Dante menatapku sambil tersenyum. Padahal aku sudah siap dengan kemarahannya yang lebih besar lagi. Aku tidak tahan lagi menyimpan rahasia ini, jadi lebih baik kubuka sekarang dan menerima resikonya. Tapi, kenapa pria ini malah tersenyum?Apa dia senang karena aku mengetahui rahasianya?"Jadi selama ini kau berpikir aku penyuka sesama jenis?" tanyanya mengulangi pernyataanku. Aku mengangguk dengan cepat."Apa yang membuatmu yakin kalau aku penyuka sesama jenis?" tanyanya lagi, masih tersenyum. Kali ini dia tampak lebih santai dan langsung menyenderkan tubuhnya di kursi sambil melipat tangan di depan dadanya."Banyak hal yang menunjukkan kalau kau penyuka sesama jenis. Pertama, dalam perjanjian kita kau menulis bahwa tidak boleh ada sentuhan fisik, aku yakin kau membuat perjanjian yang sama dengan semua perempuan sebelum aku.""Tentu saja, kau sudah tahu kalau aku mendapatkan serangan panik bila menyentuh wanita," sahutnya sedikit kesal."Kedua, kau sangat memperhatikan Pedro. Apa mungk
Ah, pria ini benar-benar menyebalkan!"Tapi-""Tidak ada tapi! Saat ini aku belum bisa mempercayaimu! Kalau kau sudah bisa dipercaya baru kau bisa berangkat dan pulang sendiri! Sekarang ayo pulang!" tegasnya sambil berjalan keluar.Aku benar-benar kesal. Semua anganku untuk menghabiskan waktu dengan Joshua pupus sudah.Setelah kami masuk ke mobil, aku segera membatalkan janjiku dengan Joshua. Aku beralasan ada urusan keluarga yang tiba-tiba dan mendesak. Untungnya Joshua bisa mengerti dan berjanji akan mengajakku di lain kesempatan.***Aku langsung keluar dari mobil begitu Dante menghentikan mobilnya di depan tangga menuju pintu depan rumah."Nona Ruby, Tuan Dante, kalian sudah tiba," sapa Pedro sambil mendekati Dante.Dante langsung mundur beberapa langkah dan tampak ketakutan melihat Pedro."Jangan mendekat!" bentak Dante menghentikan Pedro."Ada apa, Tuan? Saya hanya ingin mengambil kunci untuk memindahkan mobil anda," jawab Pedro bingung."Ini ambilah!" seru Dante sambil melempark
Mobil itu semakin dekat, aku semakin panik.Tiba-tiba telepon genggam Joshua berbunyi."Oh, aku lupa memberikan kunci loker temanku!" serunya sambil memukul dahi."Kalau begitu cepatlah pergi," ucapku sambil mendorong lengannya dengan lembut.Aku bisa melihat dari ujung mataku kalau mobil Dante sudah berhenti di belakangku."Maafkan aku tidak bisa menemanimu," jawabnya dengan wajah menyesal."Tidak apa-apa," sahutku sambil terus mendorongnya."Sampai jumpa lagi," ucapnya sambil menepuk kepalaku dengan sangat lembut, lalu melambaikan tangan sambil berlari kembali masuk ke dalam kampus.Aku ikut melambaikan tangan dan langsung bernapas dengan lega sambil membalikkan tubuhku. Semoga supirlah yang menjemputku.Aku membuka pintu belakang ketika suara Dante berseru kepadaku."Duduklah di depan!"Sial! Ternyata pria itu yang menjemputku. Aku masuk perlahan. menghindari kontak mata dengannya."Siapa pria tadi? Pacarmu?" tanyanya sambil melajukan mobil dengan santai."Bukan," jawabku singkat.T
Jantungku berdetak sangat cepat. Apa pria ini berubah jadi gila karena kemarahannya? Kenapa dia terus mendekat? Aku ... aku bisa menghirup aroma segar yang menyeruak dari tubuh Dante. Aromanya membuatku serasa melayang. Penyakit gila pria ini pasti menular kepadaku. Aku tersadar setelah sempat kehilangan pikiran sehatku untuk sesaat. Aku langsung mendorong dadanya yang ternyata sangat kekar. Tenaganya pasti sangat kuat, tubuhnya hanya mundur sedikit padahal aku mendorongnya dengan sekuat tenaga. Dante tersenyum, lalu mundur dan kembali duduk di kursi nya sambil bersandar."Sepertinya kau yang penyuka sesama jenis. Buktinya kau menolakku," sindirnya sambil menatapku dengan ujung matanya."Aku menolakmu karena aku bukan perempuan murahan!" tegasku mencoba untuk terdengar marah. Aku berusaha mengatur napasku sambil mengepalkan kedua tangan. Jantungku, kenapa dia berdetak sangat cepat dan tidak mau berhenti. Aku khawatir Dante bisa mendengar detak jantungku dan berpikir aku menyukainya.
