Share

Video Panas

Penulis: Atieckha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-14 16:47:59

Aaaarrrrrrrgh!

Rania berteriak saat kesadarannya pulih. Dadanya naik turun dengan cepat, tubuhnya membeku karena keterkejutan. Napasnya tersengal-sengal saat matanya menangkap fakta yang mengerikan—dia ada di bawah selimut yang sama dengan pria asing.

Tangisnya pecah seketika. Air matanya mengalir deras di pipi, menggambarkan ketakutan, kepanikan, dan kesedihan yang bercampur menjadi satu. Dia tak pernah membayangkan akan mengalami sesuatu seburuk ini.

Dengan tangan gemetar, Rania mencengkeram erat selimut yang menutupi tubuhnya. Perlahan, ia menggeser tubuhnya, mencoba menjauh dari pria itu. Namun, rasa sakit yang menjalar di bagian intimnya membuatnya tersentak. Tubuhnya terasa nyeri luar biasa, seolah memberikan bukti nyata bahwa sesuatu yang mengerikan benar-benar telah terjadi padanya.

Pria di sampingnya bergerak. Rania langsung membelakanginya, menutup rapat tubuhnya dengan selimut sambil berusaha keras mengendalikan rasa takutnya. Tapi, pria itu justru semakin mendekat dan tiba
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Kemana Dia?

    Air mengalir deras dari pancuran, membasahi tubuh Rania yang menggigil di bawahnya. Ia memeluk dirinya sendiri, menggosok-gosok kulitnya dengan keras, seolah berharap bisa menghapus segala kotoran yang melekat. Tapi tidak peduli seberapa lama ia berdiri di bawah air, tidak peduli seberapa kuat ia menggosok tubuhnya, rasa jijik itu tetap ada.Rania menundukkan kepala, membiarkan air hangat mengalir melewati wajahnya. Isakannya teredam oleh suara pancuran, tapi air mata yang bercampur dengan air dari shower itu tak bisa dibendung. Ia merasa hancur. Seluruh tubuhnya lemas, seakan tidak punya tenaga lagi untuk berdiri.Ia menekan bibirnya kuat-kuat, berusaha meredam tangis yang semakin membuncah. Bayangan kejadian tadi terus berputar di kepalanya, menghantui seperti mimpi buruk yang tak berkesudahan. Setiap kata yang diucapkan Edward, setiap tatapan penuh kemenangan di mata pria itu, semua membuat Rania semakin merasa terpuruk."Kenapa aku bisa sebodoh ini? Kenapa aku membiarkan diriku di

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Peduli

    Perjalanan menuju apartemen Rania terasa lebih lama dari biasanya. Setiap detik yang berlalu hanya menambah rasa tak sabar yang menggelayuti dada Edward. Ia mengemudikan mobil dengan kecepatan stabil, tetapi pikirannya terus dipenuhi oleh berbagai kemungkinan yang membuatnya semakin frustrasi.Suaranya yang dingin dan tajam memenuhi ruang kabin mobil saat ia kembali mencoba menghubungi Rania. Namun, hasilnya tetap sama—ponselnya tidak aktif. Genggaman Edward di setir semakin menguat, menunjukkan ketegangan yang kini mulai mendominasi pikirannya.Kenapa dia tidak bisa dihubungi? Apa sesuatu terjadi padanya?Jantungnya berdetak lebih cepat. Meski ia tahu Rania bukan tipe wanita ceroboh, tetap saja ada perasaan tidak nyaman yang tidak bisa ia abaikan begitu saja.Begitu mobilnya memasuki area parkir apartemen, Edward langsung menginjak pedal rem dan menghentikan mobilnya dengan mulus. Tanpa membuang waktu, ia membuka pintu dan turun dengan langkah cepat. Lalu lintas di sekitarnya tak men

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Menyesal

    Kalau ada kata lebih dari menyesal mungkin itu yang Rania rasakan saat ini. Ternyata dia tak sehebat itu untuk menjaga dirinya sendiri. Lalu apa yang harus dia katakan pada kedua orang tuanya kalau dirinya sudah gagal? Apa mungkin dia harus jujur? Lalu bagaimana kalau sang Daddy dan Raka marah dan menghabisi pria yang tak Rania kenal ini? Memikirkan itu membuat dadanya semakin sakit. Rania ingat betul bagaimana kedua orang tuanya membujuk Rania untuk bersekolah di Amerika bersama Raka. Ternyata benar, kekhawatiran kedua orang tuanya benar-benar terjadi. Rania menyesal sangat menyesal.“Mommy, Daddy…. Maafin Nia, hiks hiks hiks.” Rania menangis.Flashback "Rania, tolong pikirkan baik-baik keputusanmu, Sayang. Kalau kamu bersekolah di London, Mommy sama Daddy jadi tak bisa tenang. Apalagi kamu harus pisah dengan Raka, sementara dia harus bersekolah di Amerika."Suara Naura terdengar penuh permohonan saat berbicara dengan anak gadisnya. Tatapannya sarat dengan kecemasan, memohon agar

