berjalan menyimpang. Suara notifikasi membuyar segala tingkah Joita. Ia memeriksa ponsel dan melihat pemberitahuan pesan dari Baskara. Cowok itu memberitahukan bahwa boneka kangguru yang ia minta sedang di perjalanan. Ya, beberapa hari setelah insiden mercedes benz itu Joita hanya meminta boneka kangguru sebagai permintaannya. Karena kalau kangguru asli ia belum me

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-23
  • SEQUOIA   12. Dejavu

    "Lo yang suruh jawab mau!""Lo kenapa mau, bego?""Ya karena lo suruh, bajingan.""Lo gak harus mau dan asal terima, Joita.""Kalo gue emang mau gimana?"Keduanya lagi-lagi diam. Nyatanya, setelah peristiwa di puncak, saat perjalanan pulang mereka cekcok saling menyalahkan. Tidak ada yang mau mengalah. Padahal kalau memang hal yang mereka lakukan salah, maka mereka berdua bersalah."Apa? Gak bisa jawab kan lo?" Joita berdecih sambil bersedekap dan menyandar ke kursi mobil. Ia menatap terang jalan lewat kaca spion mobil.Sementara Baskara meremat-remat bibirnya. Ia tak tahu harus membalas apa kali ini. Sebenarnya dia mengaku bahwa dia yang memulai, tapi ia tak bisa menjelaskan detail tentang maksud perkataannya karena gengsi."Maafin gue, deh," ucap Baskara akhirnya. Ia menyerah, tak akan ada habisnya jika adu mulut dengan Joita."Tapi ... gue serius."Atensi Joi teralih ke samping. Ia menatap Baskara yang meliriknya sebentar. "Gue juga."Setelah itu, tak ada lagi perbincangan di mobil

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-09
  • SEQUOIA   1. Awal

    "Uang lo!"Dirampasnya tiga lembar uang biru dari tangan seorang yang terulur ragu. Lalu dibuat senyum puas sambil mengibas uang-uang itu, bangga.Atensinya kembali pada seorang kutu buku yang akhir-akhir ini sering ia poroti. Tangannya mengelus kasar rambut cewek itu. "Lain kali, bawa yang banyak!"Pasrah, cewek kutu buku tadi mengangguk takut. Tak berani melawan adik kelas yang mempunyai mata setajam silet, seperti Joi. Yang mana jika kemauannya tidak dituruti, maka siapapun harus siap mendapat perlakuan buruk yang nantinya malah merusak masa-masa indah SMA.Kembali pada penguasa, ia melanjut kata, "Lo boleh pergi selama lo muji gue sampai tujuan."Benar saja, cewek lugu itu terus memuji cantik Joi sembari berjalan menuju kelasnya. Membuat Joi mendapat sedikit hiburan di rabu pagi ini.Saat asyik memperhatikan cewek kutu buku tadi terus mengucapkan pujian, bahu Joi ditepuk keras oleh seseorang dari arah belakang.I

    Terakhir Diperbarui : 2020-12-31
  • SEQUOIA   2. Permintaan

    "Apa jaminannya?" Cowok itu berpikir dengan diam, ia mengalihkan atensi pada sepasang kekasih yang tengah bermanja-manja di depannya. Sang cewek dengan manjanya berucap, "Aku mau es krim cake tiramisu yang kayak kemaren pokoknya! Kalo gak dibeliin aku ngambek." Tanpa pikir panjang Baskara berkata, "Gue kabulin dua permintaan lo setiap seminggu." Dilihatnya Joita mengerutkan alis, tak begitu yakin. Baskara melebarkan mata sembari mencari solusi. Lalu ia berseru, "Apapun! Lo boleh minta apapun!" Mata Joita semakin mengecil, menandakan bahwa keyakinannya belum level maksimal. "Kalo gue minta ketemu Kekeyi?" Baskara mengangguk pasti. Kecil. "Kalo gue minta anak kangguru?" Baskara mengangguk, lagi. Terpatri jelas senyuman kebanggaan dengan sombongnya. "Kalo mercedes benz?" Ia tetap mengangguk, seolah semua yang dikatakan Joita hanyalah masalah kecil yang tak lebih dari kotoran kuku. "Alah, tipu-tipu lo!" Ia mengibaskan tangan, mengusir kehaluannya yang ingin ternak kangguru. Baska

