Share

Pesona Istri Orang

Auteur: Atieckha
last update Dernière mise à jour: 2025-01-09 13:01:54

Naura dan Davin meminta izin untuk membersihkan diri, meninggalkan Rania dan Raka di ruang keluarga bersama Bram dan neneknya. Laura duduk santai di sofa, mengawasi si kembar yang asyik bermain dengan mainan baru yang dibawa oleh Bram. Tawa mereka memenuhi ruangan, menciptakan suasana yang hangat.

Namun, tak lama setelah Naura dan Davin kembali ke ruang keluarga, Bram tiba-tiba meminta izin untuk pulang ke rumahnya.

“Emangnya kamu nggak mau makan di sini, Nak?” tanya Laura dengan nada lembut, menatap putra sulungnya yang sudah berdiri, siap untuk pergi.

“Hari ini asistenku datang, Ma. Katanya dia sudah ada di rumah. Aku ingin berbincang dengan dia sekaligus memberitahu apa saja tugasnya di rumah itu, baik ketika aku ada di rumah ataupun ketika aku nggak ada di rumah,” jawab Bram dengan tenang.

Laura mengangguk pelan, meski tampak sedikit kecewa karena Bram tidak tinggal lebih lama.

“Uncle Blam, makasih mainannya ya! Besok apa lagi yang mau Uncle bawain?” tanya Raka dengan suara cadeln
Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Chapitre verrouillé

Related chapter

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 157

    Bram duduk di sofa kamarnya, menatap Dinda yang berdiri beberapa langkah di depannya dengan kepala tertunduk. Setelah insiden tak terduga itu Dinda sangat canggung, dia nyaris tak berani menatap Bram. Matanya telah melihat langsung ukuran senjata pria itu.Wanita itu tampak ragu, sesekali mengusap jemarinya seolah ingin menyembunyikan kegelisahannya. Bram menghela napas, lalu membuka percakapan yang langsung menghantam relung perasaan Dinda.“Berapa kali sehari kamu berhubungan badan dengan suamimu kalau di rumah, Dinda?” tanyanya tajam, tanpa basa-basi.Dinda mengangkat wajahnya perlahan, tampak terkejut, namun ia segera menguasai dirinya. “Tidak pernah, Pak. Saya hanya disentuh sekali, itu pun di malam pertama kami. Hanya sebentar, bahkan saya tidak merasakan sakit sama sekali. Dia bilang tidak berhasrat untuk menyentuh saya.”Bram mengangkat alisnya. Jawaban Dinda membuat pikirannya melayang, namun ia tetap menjaga sikapnya. “Lalu, kenapa kamu tetap bertahan dalam pernikahan sepert

    Dernière mise à jour : 2025-01-10
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 158

    Bram melihat Dinda menatap rudalnya penuh minat.“Apa kamu mau menyentuhnya?” tanya Bram.Dengan ragu sambil menggigit bibir bawahnya, Dinda mengangguk.“Sentuhlah,” ucapnya.Bram mengeluarkan tangannya dari gua hangat Dinda, dia duduk sambil merentangkan tangannya di sandaran sofa. Dinda kini berlutut di hadapan pria itu, matanya berkabut menatap rudal dengan ukuran tak biasa itu dan bahkan dia tak yakin benda besar ini bisa menembus lubang sempit miliknya.“Sentuhlah,” ujar Bram.Dinda mengangguk. Tangannya mulai menyentuh benda yang sudah tegang dan berurat itu, tanpa meminta izin Dinda mulai memasukkan benda itu ke dalam mulutnya, tangan kanannya bermain di dua telur milik Bram hingga membuat pria tersebut mulai mendesah karena ternyata wanita yang disangkanya lugu justru sudah melakukan lebih dari yang dia kira.Bram mulai meragu kalau wanita ini, hanya memiliki pengalaman dengan menonton film dewasa. Gerakannya, lumatannya, semuanya seperti sudah berpengalaman.“Aaaaaaah, saya s

    Dernière mise à jour : 2025-01-10
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 159