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Awal Baru

    Hamil? Rania membeo, kedua alisnya bertaut, ekspresinya campuran antara terkejut dan muak.“Iya, kalau kamu hamil, aku akan bertanggung jawab,” kata Edward dengan datar, seolah-olah masalah ini hanya sekadar formalitas baginya.Rania tertawa sinis. Tawanya dingin dan menyakitkan. “Kamu pikir aku mau sama kamu? Kamu itu nggak tahu diri, ya! Sudah om-om malah tidur sama wanita yang masih berstatus mahasiswa.” Matanya menyala penuh kemarahan saat menatap Edward.Edward berdecak kesal, merasa harga dirinya diinjak-injak. Bagaimana mungkin dia, pria yang selalu dipuja banyak wanita, malah dipanggil ‘om-om’ oleh gadis yang baru dikenalnya? Sementara di luar sana, banyak sekali wanita yang tergila-gila padanya, mengemis perhatiannya, bahkan rela melakukan apa saja demi sekadar mendapatkan tatapannya. Tapi gadis ini? Dia justru menghinanya. Ini sudah keterlaluan!“Kamu ini ya, berani-beraninya ngatain aku om-om! Kamu nggak lihat ketampananku? Tak ada lawannya! Bahkan ketampananku mengalahkan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Jual Diri

    "Jadi, berapa uang yang kamu butuhkan?" tanya Davin pada sekretarisnya. Naura menunduk, bingung harus menjawab karena nominalnya sangat tidak masuk akal. "Sa—satu-" Naura belum sempat menyelesaikannya, namun suara Davin memotong ucapannya. "Satu juta?" Naura menghela napas berat. Ia bingung harus menjawab apa. Demi apapun, Naura sangat malu. "Cepat katakan!" desak Davin. Sambil memejamkan mata, sang sekretaris kembali menjawab, "Satu miliar, Pak Davin." Alis Davin sontak berkerut. Bisa-bisanya sekretaris yang baru bekerja satu bulan dengannya berani meminjam uang sebesar itu. "Mau dipakai untuk apa uang itu, Naura?" Suara berat Davin membuat Naura semakin gugup dan menunduk. "Lihat lawan bicaramu!" ucap Davin lagi. Naura mengangkat wajahnya, menatap CEO Abimanyu Group, perusahaan nomor satu di Sun City, yang mempunyai ketampanan nyaris sempurna. Kulit putih, tinggi badan 185 cm, kekar, mata abu-abu, hidung mancung, dan rambut yang selalu disisir rapi ke atas. "Sa—saya harus m

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Masih Perawan

    "Siapa sih ini? Belum juga mulai!" Davin menggerutu, lalu kembali mengenakan pakaiannya sembarangan. Setelah itu, ia membuka pintu kamar hotel tersebut, hanya memberi sedikit celah bagi orang yang ada di depan kamar. "Kamu ini mengganggu saja," kata Davin, kesal pada Bram, wakilnya di kantor yang mengetahui perihal Naura akan meminjam uang sebesar 1 miliar. "Saya hanya ingin memberikan surat ini untuk Anda, Pak Davin," ucapnya sambil menyerahkan map berwarna merah kepada Davin. "Oke, terima kasih. Sekarang kamu boleh pergi. Dan ingat, jangan sampai ada yang tahu soal ini," kata Davin dengan penuh penekanan. "Tenang saja, Pak. Saya sudah bekerja dengan Anda puluhan tahun, dan tak sekalipun saya pernah membocorkan rahasia Anda. Saya tidak mungkin melakukan itu, mengkhianati orang yang sudah memberi saya tempat untuk mencari nafkah," ucap Bram. "Ya sudah, pergilah, dan tolong tangani dulu urusan kantor. Aku masih ingin mencoba rasanya perawan seperti apa," bisiknya kepada Bram, yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Puas