Aku terdiam. Selera makanku langsung hilang mendengar apa yang dikatakan Pedro. Ada apa ini?"Silakan lanjutkan makan malammu. Aku mau ke kamarku."Aku pamit dan langsung berlari ke kamarku. Aku mencari telepon genggamku dan langsung menghubungi ibuku. Dia harus memberikan penjelasan.Teleponnya tidak diangkat. Aku mencoba lagi, tapi kali ini teleponnya dimatikan. Sepertinya ibuku mencoba menghindariku.Aku benar-benar terpukul mendengar penjelasan Pedro tadi. Kalau yang dia katakan itu benar, berarti ibuku telah membohongiku. Dia bersikap seakan tidak tahu apa-apa, dan berpura-pura sedih berpisah denganku. Aku melindunginya mati-matian tapi dia malah mengkhianatiku!Aku mencoba menghubunginya lagi, tapi teleponnya mati. Aku benar-benar putus asa. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Kenapa hanya aku yang tidak tahu apa-apa?Apa sebaiknya aku menanyakan semuanya kepada Dante dan memaksa pria itu untuk mengatakan semuanya? Tapi, bagaimana kalau dia melakukan sesuatu seperti tadi?Ah tida
"Permisi." Pandanganku tiba-tiba terhalangi karena Joshua lewat di depanku, lalu duduk di sampingku."Tumben kuliah kali ini penuh. Aku senang masih mendapat kursi," bisik Joshua kepadaku.Aku meliriknya dan tersenyum setuju.Aku selalu menghadiri kuliah dari dosen tamu seperti ini, dan kali ini memang kuliah yang paling penuh yang pernah kuhadiri. Padahal materi yang akan disampaikan oleh Dante tidak terlalu istimewa. Aku menatap seluruh auditorium, delapan puluh persen yang hadir adalah mahasiswi. Sepertinya mereka semua hadir karena Dante dan bukan karena ingin belajar.Dante membuka kuliahnya dengan perkenalan diri. Suaranya lembut dan tenang, sangat berbeda dengan caranya berbicara denganku. Wajahnya tampak ramah dan menyenangkan tidak seperti saat dia memandangku. Pria ini seperti memiliki dua kepribadian."Ruby, besok aku akan ke kantor catatan sipil. Untuk melanjutkan tugas wawancara yang tertunda kemarin. Apa kau mau ikut?" tanya Joshua sambil berbisik."Besok? Jam berapa?"
