Share

Mengabulkan Permintaan Istri

Penulis: Atieckha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-12 21:05:36

Davin menyandarkan tubuhnya di kursi, tatapannya tidak lepas dari wajah istrinya. Senyum lembut menghiasi bibirnya, penuh dengan kasih sayang dan ketulusan. Hari ini adalah hari yang spesial—ulang tahun pernikahan mereka yang ke sekian. Sudah menjadi tradisi setiap tahunnya, Davin selalu memberikan satu janji kepada Naura, janji yang akan ia tepati tanpa syarat, apa pun permintaannya.

Restoran tempat mereka berada memiliki suasana yang nyaman. Tidak ada dekorasi berlebihan, hanya kebersamaan yang hangat. Raka dan Rania duduk di sisi mereka, menikmati makanan sambil sesekali bercanda satu sama lain. Beberapa anggota tim Abimanyu Group juga ikut dalam makan siang ini, tetapi mereka sibuk dengan percakapan sendiri, memberi ruang bagi keluarga kecil ini untuk menikmati momen mereka.

Davin menggenggam tangan Naura dengan lembut, ibu jarinya mengusap punggung tangan istrinya dengan penuh perhatian. Ia bisa merasakan betapa tangan itu sedikit dingin, pertanda bahwa Naura sedang gugup.

"Katak
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Haru

    Suasana makan siang terasa hangat dan penuh canda tawa. Raka menyuap makanannya dengan santai sebelum akhirnya menoleh ke arah Bram dan bertanya, "Emangnya kamu sudah bosan belajar dari rumah?"Bram tertawa kecil melihat ekspresi keponakannya yang tampak bosan. "Hmmm, bener banget, Uncle. Aka bosan belajar dari rumah, tapi Aka dan Nia gak mau jauh dari Mommy," jawabnya polos.Naura tersenyum mendengar jawaban itu. Ia menatap kedua anaknya dengan penuh kasih sayang sebelum menggoda mereka, "Berarti kalian tidak ikhlas temenin Mommy di sini."Raka dan Rania spontan bangkit dari kursinya, lalu memeluk sang Mommy dengan erat. "Kami sayang banget sama Mommy! Pokoknya semuanya, Mommy yang utama!" ujar mereka serempak, lalu mencium pipi Naura secara bersamaan—Raka dari sisi kanan, Rania dari sisi kiri.Davin, yang sejak tadi menikmati kebersamaan mereka, langsung menggeleng sambil tertawa. "Udah, udah! Ih, kalian ganggu aja. Sana duduk di meja kalian! Daddy masih mau sayang-sayangan dengan i

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-12
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Pembeli

    Malam semakin larut, tetapi suasana di tempat hiburan malam milik Bram justru semakin ramai. Dari lantai dua, melalui dinding kaca yang membentang luas, Bram bisa melihat kerumunan pengunjung yang menikmati malam mereka di lantai dansa. Musik berdentum keras, memantul di setiap sudut ruangan, berpadu dengan gemerlap lampu warna-warni yang berputar mengikuti irama. Beberapa orang terlihat bercengkerama di bar, menikmati minuman mereka sambil tertawa lepas.Namun, Bram tidak tertarik dengan semua itu malam ini. Fokusnya sepenuhnya tertuju pada layar laptop di depannya. Ia sudah seharian mengurus permintaan Davin untuk menjual rumah yang mereka tempati sementara. Beberapa agen properti telah ia hubungi, begitu juga dengan beberapa klien potensial yang mungkin tertarik. Namun, sejauh ini belum ada yang memberikan penawaran serius.Ia menghela napas, meregangkan bahunya yang sedikit tegang. Di tangannya, sebuah gelas kristal berisi bourbon tergenggam erat. Ia mengangkatnya, menyesap sediki

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-12
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Berkemas

    Pagi itu, tepat pukul 09.00, deru mesin mobil terdengar mendekat ke halaman rumah yang akan segera dijual. Davin dan Bram berdiri di teras, menunggu kedatangan calon pembeli yang telah mereka sepakati sejak malam sebelumnya. Beberapa mobil mewah berhenti rapi di depan rumah, menandakan bahwa tamu mereka bukanlah orang sembarangan.Pintu mobil utama terbuka, dan Antonio melangkah keluar dengan penuh percaya diri. Ia mengenakan setelan jas hitam yang rapi, seolah mencerminkan statusnya sebagai pengusaha sukses. Di belakangnya, dua pria bertubuh tegap mengikuti dengan sikap waspada—jelas mereka adalah pengawal pribadinya.Davin tersenyum tipis dan melangkah maju untuk menyambut tamunya. "Antonio, selamat datang," sapanya dengan nada ramah, namun tetap profesional.Antonio membalas senyuman itu sambil mengulurkan tangan. "Senang akhirnya bisa melihat rumah ini secara langsung. Dari foto-foto yang dikirimkan Bram, kelihatannya cukup menarik."Bram, yang berdiri di samping Davin, ikut menya

