Share

Bab 160

Author: Atieckha
last update Last Updated: 2025-01-11 13:58:27

“Lakukan gerakan seperti yang tadi malam kita tonton,” ulang Bram lagi.

“Oke, siap.”

Seluruh tubuh Dinda sudah terekam jelas di dalam kamera. Dengan gerakan sensual dia merangkak naik ke atas ranjang, lalu duduk menghadap kamera dengan kedua kaki dilipat ke belakang. Tangannya mulai menyentuh dadanya, memainkan puncaknya sendiri hingga membuat dia terangsang dengan permainannya sendiri.

Dinda melepaskan handuk di atas kepalanya, rambut panjangnya masih setengah basah namun gerakan sensual yang ia ciptakan berhasil membuat Bram kepanasan.

Bahkan Bram sudah melepaskan celananya, dan mulai bermain Solo, sebab hanya dengan melihat tubuh Dinda yang polos saja sudah membuat miliknya menegang.

Semakin tidak bergerak dengan gerakan genit, semakin membuat Bram tidak kuasa menahan hasratnya. Sekali pria itu matanya terpejam dan kepalanya menengadah di sandaran kursi kebesarannya. Bram mengingat betul permainan panas mereka tadi malam. Bahkan dia sempat menonton film dewasa berdua di dalam kama
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 161

    Dinda sedang memasak untuk makan malamnya dan Bram. Tadi Bram menghubunginya akan makan malam di rumah. Tak ada makanan special yang pria itu inginkan sehingga membuat Dinda sedikit kebingungan membuatkan menu makan malam.Jadilah dia memasak steak ayam dengan saus spesial racikannya. Tiba-tiba saja dia terkejut, karena ada tangan besar melingkar di perutnya, memeluk Dinda dari belakang.Beruntung jam segini semua pelayan memang tak diizinkan untuk berkeliaran di ruang utama, sehingga keintiman mereka sangat terjaga.“Paaaaaaak,” ujar Dinda, sambil menjauhkan tubuhnya dari Bram.“Biarkan begini sebentar saja,” jawaban pria itu membuat Dinda yang tadinya hendak protes lagi, terpaksa mengatupkan bibirnya.Tangan Bram mulai menyentuh bagian sensitif di tubuh wanita itu.“Paaaaaaaak nanti kena minyak panas,” ujarnya.Namun pria itu menulikan pendengarannya. Dia terus meremas dada sang asisten pribadi, sambil sesekali mengeluarkan desahan yang tertahan. Bram merasa seperti pria yang sudah

    Last Updated : 2025-01-12
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 162

    Bila Bram sedang bermain hasrat dengan Dinda, berbeda halnya dengan Rania dan Raka.“Aaaaaak.”Raka menutup mulutnya setelah bersendawa.“Joloooook!” seru Rania, “Aaaak.”Rania ikut bersendawa membuat sang kakak kembar balik mengejeknya.“Gak sopan,” tegur sang mommy.“Solly Mom, soalnya makan banyak. Enak jatah Om Blam kami habisin,” Raka menjawab.“Benel tuh, seling-seling aja gini, bisa gendut kita,” Rania menimpali lalu keduanya tertawa lepas.Davin terkekeh, “Ma, apa kita tarik aja kali ya lidahnya Raka dan Rania, biar g cadel lagi,” goda Davin. Sontak si kembar menutup mulutnya, takut lidahnya beneran ditarik.PlakLaura memukul lengan kekar Davin, “sembarangan kalau bicara, kupingmu yang Mama tarik nanti.”Tawa renyah Raka dan Rania mengudara, merasa menang dibela oleh sang nenek.Setelah makan malam bersama istri, kedua anaknya, dan sang mama, Davin duduk di ruang keluarga dengan Naura. Kedua anak kembar itu, sudah mulai mengantuk setelah kenyang dengan makanan favorit mereka

    Last Updated : 2025-01-12
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 163

    “Ngapain sih kalian ini, jam segini udah di kamar Daddy? Udah tua bobo di kamar sana,” usir Davin menggoda kedua anaknya yang sedang bergelantungan di tangan kanan dan kirinya.“Yeeee, mau tidul tauuuk. Udah malam, kata Mommy gak boleh begadang. Nanti cepat tua kayak Daddy,” ejek Rania. Davin menghempas tubuh kedua anaknya di atas kasur, lalu dia menggelitik Raka dan Rania, hingga tawa keduanya mengudara di kamar mewah itu. Naura keluar dari ruang ganti sudah pakai piyama tidur. Lalu merangkak naik ke atas ranjang."Mommy, apa sekolah itu enak?" tanya Rania tiba-tiba dengan suara lembutnya saat mereka sudah nyaman berada di atas tempat tidur.Rania dan Raka berada di antara kedua orang tua mereka. Rania meringkuk manja di samping Davin, sementara Raka dengan tenang memeluk lengan sang Mommy."Sayang, sekolah itu menyenangkan," jawab Naura lembut sambil mengusap kepala kecil Raka. "Selain kalian belajar banyak hal baru, kalian juga akan punya banyak teman untuk bermain bersama."Raka