Aku duduk di halte yang sepi ini sendirian. Sambil menatap langit yang semakin gelap. Bahkan langitpun bersikap kejam kepadaku.Mengapa semua orang berpikir aku baik-baik saja menghadapi semua yang mereka lakukan kepadaku? Apa mereka tidak tahu seberapa besar usahaku untuk mereka? Apa yang kukorbankan demi mereka?Ayahku menjualku padahal aku selalu hidup dengan keras agar tidak membebaninya. Ibuku membohongiku padahal aku berusaha melindunginya dari rasa sakit, dan Joshua membatalkan janji di saat terakhir setelah aku berusaha melarikan diri dari Dante.Gerimis mulai turun, halte ini tidak beratap dan aku menyukainya. Paling tidak aku bisa menangis tanpa ketahuan.Air mataku mulai mengalir bersamaan dengan air hujan yang membasahi wajahku. Tangisku semakin kuat seiring dengan suara tetesan hujan yang juga semakin deras. Aku menutup wajahku dengan kedua tangan dan terus menangis. Tiba-tiba hujan berhenti. Tidak, aku masih bisa mendengar suara tetesannya, tapi mengapa aku tidak basah l
"Apa?" tanyaku terkejut."Beristirahatlah," jawab perawat itu sambil tersenyum.Aku memejamkan mata, tapi sama sekali tidak tidur. Apa benar Dante mengkhawatirkan aku? Tapi, kenapa? Selama ini dia sangat tidak peduli kepadaku. Lalu kenapa sekarang khawatir? Aneh.***"Hari ini beristirahatlah di rumah, jangan pergi kemanapun," ucap Dante begitu kami masuk ke dalam mobil.Aku diam saja. Tidak tahu harus berkata apa."Dan ingat jangan lewatkan waktu makanmu. Apa kau bayi yang harus disuapi? Tidurlah yang cukup, agar tidak merepotkan orang lain," lanjutnya dengan ketus."Kalau kau tidak mau repot, untuk apa mengurusku?" balasku kesal.Kenapa pria ini gampang sekali memancing amarahku. Dia membuatku sangat kesal hanya dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya.Padahal selama ini aku adalah orang yang sangat ahli menahan diri. Aku bisa dengan mudah mengacuhkan kata-kata pedas dari orang-orang yang membenciku. Tapi Dante benar-benar seperti saklar yang mematikan pertahanan diriku setiap kal
"Masih sempat-sempatnya kau bercanda. Aku benar-benar mengkhawatirkanmu," jawab Dora sambil memukul lenganku."Aku tidak bercanda. Dia memang suamiku," jawabku serius."Ruby, sudahlah. Dora serius, tidak usah terus-terusan kau goda. Apa kau tidak tahu betapa paniknya dia ketika kau sama sekali tidak memberi kabar. Dia sampai mendatangi rumah lamamu dan menangis tersedu-sedu begitu melihat rumahmu ternyata sudah tidak ada lagi!" seru Rahul yang juga tidak mempercayai kata-kataku."Kau mendatangi rumahku? Untuk apa?""Karena aku tidak tahu, kemana lagi harus mencarimu!" jawab Dora dengan mata berkaca-kaca."Sekarang aku tidak mau tahu, kau harus memberitahu aku siapa suamimu dan dimana kalian tinggal! Aku tidak bisa membayangkan kalau sesuatu terjadi kepadamu dan aku tidak mengetahuinya," ucap Dora lagi, kali ini dengan airmata yang menetes ke pipinya."Dora, aku sudah mengatakannya kepadamu. Dante Randall adalah suamiku!" tegasku sambil menatap mata Dora.Kedua sahabatku itu saling ber
"Lalu kini aku juga tahu kalau selain pengkhianat, dia juga sanggup membunuh saudaranya sendiri!" ucap Dante geram."Naomi tahu semuanya. Hanya dia lah yang kuberi tahu kalau aku memergoki ibu dan pamanku bermesraan. Dan hanya dia juga yang tahu kalau aku ingin membalas dendam kepada pamanku.""Kenapa kau tidak memberitahu kakek?" tanyaku sambil mengernyitkan dahi."Aku tidak tega. Kehilangan putra sulung sudah cukup menghancurkannya, kalau dia tahu bahwa putra bungsunya seorang pengkhianat, aku tidak yakin dia akan bisa bertahan," jawab Dante dengan wajah sedih."Lalu dimana ibumu sekarang?""Setelah pemakaman ayahku, dia menghilang. Tidak ada yang tahu dia kemana, bahkan kakekku gagal menemukannya.""Setelah semua kejadian itu, perlahan-lahan aku menjauhi kehidupanku yang sebelumnya. Aku semakin sulit untuk bersosialisasi dengan orang lain, lalu entah kapan aku mulai ketakutan bersentuhan dengan wanita.""Hingga akhirnya kakek tahu, lalu memasukkanku ke sekolah khusus pria. Dia juga