    Setelah kegiatan panas mereka, Naura dan Davin membersihkan diri secara bergantian. Setelah penampilannya rapi, mereka kembali duduk di sofa yang ada di dalam kamar hotel itu secara berhadap-hadapan. "Kamu tahu, kan, kalau aku adalah laki-laki yang mengidap penyakit hiperseksual, dan aku baru bisa tidur setelah melakukan pelampiasan dengan lawan jenis," ucap Davin sambil menatap ke arah sang sekretaris yang saat ini menunduk dan tidak berani menatap ke arahnya. "Aku ingin kamu menandatangani surat perjanjian ini, bahwa kamu siap menjadi pelampiasan hasrat saya sampai nanti menjelang hari pernikahanmu dengan Aldo," tambah Davin, yang berhasil membuat Naura melotot ke arahnya. "Tapi, Pak, bagaimana kalau saya dengan Aldo menikahnya masih lama?" tanya Naura polos. Davin kembali tersenyum. "Selama kamu belum menikah, maka selama itu juga kamu harus menjadi pelampiasan hasratku, kecuali aku pulang ke kota kelahiranku, baru saat itu kamu bisa bebas," tutur Davin tanpa memberi kelonggara

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Pacar Pelit

    Naura segera bangkit karena ia tidak mungkin berlama-lama di sana. Ia melajukan motornya yang sudah lecet akibat terjatuh, menuju ke kantor. Hari ini, Davin ada meeting, dan Naura harus menunggu pria itu sampai selesai rapat dengan Kepala Divisi di kantor Abimanyu Group. Saat Naura tiba di kantor, Aldo melihat kekasihnya mengalami luka lecet dan segera menghampiri. “Kamu kenapa, sayang?” tanya Aldo. Sebetulnya, Naura sedang marahan dengan kekasihnya. Ketika ia meminta tolong pada Aldo untuk memberinya pinjaman melunasi utangnya pada rentenir, bukannya uang yang didapatkan, Naura justru menerima caci maki dari kekasihnya. “Jatuh,” jawab Naura dengan suara serak. “Jatuh di mana? Kenapa bisa jatuh? Kamu ini setiap kali bawa motor selalu tidak pernah hati-hati,” kata Aldo dengan nada ketus. Ia melihat ke arah sepeda motor yang ia hadiahkan untuk Naura, kini lecet, dan kemarahannya pun memuncak. “Kamu ini memang tidak pernah telaten! Dikasih apa pun, tidak pernah dijaga dengan baik.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10

Bab terbaru

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Awal Baru

    Hamil? Rania membeo, kedua alisnya bertaut, ekspresinya campuran antara terkejut dan muak.“Iya, kalau kamu hamil, aku akan bertanggung jawab,” kata Edward dengan datar, seolah-olah masalah ini hanya sekadar formalitas baginya.Rania tertawa sinis. Tawanya dingin dan menyakitkan. “Kamu pikir aku mau sama kamu? Kamu itu nggak tahu diri, ya! Sudah om-om malah tidur sama wanita yang masih berstatus mahasiswa.” Matanya menyala penuh kemarahan saat menatap Edward.Edward berdecak kesal, merasa harga dirinya diinjak-injak. Bagaimana mungkin dia, pria yang selalu dipuja banyak wanita, malah dipanggil ‘om-om’ oleh gadis yang baru dikenalnya? Sementara di luar sana, banyak sekali wanita yang tergila-gila padanya, mengemis perhatiannya, bahkan rela melakukan apa saja demi sekadar mendapatkan tatapannya. Tapi gadis ini? Dia justru menghinanya. Ini sudah keterlaluan!“Kamu ini ya, berani-beraninya ngatain aku om-om! Kamu nggak lihat ketampananku? Tak ada lawannya! Bahkan ketampananku mengalahkan

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Menyesal

    Kalau ada kata lebih dari menyesal mungkin itu yang Rania rasakan saat ini. Ternyata dia tak sehebat itu untuk menjaga dirinya sendiri. Lalu apa yang harus dia katakan pada kedua orang tuanya kalau dirinya sudah gagal? Apa mungkin dia harus jujur? Lalu bagaimana kalau sang Daddy dan Raka marah dan menghabisi pria yang tak Rania kenal ini? Memikirkan itu membuat dadanya semakin sakit. Rania ingat betul bagaimana kedua orang tuanya membujuk Rania untuk bersekolah di Amerika bersama Raka. Ternyata benar, kekhawatiran kedua orang tuanya benar-benar terjadi. Rania menyesal sangat menyesal.“Mommy, Daddy…. Maafin Nia, hiks hiks hiks.” Rania menangis.Flashback "Rania, tolong pikirkan baik-baik keputusanmu, Sayang. Kalau kamu bersekolah di London, Mommy sama Daddy jadi tak bisa tenang. Apalagi kamu harus pisah dengan Raka, sementara dia harus bersekolah di Amerika."Suara Naura terdengar penuh permohonan saat berbicara dengan anak gadisnya. Tatapannya sarat dengan kecemasan, memohon agar