    Last Updated : 2025-01-13
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 164

    Puas menikmati Goa sempit itu, kini Dinda melumat bibir Bram. Lidah keduanya saling membelit satu sama lain, hingga ciuman itu terlepas setelah keduanya kekurangan oksigen.“Saya naik, ya Pak,” ucapnya.“Cepatlah, aku sudah tak tahan lagi,” ujar Bram.Dinda naik ke atas tubuh Bram, mulai bergerak naik turun. Demi apapun Bram rasanya ingin berteriak karena tak bisa ngapa-ngapain. Puas bergerak naik turun, Dinda memberikan goyangan maut yang membuat Bram kembali mengumpat.“Shiiiiiit.”Setiap kali milik Dinda menjepit miliknya, Bram merasakan nikmat yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.“Percepat lagi, sayang. Jangan siksa aku seperti ini,” rancau Bram.Dinda berhenti sejenak, lalu melumat bibir Bram. Bram membalasnya dengan rakus. Puas berciuman, Dinda mendekatkan dada kanannya ke bibir Bram. Pria itu kembali melahapnya rakus seperti bayi yang kelaparan. Tak lupa dia memberi tanda kepemilikan di dada Dinda. Puas membiarkan Bram menikmati dadanya yang besar, Dinda memilih untuk mela

    Last Updated : 2025-01-13
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 165

    Lututnya lemas ketika duduk di depan ruang operasi. Ia bingung memikirkan biaya yang harus ia keluarkan, sementara uang yang diberikan oleh Bram sudah ia serahkan semuanya kepada suaminya. Demi keselamatan keluarganya, ia rela melakukannya, karena Dimas hampir setiap hari mengancam akan mencelakai keluarga Dinda jika keinginannya tidak terpenuhi."Kapan aku bisa bahagia? Kapan aku bisa hidup seperti orang lain? Kenapa aku harus menjadi tulang punggung keluarga? Bahkan setelah menikah, aku masih harus menanggung beban ini. Tidak hanya itu, aku juga harus memberikan uang kepada suamiku untuk berjudi. Ya Tuhan, kenapa hidupku seperti ini?" ucapnya sambil menangis.Dinda tidak tahu harus bagaimana. Sampai kapan penderitaan ini akan berakhir? Ia ingin sekali berbicara lagi dengan Dimas agar pria itu mau menceraikannya, bahkan dulu ia sering melakukan itu, tapi nyatanya, sampai detik ini Dimas tetap tidak mau. Ironisnya, pria itu juga tidak pernah menyentuh Dinda lagi."Ya Tuhan, berikan j

    Last Updated : 2025-01-14
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 166

    Dinda dan Bram mengurai ciumannya. Bram segera memakai maskernya lagi agar wajahnya tak terlihat. Tanpa berkata apa-apa, dia melangkah pergi dari sana. Ia tidak berpamitan lagi pada Dinda, hanya memberikan isyarat singkat lewat anggukan kecil sebelum akhirnya menghilang di balik keramaian rumah sakit.Dinda masih berdiri mematung, mencoba menenangkan detak jantungnya yang begitu kencang. Ia belum siap menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul. Namun, suaranya Herman tiba-tiba membuyarkan lamunannya."Siapa orang itu?" tanya Herman, pria yang kini duduk di kursi sebelahnya.Dinda berusaha menenangkan diri dan menjawab, "Tadi itu orang suruhan bosku. Dia cuma mau minta sopirnya untuk mengantarkanku ke rumah sakit." Ia tidak menoleh ke arah Herman, khawatir pria itu menangkap kegugupannya atau—lebih parah lagi—menyadari apa yang sebenarnya terjadi."Oh," sahut Herman singkat. Namun, rasa ingin tahunya belum terpuaskan. "Lalu, bagaimana keadaan Dimas? Apa dia baik-baik saja?"D

    Last Updated : 2025-01-14
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 167

