Magdalena sedang menemani Elkana untuk tidur siang, bocah itu tidak lagi dibawa ke kamar mamanya setelah makan siang selesai.Setelah membereskan tumpahan makanan, Lidya datang lagi dengan makanan yang baru. Perempuan muda itu tampak lebih berhati-hati untuk mengantarkan makanan."Taruh di nakas saja," ujar Ruth datar. Padahal tangan Hizkia telah terulur untuk menerima nampan dari Lidya."Apa masih ada yang Bu Ruth perlukan? Saya akan menyiapkan --," "Tidak perlu, Suster. Boleh tinggalkan kamar ini," pinta Ruth memotong pembicaraan.Lidya memandang sekilas Ruth, lalu ia mengangguk dan membalikkan tubuhnya untuk keluar dari kamar pribadi Ruth dan Hizkia. "Kamu masih belum mau makan?" tanya Hizkia heran."Ya, nanti aku akan makan... sendiri. Boleh tinggalkan aku?" tanya Ruth menunduk memeriksa ponselnya. Ia tidak ingin melihat raut Hizkia yang sempat diliriknya masih meninggalkan sisa senyum saat Lidya berpamitan keluar kamar tadi.Kini, Ruth hanya ingin tinggal sendiri di kamarnya."
Senin pagi ini Hizkia dan Ruth akan bertemu dokter Samuel di RSIA Kasih Ibu. Setelah insiden makanan tumpah, Hizkia menunjukkan perhatiannya pada Ruth. Perkataan Lidya tentang efek psikologis yang dialami Ruth membuat Hizkia memaklumi kondisi istrinya.Ruth pun merasa perhatian Hizkia tertuju padanya. Tidak banyak yang dilakukan oleh Lidya bila Hizkia telah berada di rumah. Pria itu mengambil alih beberapa tugas Lidya seperti menemani ke toilet, berjalan ke taman, berkumpul bersama Elkana dan Magdalena di kamar mereka.Suasana hati Ruth yang sempat sedih perlahan kembali. "Papa El, sepertinya seminggu lagi aku akan pulih. Pola makanku sehat dan juga rajin minum obat." Ruth memulai pembicaraan di mobil yang sedang menuju ke RSIA Kasih Ibu. Mereka hanya berdua di dalam, Ruth beralasan topik yang akan dibahas bersama Samuel sangatlah pribadi sehingga Lidya tidak perlu ikut."Em... mulai pekan depan Lidya tidak perlu lagi membantu aku," ujarnya sambil menoleh pada suaminya."Kamu yakin?"
Hizkia mendesah, "Soal makanan, Lidya perawat Mama El, dia banyak referensi makanan yang baik untuk mendukung kesehatan kamu," timpal Hizkia."Selama ini yang aku masak, bukan makanan yang sehat ya? Yang kamu dan Elkana makan itu, makanan sampah?" Ucapan Hizkia membuat Ruth benar-benar tidak suka.Ruth membuka seatbeltnya, berniat keluar dari mobil. Saat pintu telah dibuka setengah, Hizkia dengan cepat membuka seatbelt pula, lantas menarik Ruth untuk kembali masuk dan duduk.Perempuan itu meronta minta untuk dilepaskan."Diam!," bentak Hizkia. "Kamu bertingkah seperti anak kecil. Tidak pantas!" ucap Hizkia mencengkram kedua lengan Ruth.Ucapan Hizkia itu membuat mata Ruth berkaca-kaca. Ia menatap manik Hizkia yang menyiratkan amarah bukan empati.Ruth mendorong tubuh Hizkia ke belakang, hingga pria itu terduduk kembali di bangku kemudi. Menoleh keluar jendela, bening air mata jatuh di pipinya.Mereka berdua terdiam dengan pikirannya masing-masing. Hanya nafas berat dan isakan kecil ya