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Peduli

    Perjalanan menuju apartemen Rania terasa lebih lama dari biasanya. Setiap detik yang berlalu hanya menambah rasa tak sabar yang menggelayuti dada Edward. Ia mengemudikan mobil dengan kecepatan stabil, tetapi pikirannya terus dipenuhi oleh berbagai kemungkinan yang membuatnya semakin frustrasi.Suaranya yang dingin dan tajam memenuhi ruang kabin mobil saat ia kembali mencoba menghubungi Rania. Namun, hasilnya tetap sama—ponselnya tidak aktif. Genggaman Edward di setir semakin menguat, menunjukkan ketegangan yang kini mulai mendominasi pikirannya.Kenapa dia tidak bisa dihubungi? Apa sesuatu terjadi padanya?Jantungnya berdetak lebih cepat. Meski ia tahu Rania bukan tipe wanita ceroboh, tetap saja ada perasaan tidak nyaman yang tidak bisa ia abaikan begitu saja.Begitu mobilnya memasuki area parkir apartemen, Edward langsung menginjak pedal rem dan menghentikan mobilnya dengan mulus. Tanpa membuang waktu, ia membuka pintu dan turun dengan langkah cepat. Lalu lintas di sekitarnya tak men

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Kemana Dia?

    Air mengalir deras dari pancuran, membasahi tubuh Rania yang menggigil di bawahnya. Ia memeluk dirinya sendiri, menggosok-gosok kulitnya dengan keras, seolah berharap bisa menghapus segala kotoran yang melekat. Tapi tidak peduli seberapa lama ia berdiri di bawah air, tidak peduli seberapa kuat ia menggosok tubuhnya, rasa jijik itu tetap ada.Rania menundukkan kepala, membiarkan air hangat mengalir melewati wajahnya. Isakannya teredam oleh suara pancuran, tapi air mata yang bercampur dengan air dari shower itu tak bisa dibendung. Ia merasa hancur. Seluruh tubuhnya lemas, seakan tidak punya tenaga lagi untuk berdiri.Ia menekan bibirnya kuat-kuat, berusaha meredam tangis yang semakin membuncah. Bayangan kejadian tadi terus berputar di kepalanya, menghantui seperti mimpi buruk yang tak berkesudahan. Setiap kata yang diucapkan Edward, setiap tatapan penuh kemenangan di mata pria itu, semua membuat Rania semakin merasa terpuruk."Kenapa aku bisa sebodoh ini? Kenapa aku membiarkan diriku di

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Video Panas

    Aaaarrrrrrrgh!Rania berteriak saat kesadarannya pulih. Dadanya naik turun dengan cepat, tubuhnya membeku karena keterkejutan. Napasnya tersengal-sengal saat matanya menangkap fakta yang mengerikan—dia ada di bawah selimut yang sama dengan pria asing.Tangisnya pecah seketika. Air matanya mengalir deras di pipi, menggambarkan ketakutan, kepanikan, dan kesedihan yang bercampur menjadi satu. Dia tak pernah membayangkan akan mengalami sesuatu seburuk ini.Dengan tangan gemetar, Rania mencengkeram erat selimut yang menutupi tubuhnya. Perlahan, ia menggeser tubuhnya, mencoba menjauh dari pria itu. Namun, rasa sakit yang menjalar di bagian intimnya membuatnya tersentak. Tubuhnya terasa nyeri luar biasa, seolah memberikan bukti nyata bahwa sesuatu yang mengerikan benar-benar telah terjadi padanya.Pria di sampingnya bergerak. Rania langsung membelakanginya, menutup rapat tubuhnya dengan selimut sambil berusaha keras mengendalikan rasa takutnya. Tapi, pria itu justru semakin mendekat dan tiba