    “Pagi, ganteng,” sapa Naura kepada suaminya sambil menyusun sarapan di meja makan.“Hmmmm... uaheeeeeem,” Raka, anak laki-laki mereka yang berusia empat tahun, membalas dengan suara khas orang yang masih setengah mengantuk. Ia duduk di kursinya sambil mengusap-usap matanya yang berat.Naura tersenyum melihat tingkah putranya, sementara Davin yang sudah rapi dengan pakaian kerjanya mengusap kepala si kecil penuh kasih. “Mana Rania, sayang?” tanya Naura sambil melirik ke arah tangga.Raka, dengan gaya khas anak-anak, menjawab dengan bahasa cadelnya. “Itu Mom, lagi diselet sama Nenek. Gak mau bangun dia,” adunya sambil menunjuk ke arah kamar.Davin dan Naura tertawa kecil mendengar laporan polos Raka. “Dulu, Daddy seusia kalian gak cadel deh,” ujar Davin menggoda.Raka mencibir, melipat tangannya di dada. “Tapi kata Nenek, Daddy ompong. Telus udah gede masih minum Asi. Kata Nenek, sampai sekolah masih minum Asi.”Davin langsung mengatupkan bibir, tersipu malu mendengar aibnya diungkap o

    Dernière mise à jour : 2025-01-11
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 160

    “Lakukan gerakan seperti yang tadi malam kita tonton,” ulang Bram lagi.“Oke, siap.”Seluruh tubuh Dinda sudah terekam jelas di dalam kamera. Dengan gerakan sensual dia merangkak naik ke atas ranjang, lalu duduk menghadap kamera dengan kedua kaki dilipat ke belakang. Tangannya mulai menyentuh dadanya, memainkan puncaknya sendiri hingga membuat dia terangsang dengan permainannya sendiri.Dinda melepaskan handuk di atas kepalanya, rambut panjangnya masih setengah basah namun gerakan sensual yang ia ciptakan berhasil membuat Bram kepanasan.Bahkan Bram sudah melepaskan celananya, dan mulai bermain Solo, sebab hanya dengan melihat tubuh Dinda yang polos saja sudah membuat miliknya menegang.Semakin tidak bergerak dengan gerakan genit, semakin membuat Bram tidak kuasa menahan hasratnya. Sekali pria itu matanya terpejam dan kepalanya menengadah di sandaran kursi kebesarannya. Bram mengingat betul permainan panas mereka tadi malam. Bahkan dia sempat menonton film dewasa berdua di dalam kama

    Dernière mise à jour : 2025-01-11
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 161

    Dinda sedang memasak untuk makan malamnya dan Bram. Tadi Bram menghubunginya akan makan malam di rumah. Tak ada makanan special yang pria itu inginkan sehingga membuat Dinda sedikit kebingungan membuatkan menu makan malam.Jadilah dia memasak steak ayam dengan saus spesial racikannya. Tiba-tiba saja dia terkejut, karena ada tangan besar melingkar di perutnya, memeluk Dinda dari belakang.Beruntung jam segini semua pelayan memang tak diizinkan untuk berkeliaran di ruang utama, sehingga keintiman mereka sangat terjaga.“Paaaaaaak,” ujar Dinda, sambil menjauhkan tubuhnya dari Bram.“Biarkan begini sebentar saja,” jawaban pria itu membuat Dinda yang tadinya hendak protes lagi, terpaksa mengatupkan bibirnya.Tangan Bram mulai menyentuh bagian sensitif di tubuh wanita itu.“Paaaaaaaak nanti kena minyak panas,” ujarnya.Namun pria itu menulikan pendengarannya. Dia terus meremas dada sang asisten pribadi, sambil sesekali mengeluarkan desahan yang tertahan. Bram merasa seperti pria yang sudah

    Dernière mise à jour : 2025-01-12
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 162

    Bila Bram sedang bermain hasrat dengan Dinda, berbeda halnya dengan Rania dan Raka.“Aaaaaak.”Raka menutup mulutnya setelah bersendawa.“Joloooook!” seru Rania, “Aaaak.”Rania ikut bersendawa membuat sang kakak kembar balik mengejeknya.“Gak sopan,” tegur sang mommy.“Solly Mom, soalnya makan banyak. Enak jatah Om Blam kami habisin,” Raka menjawab.“Benel tuh, seling-seling aja gini, bisa gendut kita,” Rania menimpali lalu keduanya tertawa lepas.Davin terkekeh, “Ma, apa kita tarik aja kali ya lidahnya Raka dan Rania, biar g cadel lagi,” goda Davin. Sontak si kembar menutup mulutnya, takut lidahnya beneran ditarik.PlakLaura memukul lengan kekar Davin, “sembarangan kalau bicara, kupingmu yang Mama tarik nanti.”Tawa renyah Raka dan Rania mengudara, merasa menang dibela oleh sang nenek.Setelah makan malam bersama istri, kedua anaknya, dan sang mama, Davin duduk di ruang keluarga dengan Naura. Kedua anak kembar itu, sudah mulai mengantuk setelah kenyang dengan makanan favorit mereka