Aku yang tadinya berencana untuk menunggu Dante, memutuskan untuk segera pulang dengan taksi tanpa menemuinya. Sepanjang perjalanan kata-kata Naomi dan para pegawai Dante tadi terus terngiang di telingaku."Kita sudah sampai, Nona," ujar supir taksi membuyarkan lamunanku.Aku segera turun dari taksi setelah membayar, lalu berjalan masuk dengan langkah enggan. Aku harus berjalan cukup jauh dari gerbang dengan sepatu hak tinggiku dan itu semakin membuatku kesal."Nona, anda sudah pulang?" tanya Myrna heran. Aku menggangguk."Anda sendirian?" Aku kembali mengangguk."Aku lelah, jadi aku mau beristirahat dulu," ucapku pelan. Myrna langsung mengangguk sopan, dia pasti tahu kalau aku sedang tidak ingin diganggu.Aku baru saja masuk ke kamar, ketika teleponku berbunyi."Halo, dimana kau?" tanya Dante terdengar bingung."Aku baru saja sampai di rumah. Ada apa?""Kenapa tidak memberitahuku kalau kau akan kembali duluan? Aku mencarimu kemana-mana. Apa kau baik-baik saja?" "Ya, aku hanya lelah,
"Apa maksudmu dengan mengganggu? Aku tidak pernah mengganggunya," jawabku dengan tegas. Dia pikir karena dia jauh lebih pintar, lebih berkelas, lebih kaya dan lebih tua, aku akan takut menghadapinya. Siapa dia, berani mengancamku untuk tidak mengganggu Dante!"Ya, kau mengganggu hidupnya. Aku sangat mengenal Dante luar dan dalam. Apa kau tahu tujuan hidupnya hanya satu yaitu membalas dendam kepada pamannya demi ayahnya. Karena itu dia rela melakukan pernikahan palsu dengan siapapun."Aku menatap Naomi tajam, apa Dante menceritakan tentang kematian ayahnya dan orangtuaku? Atau sebenarnya Dante sudah tahu kalau pamannya yang membunuh ayahnya? Kenapa dia ingin membalas dendam kalau tidak tahu semua itu? Apa dia berbohong kepadaku waktu bilang dia baru tahu kalau pamannya yang membunuh ayahnya? "Kau cukup beruntung karena dari semua wanita yang ada di muka bumi ini, kau adalah salah satu wanita yang bisa menyentuhnya. Karena itu, aku yakin Dante tenggelam terlalu dalam ke permainan ini
"Kau cemburu? Kepada siapa? Apa senior yang kau sukai itu memiliki wanita lain?" tanyanya tampak kecewa lalu segera membalikkan tubuhnya hingga menghadap ke langit-langit kamar."Tidak. Aku tidak cemburu kepadanya ... tapi ... kepadamu," jawabku semakin berani.Dante langsung kembali menghadap ke arahku membuatku salah tingkah."Kau cemburu kepadaku? Apa kau menyukai Pedro dan masih berpikir kalau aku penyuka sesama jenis?" tanyanya dengan wajah kesal.Aku tersenyum, mencoba menahan tawa."Ada apa? Apa yang lucu?" tanyanya semakin kesal. Kali ini dia bangun dan duduk sambil menyilangkan tangan di depan dadanya.Aku ikut bangun lalu duduk bersandar di tempat tidur."Apa kau masih tidak percaya kalau aku bukan penyuka sesama jenis?" tanyanya ketus."Aku tahu kau bukan penyuka sesama jenis.""Lalu kenapa kau cemburu kepada Ped... tunggu dulu, kalau begitu apa yang kau cemburui?" tanyanya tersadar."Sudahlah, itu bukan hal yang penting," sahutku tiba-tiba merasa gelisah."Tidak. Sebaiknya
