POV HARIS 2_____________[ Aku hamil dan belum bisa bercerai dengan Mas Romli, Mas. ]Pesan masuk yang diiringi tiga emoticon sedih, membuatku tertegun. Jika Risma hamil anaknya Romli, kemungkinan kecil mereka bercerai. Meskipun, tidak sulit bagi Risma jika ingin mengugatnya. Wanita itu selain cantik terawat, juga berkarir yang membuat laki-laki mana pun akan tunduk padanya. Kecuali Romli, laki-laki itu terlalu bo-doh, lebih tergoda oleh istri tetangga mentang-mentang Aline di rumah sendirian. Jadi, bukan perkara sulit bagi Risma jika berpisah. Karena, dari yang kulihat laki-laki itu hanya ongkang-ongkang kaki, bahkan untuk uang pun kadang minjam sama istrinya. Risma selalu mengatakan, bahkan Romli jarang masuk ke tempat dimana ia bekerja. Dengan kata lain, pria pemalas dan tidak bertanggung jawab.Itu berati, laki-laki itu tidak mungkin menikahi Aline. Padahal, itu yang diharapkan aku dan Risma. Jika memang tidak bercerai dengan istrinya. Lantas, bagaimana perasaan Aline sekarang?
Bab 12________Suara riuh tepuk tangan, menggema. memenuhi ruangan yang cukup luas ini. Banyak para pengunjung yang datang silih berganti, bahkan tak luput saling bertabrakan karena saking penuhnya. Bukan untuk membeli makanan di tempat ini, melainkan mengambil satu porsi makanan untuk dilahap saat buka puasa. Ya, sebagai hadiah atas launching rumah makan khas ayam kampung bakar, juga peringatan anniversary pernikahan yang telah kandas, bahkan aku gabungkan dengan persembahan untuk hari ulang tahun Aline yang kini tak lagi bersamaku, ku anggarkan detik ini gratis makan untuk siapapun yang mau.Selain itu, sebagai ajang promosi akan rumah makan ini untuk mereka cicipi. Dan beruntung, sudah berapa mulut yang mengatakan bahwa porsi makanannya sangat memuaskan. Tak sedikit dari mereka yang minta tambah, karena sebelum mencicipi pun aromanya sudah mengugah, tapi pelayan menyetop sebab harus sesuai dengan ketentuan.Aku sendiri
_______"Itu tidak mungkin Aline, kan?""Ya, coba samperin saja, Bang!" Jojo menjawab disela terus menguap dan beberapa kali mengucek-ngucek matanya.Perlahan, kulajukan roda empat ini menuju sosok yang tengah duduk dengan memangku anak yang mungkin masih bayi. Sebab, terlihat kecil dan di bungkus kain bedong. Sedangkan ibunya, nampak berpenampilan awut-awutan dengan membiarkan hijabnya tak karuan.Semakin dekat, semakin kencang detak jantung ini berpacu. Sosok itu masih duduk membelakangi dengan terus mengeong-ngeong bayi dalam pangkuannya. Sampai-sampai tidak sadar bahwa ada kendaraan yang mendekati, bahkan sorot lampu mobil ini yang mungkin akan menyadarkannya. Namun, sosok itu tak kunjung menoleh."Bang, mau kemana?" Jojo menarik tangan ini. Ia menengadah dan sorot matanya menajam."Aku mau temui dia," Jawabku seraya menarik lengan dengan pelan. "Kau mau ikut?""Engg
_______"Teh, beli cibay dua!""Aku cimol beli satu ribu, Teh!""Aku mau gehu juga, Teh!""Aku teh Gula batunya satu, Mbak!"Gadis-gadis yang berkeroyok cukup menyita tenagaku. Belum lagi sambil memomong Syahdan yang terus rewel. Namun, tak ada jalan lain selain memangkunya. Atau mau nangis kejer sehingga para pembeli yang semula berdesakan, perlahan-lahan berhamburan. Itu terjadi beberapa hari ke belakang, dan membuat penghasilanku menurun."Sabar ya adik-adik!" Aku mengacungkan jari tangan dan menunjuk satu persatu dari mereka. Waktu menjelang maghrib memang butuh tenaga yang ekstra."Siapa saja yang pesan Cibay?" "Aku dua, Teh!" Teriak perempuan yang menggunakan sarung corak batik."Aku beli satu saja, Teh." Timpal yang lainnya tak luput dari perhatianku dan segera kuhitung."Kalau aku beli empat, Teh!" Wanita berhijab Khimar menga
_______Dengan langkah mengendap-endap, serta menutupi kepala Syahdan yang tengah mengisap puting dada ini dengan hijab yang dikenakan, kujejakan kaki di halaman rumah yang sungguh malah membuat hatiku