    Dernière mise à jour : 2025-01-12
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 163

    “Ngapain sih kalian ini, jam segini udah di kamar Daddy? Udah tua bobo di kamar sana,” usir Davin menggoda kedua anaknya yang sedang bergelantungan di tangan kanan dan kirinya.“Yeeee, mau tidul tauuuk. Udah malam, kata Mommy gak boleh begadang. Nanti cepat tua kayak Daddy,” ejek Rania. Davin menghempas tubuh kedua anaknya di atas kasur, lalu dia menggelitik Raka dan Rania, hingga tawa keduanya mengudara di kamar mewah itu. Naura keluar dari ruang ganti sudah pakai piyama tidur. Lalu merangkak naik ke atas ranjang."Mommy, apa sekolah itu enak?" tanya Rania tiba-tiba dengan suara lembutnya saat mereka sudah nyaman berada di atas tempat tidur.Rania dan Raka berada di antara kedua orang tua mereka. Rania meringkuk manja di samping Davin, sementara Raka dengan tenang memeluk lengan sang Mommy."Sayang, sekolah itu menyenangkan," jawab Naura lembut sambil mengusap kepala kecil Raka. "Selain kalian belajar banyak hal baru, kalian juga akan punya banyak teman untuk bermain bersama."Raka

    Dernière mise à jour : 2025-01-13
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 164

    Puas menikmati Goa sempit itu, kini Dinda melumat bibir Bram. Lidah keduanya saling membelit satu sama lain, hingga ciuman itu terlepas setelah keduanya kekurangan oksigen.“Saya naik, ya Pak,” ucapnya.“Cepatlah, aku sudah tak tahan lagi,” ujar Bram.Dinda naik ke atas tubuh Bram, mulai bergerak naik turun. Demi apapun Bram rasanya ingin berteriak karena tak bisa ngapa-ngapain. Puas bergerak naik turun, Dinda memberikan goyangan maut yang membuat Bram kembali mengumpat.“Shiiiiiit.”Setiap kali milik Dinda menjepit miliknya, Bram merasakan nikmat yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.“Percepat lagi, sayang. Jangan siksa aku seperti ini,” rancau Bram.Dinda berhenti sejenak, lalu melumat bibir Bram. Bram membalasnya dengan rakus. Puas berciuman, Dinda mendekatkan dada kanannya ke bibir Bram. Pria itu kembali melahapnya rakus seperti bayi yang kelaparan. Tak lupa dia memberi tanda kepemilikan di dada Dinda. Puas membiarkan Bram menikmati dadanya yang besar, Dinda memilih untuk mela

    Dernière mise à jour : 2025-01-13

Latest chapter

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Happy Ending

    Daniel Dominic Montgomery dan Darren Damian Montgomery adalah nama yang dipilih oleh kedua orang tua mereka dan sudah disepakati oleh keluarga untuk si kembar. Kedua bayi itu kini berada di ruang perawatan sang Mama. Setelah dilahirkan kemarin, mereka sempat dibawa ke ruang perawatan bayi, tetapi pagi ini mereka sudah dipindahkan ke ruang perawatan Rania. "Selamat ya, Nia! Aku senang banget akhirnya punya keponakan," ucap Raka. "Untung saja wajahnya kayak kamu," tambahnya lagi sambil melirik ke arah sang adik ipar yang usianya jauh di atasnya. Edward hanya tersenyum mendengar ucapan iparnya. "Kamu kapan menyusul, Raka?" tanyanya. "Menyusul? Bisa-bisa aku digantung sama Mommy dan Daddy. Pacaran saja nggak boleh, apalagi nyusul kalian nikah dan punya anak. Mommy bisa mati berdiri," kata Raka sambil melirik ke arah sang Mommy. "Bener kan, Mom?" tanyanya lagi. "Bukan cuma digantung, tapi Mommy akan ikat seluruh tubuh Raka biar nggak bisa bergerak," jawab Naura, membuat seluruh or

