Aku membuka mataku perlahan. Hari apa ini? Apakah aku ada kuliah hari ini? Ah, ini hari libur. Aku bisa tidur lebih lama lagi. Tapi ... kenapa aku tidur di atas tempat tidur? Aku segera bangun dan melihat pakaianku. Aku masih mengenakan gaunku.Seingatku semalam, aku duduk di sofa yang berada di samping tempat tidur. Lalu sepertinya aku tertidur. Apa Dante memindahkanku ke tempat tidur? Atau aku berjalan sendiri tanpa menyadarinya? Ini aneh, seingatku aku bukan orang yang berjalan dalam mimpi."Nona Ruby, apakah anda sudah bangun? Sarapan sudah siap bila anda ingin makan," panggil Myrna dari luar kamar. Aku segera berjalan cepat ke kamar mandi. Aku harus mandi dan mengganti pakaianku. Myrna pasti tahu semalam Dante ke kamarku, dan dia bisa berpikir yang bukan-bukan bila melihatku terbangun masih menggunakan gaun ini.Aku keluar dari kamar setelah selesai mandi, sambil membawa gaun yang kupakai semalam."Myrna, ini gaun yang kupinjam semalam," ucapku sambil menyerahkannya kepada Myrna
"Mama, bagaimana mama bisa mengenal Dante?" tanyaku dengan suara bergetar."Dengar Ruby, mama tidak bisa menjelaskan semuanya sekarang. Kalau sudah waktunya mama akan menjelaskan semuanya. Yang pasti semuanya demi kebaikanmu dan keluarga kita. Jadi bersikaplah yang baik, terutama kepada suamimu.""Apa ... Apa Mama juga tahu kalau aku menikah dengan Dante?""Mama harus pergi sekarang, ada yang harus mama kerjakan. Besok mama akan mengirimimu pesan. Mama menyayangimu, Ruby."Ibuku menutup teleponnya, tanpa menunggu jawabanku.Aku segera berlari keluar untuk menemui Dante. Pria itu sudah duduk di ruang tamu berbincang dengan Pedro."Sudah siap? Ayo kita pergi," ajak Dante seakan-akan tidak tahu kalau ibuku sudah menghubungiku."Pergi kemana? Bukankah kau sudah menyuruh ibuku untuk melarangku menemuinya?" tanyaku dengan sinis."Apa maksudmu?" Aktingnya benar-benar bagus. Dia tampak bingung sungguhan."Ibuku baru saja meneleponku dan menyuruhku tinggal disini dengan baik. Dia melarangku m
Dante menatapku sambil tersenyum. Padahal aku sudah siap dengan kemarahannya yang lebih besar lagi. Aku tidak tahan lagi menyimpan rahasia ini, jadi lebih baik kubuka sekarang dan menerima resikonya. Tapi, kenapa pria ini malah tersenyum?Apa dia senang karena aku mengetahui rahasianya?"Jadi selama ini kau berpikir aku penyuka sesama jenis?" tanyanya mengulangi pernyataanku. Aku mengangguk dengan cepat."Apa yang membuatmu yakin kalau aku penyuka sesama jenis?" tanyanya lagi, masih tersenyum. Kali ini dia tampak lebih santai dan langsung menyenderkan tubuhnya di kursi sambil melipat tangan di depan dadanya."Banyak hal yang menunjukkan kalau kau penyuka sesama jenis. Pertama, dalam perjanjian kita kau menulis bahwa tidak boleh ada sentuhan fisik, aku yakin kau membuat perjanjian yang sama dengan semua perempuan sebelum aku.""Tentu saja, kau sudah tahu kalau aku mendapatkan serangan panik bila menyentuh wanita," sahutnya sedikit kesal."Kedua, kau sangat memperhatikan Pedro. Apa mung