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-12
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Terkejut

    Dua hari berlalu dengan cepat. Rumah yang selama ini mereka tempati kini tak lagi terasa sama. Sejak pagi, semua orang disibukkan dengan persiapan akhir sebelum benar-benar meninggalkan tempat itu.Di ruang tengah, koper-koper besar berjejer rapi, menunggu untuk dimasukkan ke dalam mobil. Beberapa kardus berisi barang pribadi masih terbuka, menunggu pengecekan terakhir. Raka dan Rania berlarian ke sana kemari, memastikan tidak ada barang yang tertinggal.Naura duduk di kursi roda di dekat sofa, mengawasi mereka semua dengan perasaan campur aduk. Baginya, tempat ini menyimpan banyak kenangan, meskipun ia tak ingin tinggal lebih lama. Keinginannya untuk pulang ke Sun City jauh lebih besar dibandingkan perasaan nostalgia yang muncul sesaat.Raka menghampiri adiknya sambil membawa tas ranselnya. “Rania, kamu sudah periksa kamar kita?” tanyanya.Rania mengangguk, tetapi raut wajahnya terlihat ragu. “Sudah, Kak. Tapi aku masih merasa seperti ada yang kurang. Aku takut ada yang ketinggalan.”

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-12
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   24 Jam

    Suasana di ruang tamu mendadak berubah mencekam. Antonio berdiri dengan ekspresi dingin, matanya menatap lurus ke arah Penelope yang masih berusaha menyembunyikan kegugupannya. Namun, Antonio bukan pria bodoh. Dia bisa melihat dengan jelas bagaimana wajah Penelope yang semula angkuh kini sedikit berubah tegang.“Aku punya semua bukti, Penelope.” Suara Antonio terdengar tajam dan penuh tekanan. “Bukti bahwa kamulah dalang dari kematian kakakku. Kamu juga yang merancang pembunuhanku.”Penelope yang semula tegang, tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Tawanya terdengar nyaring, memenuhi ruangan yang kini terasa semakin pengap. Ia menatap Antonio dengan sinis, seolah menertawakan tuduhan pria itu.“Kamu pikir aku akan ketakutan hanya karena omong kosongmu itu?” ejeknya. “Antonio, kamu itu sudah mati! Aku sendiri yang memastikan kematianmu. Jadi, bagaimana mungkin kamu bisa ada di sini dan menuduhku?”Antonio tidak bereaksi terhadap tawa atau ejekan Penelope. Ia tetap berdiri tegak, mengamati

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-12
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Karma

    Di dalam kamar mewahnya di lantai dua, Penelope berjalan mondar-mandir dengan wajah penuh amarah. Tangannya mengepal erat, kukunya yang tajam hampir menembus telapak tangannya sendiri. Nafasnya tersengal, dadanya naik-turun dengan emosi yang meluap-luap.Fernando dan beberapa anak buahnya masih berada di bawah, menyusun rencana untuk menyingkirkan Antonio. Namun, Penelope tak bisa duduk diam. Jantungnya berdegup kencang, bukan karena takut, tapi karena kemarahan yang membara."Bagaimana bisa dia masih hidup?" gumamnya geram. "Dan sekarang dia punya bukti? Omong kosong! Aku harus bertindak sebelum dia menjebakku!"Ia menghempaskan tubuhnya ke sofa dekat jendela besar, mengatur napasnya yang memburu. Matanya menatap tajam ke luar jendela, mengamati lingkungan sekitar rumahnya dengan curiga. Firasatnya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres.Tiba-tiba—Suara deru kendaraan terdengar dari kejauhan. Bukan hanya satu atau dua, tapi banyak.BRMMM! BRMMM!Tatapan Penelope langsung tajam. Ia

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-12
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Minta Dijemput

