Share

Terkejut

Author: Atieckha
last update Last Updated: 2025-03-12 22:44:33

Dua hari berlalu dengan cepat. Rumah yang selama ini mereka tempati kini tak lagi terasa sama. Sejak pagi, semua orang disibukkan dengan persiapan akhir sebelum benar-benar meninggalkan tempat itu.

Di ruang tengah, koper-koper besar berjejer rapi, menunggu untuk dimasukkan ke dalam mobil. Beberapa kardus berisi barang pribadi masih terbuka, menunggu pengecekan terakhir. Raka dan Rania berlarian ke sana kemari, memastikan tidak ada barang yang tertinggal.

Naura duduk di kursi roda di dekat sofa, mengawasi mereka semua dengan perasaan campur aduk. Baginya, tempat ini menyimpan banyak kenangan, meskipun ia tak ingin tinggal lebih lama. Keinginannya untuk pulang ke Sun City jauh lebih besar dibandingkan perasaan nostalgia yang muncul sesaat.

Raka menghampiri adiknya sambil membawa tas ranselnya. “Rania, kamu sudah periksa kamar kita?” tanyanya.

Rania mengangguk, tetapi raut wajahnya terlihat ragu. “Sudah, Kak. Tapi aku masih merasa seperti ada yang kurang. Aku takut ada yang ketinggalan.”
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   24 Jam

    Suasana di ruang tamu mendadak berubah mencekam. Antonio berdiri dengan ekspresi dingin, matanya menatap lurus ke arah Penelope yang masih berusaha menyembunyikan kegugupannya. Namun, Antonio bukan pria bodoh. Dia bisa melihat dengan jelas bagaimana wajah Penelope yang semula angkuh kini sedikit berubah tegang.“Aku punya semua bukti, Penelope.” Suara Antonio terdengar tajam dan penuh tekanan. “Bukti bahwa kamulah dalang dari kematian kakakku. Kamu juga yang merancang pembunuhanku.”Penelope yang semula tegang, tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Tawanya terdengar nyaring, memenuhi ruangan yang kini terasa semakin pengap. Ia menatap Antonio dengan sinis, seolah menertawakan tuduhan pria itu.“Kamu pikir aku akan ketakutan hanya karena omong kosongmu itu?” ejeknya. “Antonio, kamu itu sudah mati! Aku sendiri yang memastikan kematianmu. Jadi, bagaimana mungkin kamu bisa ada di sini dan menuduhku?”Antonio tidak bereaksi terhadap tawa atau ejekan Penelope. Ia tetap berdiri tegak, mengamati

    Last Updated : 2025-03-12
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Karma

    Di dalam kamar mewahnya di lantai dua, Penelope berjalan mondar-mandir dengan wajah penuh amarah. Tangannya mengepal erat, kukunya yang tajam hampir menembus telapak tangannya sendiri. Nafasnya tersengal, dadanya naik-turun dengan emosi yang meluap-luap.Fernando dan beberapa anak buahnya masih berada di bawah, menyusun rencana untuk menyingkirkan Antonio. Namun, Penelope tak bisa duduk diam. Jantungnya berdegup kencang, bukan karena takut, tapi karena kemarahan yang membara."Bagaimana bisa dia masih hidup?" gumamnya geram. "Dan sekarang dia punya bukti? Omong kosong! Aku harus bertindak sebelum dia menjebakku!"Ia menghempaskan tubuhnya ke sofa dekat jendela besar, mengatur napasnya yang memburu. Matanya menatap tajam ke luar jendela, mengamati lingkungan sekitar rumahnya dengan curiga. Firasatnya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres.Tiba-tiba—Suara deru kendaraan terdengar dari kejauhan. Bukan hanya satu atau dua, tapi banyak.BRMMM! BRMMM!Tatapan Penelope langsung tajam. Ia

    Last Updated : 2025-03-12
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Minta Dijemput

    Davin sedang duduk di kursi kebesarannya di ruang kerja yang megah. Cahaya matahari siang menuju sore masuk melalui jendela besar di belakangnya, menerangi meja kerja yang penuh dengan dokumen dan laptop yang masih menyala. Di tangannya masih tergenggam ponsel, panggilan dari orang kepercayaan Antonio baru saja berakhir.Wajahnya tenang, tetapi pikirannya masih mencerna kabar yang baru saja diterimanya. Penelope, wanita yang pernah menjadi klien bisnisnya, akhirnya dijatuhi hukuman seumur hidup. Berita itu seharusnya sudah bisa diprediksi sejak lama, mengingat semua bukti yang dikumpulkan Antonio sangat kuat. Namun, tetap saja, mendengar vonis itu secara langsung memberi kesan tersendiri.Di seberangnya, Bram duduk dengan santai di sofa, satu kaki disilangkan di atas kaki lainnya. Tangannya memegang secangkir kopi yang sudah mulai mendingin. Melihat ekspresi Davin, ia tahu sesuatu yang besar baru saja terjadi."Jadi gimana?" tanya Bram, menurunkan cangkirnya ke meja.Bram bener-bener