Ah, pria ini benar-benar menyebalkan!"Tapi-""Tidak ada tapi! Saat ini aku belum bisa mempercayaimu! Kalau kau sudah bisa dipercaya baru kau bisa berangkat dan pulang sendiri! Sekarang ayo pulang!" tegasnya sambil berjalan keluar.Aku benar-benar kesal. Semua anganku untuk menghabiskan waktu dengan Joshua pupus sudah.Setelah kami masuk ke mobil, aku segera membatalkan janjiku dengan Joshua. Aku beralasan ada urusan keluarga yang tiba-tiba dan mendesak. Untungnya Joshua bisa mengerti dan berjanji akan mengajakku di lain kesempatan.***Aku langsung keluar dari mobil begitu Dante menghentikan mobilnya di depan tangga menuju pintu depan rumah."Nona Ruby, Tuan Dante, kalian sudah tiba," sapa Pedro sambil mendekati Dante.Dante langsung mundur beberapa langkah dan tampak ketakutan melihat Pedro."Jangan mendekat!" bentak Dante menghentikan Pedro."Ada apa, Tuan? Saya hanya ingin mengambil kunci untuk memindahkan mobil anda," jawab Pedro bingung."Ini ambilah!" seru Dante sambil melempar
Mobil itu semakin dekat, aku semakin panik.Tiba-tiba telepon genggam Joshua berbunyi."Oh, aku lupa memberikan kunci loker temanku!" serunya sambil memukul dahi."Kalau begitu cepatlah pergi," ucapku sambil mendorong lengannya dengan lembut.Aku bisa melihat dari ujung mataku kalau mobil Dante sudah berhenti di belakangku."Maafkan aku tidak bisa menemanimu," jawabnya dengan wajah menyesal."Tidak apa-apa," sahutku sambil terus mendorongnya."Sampai jumpa lagi," ucapnya sambil menepuk kepalaku dengan sangat lembut, lalu melambaikan tangan sambil berlari kembali masuk ke dalam kampus.Aku ikut melambaikan tangan dan langsung bernapas dengan lega sambil membalikkan tubuhku. Semoga supirlah yang menjemputku.Aku membuka pintu belakang ketika suara Dante berseru kepadaku."Duduklah di depan!"Sial! Ternyata pria itu yang menjemputku. Aku masuk perlahan. menghindari kontak mata dengannya."Siapa pria tadi? Pacarmu?" tanyanya sambil melajukan mobil dengan santai."Bukan," jawabku singkat.
Jantungku berdetak sangat cepat. Apa pria ini berubah jadi gila karena kemarahannya? Kenapa dia terus mendekat? Aku ... aku bisa menghirup aroma segar yang menyeruak dari tubuh Dante. Aromanya membuatku serasa melayang. Penyakit gila pria ini pasti menular kepadaku. Aku tersadar setelah sempat kehilangan pikiran sehatku untuk sesaat. Aku langsung mendorong dadanya yang ternyata sangat kekar. Tenaganya pasti sangat kuat, tubuhnya hanya mundur sedikit padahal aku mendorongnya dengan sekuat tenaga. Dante tersenyum, lalu mundur dan kembali duduk di kursi nya sambil bersandar."Sepertinya kau yang penyuka sesama jenis. Buktinya kau menolakku," sindirnya sambil menatapku dengan ujung matanya."Aku menolakmu karena aku bukan perempuan murahan!" tegasku mencoba untuk terdengar marah. Aku berusaha mengatur napasku sambil mengepalkan kedua tangan. Jantungku, kenapa dia berdetak sangat cepat dan tidak mau berhenti. Aku khawatir Dante bisa mendengar detak jantungku dan berpikir aku menyukainya
Aku terdiam. Selera makanku langsung hilang mendengar apa yang dikatakan Pedro. Ada apa ini?"Silakan lanjutkan makan malammu. Aku mau ke kamarku."Aku pamit dan langsung berlari ke kamarku. Aku mencari telepon genggamku dan langsung menghubungi ibuku. Dia harus memberikan penjelasan.Teleponnya tidak diangkat. Aku mencoba lagi, tapi kali ini teleponnya dimatikan. Sepertinya ibuku mencoba menghindariku.Aku benar-benar terpukul mendengar penjelasan Pedro tadi. Kalau yang dia katakan itu benar, berarti ibuku telah membohongiku. Dia bersikap seakan tidak tahu apa-apa, dan berpura-pura sedih berpisah denganku. Aku melindunginya mati-matian tapi dia malah mengkhianatiku!Aku mencoba menghubunginya lagi, tapi teleponnya mati. Aku benar-benar putus asa. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Kenapa hanya aku yang tidak tahu apa-apa?Apa sebaiknya aku menanyakan semuanya kepada Dante dan memaksa pria itu untuk mengatakan semuanya? Tapi, bagaimana kalau dia melakukan sesuatu seperti tadi?Ah tid