    “Kayak gini enaknya, dia malah milih main pedang,” gumam Bram. Dinda duduk di atas kursi spon panjang, semantara Bram hanya membuka celananya hingga di atas lutut.“Hisap susu saya, Pak,” ujarnya sambil memejamkan mata. Bram sedikit membungkuk, menangkup benda kecil berwarna pink yang sudah mengeras. Setiap gerakan Bram, membawa sensasi yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata oleh keduanya. Tubuh keduanya saling merespon satu sama lain. Mungkin karena terlahir dari rahim yang sama, membuat Bram dan Davin memiliki hasrat yang tak bisa dikendalikan bila bersama orang yang dia sukai.“Enak gak?” tanya Bram saat melihat Dinda menggigit bibir bawahnya sambil memejamkan mata.Wanita itu hanya mengangguk. Bram meraup bibinya, Dinda membalas dengan ciuman yang sama panasnya. Tubuh keduanya saling merespon. Bram meremas dadanya Dinda, wanita itu membusung dadanya sengaja menggoda sang majikan.“Sehari tak menyentuhmu, aku bisa gila,” rancau Bram lagi.“Maka sentuhlah saya setiap hari. Dan

    Last Updated : 2025-01-15
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 168

    "Selamat pagi, Pak Amar," sapa Davin pada pria yang baru saja menghampirinya. Pria itu adalah pemilik bahan baku yang sedang dibutuhkan Davin untuk mempercepat pembangunan vila, mal, serta hotel terkait kerja sama dengan Imelda. Pihak klien menginginkan agar pembangunan tersebut selesai pertengahan tahun depan, lebih cepat dari jadwal semula."Selamat pagi, Pak Davin. Selamat pagi, Bu Naura. Boleh saya minta izin berbicara sebentar dengan Bapak? Ada hal penting yang ingin saya sampaikan," ucap Pak Amar, berdiri berhadapan dengan Davin dan Naura."Boleh, tapi setelah saya selesai meeting pagi. Kalau Anda mau, silakan tunggu di depan resepsionis sampai nanti saya selesai meeting. Saya akan memberitahu karyawan saya untuk mengantarkan Anda ke ruangan saya," jawab Davin tegas."Apa tidak bisa sekarang, Pak? Ini sangat mendesak soalnya," sahut Pak Amar, mencoba memohon."Saya tidak bisa mengganggu jadwal meeting saya. Jadi, kalau Anda berkenan menunggu, silakan. Kalau tidak, kembali lagi

    Last Updated : 2025-01-15

Latest chapter

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 187

    "Kalian doakan saja agar Uncle dan Aunty cepat berjodoh," ucap Laura.Segera, Raka, Rania, dan Dinda menoleh ke sumber suara. Raka dan Rania langsung berlari ke ambang pintu untuk memeluk sang nenek."Neneeeeeek! Kami kangen sama Nenek," ucap kedua anak yang baru saja merayakan ulang tahun kemarin. Mereka memeluk sang nenek dengan penuh antusias.Bahkan mereka belum sempat membuka kado-kado ulang tahun. Niatnya, habis makan malam kado-kado itu akan dibuka bersama, tetapi kedua orang tua mereka sudah lebih dulu menelepon, mengatakan bahwa mereka akan pulang terlambat.Dinda tersenyum melihat Raka dan Rania begitu menyayangi sang nenek.Mereka pun akhirnya berbincang tentang banyak hal. Laura mencoba mendekatkan diri pada Dinda. Kini, ia tidak peduli lagi pada latar belakang keluarga Dinda. Laura telah meninggalkan sifat egonya yang dulu, karena yang terpenting baginya saat ini adalah kebahagiaan anak-anaknya bersama wanita yang mereka cintai.Di tempat berbeda, Davin dan Naura telah t

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 186

    Saat mobil yang ditumpangi Dinda mulai memasuki gerbang kota Suncity, ponselnya tiba-tiba berdering. Nama Bram tertera jelas di layar. Dinda cepat-cepat mengangkat panggilan itu, memastikan suaranya terdengar netral agar sopir yang duduk di depannya tidak curiga.“Halo, Pak Bram,” sapanya ramah namun hati-hati. Ia tidak mau hubungan spesialnya dengan Bram terungkap, apalagi di depan sopir pribadi majikannya. Hubungan mereka adalah rahasia yang harus Dinda jaga rapat-rapat.“Halo, Baby,” suara Bram terdengar lembut di seberang telepon, namun tetap penuh perhatian. “Boleh minta tolong?” tanyanya, nadanya terdengar agak cemas.“Tentu saja, Pak. Apa yang bisa saya bantu?” Dinda berusaha menjaga formalitas dalam jawabannya.“Kamu sudah sampai di mana sekarang?” tanya Bram, suaranya terdengar khawatir.“Sebentar lagi, Pak. Kami sudah masuk kota,” jawab Dinda sambil melirik pemandangan jalan yang mulai ramai di luar jendela.“Kalau begitu, tolong jangan langsung pulang, ya. Mampir dulu ke r