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Perawan

    Beberapa tahun kemudian, Raka dan Rania telah berusia 20 tahun. Raka memilih menempuh pendidikan di Amerika Serikat dengan jurusan bisnis, karena sebagai satu-satunya ahli waris Davin, ia harus mempersiapkan diri untuk menggantikan sang ayah kelak. Lidya dan Bagas juga sudah memiliki anak berusia 10 tahun. Namun Lidya tetap menjadi pengasuh Angelica meski gadis itu sudah memasuki remaja. Bram memutuskan untuk tidak menikah lagi. Dia sudah cukup bahagia hidup berdua bersama buah hatinya. Sementara Bagas dan Lidya masih tinggal di kediaman Bram, karena Lidya sendiri pun tidak bisa berjauhan dari Angelica yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri.Sementara itu, Rania memilih bersekolah di London, mengambil jurusan desain. Cita-citanya jelas—ia ingin memiliki butik sendiri dengan desain hasil karyanya sendiri.Awalnya, keputusan ini sempat ditentang oleh kedua orang tua mereka. Davin dan Naura merasa berat hati membiarkan anak kembar mereka hidup terpisah di luar negeri. Namun, keing

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Kejutan Terindah

    Davin menghela napas panjang sebelum meraih pena di tangannya. Beberapa dokumen masih menunggu tanda tangannya. Sejak pagi, ia sudah disibukkan dengan rapat dan diskusi proyek, tetapi pekerjaannya belum selesai.Hari ini terasa lebih melelahkan dari biasanya. Ada rasa lelah yang aneh, tapi ia tak tahu penyebabnya. Ia hanya ingin segera menyelesaikan semuanya dan menjemput Raka serta Rania.Ponselnya bergetar lagi. Sebuah pesan masuk."Daddy harus jemput sendiri! Harus! Jangan pakai sopir!"Davin tersenyum tipis. Kedua anaknya sedang manja hari ini. Biasanya, mereka tidak sekeras ini meminta diantar-jemput, tapi kalau sudah punya kemauan, tidak ada yang bisa mengubahnya.Dengan semangat menggebu, Davin menyelesaikan tanda tangan terakhirnya. Ia merapikan dokumen, lalu berdiri. Begitu keluar dari ruangannya, ia melirik ke arah meja kerja Bram. Kosong.Tumben, Bram nggak pamit…Biasanya, Bram selalu berpamitan sebelum pulang lebih dulu. Tapi mungkin ada urusan lain. Tanpa berpikir lebih

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Minta Dijemput

    Davin sedang duduk di kursi kebesarannya di ruang kerja yang megah. Cahaya matahari siang menuju sore masuk melalui jendela besar di belakangnya, menerangi meja kerja yang penuh dengan dokumen dan laptop yang masih menyala. Di tangannya masih tergenggam ponsel, panggilan dari orang kepercayaan Antonio baru saja berakhir.Wajahnya tenang, tetapi pikirannya masih mencerna kabar yang baru saja diterimanya. Penelope, wanita yang pernah menjadi klien bisnisnya, akhirnya dijatuhi hukuman seumur hidup. Berita itu seharusnya sudah bisa diprediksi sejak lama, mengingat semua bukti yang dikumpulkan Antonio sangat kuat. Namun, tetap saja, mendengar vonis itu secara langsung memberi kesan tersendiri.Di seberangnya, Bram duduk dengan santai di sofa, satu kaki disilangkan di atas kaki lainnya. Tangannya memegang secangkir kopi yang sudah mulai mendingin. Melihat ekspresi Davin, ia tahu sesuatu yang besar baru saja terjadi."Jadi gimana?" tanya Bram, menurunkan cangkirnya ke meja.Bram bener-bener

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Karma

    Di dalam kamar mewahnya di lantai dua, Penelope berjalan mondar-mandir dengan wajah penuh amarah. Tangannya mengepal erat, kukunya yang tajam hampir menembus telapak tangannya sendiri. Nafasnya tersengal, dadanya naik-turun dengan emosi yang meluap-luap.Fernando dan beberapa anak buahnya masih berada di bawah, menyusun rencana untuk menyingkirkan Antonio. Namun, Penelope tak bisa duduk diam. Jantungnya berdegup kencang, bukan karena takut, tapi karena kemarahan yang membara."Bagaimana bisa dia masih hidup?" gumamnya geram. "Dan sekarang dia punya bukti? Omong kosong! Aku harus bertindak sebelum dia menjebakku!"Ia menghempaskan tubuhnya ke sofa dekat jendela besar, mengatur napasnya yang memburu. Matanya menatap tajam ke luar jendela, mengamati lingkungan sekitar rumahnya dengan curiga. Firasatnya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres.Tiba-tiba—Suara deru kendaraan terdengar dari kejauhan. Bukan hanya satu atau dua, tapi banyak.BRMMM! BRMMM!Tatapan Penelope langsung tajam. Ia

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status