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Baby Twins

    Sementara itu, di dalam mobil, Rania terus menangis. Tangannya mencengkeram erat kursi, napasnya terengah-engah menahan rasa sakit yang begitu menyiksa. Perutnya terasa melilit hebat, sakit yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Setiap gelombang kontraksi yang datang membuat tubuhnya menegang, dan air mata semakin deras mengalir di pipinya."Sabar ya, sayang… sabar… kita sebentar lagi sampai," ucap Edward, suaranya bergetar, namun ia berusaha tetap tenang untuk istrinya. Tangannya terulur, mengusap kening Rania yang penuh peluh. Ia ingin melakukan sesuatu untuk mengurangi rasa sakit istrinya, tetapi ia tahu tidak ada yang bisa benar-benar membantu selain memastikan mereka segera tiba di rumah sakit.Rania menggigit bibirnya, tubuhnya sudah mulai gemetar. "Sakit, sayang… sakit banget…" ucapnya dengan suara lemah, hampir seperti bisikan. Air ketubannya sudah pecah sejak beberapa menit yang lalu, dan kini darah mulai keluar, membasahi pahanya hingga betisnya.Melihat kondisi itu, E

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Darurat

    "Bagaimana kalau kita menikah bulan depan saja?" tanya Bram tiba-tiba, menatap Monica dengan penuh harapan.Mereka sedang duduk di balkon kamar Monica. Awalnya, Bram berencana menemani Angelica di kamar ibunya karena gadis kecil itu ingin tidur bersama sang nenek. Namun, Laura tampaknya memahami situasinya dan justru menyuruh Bram untuk menemani Monica.Monica tersenyum lembut, tatapannya penuh kehangatan. "Aku ikut saja, sayang. Terserah kamu mau kapan, aku siap," jawabnya tulus. "Aku bahagia banget akhirnya Angelica mau menerima kehadiranku."Bram merasakan haru menyelimuti hatinya. Ia lalu meraih Monica ke dalam pelukannya, mendekapnya dengan penuh kasih sayang. "Terima kasih, sayang. Terima kasih juga karena sudah mau menerima pernyataan cinta dari seorang duda beranak satu," ucapnya dengan suara lembut.Monica tersenyum dan membalas pelukan itu. "Aku mencintaimu, Bram. Statusmu tidak pernah menjadi masalah untukku," bisiknya.Bram mengusap pelan punggung calon istrinya. "Tapi aku

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Janji sang Nenek

    Naura menghela napas panjang, matanya masih terlihat menerawang, seolah pikirannya belum bisa benar-benar menerima kenyataan yang baru saja terjadi. “Aku nggak pernah menyangka kalau Angelica bisa langsung menerima Monica sebagai calon Mama barunya,” ucapnya lirih, suaranya terdengar masih dipenuhi rasa haru.Saat ini, dia sudah berada di kamar bersama suaminya, Davin. Malam di London terasa lebih dingin dari biasanya, tetapi suasana hati Naura jauh lebih hangat setelah melihat kebahagiaan di wajah keponakannya tadi.Davin yang tengah bersandar di kepala ranjang ikut tersenyum, meskipun ada sedikit keterkejutan di matanya. “Iya, sayang. Aku juga tidak menyangka kalau Angelica secepat itu menerima kehadiran Monica. Aku pikir tadi, saat dia mencium foto Mamanya, dia tidak akan mau Mamanya digantikan oleh siapa pun.”Naura mengangguk pelan, memahami perasaan yang mungkin sempat berkecamuk di hati Angelica. Ia tahu betul seberapa besar gadis kecil itu mencintai sosok ibunya, meskipun tak

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Meminta Restu

    Angelica masih sibuk menyapa teman-temannya satu per satu dengan wajah ceria. Senyumnya terus mengembang, mencerminkan kebahagiaan yang begitu tulus. Sesekali, ia tertawa kecil saat berbincang dengan sahabat-sahabatnya, menikmati momen berharga yang baru pertama kali diberikan oleh sang Papa. Sejak kecil, Angelica memang tidak pernah merasakan pesta ulang tahun sebesar ini, dan melihat banyak orang yang datang hanya untuknya membuat gadis kecil itu merasa begitu istimewa. Bram berdiri bersama ibunya, Laura, serta Monica, sekretarisnya yang selama ini selalu berada di sisinya, mendukung setiap langkahnya dalam pekerjaan maupun kehidupan pribadinya. Tidak ada banyak orang di sekitar mereka, memberikan kesempatan bagi mereka bertiga untuk berbicara lebih leluasa tanpa ada yang mendengar.Laura menatap putranya dengan penuh arti sebelum akhirnya membuka suara, "Bram, kau benar-benar akan meminta izin pada Angelica untuk menikahi Monica?" Suaranya terdengar tenang, tapi ada sedikit kekh