berdenyut nyeri. Namun, hal itu segera kutepis. Selain hendak membawa beberapa helai pakaian dan kebutuhan lainnya yang tertinggal, sebab tidak mungkin aku membelinya, uang yang kumiliki hanya sanggup untuk makan dan kebutuhan Syahdan. Aku juga ingin memastikan kabar beredar akan laki-laki yang berinisial RA yang konon kini hangat di dunia jagat maya.Sebelumnya, aku sempat mampir ke warnet dan membuka banyak situs. Ternyata, dugaanku tidak melesat, bahwa kasus ini tak lain adalah Risma dan suaminya. O, kini aku tahu jadi ini rencana yang diucapkannya tempo itu?Meskipun sempat was-was. Tapi, syukurlah dari hiruk pikuk komentar netizen yang menghujani kolom komentar, tidak terseret namaku dalam kasus ini. Dan semoga saja namaku teta
______"Kalau mau buka, silakan!" Titah Haris lembut sedikit melirik. "Aku tidak akan mengaturmu, apapun itu,"Mendengar hal demikian membuat hati Maheera seperti dihinggapi ribuan kupu-kupu yang tiba-tiba berterbangan di sana. Hal itu membuat cinta yang telah tumbuh, semakin kuat akarnya nan melekat di lubuk hati. Ya, orang lain tidak akan tahu bahwa ia telah jatuh cinta sejak lama.Maheera adalah sahabat dekat Aurel, ia tahu betul bagaimana kehidupan keluarga Aurell yang memang pas-pasan tapi memiliki sosok yang sangat bertanggung jawab. Yakni, Haris. Selama ini, Aurel selalu berkisah banyak hal tentang laki-laki itu, termasuk ia selalu membagi gajinya untuk adik semata wayang dan ibu kandungnya. Tentunya tidak mengurangi takaran untuk Aline. Sebagian disisihkan untuk tabungan, dan dijadikan modal yang lagi-lagi beruntung kali lipat. Belum lagi majikan yang selalu memberikan kepercayaan, menambah kompensasi yang tidak sedikit. Bu
_________"Ma-mak-maksudnya Mas Haris?" Tanpa disadari, mulut ini refleks bertanya. Membuat, mereka tergelak sehingga tawanya membahana mengisi ruangan.Aku hanya menunduk seraya mencengkram erat kain gendongan Syahdan. Sungguh, saat ini aku seperti seekor burung pipit di antara segerombolan burung elang. Tiada harga, serta nyali menciut."Hemm, Akhirnya, kau secara tidak langsung mengakui bahwa kaulah istri tetangga yang kurang ajar pada suami orang!" Umpat wanita yang masih berdiri di belakangku. Perempuan yang telah menyeret hingga aku berada di tempat ini.Meski ruangannya sejuk bahkan dekorasi rumah Risma cukup unik dengan berbagai interior dinding yang modern. Namun, bagiku terasa panas dan hawanya seperti di sebuah rumah angker yang puluhan tahun tidak berpenghuni. Sungguh, bahkan keringat sudah keluar entah berapa banyak. Sedangkan, wanita di belakang yang entah siapa namanya hanya bersidekap tangan di da
__________"Aku ingin kita rujuk, Aline!"Pernyataan yang terlontar dari mulut Haris ringan, membuat Aline menatap tidak percaya. Ia membeku dengan posisi menelisik kebenaran dari bola mata mantan suaminya. Namun, detik kemudian. Tatapan terkunci itu buyar, seiring tawa Aline yang tiba-tiba terkikik."Kamu tidak sedang bercanda kan, Mas?" Selidiknya.Haris yang melongok, langsung menggelengkan kepala. "Tentu saja, Aline. Untuk apa aku bercanda?""Tapi, dunia tidak selucu ini, Mas?" Aline memalingkan wajah, menatap ke sekeliling untuk mengusir rasa yang tak ia mengerti bersarang di lubuk hatinya."Aline, kita harus segera rujuk. Sebelum Ibu bersikeras untuk menjodohkan Mas dengan teman adik Mas." Haris melangkah, sehingga posisinya kini tepat di hadapan Aline. "Ingat, ada Mikhaila di antara kita, Aline!"Satu genangan yang membentuk kaca berhasil mengaburkan pandangan Aline. Me
______Aline menunduk untuk menetralkan gelombang yang saling tabrak dibenaknya. Sesekali ia mengangkat wajah, menatap sosok Mikhaila yang terus memeluk Syahdan, juga Mutmainnah yang menatapnya tajam secara silih berganti. Sungguh, jika selama ini sering mendapatkan pilihan, pilihan sekaranglah yang paling sulit. Patuh demi buah hati, atau bertahan demi harga