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 185

    Semwntara itu, sinrumah Bram, berbaring di atas ranjang yang luas, saling memandang dalam diam. Dinda memeluk Bram, pria itu menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang, memandangi wanita yang terbaring di sisinya dengan sorot penuh kasih. Setwlah pulang dat hotel, mereka tak ikut ke rumah utama, katena besok Raka dan Rania batu akan membuka kado. Hari ini Mommy dan Daddynya tak mengizinkan negadang.Sesekali Bram mengusap lembut rambut Dinda, seolah ingin menenangkan kekhawatirannya. “Baby,” Bram membuka suara, memecah keheningan. “Aku nggak bisa terus begini. Aku nggak tahan lihat kamu terus-terusan diancam oleh Dimas. Dia nggak punya hak buat mengatur hidup kamu seperti ini.” Barusan Dinda kembali mencurahkan isi hatinya pada Bram.Dinda hanya mendesah pelan, mengeratkan pelukannya pada tubuh Bram. "Aku tahu, Baby... Tapi aku juga bingung harus gimana. Selama ini aku cuma menuruti dia supaya semuanya nggak makin rumit."Bram menatap wajah Dinda dengan serius. Ia tidak suka melihat

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 184

    “Apa di antara kalian ada yang masih perawan?” tanya Aldo. Matanya merem melek, menikmati sentuhan bibir wanita muda, di bagian intimnya.“Saya Tuan,” jawab wanita itu. Dia menghentikan kegiatannya mengulum bagian intim Aldo.Aldo memicingkan mata, tak percaya. Wanita ini seperti sedang berbohong.“Kau yakin?” tanya Aldo.“Yakin, Tuan. Anda bisa mengambil keperawanan saya, tapi anda harus memberi saya bonus lebih,” ucapnya. Wanita itu baru saja jatuh miskin setelah perusahaan orang tuanya bangkrut, bahkan dia ditinggalkan kekasihnya karena miskin. Wanita itu sudah terbiasa memuaskan kekasihnya dengan oral seks.“Lalu kalau kamu berbohong?” tanya Aldo.“Anda boleh tak membayar saya malam ini,” jawabnya.Aldo menatap wanita di depannya ini, teringat dengan Naura. Wanita itu pernah pinjam uang satu miliar dan rela memberikan keperawanannya pada Aldo. Sayangnya Aldo tak bisa memberi uang sebanyak itu. Dan Aldo yakin Naura akhirnya memberikan untuk Davin. Mengingat itu, dia jadi semakin me

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 183

    Aldo duduk santai di sofa mewah dengan rokok di tangannya. Matanya terpaku pada tiga penari yang sedang menari sensual di hadapannya, menggunakan jam besar sebagai alat utama tari mereka. Musik berdentum, menggema di seluruh ruangan, seolah mengiringi langkah-langkah tarian mereka. Asap rokok mengepul di udara, memenuhi ruangan dengan aroma yang khas.Tiba-tiba, pintu ruangan itu terbuka. Seorang pria berpakaian rapi masuk dengan langkah penuh percaya diri. Pria itu adalah Edward, orang kepercayaan Aldo yang bertugas mengumpulkan informasi tentang target-targetnya. Edward memberi kode kecil dengan tatapan matanya, meminta Aldo mengizinkannya masuk lebih jauh. Aldo melirik sekilas dan memberikan anggukan ringan.“Masuk, Edward,” ujar Aldo dengan nada santai.Edward melangkah ke dalam, mengabaikan suasana gemerlap di ruangan itu. Ia langsung mengeluarkan sebuah map dari tasnya dan menyerahkannya kepada Aldo."Ini, Bos," ucapnya sambil menaruh map itu di meja kaca. "Semua data sudah le

