Delima masih membisu tak membalas sepatah katapun pertanyaan suaminya. Dia mulai menyadari jika apa yang dijelaskan suaminya tadi ada benarnya juga. Teringat kembali dengan kisahnya di masa lalu. Delima juga sempat dituding sebagai pelakor karena sudah memisahkan Danang dengan Rukmini. Kini, Delima tak ingin Tania mengalami nasib yang sama seperti dirinya. Dituding sebagai pelakor dan dikucilkan banyak orang akan membuat dunianya suram. "Gimana, Ma? Menurut mama, sikap papa sudah benar kan?" tanya Danang kemudian. Pertanyaan dari suaminya itu membuat Delima sedikit salah tingkah. Tanpa menatap suami dan anak perempuannya, Delima mengiyakan ucapan Danang. Melihat dukungan sang mama pada papanya, Tania meradang. Dia mendengkus kesal. "Mama! Kenapa mama sekarang mendukung papa juga? Apa karena aku bukan anak kandung mama, jadi mama tak terlalu peduli dengan kebahagiaan dan masa depanku?" ucap Tania tergugu. Dia tahu asal usulnya itu setelah mengikuti Danang diam-diam dan mendengarkan
Eros dan Hanin masih dalam perjalanan. Mereka ingin ke rumah Tania setelah mendengar pengakuan Fika tentang penculikan Hanin yang ternyata berasal dari ide gila Tania. Sekalipun tak ada bukti untuk menjeratnya, Eros ingin mengancam perempuan itu agar tak terus mengusik rumah tangganya. Sekalipun Eros tahu bagaimana perasaan Tania padanya, tapi dia hanya menganggap Tania sebagai sahabat sedari dulu, tak pernah lebih dari itu. Jikalaupun akhirnya Tania tak terima dengan pernikahan Eros dan Hanin, itu murni bukan kesalahan Eros. Tania sendiri yang berharap terlalu tinggi, sementara selama ini Eros merasa tak pernah memberi perhatian lebih apalagi memberinya harapan palsu. "Mas, sebaiknya kita pulang saja ya? Nggak harus ke rumah Tania," ujar Hanin tiba-tiba setelah berpikir lagi dan lagi. Dia nggak mau berurusan dengan Danang makanya menolak ajakan suaminya untuk ke rumah Tania. "Kenapa, Sayang? Ada masalah apa?" Eros menoleh sesaat sembari mengernyit. "Malas berurusan dengan Om Dana
Sepasang pengantin itu pun memasuki ruang kerja Eros yang tak terlalu lebar itu. Baru membuka pintu, Hanin cukup terkejut dengan pemandangan di dalam. Ruangan yang sederhana itu disulap menjadi indah, nyaris penuh dengan kelopak mawar di sana sini. "Apaan sih, Mas?" Hanin menggumam sembari menutup kedua mulutnya dengan telapak tangan. Tak ingin menjadi bahan tontonan beberapa karyawan, Eros buru-buru menutup pintu lalu menguncinya dari dalam. Melewati jalanan panjang seperti karpet merah dengan kelopak mawar, Eros menuntun Hanin duduk di kursi yang sudah disiapkan. Laki-laki itu memuji keterampilan Mala dan Susi yang menyusun ruang kerjanya sedemikian cantik sesuai dengan keinginannya. Dia berencana akan memberikan bonus untuk kedua karyawannya itu. "Apalagi ini, Mas?" tunjuk Hanin pada kotak kecil berwarna merah muda di tengah kelopak mawar yang berbentuk love itu. Hanin tersipu. Wajahnya merona melihat ruang kerja suaminya yang berubah drastis. Dia benar-benar tak menyangka men
Pagi ini Eros dan Hanin pamit pindah ke rumah baru mereka. Ibu dan bapak ikut bahagia melihat senyum dan raut wajah semringah anak dan menantunya. Begitu pula Rukmini, wanita itu menghela napas lega melihat anak semata wayangnya mendapatkan kebahagiaan yang dia impikan selama ini. Kebahagiaan Eros dan Hanin membuat orang tua mereka sama-sama lega. Akhirnya setelah beragam ujian menerpa mereka, kini secercah bahagia menyapa. Tak hanya orang tua Eros yang bersyukur memiliki menantu seperti Hanin. Rukmini pun merasa beruntung memiliki menantu seperti Eros yang tak hanya menyayangi Hanin, tapi juga menyayanginya. Perhatian dan cinta Eros terasa tulus dan tak mengada-ada. Rukmini bisa membedakan bagaimana perhatian tulus Eros dan perhatian Eris yang nyatanya hanya sandiwara belaka. Rukmini sudah sibuk menyiapkan perlengkapan untuk syukuran kecil-kecilan di rumah baru Hanin. Yuningsih pun sama sibuknya. Ibu Hanin dan Eros itu memang tampak akur sedari dulu. Saling membantu satu sama lain