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-13

Bab terbaru

  • SEQUOIA   12. Dejavu

    "Lo yang suruh jawab mau!""Lo kenapa mau, bego?""Ya karena lo suruh, bajingan.""Lo gak harus mau dan asal terima, Joita.""Kalo gue emang mau gimana?"Keduanya lagi-lagi diam. Nyatanya, setelah peristiwa di puncak, saat perjalanan pulang mereka cekcok saling menyalahkan. Tidak ada yang mau mengalah. Padahal kalau memang hal yang mereka lakukan salah, maka mereka berdua bersalah."Apa? Gak bisa jawab kan lo?" Joita berdecih sambil bersedekap dan menyandar ke kursi mobil. Ia menatap terang jalan lewat kaca spion mobil.Sementara Baskara meremat-remat bibirnya. Ia tak tahu harus membalas apa kali ini. Sebenarnya dia mengaku bahwa dia yang memulai, tapi ia tak bisa menjelaskan detail tentang maksud perkataannya karena gengsi."Maafin gue, deh," ucap Baskara akhirnya. Ia menyerah, tak akan ada habisnya jika adu mulut dengan Joita."Tapi ... gue serius."Atensi Joi teralih ke samping. Ia menatap Baskara yang meliriknya sebentar. "Gue juga."Setelah itu, tak ada lagi perbincangan di mobil

  • SEQUOIA   11. Perasaan Hangat

    Dengan tangan asyik memukul-mukul bantal, Joita juga menghantamkan kepalanya berkali-kali ke kasur. Ia terus mengulang kejadian di rumah sakit dua hari yang lalu. Dan sebelum ini juga ia terus memikirkannya, ia tak bisa menepis ingatan itu.Sensasi Antakali mendekapnya dalam benar-benar suatu karya paling indah, namun Joita tak seharusnya berpikir seperti itu. Antakali hanyalah masa lalu yang berperan kecil dalam masa depannya. Tapi, kenapa Joita terus-terusan memikirkannya?Ia yakin bahwa ia sudah melupakan segala hal tentang mantan terakhirnya itu. Bahkan tak pernah ia merasa galau karenanya, tapi kenapa akhir-akhir ini berjalan menyimpang. Suara notifikasi membuyar segala tingkah Joita. Ia memeriksa ponsel dan melihat pemberitahuan pesan dari Baskara. Cowok itu memberitahukan bahwa boneka kangguru yang ia minta sedang di perjalanan. Ya, beberapa hari setelah insiden mercedes benz itu Joita hanya meminta boneka kangguru sebagai permintaannya. Karena kalau kangguru asli ia belum me

  • SEQUOIA   10. Candu

    Mata Baskara membulat lagi dan lagi. Ia menatap Joita tak percaya. Sementara yang ditatap malah mendekat hingga hidung mereka bersentuhan. "Gue emang secantik itu, Baskara sayang." Joi mengecup pelan bibir Baskara, persis seperti semalam. Lalu tersenyum puas menuju ke sisi lain pinggir sungai. Badan anak itu masih terpaku, entah karena ia ingat kejadian memalukan itu atau karena kecupan Joi barusan. Astaga, ini baru dua hari dan Baskara telah melakukan dosa besar begitu banyak. Kini otak Baskara terus memutar kejadian itu, seperti kaset rusak. Kotor! Tapi Baskara tak mampu menepisnya. Dan, kenapa jantung Baskara terus menerus berdentum bak dijatuhi ribuan meteor? "Sialan." "Baskara!" panggil Joita dari sisi lain agak jauh. Ia mengisyaratkan agar Baskara mendekat. "Sini!" Sembari mengernyit, Baskara berjalan pelan ke arah Joita. Mati-matian ia tahan kakinya agar tak lemas. Bayangkan saja, ciuman pertama seorang Baskara jatuh kepada seorang Joita Rastanti. Bahkan yang kedua, ketiga