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Birthday Angel

    Waktu terus berjalan, tanpa terasa minggu depan adalah jadwal kelahiran kedua anak Rania dan Edward. Perjalanan panjang yang mereka lalui bersama akhirnya membawa mereka ke titik ini—menanti hadirnya dua buah hati yang akan melengkapi keluarga kecil mereka.Sejak tiga bulan lalu, Rania telah resmi pindah ke Sun City, meninggalkan London untuk membangun kehidupan baru bersama Edward. Edward, yang sejak awal ingin memberikan kenyamanan terbaik bagi istrinya, sudah menyiapkan rumah mewah untuk Rania. Namun, meskipun Rania menerima rumah tersebut dengan penuh rasa syukur, menjelang persalinannya, dia lebih memilih tinggal di kediaman kedua orang tuanya. Bagi Rania, berada di dekat Mommy dan Daddy akan membuatnya lebih tenang.Bisnis butiknya yang kini berkembang pesat tetap berjalan dengan baik meskipun Rania sementara waktu harus istirahat dari dunia fashion. Dia mempercayakan pengelolaan butik itu kepada manajernya, tetapi setiap laporan tetap dikirimkan kepada William, asisten keper

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Butik

    Mereka baru saja turun dari mobil.Davin hanya bisa menghela napas panjang saat melihat Naura dengan cekatan mengambil black card miliknya, seolah kartu itu sudah menjadi milik pribadi istrinya. "Sayang, kamu kan udah punya kartu sendiri," protesnya, meski nada suaranya lebih terdengar seperti pasrah daripada keberatan.Naura hanya tersenyum manis, menggoyangkan kartu itu di depan wajah suaminya. "Tapi kan tetap saja uang suami adalah uang istri, sayang. Uang istri ya uang istri," sahutnya santai. "Apalagi aku mau belanjain anak-anak juga."Davin hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum. Dia tahu, pada akhirnya, apa pun yang ia miliki memang untuk istri dan anak-anaknya tercinta.Sementara itu, Angelica yang sedari tadi sibuk melihat-lihat koleksi sepatu mewah tiba-tiba menoleh pada pamannya. "Uncle, Angelica di-belanjain juga nggak?" tanyanya dengan mata berbinar.Davin menoleh ke arah gadis mungil itu, yang kini menatapnya dengan ekspresi menggemaskan. Wajah Angelica yang c

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Menang Taruhan

    Davin melangkah masuk ke ruang keluarga apartemen Edward dan Rania, mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ia baru saja tiba bersama Naura dan Angelica, membawa beberapa koper berisi makanan dan oleh-oleh untuk putri mereka. Belum sempat duduk, Edward sudah menyambutnya dengan senyum lebar.“Duduk dulu, Daddy,” ucap Edward sambil menunjuk sofa di hadapannya.Davin mendengus geli, menatap menantunya dengan ekspresi datar. “Geli kali aku dipanggil Daddy olehmu,” sahutnya, nada suaranya masih terasa tak bersahabat.Naura yang duduk di sampingnya hanya menghela napas, sementara Edward malah cengengesan. “Masak mau dipanggil Paman?” goda Edward.Naura ikut menimpali, “Lagian kamu ini, sayang. Memang sudah sepantasnya menantu memanggilmu dengan sebutan Daddy. Kenapa protes terus setiap sama Edward?”Davin menatap istrinya dengan alis terangkat. “Makin besar kepalanya Edward. Semua dibelain. Heran deh, sama kamu dan Mamaku. Doyan sekali membela laki-laki ini,” ujarnya bercanda.Edward hanya te

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Kado Spesial

    Saat Rania dan Edward tiba di sebuah restoran, mereka bertemu dengan seseorang yang sudah lama tidak Rania jumpai."Hai, Andrew! Apa kabar?" sapa Rania dengan ramah, sambil mengulurkan tangan ke arah pria itu.Namun, sebelum tangannya sempat menyentuh tangan Andrew, Edward dengan sigap menarik tangan istrinya, menjauhkannya dari jangkauan pria lain. Andrew, yang sudah hendak menyambut salam Rania, hanya bisa menarik tangannya kembali dengan ekspresi sedikit terkejut.Rania melirik suaminya dengan kesal. "Kamu apa-apaan sih?" tanyanya, tak habis pikir dengan tindakan Edward yang begitu protektif.Edward menatapnya tanpa rasa bersalah sedikit pun. "Aku nggak suka ada yang nyentuh-nyentuh istriku, meskipun hanya sekadar salaman," ucapnya tegas.Andrew tertawa kecil melihat sikap Edward yang begitu posesif. "Nggak apa-apa, Rania. Semua pria pasti punya pemikiran seperti suamimu ini. Wajar kalau dia nggak mau istrinya yang cantik dimiliki orang lain," ujarnya santai.Edward langsung meloto

Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status