"Sebelumnya saya minta maaf sama kalian berdua dan keluarga besar jika permintaan saya nanti terlalu berlebihan. Namun, sebagai seorang ayah, saya dan istri hanya ingin mengabulkan permintaan anak perempuan kami satu-satunya. Saya sangat menyayangi Tania dan berusaha mewujudkan mimpi-mimpinya. Oleh karena itulah saya datang ke sini untuk membantunya mendapatkan apa yang dia inginkan selama ini. Apapun hasilnya akan saya terima, yang penting saya sudah berusaha mengabulkan permintaannya," ujar Danang panjang lebar. Eros mengernyit. Dia benar-benar tak paham apa maksud Danang detik ini. Laki-laki itu pun menoleh pada Hanin yang hanya angkat bahu saat tatapan mereka bertemu. Bapak dan ibu juga saling tatap tak mengerti, sementara Eris dan Edo masih duduk bersisian di samping bapak. Mereka ngobrol entah apa dan tak terlalu fokus dengan kehadiran Danang di tengah-tengah mereka. "Hanin, tolong izinkan Tania menjadi madumu. Dia sangat mencintai Eros sedari dulu dan tak bisa melupakannya me
"Memangnya Tania sakit apa, Om?" tanya Hanin lirih setelah berhasil mengontrol emosinya. Perempuan dan laki-laki paruh baya itu pun saling tatap, lalu dengan berat hati Danang mengatakan apa yang sebenarnya terjadi tentang anak angkatnya itu. "Kanker otak stadium empat." Hanin tercekat, begitu pula Eros dan anggota keluarganya yang lain. Mereka saling tatap tak percaya dengan apa yang dikatakan Danang. Namun, laki-laki itu memberikan bukti hasil check up dan foto keadaan Tania sekarang. "Dia dirawat di rumah sakit Elisabeth. Om juga nggak tahu kapan Tania merasakan sakit itu karena dia selalu berusaha baik-baik saja di depan papa dan mamanya. Dia selalu ceria dan energik hingga kami tak tahu jika semua itu hanya caranya untuk menutupi rasa sakit yang dia derita." Danang kembali menjelaskan dengan mata berkaca. Hanin menghela napas panjang. Sebagai seorang perempuan, dia jelas tak terima jika dimadu dengan alasan apapun. Apalagi usia pernikahannya kali ini baru hitungan hari. Masi
Hanin dan Eros saling tatap beberapa saat. Seolah tahu keinginan Hanin, Eros pun terdiam. Dia membiarkan Hanin bicara dengan Tania tanpa pembelaan darinya."Kamu harus tahu, Tania. Buat apa aku bahagia jika usiamu tak lama lagi hidup di dunia? Lama ataupun tidak, tak terlalu berpengaruh pada hidupku. Aku akan tetap menjadi Hanin seperti dulu dan tak akan mengubah statusku sebagai istrinya Mas Eros. Ini takdirku. Bagaimana mungkin aku takut jika kamu merebutnya dariku? Allah yang akan menjaganya untukku jika memang dia adalah jodohku. Aku nggak pernah takut, Tania. Karena aku tahu, tak akan ada satu orang pun yang bisa mengubah takdir. Sekuat apapun dia." Hanin tersenyum tipis saat Tania membulatkan mata ke arahnya. Perempuan itu benar-benar tak menyangka jika Hanin akan membuatnya mati kutu seperti itu. Hanin yang dia pikir polos dan cenderung bo doh, ternyata tak sebo doh yang dia bayangkan. Hanin cukup lihai memainkan kosakata, membuatnya tak bisa berkata-kata. "Kehadiranku di sin
Hening. Rukmini melangkah tergesa meninggalkan kamar inap Tania setelah meluapkan segala rasa yang dipendamnya selama ini. Saat ini dia merasa lebih lega dan tenang. Setidaknya tak ada lagi hal yang mengganjal di dalam hatinya. Delima pun tak lagi bersimpuh di kaki Hanin setelah Danang membantunya berdiri. "Tunggu, Mbak!" Suara Delima menghentikan langkah Rukmini yang nyaris sampai di depan pintu. Delima buru-buru mendekati Rukmini karena tak ingin dia pergi begitu saja dan mengabaikan panggilannya. Wanita paruh baya itu tak menoleh. Rukmini hanya menghentikan langkah lalu menunggu suara selanjutnya. Dia bergeming saat mendengar langkah kaki mulai mendekatinya. Kini, dia dan Delima saling tatap dengan jarak satu langkah saja. "Kenapa? Mau merayuku untuk menyetujui permintaan anakmu? Maaf, Delima. Sampai matipun aku nggak akan setuju jika anak semata wayangku dimadu. Aku yakin betul tak ada kebahagiaan yang sempurna ketika suami memiliki istri dua atau tiga. Aku nggak akan rela anak