  • SEQUOIA   9. Gairah Lelaki Bar

    "Bunda, aku kemarin pulang jam berapa?" Wajah masam Bunda teralihkan. Sayuran yang tengah dipotong sengaja dihentikan. "Selama Bunda hidup, gak pernah tuh Bunda ngajarin anak Bunda keluyuran jauh sampai mabuk-mabuk. Bahkan Bunda larang buat ngerjain hal bejat kayak gitu." Baskara menunduk, menyesal bertanya pada sang Bunda. Ia lupa tentang tadi malam ia mabuk berat. "Maafin, Baskara, Bunda." "Bunda maafin kalo ini yang terakhir. Bunda gak suka kedepannya Baskara ngelakuin hal yang kayak gini atau lebih." Bunda Baskara kembali memotong-motong sayurnya. "Kamu udah dewasa, tahu yang bener dan salah. Bunda emang gak pernah ngajarin anak Bunda untuk gak berbuat salah, tapi Bunda ngelarang keras kalo anak Bunda ngulangin kesalahan yang sama." "Tahu, kan, kalo kesalahan adalah bahan pembelajaran?" "Iya, Bunda. Baskara khilaf." Keduanya diam setelah itu. Atensi Baskara beralih pada sang Bunda yang berjalan mendekat. Duh, bahaya kalau Bunda sampai melapor pada sang Raja, alias Tuan Baskar

  • SEQUOIA   8. Pelukan

    "Bilang apa?" Sesudah menyodorkan helm pada sang empu, Joi malah balik bertanya, "Apa?" Baskara menghela napas. Lalu menggeleng, membiarkan pertanyaannya tadi mengambang tanpa balasan. Ia beranjak menyalakan mesin motor tuanya. Hendak pergi, ia sempat berkata, "Kalo lo ngerasa udah ngerepotin seseorang, minimal ucapin terima kasih. Kecuali lo emang gak tahu terima kasih, sih." Sindiran halus itu menjadi akhir percakapan mereka, karena Baskara menjalankan motornya, berlalu. Joita yang malas mencerna, memilih masuk saja. Rumah tampak gelap, karena memang Mama Joi belum pulang. Kalau sesuai izinnya pada Joi, kemungkinan besar pulang besok. Ruangan gelap itu terang kala Joi masuk ke dalam. Bukan otomatis, tapi karena Joi memencet tombolnya. Setelah mandi dan memakai segala kebutuhan malam seperti biasa, Joi duduk di meja dapur. Memakan sayur mayur yang berada dalam tudung saji. Asyik bengong, Joi disadarkan oleh notifikasi ponsel. Setelah ia cek, orang yang mengirim pesan adalah Bask

  • SEQUOIA   7. Birthday Party

    Sampai dengan wajah memberengut, kini Joi melepas helm kasar. Tangannya menaruh helm juga tak pelan, seakan ingin memecahkan barang tua itu. Bagaimana tidak? Bagus sekali penampilannya sekarang, kekinian dan mewah. Tapi transportasinya motor butut biru pudar ini, bayangkan malu yang ditanggung saat semua atensi di parkiran mengarah kepadanya. "Gue pulang sendiri nanti, kita pisah di sini." Joi hendak pergi, namun Baskara keburu menahannya. "Gimana caranya lo mau pisah kalo undangannya lo dari gue?" Skakmat, Joi bingung akan membalas apa. "Gue pulang aja." Lagi-lagi saat hendak pergi, Joita ditahan oleh Baskara. Kali ini anak itu langsung merangkul Joi, meminimalisir jarak di antara mereka. "Yakali lo udah cantik gini pulang, ayolah Joi." Baskara memainkan alisnya, merayu Joi agar tinggal lebih lama. Karena risih, jadi Joi iyakan saja. Baper? Tidak akan. Asal kalian tahu bahwa banyak cowok yang mengincar Joi bahkan jauh lebih dekat dibanding Baskara, tapi apa? Nihil, kalo Joi bilang