    Last Updated : 2025-03-13
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Kejutan Terindah

    Davin menghela napas panjang sebelum meraih pena di tangannya. Beberapa dokumen masih menunggu tanda tangannya. Sejak pagi, ia sudah disibukkan dengan rapat dan diskusi proyek, tetapi pekerjaannya belum selesai.Hari ini terasa lebih melelahkan dari biasanya. Ada rasa lelah yang aneh, tapi ia tak tahu penyebabnya. Ia hanya ingin segera menyelesaikan semuanya dan menjemput Raka serta Rania.Ponselnya bergetar lagi. Sebuah pesan masuk."Daddy harus jemput sendiri! Harus! Jangan pakai sopir!"Davin tersenyum tipis. Kedua anaknya sedang manja hari ini. Biasanya, mereka tidak sekeras ini meminta diantar-jemput, tapi kalau sudah punya kemauan, tidak ada yang bisa mengubahnya.Dengan semangat menggebu, Davin menyelesaikan tanda tangan terakhirnya. Ia merapikan dokumen, lalu berdiri. Begitu keluar dari ruangannya, ia melirik ke arah meja kerja Bram. Kosong.Tumben, Bram nggak pamit…Biasanya, Bram selalu berpamitan sebelum pulang lebih dulu. Tapi mungkin ada urusan lain. Tanpa berpikir lebih

    Last Updated : 2025-03-13
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Perawan

    Beberapa tahun kemudian, Raka dan Rania telah berusia 20 tahun. Raka memilih menempuh pendidikan di Amerika Serikat dengan jurusan bisnis, karena sebagai satu-satunya ahli waris Davin, ia harus mempersiapkan diri untuk menggantikan sang ayah kelak. Lidya dan Bagas juga sudah memiliki anak berusia 10 tahun. Namun Lidya tetap menjadi pengasuh Angelica meski gadis itu sudah memasuki remaja. Bram memutuskan untuk tidak menikah lagi. Dia sudah cukup bahagia hidup berdua bersama buah hatinya. Sementara Bagas dan Lidya masih tinggal di kediaman Bram, karena Lidya sendiri pun tidak bisa berjauhan dari Angelica yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri.Sementara itu, Rania memilih bersekolah di London, mengambil jurusan desain. Cita-citanya jelas—ia ingin memiliki butik sendiri dengan desain hasil karyanya sendiri.Awalnya, keputusan ini sempat ditentang oleh kedua orang tua mereka. Davin dan Naura merasa berat hati membiarkan anak kembar mereka hidup terpisah di luar negeri. Namun, keing

    Last Updated : 2025-03-13
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Video Panas

    Aaaarrrrrrrgh!Rania berteriak saat kesadarannya pulih. Dadanya naik turun dengan cepat, tubuhnya membeku karena keterkejutan. Napasnya tersengal-sengal saat matanya menangkap fakta yang mengerikan—dia ada di bawah selimut yang sama dengan pria asing.Tangisnya pecah seketika. Air matanya mengalir deras di pipi, menggambarkan ketakutan, kepanikan, dan kesedihan yang bercampur menjadi satu. Dia tak pernah membayangkan akan mengalami sesuatu seburuk ini.Dengan tangan gemetar, Rania mencengkeram erat selimut yang menutupi tubuhnya. Perlahan, ia menggeser tubuhnya, mencoba menjauh dari pria itu. Namun, rasa sakit yang menjalar di bagian intimnya membuatnya tersentak. Tubuhnya terasa nyeri luar biasa, seolah memberikan bukti nyata bahwa sesuatu yang mengerikan benar-benar telah terjadi padanya.Pria di sampingnya bergerak. Rania langsung membelakanginya, menutup rapat tubuhnya dengan selimut sambil berusaha keras mengendalikan rasa takutnya. Tapi, pria itu justru semakin mendekat dan tiba

    Last Updated : 2025-03-14
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Kemana Dia?