Lidya hari ini izin pada Hizkia dengan alasan pergi menemui kakaknya yang tengah sakit. Perempuan muda itu kini berada di sebuah taman indah nan hijau dikelilingi pepohonan rindang. ia berjongkok dan mengusap nisan di hadapannya.Tidak memungkinkan bagi dirinya untuk mengungkapkan yang sebenarnya.Air mata tak tertahankan, terdengar nada pilu dari isakannya. Suster muda itu tidak kuat berjongkok, ia menyatu ke rerumputan menumpahkan kesedihan tanpa kata.Dirinya telah terpisah dari orang yang selalu sedia membantu, terutama di kala sedih. Lidya mengusap dua nisan yang berdekatan itu. Tidak ada lagi yang akan menanyakan keadaan atau perasaannya. Hidupnya hampa tanpa mereka.Dering ponsel di saku menjeda aktivitasnya. Ia menghapus air mata lalu merogoh kantong dan melihat siapa pemanggilnya.Lidya menjawab panggilan itu, tidak lama mereka berbincang."Ya, Kakak. Aku baik-baik di sini tidak perlu khawatir. Semoga aku berhasil," tekadnya bulat.Lidya menarik nafas dan menghembuskannya ken
Ruth melangkah keluar dari kamar Lidya menuju kamar pribadinya. Cukup heran dirinya dengan perkataan 'minimal sebulan' yang diungkapkan oleh Lidya.Ruth dan Hizkia memang tidak pernah membicarakan opsi waktu bekerja. Hanya, menggunakan jasa hitungan pembayaran adalah sebulan gaji.Ruth mengafirmasi dirinya sendiri untuk tetap tenang menghadapi ini. Tidak akan lama lagi tugas Lidya akan selesai.Hingga malam hari, Ruth tidak mengonfirmasi apapun kepada Hizkia. Ia bersiap akan tidur setelah dari kamar Elkana. Sementara, Lidya telah kembali ke penginapan yang dicarikan oleh Hizkia, tidak jadi menempati apartemen mereka. Di kamar, Hizkia setengah berbaring. Ia menggenggam bahan bacaan sambil menunggu Ruth masuk kamar. Tidak ada sapaan dari Ruth untuk Hizkia, demikian sebaliknya. Menutup malam sebagai rutinitas, Ruth melakukan perawatan wajah.Selesai dengan itu, Ruth membaringkan tubuhnya di ranjang mereka yang empuk."Kamu sudah sampaikan tugas Lidya berakhir akhir pekan ini ya?" tanya
Di akhir pekan, keluarga Hizkia hanya tinggal di rumah, mengingat kondisi Ruth yang masih perlu dijaga untuk tidak memberatkan fisiknya.Sarapan dan makan siang disediakan oleh Lidya. Perempuan itu turut makan bersama. Suasana hati Ruth kembali membaik sejak Hizkia menghibur hatinya yang galau karena kehadiran suster muda itu.Ini hari terakhir Lidya bekerja bersama keluarga Hizkia, setelah dua pekan membantu menyediakan kebutuhan Ruth. Sewaktu Ruth dan Hizkia di ruang keluarga, Elkana tidur siang, dan Magdalena bertelepon dengan karyawan cateringnya di dalam kamar; Lidya mendatangi pasangan suami istri yang sedang fokus dengan kesibukannya masing-masing. "Mas Hizkia dan ibu Ruth," sapanya lembut. "Saya mohon pamit dari tugas selama dua minggu ini," ujarnya lirih. Hizkia dan Ruth memberi perhatian terhadap Lidya yang berdiri sambil menenteng sebuah tas."Saya mohon maaf bila pekerjaan saya kurang optimal di awal. Bila Mas Hizkia dan Ibu membutuhkan jasa kembali, saya siap bertugas la
Hizkia tiba di sebuah klub malam, setelah mendapat pesan singkat dari Lidya yang meminta tolong dengan alasan terjebak dan tidak membawa uang sepeser pun. Setelah beberapa kali penolakan dari Hizkia, Lidya tidak kunjung menyerah untuk meminta pertolongan pada pria itu.Lidya memohon-mohon untuk terlepas dari klub malam yang dirinya tidak tahu ada dimana. Perempuan itu hanya menyebut nama klub malam. Disinilah pria itu sekarang, basement klub malam yang terkenal di ibukota.Saat lampu kendaraannya menyorot tubuh Lidya, pria itu keluar."Lidya," panggil Hizkia.Perempuan muda yang tengah terduduk menangis ketakutan di lantai parkiran, mengenali suara yang beberapa waktu belakangan begitu familiar baginya. Sontak ia mengangkat kepalanya dan melihat sosok Hizkia membungkuk sehingga wajah mereka saling berhadapan.Mendadak Lidya melingkarkan tangannya di tengkuk Hizkia. Pria itu hampir hilang keseimbangan saat Lidya melakukannya. Namun, sesaat kemudian ia mampu mengendalikan tubuhnya agar