diri."Aku bisa membencimu hingga mengakar, tapi tidak untuk memutuskan tali darah antara anak dan ibu. "Ketus Mutmainah nyaris hilang kesabarannya yang memang tipis. "Maka dari itu, masih menahan diri aku mintai satu keputusan darimu, Aline!"Mata Mutmainnah yang tak lagi bening itu terus menatap sang menantu dengan penuh kobaran api di netranya. Sesekali ia meraup udara sebanyak-banyaknya serta membuang sangat kasar."Baiklah," Tutur Aline sambil menarik napas."Aku memilih Khailanya yang tinggal bersamaku!" Dengan satu tarikan napas, kalimat itu
______"Ada apa, Ris? Kenapa Risma pindah?" Mutmainah yang sedari tadi samar-samar menangkap pembicaraan Haris dan Risma di via telepon, menarik bokongnya dan mendekati sang putra. "Dan kenapa pula mesti mendadak?""Katanya, kedua orang tua Justin ingin ditemani putranya di akhir usia. Jadi, dia minta mereka tinggal di rumah yang berdekatan!" Sahut Haris memberikan penjelasan."Lo, terus rumah yang itu bagaimana?""Semula dia titipkan padaku, Bu. Setelahnya mungkin akan dijual, atau dijadikan rumah sewaan!"Mendengar penjelasan dari sang putra, Mutmainah menggedikan bahunya. "Ya, itu lebih baik sih. Kalau pemiliknya rukun!"" Daripada rumah kamu yang dibiarkan kosong molompong!" Mutmainah mencabik, kembali memalingkan wajahnya pada layar televisi tepat menayangkan film legend suara hati seorang istri."Kan itu rumah sejarah antara aku dan Aline, Bu. Jadi, canggung dijual jika
______"Ada apa, Ris? Kenapa Risma pindah?" Mutmainah yang sedari tadi samar-samar menangkap pembicaraan Haris dan Risma di via telepon, menarik bokongnya dan mendekati sang putra. "Dan kenapa pula mesti mendadak?""Katanya, kedua orang tua Justin ingin ditemani putranya di akhir usia. Jadi, dia minta mereka tinggal di rumah yang berdekatan!" Sahut Haris memberikan penjelasan."Lo, terus rumah yang itu bagaimana?""Semula dia titipkan padaku, Bu. Setelahnya mungkin akan dijual, atau dijadikan rumah sewaan!"Mendengar penjelasan dari sang putra, Mutmainah menggedikan bahunya. "Ya, itu lebih baik sih. Kalau pemiliknya rukun!"" Daripada rumah kamu yang dibiarkan kosong molompong!" Mutmainah mencabik, kembali memalingkan wajahnya pada layar televisi tepat menayangkan film legend suara hati seorang istri."Kan itu rumah sejarah antara aku dan Aline, Bu. Jadi, canggung dijual jika
______"Mana jatah rokoknya?" Sebuah tangan menampan tepat di depan wajah yang sudah kuyu bersimbah keringat."Tahan dulu, Mas. Ini baru laku sepuluh ribu!""Alah, Kerja begitu saja tidak be-cus!"Pray!Meja tempat meletakkan kompor digebrak. Sehingga, wajan yang terletak di atasnya terlempar yang berakibat minyak panasnya berceceran kemana-mana."Mas, kamu itu bagaimana sih? Aku mati-matian untuk tidak membeli secuil pun makanan guna mengisi perut demi modal. Dengan pongahnya kamu tumpahkan?" Aline menatap nyalang suaminya uang sudah kesekian kali melakukan hal serupa. "O, kamu berani menyalahkan suamimu, Hah?" Bentak Romli yanh tidak terima dengan tak kalah sengit. "Seharusnya kamu yang benar menata barang-barang ini,""Dasar Oon!"Mendengar kalimat yang seumpama sebilah belati yang menusuk ulu hati. Aline memilih untuk diam dan melangk
_______"Ibu?"Haris me-me-kik kala usai berbincang dengan perawat, malah mendapatkan Iis sudah berdiri di belakangnya. Laki-laki beralis tebal itu memiringkan tubuh dan mendongak ke belakang ibu mertuanya dan mendapatkan Yusra berdiri diujung lorong dengan menampakan senyuman hangat disertai anggukan kepala. Dengan ragu-ragu, sudut bibir Haris mengulas senyum membalas laki-laki bercambang tebal itu."Ibu kenapa ada disini? Siapa yang sakit?" Haris memberondong pertanyaan disela ia meraih tangan berbalut kain milik ibu mertuanya, mengecupnya penuh takdzim.Iis mengulas senyum disela wajahnya beraura mendung serta pelupuk mata yang tiada berhenti mengeluarkan air bening. "Kamu sendiri