  • SEQUOIA   6. Undangan

    "Lo peka, ya. Gue akui acting lo bagus." Alisnya ia naik turunkan, menyombong for life. "Apa sih yang Joi gak bisa?" ujarnya sembari bersedekap. Membuat Baskara mendengkus kecil, menyesal melontar pujian. "Karena kita udah official, malem minggu kita ngedate, ya. Gak ada penolakan." Ia tak mengalihkan atensi dari ponsel, masih mensearching tempat ngedate yang bagus. Joi mendelik. "Unofficial mungkin," ucapnya tak terima. Hey, sekaya-kayanya Baskara kalau bukan tipe Joi ya tetap tidak lampu hijau. Dia memang sepemilih itu. Sementara Baskara mengangguk-angguk tak peduli. Toh semua hanya untuk publisitas, agar cewek-cewek seperti pagi tadi tidak menganggu Baskara lagi. Lagipula ngedate yang dimaksud bukan seperti ngedate pada umumnya, paling Baskara dan Joi hanya pergi makan, berfoto, posting, lalu pulang. Tidak ada sentuh-sentuh, tidak boleh! "Hai, Bas?" Atensi Joi dan Baskara teralih bersama. Di sana, berdiri seorang gadis berambut panjang lurus dengan semburat malu. Kalau Baska

  • SEQUOIA   5. Milik Gue

    Hari ini adalah hari minggu. Karena itu Joita bangun telat tadi, bahkan menghiraukan teriakan sang Mama yang pamit hendak ke rumah saudara. Entahlah, Joi rasa ia kelelahan. Sebab tawuran hampir setiap hari. Dan setiap hari itu juga, Baskara tak lagi memunculkan diri di depan Joi. Tak menguntit, mengganggu, atau menawarkan jasa antar-jemput. Kecuali kemarin. Saat hendak pulang, Joita ditarik oleh lelaki itu ke belakang gedung. Ya, dia adalah Baskara. Anak itu tak seperti biasanya saat menemui Joi, ia kembali pada diri yang haus famous dan pujian. Lihat saja dagunya yang terangkat tinggi. "Kenapa?" Joi bertanya sambil bersedekap. Jujur, ia sedang malas berinteraksi. Terlebih pada mahkluk menyebalkan di depannya ini. "Kalo gue besok jemput lo pake mercedes benz, lo deal jadi pacar gue?" tanyanya dengan raut serius. "Kalo emang lo besok bawa mercedes benz, yaudah bagus, lo kaya. Tapi, untungnya di gue gak ada. Mau lo kaya kalo gak guna, gak bisa diporotin, ya percuma." Joita mengiku

  • SEQUOIA   4. Tujuan Baskara

    Kemarin ... adalah hari yang sudah dicap buruk oleh Joita. Sudah diberi harapan palsu, bonyok akibat tawuran, dihina, tambah pulang jalan kaki pula. Ya, kemarin saat Joita hendak pulang, Baskara mengajaknya bersama. Tapi Joi menolak mentah-mentah, mengatakan bahwa ia tak ingin naik motor butut Baskara lagi. Mungkin juga ikut kesal, Baskara tak lagi membujuk Joita. Dan berakhir Joita menaiki angkot karena uang yang ia punya tidak cukup untuk naik bis dan taksi. Berhubung ia tidak memalak, karena harinya dihabiskan untuk baku hantam. Ya, kalian taulah, angkot berwarna merah yang kulit badan mobilnya agak terkelupas. 5 menit sebelum sampai di rumah Joita diturunkan, dengan alasan keluarganya ada yang terkena musibah. Joita sangat kesal dan bahkan ingin menuntut sopir angkotnya. Tetapi sang sopir malah mengembalikan seluruh uang Joi dan pergi begitu saja. Sungguh, Joi bersumpah serapah saat itu juga. Mengatakan bahwa tidak ada hal yang berjalan lancar di hari itu. Ia berhasil sampai

DMCA.com Protection Status