Senin pagi ini, Hizkia sekeluarga sarapan pagi bersama. Pria itu akan bersiap ke kantor."Papa El, mau aku kirim bekal makan siang nanti? Biar pak Danu jemput," tanya Ruth sembari membereskan meja makan. Elkana telah dibawa oleh Magdalena ke ruang keluarga."Tidak perlu, Sayang, aku makan dari kantor saja nanti. Kamu jangan lakukan yang berat-berat dulu, loh" ucap Hizkia dengan nada khawatir akan kondisi sang istri.Ruth tersenyum dengan perhatian suaminya. "Siap, Papa El...," sahutnya.Ruth mengantarkan kepergian Hizkia ke kantor setelah pria itu berpamitan dengan ibu mertua dan anaknya. Danu telah bersiap di dalam mobil.Saat mobil melaju meninggalkan rumah, berbunyi nada pesan singkat. Hizkia merogoh tas kecil yang berisi ponselnya. Pesan dari Lidya yang berisi ucapan terima kasih atas bantuan Hizkia.Pria itu membalas cukup singkat dengan bunyi pesan: [sama-sama, Lidya].Hari ini Hizkia akan ada pertemuan dengan tim kerja pembangunan gedung baru. Ada presentasi dari tim tersebut m
Lima bulan berlalu. Sepanjang periode itu ada kabar mengejutkan dari Lidya. Perempuan itu membuat pengakuan melalui video yang dipublikasi pada media sosial miliknya.Sembari menangis perempuan itu berkata, "Saya Lidya Prameswardjo memohon maaf telah membuat masalah, keributan dengan pengusaha muda Hizkia Perkasa Alamsyah. Saya telah menuduhnya melakukan kejahatan penganiayaan dan asusila yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Adapun motivasi saya tidak lain karena memiliki kekaguman pada yang bersangkutan. Tidak ada pihak lain di belakang saya, seperti yang diberitakan beberapa media. Besar harapan saya, Hizkia berkenan memaafkan saya."Video itu telah sampai pada Hizkia, dikirim oleh Hidayat. Penasihat hukum Hizkia tahu bahwa kliennya tidak begitu aktif mengikuti pemberitaan di media sosial."Dasar Lidya! Malah melindungi orang-orang yang di belakangnya!" seru Hizkia tidak habis pikir. Pengakuan itu tidak mendapat maaf dari Hizkia, sebab bukan seperti itu yang dimaksud oleh Hizkia.
"Mama Elkana...," bisik Hizkia.Tidak ada sahutan dari Ruth, tadi dirinya langsung bertudung selimut dengan posisi membelakangi Hizkia. Perempuan itu tidak bersedia bicara padanya, maka Hizkia berusaha merayu dengan ucapan penjelasan."Aku bukannya tidak percaya sama kamu. Hanya antisipasi kalau-kalau ada yang masuk rumah tanpa izin," ucapnya perlahan sembari sedikit mengguncang tubuh Ruth. "Aku memang sudah menyediakan tenaga pengamanan untuk di rumah, tetapi aku tetap perlu waspada dengan CCTV tersembunyi itu, Ma," terangnya detail.Ruth masih bergeming, tidak menyahut sama sekali. Hizkia menyusun kembali kalimatnya. "Kamu jangan ngambek. Ini tandanya aku sayang kamu dan anak-anak. Tidak ingin terjadi hal buruk pada kalian," imbuhnya lagi. "Sini loh, bicara sama aku," tambahnya.Mama Elkana masih tidak bersedia membuka selimut yang membungkusnya. Lantas, Hizkia perlahan menyingkap dari arah kepala Ruth. Sebenarnya, ia agak ragu melakukannya, khawatir Ruth akan mengamuk.Saat Hizkia