    Air mengalir deras dari pancuran, membasahi tubuh Rania yang menggigil di bawahnya. Ia memeluk dirinya sendiri, menggosok-gosok kulitnya dengan keras, seolah berharap bisa menghapus segala kotoran yang melekat. Tapi tidak peduli seberapa lama ia berdiri di bawah air, tidak peduli seberapa kuat ia menggosok tubuhnya, rasa jijik itu tetap ada.Rania menundukkan kepala, membiarkan air hangat mengalir melewati wajahnya. Isakannya teredam oleh suara pancuran, tapi air mata yang bercampur dengan air dari shower itu tak bisa dibendung. Ia merasa hancur. Seluruh tubuhnya lemas, seakan tidak punya tenaga lagi untuk berdiri.Ia menekan bibirnya kuat-kuat, berusaha meredam tangis yang semakin membuncah. Bayangan kejadian tadi terus berputar di kepalanya, menghantui seperti mimpi buruk yang tak berkesudahan. Setiap kata yang diucapkan Edward, setiap tatapan penuh kemenangan di mata pria itu, semua membuat Rania semakin merasa terpuruk."Kenapa aku bisa sebodoh ini? Kenapa aku membiarkan diriku di

    Last Updated : 2025-03-14
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Peduli

    Perjalanan menuju apartemen Rania terasa lebih lama dari biasanya. Setiap detik yang berlalu hanya menambah rasa tak sabar yang menggelayuti dada Edward. Ia mengemudikan mobil dengan kecepatan stabil, tetapi pikirannya terus dipenuhi oleh berbagai kemungkinan yang membuatnya semakin frustrasi.Suaranya yang dingin dan tajam memenuhi ruang kabin mobil saat ia kembali mencoba menghubungi Rania. Namun, hasilnya tetap sama—ponselnya tidak aktif. Genggaman Edward di setir semakin menguat, menunjukkan ketegangan yang kini mulai mendominasi pikirannya.Kenapa dia tidak bisa dihubungi? Apa sesuatu terjadi padanya?Jantungnya berdetak lebih cepat. Meski ia tahu Rania bukan tipe wanita ceroboh, tetap saja ada perasaan tidak nyaman yang tidak bisa ia abaikan begitu saja.Begitu mobilnya memasuki area parkir apartemen, Edward langsung menginjak pedal rem dan menghentikan mobilnya dengan mulus. Tanpa membuang waktu, ia membuka pintu dan turun dengan langkah cepat. Lalu lintas di sekitarnya tak men

    Last Updated : 2025-03-14

Latest chapter

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Happy Ending

    Daniel Dominic Montgomery dan Darren Damian Montgomery adalah nama yang dipilih oleh kedua orang tua mereka dan sudah disepakati oleh keluarga untuk si kembar. Kedua bayi itu kini berada di ruang perawatan sang Mama. Setelah dilahirkan kemarin, mereka sempat dibawa ke ruang perawatan bayi, tetapi pagi ini mereka sudah dipindahkan ke ruang perawatan Rania. "Selamat ya, Nia! Aku senang banget akhirnya punya keponakan," ucap Raka. "Untung saja wajahnya kayak kamu," tambahnya lagi sambil melirik ke arah sang adik ipar yang usianya jauh di atasnya. Edward hanya tersenyum mendengar ucapan iparnya. "Kamu kapan menyusul, Raka?" tanyanya. "Menyusul? Bisa-bisa aku digantung sama Mommy dan Daddy. Pacaran saja nggak boleh, apalagi nyusul kalian nikah dan punya anak. Mommy bisa mati berdiri," kata Raka sambil melirik ke arah sang Mommy. "Bener kan, Mom?" tanyanya lagi. "Bukan cuma digantung, tapi Mommy akan ikat seluruh tubuh Raka biar nggak bisa bergerak," jawab Naura, membuat seluruh or

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Baby Twins

    Sementara itu, di dalam mobil, Rania terus menangis. Tangannya mencengkeram erat kursi, napasnya terengah-engah menahan rasa sakit yang begitu menyiksa. Perutnya terasa melilit hebat, sakit yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Setiap gelombang kontraksi yang datang membuat tubuhnya menegang, dan air mata semakin deras mengalir di pipinya."Sabar ya, sayang… sabar… kita sebentar lagi sampai," ucap Edward, suaranya bergetar, namun ia berusaha tetap tenang untuk istrinya. Tangannya terulur, mengusap kening Rania yang penuh peluh. Ia ingin melakukan sesuatu untuk mengurangi rasa sakit istrinya, tetapi ia tahu tidak ada yang bisa benar-benar membantu selain memastikan mereka segera tiba di rumah sakit.Rania menggigit bibirnya, tubuhnya sudah mulai gemetar. "Sakit, sayang… sakit banget…" ucapnya dengan suara lemah, hampir seperti bisikan. Air ketubannya sudah pecah sejak beberapa menit yang lalu, dan kini darah mulai keluar, membasahi pahanya hingga betisnya.Melihat kondisi itu, E