    Davin sedang duduk di kursi kebesarannya di ruang kerja yang megah. Cahaya matahari siang menuju sore masuk melalui jendela besar di belakangnya, menerangi meja kerja yang penuh dengan dokumen dan laptop yang masih menyala. Di tangannya masih tergenggam ponsel, panggilan dari orang kepercayaan Antonio baru saja berakhir.Wajahnya tenang, tetapi pikirannya masih mencerna kabar yang baru saja diterimanya. Penelope, wanita yang pernah menjadi klien bisnisnya, akhirnya dijatuhi hukuman seumur hidup. Berita itu seharusnya sudah bisa diprediksi sejak lama, mengingat semua bukti yang dikumpulkan Antonio sangat kuat. Namun, tetap saja, mendengar vonis itu secara langsung memberi kesan tersendiri.Di seberangnya, Bram duduk dengan santai di sofa, satu kaki disilangkan di atas kaki lainnya. Tangannya memegang secangkir kopi yang sudah mulai mendingin. Melihat ekspresi Davin, ia tahu sesuatu yang besar baru saja terjadi."Jadi gimana?" tanya Bram, menurunkan cangkirnya ke meja.Bram bener-bener

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-13
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Kejutan Terindah

    Davin menghela napas panjang sebelum meraih pena di tangannya. Beberapa dokumen masih menunggu tanda tangannya. Sejak pagi, ia sudah disibukkan dengan rapat dan diskusi proyek, tetapi pekerjaannya belum selesai.Hari ini terasa lebih melelahkan dari biasanya. Ada rasa lelah yang aneh, tapi ia tak tahu penyebabnya. Ia hanya ingin segera menyelesaikan semuanya dan menjemput Raka serta Rania.Ponselnya bergetar lagi. Sebuah pesan masuk."Daddy harus jemput sendiri! Harus! Jangan pakai sopir!"Davin tersenyum tipis. Kedua anaknya sedang manja hari ini. Biasanya, mereka tidak sekeras ini meminta diantar-jemput, tapi kalau sudah punya kemauan, tidak ada yang bisa mengubahnya.Dengan semangat menggebu, Davin menyelesaikan tanda tangan terakhirnya. Ia merapikan dokumen, lalu berdiri. Begitu keluar dari ruangannya, ia melirik ke arah meja kerja Bram. Kosong.Tumben, Bram nggak pamit…Biasanya, Bram selalu berpamitan sebelum pulang lebih dulu. Tapi mungkin ada urusan lain. Tanpa berpikir lebih

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-13

Bab terbaru

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Kami Tidak Sudi

    Malam semakin larut ketika Edward akhirnya memutuskan untuk pamit. Sejujurnya, ia masih ingin berlama-lama, tetapi suasana di apartemen Rania terlalu menegangkan baginya. Terutama karena keberadaan Davin, Raka, dan Bram yang dari tadi terus mengamatinya dengan tatapan sulit ditebak. Ditambah lagi, Aurora yang berhasil mempermainkannya dengan jamu asin tadi semakin membuatnya ingin segera keluar dari tempat ini.Ia berdiri dari kursinya, membenahi jasnya, lalu tersenyum tipis. “Baiklah, saya pamit dulu. Terima kasih atas makan malamnya, Pak Davin, Bu Naura.”Naura tersenyum lembut. “Hati-hati di jalan, Pak Edward.”Davin yang duduk dengan Rania di pangkuannya menepuk bahu pria itu. “Jangan sungkan datang lagi. Kami di sini satu minggu ke depan. Justru bagus kalau sering main ke sini, siapa tahu bisa berbagi pengalaman bisnis dengan Rania dan calon pacar Pak Edward. Saya bantu deh biar Aurora mau.” Davin sengaja banget menggoda sahabat dari anaknya, hingga membuat gadis itu memperemut

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Pembalasan Awal sang Sahabat

    Langkah kaki gadis itu terdengar ringan saat ia berjalan menuju ruang tamu. Rania muncul dengan piyama tidur berbahan satin berwarna lembut yang membalut tubuhnya dengan nyaman. Rambut panjangnya yang biasanya terurai kini dikuncir tinggi dengan gaya bun yang membuat wajahnya tampak semakin segar dan manis.Dia sama sekali tidak heran kalau Edward terlihat dekat dengan sang Daddy. Beberapa hari sebelum ini Edward pernah cerita kalau dia sering ada pertemuan bisnis ataupun pertemuan sesama pengusaha hebat dan di dalamnya ada Davin dan Bram.Meski Edward memuji kehebatan sang Daddy, tetap saja itu tidak membuat Rania luluh dan memaafkan kesalahan yang pria itu buat.Edward yang tengah duduk dengan ekspresi tegang tanpa sadar mengangkat wajahnya, dan saat itu juga matanya membeku di tempat. Napasnya tercekat begitu saja.Rania terlihat begitu alami, tanpa riasan, tetapi tetap memesona. Tatapan polosnya, cara ia berjalan santai dengan ekspresi sedikit mengantuk—semuanya mengingatkannya pa