sedang apa disini, Haris?""Ibu sedang menunggu suami yang sedang ditangani!" Lanjutnya menjawab pertanyaan sang menantu yang sempat terjeda."Ayah Riswanto mengidap penyakit apa, Bu?" Bukan menjawab, Haris mal
________"Pak, Jang-""Jangan halangi papa, Ma!" Pinta Riswanto mengangkat tangan. "Tapi Mama takut terjadi sesuatu pada Papa!""Papa akan lebih sakit jika Aline tidak ditemukan, Ma. Jikapun mati, Papa akan merasa sangatlah bersalah dan tidak tenang di alam sana!" Ungkap Riswanto dengan suara serak disela ia harus menekan dada karena terbatuk-batuk."Papa jangan berfikir demikian. Papa pasti sehat, Papa pasti panjang umur." Bantah Iis dengan suara yang tak kalah serak serta air mata yang berderai. "Biar Mama yang cari Aline, Pa!""Mama lebih baik masak banyak untuk mempersiapkan kedatangan putri kita, Ma. Aline pasti sangatlah lapar, suaminya seorang pengangguran yang banyak hutang dan menuntut!"Kalimat pemungkas itu cukup membuat Iis terhenyak. Tangannya yang tengah menahan dada sang suami, ditarik paksa oleh Riswanto sehingga terlepas. Ia terkesima hingga tak sanggup untuk memb
______"Nek?""Iya, Sayang!" Mutmainah segera mengusap wajah dengan kasar serta menarik napas dalam-dalam. Detik sebelumnya, mulut bergincu merah itu telah refleks mengkhawatirkan sosok Aline. Yang, tentunya memang berasal dari hati kecilnya yang tak ia sadari."Maksud nenek tadi, bunda Khaila?" Gadis berusia delapan tahun itu menengadah disela tangannya menarik-narik sisi gamis yang Mutmainah kenakan. "Kalau begitu, antarkan Khaila ketemu Bunda, Nek!""Khaila rindu Bunda, Khaila ingin memeluk Bunda, Khaila juga ingin melihat Adek bayinya bunda!""Khai-""Sayang, Kan hari ulang tahun Khaila masih lama. Jadi, sekarang Khaila fokus saja belajar ya!" Tutur Mutmainah menenangkan. Wanita berusia paruh baya itu sedikit membungkuk serta tangannya mengusap pipi gembil Mikhaila. "Kenapa setiap Khaila ingin bertemu bunda, Nenek selalu bilang nanti pas ulang tahun. Ayah bilang nanti pas
"Mas Romli?" Pekik Aline lantas bangun saat mendengar suara rintihan dari luar. Diiringi suara bugeman dan sumpah serapah seseorang. Ia membenarkan sesaat hijab yang acak-acakan usai menyingkapnya sebab Syahdan, serta mengancingkan atasan dasternya yang sudah Kumal dan robek di beberapa bagian. Melangkah cepat tanpa peduli putranya yang kembali merengek.Kriet!Pintu kayu yang sudah usang dibuka paksa, Aline mendongak untuk melihat apa yang telah menjadi sebab kericuhan."Mas Romli!"Kali ini tak hanya me-me-kik, tapi juga berlari tanpa menggunakan alas kaki. Ia biarkan kaki telanjangnya menerjang tanah kering saat melihat sosok suaminya telah terhuyung sebab kena amukan dua laki-laki yang tak asing lagi."Mas Yusra, Mas Yandi?""Apa yang kalian lakukan?" Aline menarik tangan suaminya untuk bangkit."Kenapa kalian siksa suamiku?""Dia tidak pantas dapat pembelaan, Aline!"
_______"Aku,""Aku hanya tak ingin kau tahu penderitaanku, Kak!" Tutur Maheera serak seraya menatap suaminya nanar. "Aku mengidap penyakit ini sejak berumur lima tahun,""Lantas, kenapa kau sembunyikan ini, Maheera. Justru tindakanmu yang seperti ini membuat aku harus menanggung derita dua kali lipat!""Aku hanya ingin menikmati sisa hidupku untuk mengabdi pada sosok yang bernama suami, Kak. Setelah tidak mungkin pada kedua orang tua sebab mereka telah tiada," Maheera berucap lirih dengan tetap menatap suaminya nanar."Itu alasan selanjutnya kenapa aku ingin dinikahi kakak!" Tuturnya lagi dengan suara yang hampir tidak terdengar.Mendengar kalimat yang cukup menyayat, tak bisa Haris untuk tidak tersedu. Air matanya menitik kembali bersamaan dengan tangan yang merangkul tubuh Maheera. Padanya Haris memang belum ada cinta, sebab tak juga berhasil menggantikan sosok Aline. Hanya iba, serta rasa tanggung jawab yang membuat selama ini ia bersikap teramat lembut dan memperlakukan Maheera s