"Permisi." Pandanganku tiba-tiba terhalangi karena Joshua lewat di depanku, lalu duduk di sampingku."Tumben kuliah kali ini penuh. Aku senang masih mendapat kursi," bisik Joshua kepadaku.Aku meliriknya dan tersenyum setuju.Aku selalu menghadiri kuliah dari dosen tamu seperti ini, dan kali ini memang kuliah yang paling penuh yang pernah kuhadiri. Padahal materi yang akan disampaikan oleh Dante tidak terlalu istimewa. Aku menatap seluruh auditorium, delapan puluh persen yang hadir adalah mahasiswi. Sepertinya mereka semua hadir karena Dante dan bukan karena ingin belajar.Dante membuka kuliahnya dengan perkenalan diri. Suaranya lembut dan tenang, sangat berbeda dengan caranya berbicara denganku. Wajahnya tampak ramah dan menyenangkan tidak seperti saat dia memandangku. Pria ini seperti memiliki dua kepribadian."Ruby, besok aku akan ke kantor catatan sipil. Untuk melanjutkan tugas wawancara yang tertunda kemarin. Apa kau mau ikut?" tanya Joshua sambil berbisik."Besok? Jam berapa?"
"Ruby, ada apa?" tanya Dora langsung berlari ke arahku."Kau tidak apa-apa?" tanya Rahul khawatir.Mereka segera membantuku berdiri lalu duduk di kursi taman, tempat kami sedang bersiap untuk pulang."Aku hanya pusing, mungkin karena kurang istirahat," jawabku berbohong."Mukamu pucat sekali, apa kau sudah makan?" tanya Dora sambil menyentuh dahiku."Sudah, aku hanya kurang tidur.""Apa kau bawa mobil?" tanya Dora kepada Rahul yang langsung menggelengkan kepala."Rahul, apa kau bisa melihat daftar penumpang yang ada dalam pesawat yang kecelakaan itu?" tanyaku dengan wajah berharap."Aku rasa hal seperti itu tidak akan langsung diumumkan ke publik. Mungkin mereka akan mengumumkannya sebentar lagi, ada apa?" tanya Rahul santai lalu tiba-tiba menegang dan menatapku dengan mata membesar."Jangan bilang, apa dia juga berangkat ke Montenegro?" Aku mengangguk. Rahul menutup mulutnya dengan kedua tangan."Siapa yang kalian bicarakan?" tanya Dora bingung."Suamiku," jawabku hampir menangis."
"Kakak tahu?" tanyaku panik. Bagaimana dia bisa tahu?"Meskipun kalian berusaha bersikap biasa-biasa saja, tapi aku sudah memergoki kalian beberapa kali!" ucapnya tegas."Aku sama sekali tidak mempermasalahkan kalau kalian punya hubungan. Yang aku permasalahkan adalah kenapa kalian tidak terbuka? Kenapa kalian membuatku tampak seperti orang bodoh?" tanya Joshua dengan wajah memelas."Kenapa kakak harus merasa seperti orang bodoh. Apa yang membuat kakak merasa seperti itu?" tanyaku bingung. Aku dan Dante tidak pernah melakukan apapun kepadanya, kenapa dia berlebihan sekali?"Aku mohon Ruby, berhentilah berakting. Kau tahu benar apa yang kalian lakukan."Aku menatap Joshua dengan sungguh-sungguh."Aku benar-benar tidak mengerti apa maksud kakak!" tegasku tanpa berkedip."Baik, akan aku beritahu. Kau dan Rahul, sebenarnya kalian adalah pasangan kekasih kan? Kalian berpura-pura menjadi sahabat padahal sebenarnya hubungan kalian lebih dari itu. Teganya kalian mengajakku makan malam dan kau