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 182

    “Aaaaaaah, baby. Hisap lebih dalam.” Dinda melumat milik Bram penuh dengan hasrat, Dia sangat senang sekali kalau disuruh ngemut permen kulit satu ini. Tangan berantak tinggal diam dia meremas dada Dinda dan tangan yang satunya masih bermain di area kewanitaan Dinda. Dinda mempercepat gerakannya, semakin cepat gerakan itu, semakin sering desahan keluar dari mulut Bram yang berhasil membangkitkan gairah liar keduanya. Bahkan mereka benar-benar sudah kecanduan satu sama lain, dimanapun Bram berada permainan panas dengan Dinda selalu memenuhi benaknya. Setelah selesai perjalanan bisnisnya lalu mereka berlibur di atas kapal pesiar, Bram bersumpah tidak akan membiarkan Dinda nganggur sedikitpun. “Cium aku, baby,” kata Bram dengan mata sayu. Dinda melepaskan mulutnya dari benda yang sudah berdiri dengan tegak, lalu mendekatkan bibirnya pada bibir Bram. Mereka saling mendekat satu sama lain, lidahnya saling membelit satu sama lain seolah kegiatan panas ini tidak pernah membuat mereka

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 181

    Nyanyian selamat ulang tahun yang menggema di ballroom hotel tersebut, masih terngiang-ngiang dalam benar kedua anak kembar itu. Tidak ada hal yang paling menyenangkan daripada hari ini bagi si kembar, mereka merayakan hari ulang tahun besar-besaran dan dihadiri oleh banyak tamu undangan tanda. Dan yang paling penting bagi keduanya adalah begitu banyak kado yang tertata dengan rapi hingga membuat keduanya sangat takjub dan cepat-cepat ingin pulang agar bisa segera membuka kado tersebut. Sang nenek, Bram, dan keempat pengasuh mereka sudah memberikan kado spesial. Kedua orang tuanya pun memberikan satu box untuk masing-masing berukuran besar yang akan dibuka oleh mereka besok pagi di rumah. Meski keberatan namun mereka tidak bisa membantah permintaan kedua orang tuanya untuk tidak membuka kado di tempat ini. Rasanya mereka sudah tidak sabar ingin segera pulang dan mengakhiri pesta malam ini.“Selamat ulang tahun, doa terbaik buat Raka dan Rania,” ucap Dinda, memberi selamat pada Twin

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 180

    “Kita mulai acaranya, setuju?” tanya MC pada semua orang yang hadir di sana.“Setuju,” jawab semua.Davin berdiri dengan penuh wibawa di atas podium. Dengan mikrofon di tangan, ia tampak percaya diri, sementara sorotan lampu panggung memusatkan perhatian semua orang padanya. Naura, yang berdiri anggun di sampingnya, menatap suaminya dengan senyuman penuh kebanggaan. Di antara mereka, Rania dan Raka berdiri dengan percaya diri, melambaikan tangan kecil mereka kepada para tamu undangan yang memberi tepuk tangan meriah.“Silakan, Pak Davin, untuk sepatah dua patah kata agar sah si kembar resmi go publik,” ujar salah satu MC dengan senyuman lebar, mengundang sorakan kecil dari audiens.Davin mengambil mikrofon dan membuka pidatonya dengan suara tegas namun hangat, “Selamat malam.”“Selamat malam, Pak Davin!” suara para tamu serentak menjawab, menciptakan suasana hangat dalam ruangan.Davin melanjutkan, “Terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk datang hari ini, ke acara ulang tahun ked

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 179

    “Kenapa, sayang?” tanya Davin.Sang istri terus menoleh ke belakang, lalu fokus ke depan, ke belakang lagi, terus begitu. Seperti ada yang sedang dipikirkan oleh Naura.“Hey, kenapa, sayang?” tanya Davin lembut, sambil menyentuh tangan istrinya.“A–aku seperti melihat Aldo,” ucapnya.Davin berdecak kesal.“Jangan menyebutnya di depanku, sayang,” jawab pria itu cemburu.“Tapi aku beneran melihat dia membuntuti kita, sayang. Aku yakin itu, dia,” ujar Naura.Davin menepikan mobilnya, lalu mobil yang dicurigai Naura dikendarai Aldo melaju lurus.“Mana, sayang?” tanya Davin.“I–itu mobilnya. Aku melihatnya masuk ke mobil putih itu,” jawabnya seperti yang dia lihat.Naura hanya takut kalau Aldo datang untuk mengacaukan hidup mereka lagi. Naura yakin dia dendam pada Davin, apalagi kalau sampai dia tahu soal pernikahannya dengan Davin, tanpa melihat perjuangannya melewati ujian berat.“Dengar, sayang. Aldo atau siapapun tak akan pernah bisa menyentuh kita. Aku pastikan itu kok, jadi kamu jang

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status