Sorenya, Hizkia pulang ke rumah setelah berdiskusi di kantor bersama tim kuasa hukum yang dikoordinatori oleh Hidayat. Sementara, Ruth dan Elkana telah menanti kedatangan dirinya."Sepertinya kamu lelah sekali," ujar Ruth di depan teras."Sangat," sahutnya pendek. Hizkia berjongkok menyapa Elkana yang sangat senang melihat papanya pulang dari kantor."Papa punya hadiah buat kamu, El," ucap Hizkia menyerahkan bungkusan dalam tas jinjing."Hore...," respon Elkana. Ia melonjak senang mendapat bingkisan dari papanya. "Apa ini, Papa?" tanyanya."Yang waktu itu pernah kamu bisikin ke Papa," sahut Hizkia, "buka di dalam ya, Nak," imbuhnya."Siap, Papa." Lantas, Elkana masuk ke dalam rumah menuju ruang keluarga untuk membuka hadiah dari papanya.Kini, tinggal Ruth dan Hizkia di teras. "Aku senang kasus kamu tidak terbukti, tadi aku sempet nonton berita," jelas Ruth.Mereka bergerak masuk ke dalam rumah. "Ya, pihak berwajib menghentikan kasus ini karena tidak ada unsur tindak pidana. Dan... ya
Setelah menunggu proses yang cukup alot dari pihak berwajib, hari ini ditetapkan bahwa dugaan penganiayaan dan kekerasan seksual yang dialami oleh Lidya tidak terbukti dilakukan oleh Hizkia."Kita telah memeriksa saksi dan bukti CCTV tidak ada bukti pendukung ke arah sana." Begitu berita yang diliput oleh salah satu media televisi. Ruth sedang duduk menonton berita di televisi setelah suaminya pergi ke kantor. Ia mengelus dada menandakan kelegaan.Ruth sebenarnya tidak diperbolehkan oleh Hizkia untuk mengonsumsi berita terkait dirinya yang berkonflik dengan Lidya. Pria itu tidak menginginkan sang istri banyak pikiran dan berimbas pada kehamilannya."Syukurlah, kebenaran yang menang," ujar Ruth mengusap air mata yang jatuh di pipinya. Ia pun merasa lebih lega karena apa yang dilihatnya di apartemen bukanlah seperti yang dipikirkannya saat memergoki Lidya dan Hizkia.Nama Hizkia telah kadung buruk di tengah masyarakat, pria itu pernah menyatakan rencana pada Ruth untuk melaporkan Lidya.
Ruth mendengar suara kendaraan suaminya memasuki halaman rumah. Ia sedang duduk di ruang tamu sambil mengecek ponsel, ada banyak berita terkait suaminya.Perempuan itu menyambut kepulangan suaminya. Dengan wajah kurang semangat, Hizkia memasuki rumah."Papa El, sudah pulang. Tidak jadi ke kantor?" tanya Ruth heran.Hizkia mendesah sembari menjatuhkan bokongnya di sofa ruang tamu. "Aku dikejar-kejar pemburu berita. Nama baikku jatuh, susah payah aku membangunnya," sesalnya.Ruth hanya diam menatap suaminya. "Mau bagaimana... harus kamu hadapi," sahut Ruth.Hizkia menoleh pada istrinya, "Ini salah aku sama kamu... dari awal harusnya aku dengerin kamu untuk waspada terhadap suster itu," sesalnya lagi. Ia menyentuh tangan istrinya. "Menyesal aku tidak gubris intuisi kamu, Mama El," tambahnya lagi.Ruth tersenyum mendengar penuturan suaminya. Belum pernah ia mendengar suaminya mengakui kebenaran nalurinya sebagai istri. Perkataan itu membuat satu rasa yang istimewa dalam diri Ruth. Darahny
Pagi ini Ruth telah berada di dapur untuk menyiapkan sarapan. Setelah semua beres, ia kembali ke dalam kamar untuk membangunkan suaminya.Hizkia semalam berpesan untuk dibangunkan pagi hari, ia ada janji bertemu dengan kuasa hukumnya setelah beberapa hari lalu mengalami kondisi badan yang kurang fit. Saat Ruth akan membangunkan suaminya, mendadak perut perempuan itu bergejolak hebat. Lantas, ia beralih ke kamar kecil untuk menuntaskannya.Hizkia terbangun saat mendengar suara Ruth yang asing dari kamar kecil. Segera saja ia menyingkap selimut dan gegas menuju sumber suara."Heh, kamu kenapa?" tanya Hizkia khawatir, ia hanya bisa menyentuh punggung istrinya tanpa tahu harus berbuat apa. Ruth tidak menjawab karena tenggorokannya terasa penuh dan harus dikeluarkan.Huek...Ruth kembali memuntahkan isi perutnya yang kosong. "Ya ampun, apakah mualku tempo hari menular?" ucap Hizkia begitu saja, menatap ke cermin menatap istrinya.Ruth membersihkan sisa cairan muntah di bibirnya."Atau k