"Nona, anda mau sarapan atau bawa bekal?" tanya Myrna begitu aku keluar dari kamar.Aku sengaja menunggu Dante pergi ke kantor, baru bangun dan bersiap-siap keluar. Sebenarnya aku tidak ada kuliah hari ini. Dosen yang seharusnya mengajar hari ini, membatalkan kelas karena ada urusan keluarga.Tapi, aku sedang tidak ingin berada di rumah ini. Rasanya pergi ke kampus lebih baik daripada duduk diam di kamar Dante."Aku rasa waktunya tidak cukup kalau aku sarapan di rumah. Bisakah aku membawa bekal saja?" pintaku pada Myrna yang langsung berlari kedapur dan mengambil tas bekal untukku.Aku mengucapkan terima kasih setelah menerima tas bekal pemberian Myrna. "Nona, silakan," ucap supir yang ternyata sudah menungguku sejak tadi. Aku masuk ke dalam mobil setelah mengucapkan terima kasih."Pak, boleh aku tahu siapa nama anda?" tanyaku setelah mobil mulai berjalan."Frans, Nona," jawab supir yang sudah puluhan kali mengantarku tapi tidak pernah kuketahui namanya itu."Pak Frans, tolong antar
"Apa maksudmu? Apa kita akan tidur bersama di tempat tidur?" tanyaku terkejut."Ya, kenapa tidak? Kau lihat sendiri! Tempat tidurku cukup luas untuk kita berdua, jadi tidak ada salahnya berbagi. Lagipula Pedro dan Myrna suka masuk tiba-tiba ke kamarku di pagi hari. Bukankah melihat kita berdua di atas tempat tidur akan lebih meyakinkan mereka?" tanya Dante tenang.Benar juga. Kalau mereka melihat kami di tempat tidur maka permainan ini selesai. Pedro pasti akan melaporkan kepada kakek dan pria tua itu pasti akan langsung memberikan warisannya kepada Dante."Baiklah! Kau benar tempat tidurmu sangat besar. Kita pasti bisa tidur tanpa menganggu yang lain," jawabku dengan tawa canggung."Kalau begitu biasakan dirimu di kamar ini. Pakaianmu ada di ruang ganti, disana. Kau bisa membereskan sisa barangmu besok," ucap Dante sambil menunjuk sebuah pintu lalu barang-barangku yang sudah tersusun rapi dipojok kamar."Itu kamar mandinya kalau kau mau membersihkan diri. Tidurlah duluan, aku mau bic
Setiap kali bersama Dante ada perasaan dan reaksi tubuh baru yang muncul. Aku tidak mengerti kenapa, karena aku tidak pernah merasakannya terhadap orang lain."Aku tahu ini pasti membuatmu tertekan. Tapi bertahanlah, hal yang lebih berat masih menunggu kita," bisik Dante sambil memelukku.Kita? Apa dia menyebut aku dan dia? Apa dia menganggap aku bagian dari dirinya?Rasa takut dan lelahku perlahan mengendur, meski rasa marahku masih sama besarnya. Pelukan Dante benar-benar membuatku merasa terlindungi. Andai aku bisa terus memeluknya seumur hidupku."Tidak lama lagi, aku akan mendapatkan warisan kakekku dan kau akan bebas. Setelah kita bercerai, pergilah berkeliling dunia dan nikmati hidupmu. Jangan menoleh ke belakang lagi," lanjutnya membuatku tiba-tiba tersadar.Aku tidak mungkin memeluknya seumur hidupku, jadi aku melepaskan pelukannya. Aku tidak boleh terbiasa dengan pelukan ini, karena aku akan sangat menderita saat kami berpisah nanti."Apa alasanmu sangat menginginkan warisan
Ibu palsuku segera menatap suaminya."Tapi ini bukan seperti yang kalian pikirkan, dia tidak tahu kalau tindakannya akan menyebabkan kecelakaan itu. Dia sama terkejutnya dengan semua orang, karena dia dijebak!" ucapnya cepat berusaha melindungi suaminya."Apa yang terjadi? Ceritakan saja!" pintaku kali ini airmata mulai menetes di pipiku. Aku membayangkan Ruby yang berusia 3 tahun, harus kehilangan kedua orangtuanya di hari ulang tahun. Betapa menyedihkannya hidupku."Charles Randall, dialah otak semuanya. Dia tahu kalau Angelo adalah orang kepercayaan Aaron Randall dan kami sangat dekat dengannya. Dia memerintahkan suamiku untuk berusaha meminjam mobil Aaron Randall sebentar saja dan membawanya ke bengkel kepercayaannya. Tentu saja kami bisa meminjamnya dengan mudah dengan alasan untuk berfoto di sebuah taman bunga sebentar.""Ternyata ... ternyata dia memasang peledak disana. Dia ... dia memang iblis," ucap ayah palsuku terbata-bata.Aku menutup mulutku dengan kedua tangan. Jadi a