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Jantung Berdebar

    Edward berusaha menampilkan ekspresi setenang mungkin meskipun dalam hatinya ia sudah mulai menyesali keputusannya datang ke apartemen ini. Seandainya ia tahu bahwa keluarga Rania akan ada di sini, ia pasti akan berpikir seribu kali sebelum melangkahkan kakinya ke tempat ini.“Iya, Pak Davin. Saya kebetulan bawakan makanan untuk Aurora,” jawab Edward dengan suara setenang mungkin.Aurora langsung mendelik ke arahnya dengan tatapan penuh peringatan. Seolah-olah memberi sinyal agar Edward tidak berani macam-macam atau menyebutkan alasan sebenarnya. Namun, Edward pura-pura tidak peduli. Jika Davin sampai tahu bahwa sebenarnya ia datang untuk menemui Rania, wajahnya bisa bonyok dalam hitungan detik.Ia melirik sekilas ke arah Davin yang sedang berdiri tegap di depannya. Pria itu memang sudah tidak muda lagi, tetapi tubuhnya masih kekar dan berisi, menunjukkan bahwa ia tetap menjaga kebugarannya. Bahkan di usia matang seperti sekarang, Davin tetap terlihat karismatik, sosok yang jelas tida

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Mendadak Ciut

    London masih basah oleh sisa hujan yang mengguyur sejak sore. Lampu-lampu kota berpendar indah, tetapi tidak ada keindahan yang bisa dirasakan Edward malam ini. Dengan langkah panjang yang dipenuhi kelelahan, ia akhirnya sampai di depan apartemen Rania. Setelah seharian berada di lokasi proyek, tangannya terasa kaku saat menekan bel.Ding-dong!Beberapa detik berlalu tanpa jawaban. Edward menarik napas panjang, bersiap menghadapi segala kemungkinan. Ia tahu, Rania pasti sedang menunggunya dengan banyak pertanyaan dan mungkin juga kemarahan yang belum tersalurkan. Namun, saat pintu terbuka, bukan Rania yang menyambutnya.Melainkan Aurora.Tatapan mata Aurora langsung berubah tajam begitu melihat pria di hadapannya. Ada kebencian yang nyata, sesuatu yang Edward tak bisa abaikan. Sebelum sempat mengucapkan sepatah kata pun, Aurora langsung melontarkan kata-kata tajam yang seolah menghantamnya tanpa ampun.“Bajingan tak tahu diri!”Edward terdiam. Wajahnya tetap datar, meskipun dalam hati

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Dimanja Kemewahan

    Sementara itu, di dalam mobil yang dikendarai oleh pacarnya Maria, kini pasangan beda usia jauh itu sedang bermesraan layaknya pasangan kekasih.“Aku tuh kangen banget sama kamu sayang, lama banget sih perginya,” rengek Maria manja.Maria sama sekali tidak risih meskipun dia bermesraan dengan pria matang yang usianya sama seperti Papanya, dia justru dari dulu menyukai pria matang, karena bagi Maria pria matang itu memiliki banyak pengalaman. Pria matang itu juga sangat penyayang, dan hal itulah yang membuat Maria nyaman bersama Jackie, yang merupakan seorang pengusaha sukses di London yang bergerak di bidang properti.Kekayaannya nggak perlu ditanyakan lagi, karena sudah pasti takkan habis untuk 7 keturunan, meski Maria terlahir sebagai anak orang kaya, namun nyatanya dia tetap mendapatkan kemewahan itu dari pria matang ini, dan Maria menyukai cara Jackie memanjakannya.“Aku juga sangat merindukanmu sayang, makanya tadi aku buru-buru nyamperin kamu ke coffee shop, karena aku benar-ben