Gegas Hizkia turun dari ranjang menuju kamar kecil. Pria itu kembali memuntahkan isi perutnya, tetapi yang keluar cairan sedikit saja. Hanya saja, ia perlu mengerahkan tenaga yang besar agar puas untuk tidak mual lagi. Rasa kaki Hizkia seperti jeli yang kenyal dan lemas. Kepalanya bahkan sampai menyentuh pinggiran wastafel agar tidak menumpu pada tubuhnya yang terasa goyah. "Aduh... mual terus, kapan berhentinya ini," gerutu Hizkia merasa tidak nyaman. Beberapa saat menunggu, mualnya terasa mulai mereda. Hizkia mendudukkan diri di lantai kamar mandi. Punggungnya menyender ke dinding, kepalanya ditumpu di lutut. Terasa oleh Hizkia, seseorang menyentuh punggungnya, lebih tepatnya mengusap-usap. Dengan sisa tenaga, diangkatnya kepala untuk mengetahui siapa gerangan pelakunya. "Mama El...," lirihnya. "Kamu nasih mual terus ya," ucap Ruth khawatir. "Coba lebih rileks nafasnya," saran Ruth. Perempuan itu masih setia mengusap tengkuk suaminya. "Tidak lagi," ucap Hizkia. Lagi-lagi Ruth
Makan siang telah disediakan oleh Ruth. Elkana dan Magdalena di meja makan, sementara hidangan untuk Hizkia dibawa Ruth ke kamar.Bersamaan Ruth masuk, Hizkia terlihat sedang bangun dari tidurnya. "Kamu sudah bangun," ujar Ruth basa-basi. Hanya deheman dari Hizkia yang terdengar. "Aku bawakan makan siang kamu," tunjuk Ruth di nakas. "Setelah ini, kamu minum obat sesuai saran dokter," imbuhnya.Hizkia menerima nampan yang diambil Ruth dari nakas. Ia tidak banyak bicara. Saat Ruth menawarkan diri menyuapi makanan untuknya, Hizkia menolak."Tidak perlu, aku sendiri saja," sanggahnya.Ruth membiarkan suaminya untuk menyuapkan sendok demi sendok makanan. "Sudah cukup," ucapnya setelah enam sendok hitungan Ruth."Kenapa? Makanannya tidak enak? Ini makanan kesukaan kamu," kata Ruth menunjukkan rasa heran."Entahlah... kurang nafsu makan," sahut Hizkia."Ya sudah, kalau begitu obatnya diminum." Ruth meletakkan kembali nampan dan mengambil obat yang dibelinya dari apotek tadi.Pria itu meneri
Hizkia dan Ruth tertegun mendengar pertanyaan dokter Ridwan. Ruth menjawab, "Tidak, Dokter.""Oh... maaf Ibu untuk pertanyaan saya," ucap Ridwan. Setelahnya dokter berpamitan, Ruth mengantarkan hingga keluar pintu.Perempuan itu kembali ke ruangan, dilihatnya Hizkia sedang berusaha duduk dari posisi rebah. Gegas ia membantu suaminya.Saat duduk kembali pusing melanda, pria itu memejamkan matanya sembari punggungnya menyender di sofa."Masih pusing ya," ucap Ruth menyimpulkan. Hizkia hanya mengangguk dan berdehem."Tolong ambilkan handphone-ku," pintanya menjulurkan tangan.Ruth mengambil dan menyerahkan ponsel milik Hizkia. Pria itu mencari nomor kontak seseorang, lalu menghubunginya. "Halo Pak Danu, tolong ke ruangan ya, bantu saya. Saya mau pulang," suruh Hizkia. Pria itu kembali memejamkan matanya dan menarik nafas panjang."Kenapa harus Pak Danu, aku bisa bantu kamu turun ke mobil," resah Ruth merasa seperti tidak dianggap kehadirannya.Hizkia menoleh dengan kepalanya menyender d