"Dante?" gumamku heran tapi dalam hatiku melompat-lompat kegirangan. Aku berjalan ke arah mobil Dante dengan wajah datar meski aku sangat ingin tersenyum bahagia. Entah ini hanya pikiranku saja, tapi aku merasa dia sengaja pulang untuk menemuiku.Aku masuk ke dalam mobil lalu duduk diam meski mulutku sangat ingin bertanya, mengapa dia pulang dan mengantarku padahal harus segera ke bandara."Aku akan berangkat ke luar negeri sebentar lagi, jadi aku mau berpamitan kepadamu," ucap Dante seperti bisa membaca pikiranku. Berpamitan denganku? Apa ini, kenapa aku merasa senang mendengarnya. "Karena aku sudah berjanji akan membawamu menemui orangtuamu akhir pekan ini. Tapi sepertinya aku tidak akan bisa memenuhi janji itu. Tadi aku ke kantor untuk memeriksa jadwalku dan beberapa hal lain. Sepertinya aku akan berada di luar negri selama sepuluh hari."Aku membeku, sepuluh hari? Dia akan pergi selama itu? Kenapa sekarang tiba-tiba aku merasa sedih? Bukankah malah sekarang waktunya aku bahagia
"Sedang ..." Aku melirik Dante yang mengangkat tangan sambil menunjukkan telepon genggamnya. Joshua langsung berbalik ke arah Dante, dan pria itu langsung menurunkan tangannya."Tuan Dante, saya mau memperkenalkan seseorang," ucap Joshua tiba-tiba."Ini Ruby, dia adalah mahasiswi yang waktu itu anda tegur di kelas khusus anda di kampus kami," ucapnya berseri-seri.Dante hanya mengangguk dengan sopan dan canggung."Anda pasti tidak mengingatnya, karena penampilannya hari ini sangat berbeda dengan biasanya."Joshua menatapku dengan tatapan kagum."Hari ini dia tampak luar biasa cantik. Bukannya selama ini dia tidak cantik, menurut saya dia adalah gadis tercantik di kampus kami, tapi kali ini dia tampak berbeda," puji Joshua sambil menyentuh punggungku.Dante melihatnya dan tatapannya berubah. Sepertinya dia tidak suka melihat tangan Joshua menyentuhku, aku langsung bergeser dan Joshua menyadari ketidaknyamananku dan langsung menurunkan tangannya."Kalau begitu, silakan kalian lanjutkan
Cinta sejati Dante? Perempuan tadi pasti sedang berusaha memanas-manasiku. Kalau Dante memang memiliki cinta sejati, untuk apa dia menyewa orang lain untuk berpura-pura menikah dengannya? Mengapa dia tidak menikahi cinta sejatinya saja? Gadis itu pasti berpikir aku sangat bodoh hingga akan percaya dengan omong kosongnya.Aku kembali menikmati makanan-makanan kecil yang disajikan di meja. Aku benar-benar lapar, tapi mereka hanya menyajikan makanan-makanan kecil dan minuman berwarna-warni di atas beberapa meja yang sangat panjang.Ada pangsit kecil berisi udang yang diletakkan di dalam sendok keramik, pangsitnya terlalu kecil hingga aku menghabiskan 5 potong. Lalu ada roti kecil yang diatasnya diletakkan daging asap dan sayuran yang rasanya sangat lezat, lagi-lagi aku menghabiskan 5 potong. Aku harus memakan setidaknya 50 potong makanan-makanan mini ini sebelum benar-benar kenyang.Tapi setelah kuperhatikan, hanya aku yang terus makan. Orang lain hanya mengambil satu lalu pergi. Apa mer
Aku menatap bayangan diriku di cermin. Perias yang dikirimkan Dante benar-benar luar biasa. Aku tampak berbeda, tapi tidak berubah. Aku tetap tampak seperti diriku hanya dalam versi yang lebih cantik.Pakaian yang kukenakan juga sangat indah. Sebuah gaun sederhana berwarna gelap, bukan hitam, bukan biru, juga bukan abu-abu. Aku tidak tahu apa nama warna ini, tapi memakainya membuatku merasa seperti cinderela. Aku tidak pernah memiliki pakaian yang indah. Jadi aku tidak pernah tahu kalau ternyata memakai pakaian indah, membuat perasaan kita bahagia.Ini adalah kali kedua aku merasa bahagia hanya dengan melihat bayanganku di cermin. Pertama kali ketika Myrna meminjamkan gaun. Waktu itu saja aku sudah merasa bahagia, tapi kali ini perasaan itu menjadi dua kali lipat, karena kali ini aku benar-benar cantik.Ya! Aku cantik, dan aku sangat mengagumi bayangan yang kulihat di cermin ini."Apakah ada yang kurang, Nona?" tanya sang perias melihatku tidak berhenti menatap cermin."Oh, tidak. Ini