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Harus Bertanggung Jawab

    Rania membeku di tempatnya, bahkan dia tidak menyadari kalau Aurora sudah kembali ke meja mereka. Pria itu sangat nekat melakukannya di depan umum."Rania, kamu kenapa sih? Bengong terus dari tadi," tanya Aurora, bahkan sampai harus memukul tangan Rania agar sahabatnya itu tersadar dari lamunan.Rania tersentak. "Ah, nggak apa-apa kok," jawabnya gugup, mencoba menyembunyikan kegelisahan yang sejak tadi menghantuinya.Aurora hanya menggeleng. Dia yakin ada sesuatu yang terjadi pada sahabatnya, tetapi dia memilih menunggu sampai Rania sendiri yang bercerita. Aurora ingin menghargai privasi Rania jika memang dia tidak nyaman untuk membagikan masalahnya. Mereka kembali melanjutkan makan, meskipun Aurora diam-diam memperhatikan perubahan ekspresi Rania yang terlihat jauh berbeda dari biasanya.Di dalam kepalanya, Rania masih dihantui berbagai pertanyaan yang terus berputar. Jadi dia kakak angkatnya Maria? Berarti benar kecurigaanku setelah aku berbicara dengan Maria di klub malam itu…Rani

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Makan Apa Cantik?

    Rania menghela napas panjang, mencoba menahan kegelisahan yang sejak tadi menggelayuti pikirannya. Di sampingnya, Aurora terus menatapnya dengan mata penuh selidik."Kamu kenapa sih? Kok wajahnya kelihatan suntuk banget," tanya Aurora, sahabat baiknya, sambil menyenggol lengannya pelan.Rania tersentak dari lamunannya, buru-buru memasang ekspresi datar. "Nggak apa-apa kok. Mungkin cuma kurang enak badan," sahutnya, berbohong.Meski Aurora adalah sahabat terbaiknya, tetap saja Rania merasa malu untuk membongkar aibnya sendiri, terutama yang berhubungan dengan Edward.Aurora mengernyit, tidak percaya begitu saja. "Tapi kamu nggak seperti biasanya. Malah beberapa kali kamu sering bolos kuliah. Ceritalah padaku kalau kamu memang menganggapku sebagai sahabatmu. Kalau kamu percaya aku bisa menyimpan rahasiamu," ujarnya membujuk dengan nada serius.Rania menarik napas dalam. Ia tahu Aurora tidak akan mudah menyerah jika sudah mulai mencium sesuatu yang mencurigakan. Tapi tetap saja, dia tida

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Macan Betina

    Meski diusir oleh Rania, tetap saja Edward memilih menghabiskan waktunya di apartemen Rania. Dia merasa berkewajiban untuk memastikan keadaan Rania baik-baik saja.Sementara Rania yang enggan berdebat, lebih memilih membiarkan Edward untuk tetap berada di apartemennya. Dia tak punya cukup tenaga untuk mengusir pria ini. Maka yang Rania lakukan memejamkan mata, dan pasrah akan masa depannya yang suram. Kehormatannya telah direnggut secara paksa oleh pria yang bahkan tak pernah ia kenal sebelumnya.*****Satu bulan telah berlalu sejak malam yang mengubah hidup Rania selamanya. Meski masih menyimpan trauma dan kemarahan, dia mencoba menjalani kehidupannya dengan lebih baik. Setiap hari, dia berusaha mengubur semua kenangan buruk dan kembali fokus pada kuliahnya. Tidak ada lagi tangisan di malam hari, tidak ada lagi ketakutan setiap kali menatap bayangannya sendiri di cermin. Rania sudah berjanji pada dirinya sendiri—dia tidak akan membiarkan siapapun menghancurkan masa depannya.Namun,

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Awal Baru

    Hamil? Rania membeo, kedua alisnya bertaut, ekspresinya campuran antara terkejut dan muak.“Iya, kalau kamu hamil, aku akan bertanggung jawab,” kata Edward dengan datar, seolah-olah masalah ini hanya sekadar formalitas baginya.Rania tertawa sinis. Tawanya dingin dan menyakitkan. “Kamu pikir aku mau sama kamu? Kamu itu nggak tahu diri, ya! Sudah om-om malah tidur sama wanita yang masih berstatus mahasiswa.” Matanya menyala penuh kemarahan saat menatap Edward.Edward berdecak kesal, merasa harga dirinya diinjak-injak. Bagaimana mungkin dia, pria yang selalu dipuja banyak wanita, malah dipanggil ‘om-om’ oleh gadis yang baru dikenalnya? Sementara di luar sana, banyak sekali wanita yang tergila-gila padanya, mengemis perhatiannya, bahkan rela melakukan apa saja demi sekadar mendapatkan tatapannya. Tapi gadis ini? Dia justru menghinanya. Ini sudah keterlaluan!“Kamu ini ya, berani-beraninya ngatain aku om-om! Kamu nggak lihat ketampananku? Tak ada lawannya! Bahkan ketampananku mengalahkan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status