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Darurat

    "Bagaimana kalau kita menikah bulan depan saja?" tanya Bram tiba-tiba, menatap Monica dengan penuh harapan.Mereka sedang duduk di balkon kamar Monica. Awalnya, Bram berencana menemani Angelica di kamar ibunya karena gadis kecil itu ingin tidur bersama sang nenek. Namun, Laura tampaknya memahami situasinya dan justru menyuruh Bram untuk menemani Monica.Monica tersenyum lembut, tatapannya penuh kehangatan. "Aku ikut saja, sayang. Terserah kamu mau kapan, aku siap," jawabnya tulus. "Aku bahagia banget akhirnya Angelica mau menerima kehadiranku."Bram merasakan haru menyelimuti hatinya. Ia lalu meraih Monica ke dalam pelukannya, mendekapnya dengan penuh kasih sayang. "Terima kasih, sayang. Terima kasih juga karena sudah mau menerima pernyataan cinta dari seorang duda beranak satu," ucapnya dengan suara lembut.Monica tersenyum dan membalas pelukan itu. "Aku mencintaimu, Bram. Statusmu tidak pernah menjadi masalah untukku," bisiknya.Bram mengusap pelan punggung calon istrinya. "Tapi aku

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Janji sang Nenek

    Naura menghela napas panjang, matanya masih terlihat menerawang, seolah pikirannya belum bisa benar-benar menerima kenyataan yang baru saja terjadi. “Aku nggak pernah menyangka kalau Angelica bisa langsung menerima Monica sebagai calon Mama barunya,” ucapnya lirih, suaranya terdengar masih dipenuhi rasa haru.Saat ini, dia sudah berada di kamar bersama suaminya, Davin. Malam di London terasa lebih dingin dari biasanya, tetapi suasana hati Naura jauh lebih hangat setelah melihat kebahagiaan di wajah keponakannya tadi.Davin yang tengah bersandar di kepala ranjang ikut tersenyum, meskipun ada sedikit keterkejutan di matanya. “Iya, sayang. Aku juga tidak menyangka kalau Angelica secepat itu menerima kehadiran Monica. Aku pikir tadi, saat dia mencium foto Mamanya, dia tidak akan mau Mamanya digantikan oleh siapa pun.”Naura mengangguk pelan, memahami perasaan yang mungkin sempat berkecamuk di hati Angelica. Ia tahu betul seberapa besar gadis kecil itu mencintai sosok ibunya, meskipun tak

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Meminta Restu

    Angelica masih sibuk menyapa teman-temannya satu per satu dengan wajah ceria. Senyumnya terus mengembang, mencerminkan kebahagiaan yang begitu tulus. Sesekali, ia tertawa kecil saat berbincang dengan sahabat-sahabatnya, menikmati momen berharga yang baru pertama kali diberikan oleh sang Papa. Sejak kecil, Angelica memang tidak pernah merasakan pesta ulang tahun sebesar ini, dan melihat banyak orang yang datang hanya untuknya membuat gadis kecil itu merasa begitu istimewa. Bram berdiri bersama ibunya, Laura, serta Monica, sekretarisnya yang selama ini selalu berada di sisinya, mendukung setiap langkahnya dalam pekerjaan maupun kehidupan pribadinya. Tidak ada banyak orang di sekitar mereka, memberikan kesempatan bagi mereka bertiga untuk berbicara lebih leluasa tanpa ada yang mendengar.Laura menatap putranya dengan penuh arti sebelum akhirnya membuka suara, "Bram, kau benar-benar akan meminta izin pada Angelica untuk menikahi Monica?" Suaranya terdengar tenang, tapi ada sedikit kekh

