Kesehatan Ruth dari hari ke hari menunjukkan perkembangan. Mama Elkana sudah mulai berani melakukan pekerjaan yang lebih membutuhkan tenaga, tidak mungkin bila semua dikerjakan oleh bundanya.Untuk menggunakan jasa asisten rumah tangga masih jauh dari pikirannya, meskipun begitu ia tidak menampik bisa jadi ke depan akan mencari orang untuk membantu mengurus rumahnya. Namun, untuk saat ini Ruth masih begitu sulit percaya dengan orang baru.Menemukan asisten rumah tangga yang loyal seperti sosok Danu bukanlah perkara mudah. Hizkia cukup sering menanyakan apakah Ruth telah siap dengan bantuan ART yang baru. Namun, perempuan itu masih sering terbawa perasaan dan langsung menolak tawaran dari suaminya. Kondisi seperti itu merupakan sisa dari trauma akan peristiwa penculikan yang dialami oleh Ruth dan putranya. Dirinya pun masih dibimbing oleh seorang psikolog untuk menyembuhkan trauma mendalamnya. Ruth butuh waktu untuk pulih.Bukan hanya dirinya, Elkana pun dicarikan seorang psikolog kli
Semenjak selesainya tugas Lidya, Ruth merasa lebih tenang menjalani hari-harinya. Ditambah kesehatannya yang membaik serta hubungan dengan suaminya yang mesra membuat perempuan itu semakin bersukacita.Magdalena pagi ini tengah mengurus keperluan cucunya seperti biasanya. Sementara Ruth mempersiapkan keperluan suaminya untuk kunjungan kerja Hizkia bersama tim pembangunan gedung baru ke Surabaya."Di sana jangan nakal ya, Papa El," ujar Ruth sembari membantu suaminya mengancingkan kemeja.Hizkia mengulas senyuman manis. "Nakal bagaimana sih, Ma. Ke sana tujuannya kunjungan kerja," sahut Hizkia menatap manik istrinya yang sedang fokus pada kemejanya."Ya, ning Surabaya 'kan pada cantik-cantik," cicit Ruth. Ia mendongak menatap bola mata suaminya.Hizkia terkekeh. "Kamu ini, aku di sana hanya dua hari. Tidak sempat yang memikirkan hal seperti itu," sahutnya menjiwit hidung Ruth."Jadi, kalau lebih lama... sempat begitu?" protes Ruth, menampik tangan suaminya.Kali ini Hizkia terbahak-bah
Hizkia menghubungi istrinya setelah membalas pesan dari Lidya. Beberapa panggilan suara dari Hizkia masuk ke ponsel Ruth, tetapi belum juga ada respon.Pria itu memutuskan untuk mengirim pesan singkat pada istrinya.[Halo, Mama El. Aku tadi menghubungi kamu. Mungkin sedang ada kesibukan. Aku ingin mengabarkan bahwa akan tiba di rumah besok kemungkinan malam hari, ya]. Hizkia mengirim pesan itu.Setelahnya, Hizkia putuskan berganti pakaian untuk bersiap istirahat malam. Keluar dari kamar kecil, ponselnya berbunyi sebagai tanda pesan masuk.[Papa El, maaf aku tidak angkat panggilan kamu. Sedang ada aktivitas tadi, jadi aku tidak bisa jawab panggilan kamu], terang Ruth.[Ya, tidak apa-apa, Sayang], balas Hizkia.[Besok malam tiba di rumah ya. Kamu mau aku masakin apa?], tanya Ruth di seberang.Pria itu tersenyum dengan perhatian sang istri. [Tidak perlu, besok kalau kemalaman, aku makan di luar], jawab Hizkia.Tidak lama percakapan teks mereka berakhir. Hizkia merebahkan tubuhnya di kasu
Lidya berhenti menyesap jus yang sedang dinikmati tenggorokannya. Perempuan itu gugup ditanya secara langsung. Ia menimbang bagaimana cara menyampaikan permohonannya dengan cara yang tidak keliru."Saya... saya... sedang mengalami kesulitan keuangan, Mas. Keluarga saya membutuhkan dana untuk pengobatan," ujar Lidya dengan wajah tertunduk dan hampir terisak.Pria itu masih diam untuk menunggu lanjutan perkataan Lidya."Saya ingin mengajukan bantuan pada Mas Hizkia," tambahnya. "Sebagai balasannya, saya rela melakukan apa saja untuk Mas Hizkia," ungkapnya menegakkan kepala untuk memandang Hizkia secara utuh. Pria itu bergeming, memandang Lidya dan menimbang permohonannya."Benarkah?" tanya Hizkia mencondongkan tubuhnya ke arah Lidya, setelah beberapa menit mereka dalam keheningan.Lidya mengangguk-angguk beberapa kali, menandakan keseriusannya."Saya mohon Mas berkenan membantu agar lekas selesai permasalahan ini," lirihnya seraya memegang tangan Hizkia yang terlipat di meja.Pria itu