"Aku pasti akan mendapatkan uangku dan tidak akan terpengaruh dengan pesona Dante. Karena aku bukan wanita biasa!" tegasku sekali lagi. Semakin lama semakin melupakan sopan santunku."Baiklah kalau begitu. Makanlah, sebelum dagingnya dingin dan keras," perintah kakek lalu kembali makan.Aku memaksakan diriku untuk makan, meski tiba-tiba kehilangan seleraku setelah pembicaaan dengan kakek.***Sudah lewat tengah malam. Tapi aku masih duduk bersandar di atas tempat tidurku. Sudah hampir satu jam aku mencoba untuk tidur tapi tetap tidak bisa. Berbagai cara sudah aku coba, tapi sama sekali tidak berhasil. Kepalaku terus berputar, memikirkan ibuku, Dante dan perkataan kakek tadi.Tapi yang paling menggangguku, tentu saja ibuku. Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku berpisah darinya selama lebih dari sebulan. Tidak bertemu, tidak bicara dan tidak ada kabar. Berbagai hal buruk muncul, dugaan yang tidak-tidak tumbuh di pikiranku."Mungkin segelas susu hangat bisa menolong," gumamku sambil k
"Dante?" tanya kami lagi-lagi bersamaan. Kami bertiga sangat terkejut, tapi aku yakin karena alasan yang berbeda-beda."Kenapa kalian bertiga tampak kaget?" tanya ayah Dora heran."Dia adalah dosen tamu di kampus kami. Aku mengenalnya, jadi paman tidak perlu khawatir. Aku bisa mengurusnya," jawab Rahul dengan mulut besarnya."Dante kan adalah pengacara yang sangat terkenal. Pasti biayanya akan sangat besar. Kenapa harus memakai pengacara semahal itu hanya untuk sengketa tanah?" tanya Dora khawatir.Sementara aku diam saja, karena tidak mungkin mengungkapkan alasan keterkejutanku."Jangan khawatir. Dia akan membantu ayah dengan gratis.""Ha? Kenapa?" tanya Dora terkejut."Dulu ketika masih mengajar, ayah adalah dosennya. Jadi, dia tidak mau menerima sepeserpun uang ayah.""Kenapa dia melakukan itu? Meskipun ayah dosennya, tapi ayahkan punya uang, seharusnya dia tetap meminta uang jasa.""Kau ini! Tadi kau khawatir ayah akan membayar mahal, sekarang malah kesal karena ayah tidak perlu m
Setelah selesai Dante menempelkan koyo lain di kakiku yang satunya lagi. Aku menatap rambut Dante yang tebal dan berwarna coklat tua. Ada apa dengan pria ini? Selama ini dia sama sekali tidak memedulikanku, tapi tindakannya saat ini sangat bertentangan dengan sikapnya yang biasa. Bagaimana dia bisa berjongkok di hadapanku hanya untuk mengobati kakiku. Padahal berbicara dengan lembut kepadaku saja dia tidak pernah. Dante kau benar-benar aneh dan membingungkan!"Sudah selesai, masukkan lagi kakimu," perintahnya lalu berdiri dan menungguku menggeser posisiku. Setelah aku kembali duduk menghadap ke depan dia menutup pintu di sampingku.Dante masuk ke dalam mobil tanpa mengatakan apapun."Terima kasih," ucapku pelan. Dante tidak menanggapi ucapan terima kasihku, malah mengatakan hal lain."Obatnya akan bekerja dalam lima belas menit. Jadi sesampainya di kampus nanti, sakitnya pasti sudah berkurang. Jangan terlalu banyak berjalan atau berdiri, agar tidak terlalu sakit. Lalu setelah ujian s