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Birthday Angel

    Waktu terus berjalan, tanpa terasa minggu depan adalah jadwal kelahiran kedua anak Rania dan Edward. Perjalanan panjang yang mereka lalui bersama akhirnya membawa mereka ke titik ini—menanti hadirnya dua buah hati yang akan melengkapi keluarga kecil mereka.Sejak tiga bulan lalu, Rania telah resmi pindah ke Sun City, meninggalkan London untuk membangun kehidupan baru bersama Edward. Edward, yang sejak awal ingin memberikan kenyamanan terbaik bagi istrinya, sudah menyiapkan rumah mewah untuk Rania. Namun, meskipun Rania menerima rumah tersebut dengan penuh rasa syukur, menjelang persalinannya, dia lebih memilih tinggal di kediaman kedua orang tuanya. Bagi Rania, berada di dekat Mommy dan Daddy akan membuatnya lebih tenang.Bisnis butiknya yang kini berkembang pesat tetap berjalan dengan baik meskipun Rania sementara waktu harus istirahat dari dunia fashion. Dia mempercayakan pengelolaan butik itu kepada manajernya, tetapi setiap laporan tetap dikirimkan kepada William, asisten keper

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Butik

    Mereka baru saja turun dari mobil.Davin hanya bisa menghela napas panjang saat melihat Naura dengan cekatan mengambil black card miliknya, seolah kartu itu sudah menjadi milik pribadi istrinya. "Sayang, kamu kan udah punya kartu sendiri," protesnya, meski nada suaranya lebih terdengar seperti pasrah daripada keberatan.Naura hanya tersenyum manis, menggoyangkan kartu itu di depan wajah suaminya. "Tapi kan tetap saja uang suami adalah uang istri, sayang. Uang istri ya uang istri," sahutnya santai. "Apalagi aku mau belanjain anak-anak juga."Davin hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum. Dia tahu, pada akhirnya, apa pun yang ia miliki memang untuk istri dan anak-anaknya tercinta.Sementara itu, Angelica yang sedari tadi sibuk melihat-lihat koleksi sepatu mewah tiba-tiba menoleh pada pamannya. "Uncle, Angelica di-belanjain juga nggak?" tanyanya dengan mata berbinar.Davin menoleh ke arah gadis mungil itu, yang kini menatapnya dengan ekspresi menggemaskan. Wajah Angelica yang c

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Menang Taruhan

    Davin melangkah masuk ke ruang keluarga apartemen Edward dan Rania, mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ia baru saja tiba bersama Naura dan Angelica, membawa beberapa koper berisi makanan dan oleh-oleh untuk putri mereka. Belum sempat duduk, Edward sudah menyambutnya dengan senyum lebar.“Duduk dulu, Daddy,” ucap Edward sambil menunjuk sofa di hadapannya.Davin mendengus geli, menatap menantunya dengan ekspresi datar. “Geli kali aku dipanggil Daddy olehmu,” sahutnya, nada suaranya masih terasa tak bersahabat.Naura yang duduk di sampingnya hanya menghela napas, sementara Edward malah cengengesan. “Masak mau dipanggil Paman?” goda Edward.Naura ikut menimpali, “Lagian kamu ini, sayang. Memang sudah sepantasnya menantu memanggilmu dengan sebutan Daddy. Kenapa protes terus setiap sama Edward?”Davin menatap istrinya dengan alis terangkat. “Makin besar kepalanya Edward. Semua dibelain. Heran deh, sama kamu dan Mamaku. Doyan sekali membela laki-laki ini,” ujarnya bercanda.Edward hanya te

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Kado Spesial

    Saat Rania dan Edward tiba di sebuah restoran, mereka bertemu dengan seseorang yang sudah lama tidak Rania jumpai."Hai, Andrew! Apa kabar?" sapa Rania dengan ramah, sambil mengulurkan tangan ke arah pria itu.Namun, sebelum tangannya sempat menyentuh tangan Andrew, Edward dengan sigap menarik tangan istrinya, menjauhkannya dari jangkauan pria lain. Andrew, yang sudah hendak menyambut salam Rania, hanya bisa menarik tangannya kembali dengan ekspresi sedikit terkejut.Rania melirik suaminya dengan kesal. "Kamu apa-apaan sih?" tanyanya, tak habis pikir dengan tindakan Edward yang begitu protektif.Edward menatapnya tanpa rasa bersalah sedikit pun. "Aku nggak suka ada yang nyentuh-nyentuh istriku, meskipun hanya sekadar salaman," ucapnya tegas.Andrew tertawa kecil melihat sikap Edward yang begitu posesif. "Nggak apa-apa, Rania. Semua pria pasti punya pemikiran seperti suamimu ini. Wajar kalau dia nggak mau istrinya yang cantik dimiliki orang lain," ujarnya santai.Edward langsung meloto

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status