Hizkia menanti beberapa menit Ruth kembali dari kamar kecil. Pria itu telah menyandarkan punggungnya di kepala ranjang sembari membaca buku self develompent.Ruth menaiki ranjang dan tidur membelakangi Hizkia. "Selamat istirahat ya, Pa," ujarnya seraya mematikan lampu nakas di sampingnya.Hizkia merebahkan tubuhnya di ranjang setelah memadamkan lampu nakas. Ia menarik tubuh Ruth hingga ke dadanya. Ruth berusaha melepaskan diri, tetapi Hizkia lebih kuat darinya. "Aku kangen kamu, Sayang," bisik Hizkia.Ruth menangis dalam diam. "Kamu tidak kangen aku, Mama El?" tanya Hizkia dengan nafas menderu.Perempuan itu menjawab, "Jangan malam ini ya, Pa. Kamu pasti lelah, aku juga seharian ini capek," ungkap Ruth jujur."Iya, tidak apa. Aku peluk kamu.. boleh ya, sepanjang malam," kekeh Hizkia sambil mencium kepala dan tengkuk Ruth, ia melingkarkan tangannya di perut istrinya.Ruth memejamkan matanya berharap bisa langsung terlelap. Air matanya kembali jatuh membasahi bantal. Terdengar suara na
Ruth mendatangi Magdalena, ia mengadukan kecurigaannya pada bundanya sambil terisak. "Apakah kamu yakin, Papa Elkana berlaku demikian?" tanya Magdalena menyentuh pundak putrinya.Ruth tidak boleh kelepasan menangis sebab Elkana masih bersama dengan mereka. Tempat mereka duduk sedikit berjauhan jarak dengan Elkana agar Ruth bisa bercerita lebih leluasa."Malam ini aku akan membuktikan hal itu, Bunda," ujar Ruth menyeka air matanya. "Bila terbukti, besok... kita tidak perlu berada di rumah ini lagi, Bunda," imbuh Ruth menatap manik ibundanya."Aku lelah dengan masalah demi masalah yang disebabkan oleh papa Elkana." Ruth menarik nafasnya dalam. "Aku mendapat sebuah pesan tentang pertemuannya dengan orang yang disebut rekan bisnis. Bunda... sosok itu bukanlah rekan bisnis," lirih Ruth.Magdalena terdiam kemudian menganggukkan kepalanya. Ia tidak ikut campur terlalu jauh untuk kali ini. "Bunda mendukung apapun yang mau kamu lakukan. Ingat, lakukanlah... tapi bukan berdasar rasa benci agar
Ruth kembali ke rumah dengan rasa sedih mendalam. Ia kecewa sebab hingga tiba di lobi hotel suaminya tidak menyusul, padahal beberapa saat ia menanti suaminya di sana.Mama Elkana melangkah masuk tanpa suara, langsung menuju ke kamarnya.Perempuan itu menangis di ranjangnya. Isakan pilu yang hanya terdengar oleh dirinya sendiri. "Kamu jahat... jahat..." isak Ruth memukuli bantal dan kasurnya. "Banyak sakit di hati aku dapatkan selama pernikahan ini. Kamu jahat," ucapnya lirih bersimbah air mata.Ruth melangkah ke kamar kecil sembari sesenggukan, ia ingin membasuh wajahnya. Hatinya tersayat memergoki pria yang begitu dikagumi dan dikasihinya, malahan menjalin hubungan mesra bersama perempuan yang tidak disukainya.Ruth keluar dari kamar kecil, lalu ia mengambil koper dan mengemas pakaiannya ke dalam. Besok ia akan pergi dari kehidupan Hizkia dan membebaskan pria itu dari ikatan suci perkawinan. Tidak akan ada yang membelit Hizkia lagi, pikirnya. Pintu kamar Ruth terbuka, sosok suamin
"Lidyaa @#$#¥€!," maki Hizkia dengan sumpah serapah sembari menelentangkan dirinya di ranjang dingin. "Aku ingin membongkarnya, ia malah menjebakku. Sial!" caci Hizkia ke udara, ia pukul kasur dengan punggung tangannya.Hizkia berdiri lagi lalu berjalan bolak-balik mencari cara untuk meyakinkan istrinya. Pria itu tidak tenang karena rumah tangganya menjadi kacau, padahal ia ingin mengungkap kepalsuan Lidya.Sikap ketus Ruth terhadap Lidya bukannya tidak diperhatikan oleh Hizkia. Namun, di awal tidak terlihat tanda yang mencurigakan bagi Hizkia.Ruth perempuan dan seorang istri, nalurinya lebih kuat dari diriku, batin Hizkia. Ia menyesal mengabaikan tanda dari istrinya.Sampai pada permintaan bantuan di klub malam masih dianggap Hizkia wajar. Saat Lidya terus dengan alasan-alasan baru untuk menghubunginya, disitulah Hizkia mulai mengendus ketidakberesan pada Lidya.Rasa curiganya harus terjawab dengan jalan Hizkia mencoba menuruti setiap apa yang Lidya inginkan. Ia berencana membuka ke