"Sayang, besok weekend. Nonton film yuk. Kita sama-sama pulang lebih awal kan?" Begitulah isi pesan WA Yanto kepada istrinya."Besok aku pulang jam setengah empat, Yang. Kita nonton jam setengah lima yaa. Nanti aku pesen tiket online aja," balas Izza."Oke sayang, nanti sepulang dari pabrik aku numpang mandi di rumah ibu deh. Terus aku jemput kamu di kantor ya." Yanto tampak bersemangat mengetik."Siap ❤️." Masuklah notif balasan dari istrinya.Yanto tau kapan waktunya quality time bersama pasangannya. Ia tau istrinya stress berat dengan semua beban di pundaknya. Terlebih jika memikirkan soal momongan.Jadi, setiap weekend Yanto mengajak istrinya refreshing. Kadang ke mall. Sekedar makan di foodcourt atau nonton film terbaru sambil makan popcorn. Terkadang pergi makan bakso di pinggir jalan. Kadang juga makan lalapan di warung kesukaan Izza. Sesekali ke pantai atau ke kolam renang dekat rumah sambil jajan cilok. Dan kalau malas pergi-pergi, mereka memilih menghabiskan waktu di rumah.
"Ya Allah, janganlah Engkau biarkan hamba-Mu ini larut dalam kesedihan. Jangan biarkan kami terus-menerus hidup dalam kesepian. Kami mohon, jangan biarkan kami hilang harapan. Ya Robb, jawablah penantian panjang kami ini." Terbentang doa Izza mengeluh dan memohon kepada Tuhan-Nya.Ia memang tegar menjawab cacian, gunjingan, ejekan, dan menerima beberapa perlakuan tak pantas. Baik dari tetangga, kerabat dekat atau saudara-saudaranya. Namun, siapa yang tahu? Setiap malam ia meneteskan air mata mencurahkan isi hati kepada Yang Maha Mendengar?Masih melekat di dalam ingatannya, beberapa perlakuan dan ucapan orang-orang yang tak punya otak dan tak punya hati itu.Kini ia mengadu kepada Sang Khaliq. Menceritakan semua kesedihan dan sakit hati yang menghujaninya. Lewat doa dan air mata."Ya Allah, ampunilah hamba yang sering membalas ejekan mereka dengan kata-kata kasar. Ampuni hamba-Mu yang gagal menjadi pribadi sabar. Ampunilah hamba yang sering dzolim kepada mereka. Apakah itu dzolim, Ya
"Begini yaa, Rek. Ini ibu kita kan ada sawah dan kebun tebu. Juga beberapa pekarangan dan tanah. Ini peninggalan almarhum Bapak. Ini sudah saya bagi-bagi untuk kita ber-delapan. Sesuai kesepakatan, dan sudah disetujui ibu. Saya selaku kakak tertua akan membagi sesuai kebutuhan dan porsi kalian." Mas Bambang menjelaskan dengan rinci di ruang tamu Bu Ami.[Rek adalah bahasa jawa yang artinya "saudara2/guys/gaess]Sengaja semua adik-adiknya ia suruh berkumpul untuk membahas pembagian harta. Lebih tepatnya pembagian sawah dan kebun sekaligus pengatasnamaan rumah Bu Ami."Aku sebagai kakak tertua, mendapat tiga bagian. Kebun tebu, sepetak sawah, dan tanah di sebelah rumah ibu ini. Ragil sebagai anak bungsu, dapet rumah ini, sebidang tanah di perkebunan dan sepetak sawah. Juga tanah pekarangan di belakang rumah." Mas Bambang mengabsen semua adik-adiknya hingga sampailah pada giliran Yanto."Yanto kan belum punya anak, jadi bagian Yanto saya pending dulu. Saya yang pegang. Khawatir nanti itu
"Oh, jadi begitu ceritanya?" Izza menanggapi cerita suaminya sepulang dari rumah Bu Ami. Terlihat Izza hanya tersenyum setelah mendengar suaminya mencurahkan kekesalan tentang saudaranya. Terutama Mas Bambang."Maaf ya, Sayang. Bukannya aku mau mengajari kamu durhaka kepada kakak-kakakmu atau sama ibu. Tapi, mulai sekarang belajarlah menolak. Jangan iya-iya terus, tapi endingnya sakit hati." Izza sedikit ngomel kepada suaminya. Ya, karena dia gemas sekali dengan perlakuan mereka-mereka."Aku malas debat. Karena aku gak mahir debat dan perang argumen sama mereka," jawab Yanto.Memang Yanto ini orangnya sangat pendiam. Dia tipe lelaki yang tidak bisa menolak permintaan orang lain. Yanto selalu sungkan, gak enakan sama saudara, dan selalu takut meyinggung perasaan orang lain. Diapun selalu menjaga perasaan saudaranya.Bulek Umi pernah bercerita kalau di masa kecil dulu, Yanto adalah anak yang paling cengeng, paling pendiam, paling sering mengalah, dan paling nurut. Juga paling gampang di
Setelah pembagian warisan yang tidak jelas itu, Yanto dan Izza tidak pernah ke rumah Bu Ami. Lebih tepatnya, Izza yang tak pernah kesana. Sedangkan Yanto, sesekali masih menengok ibunya dan memberi uang jajan.Sampai berbulan-bulan mereka enggan sering-sering berkunjung seperti dulu. Mereka kecewa dengan semua orang terdekat itu. Yang katanya saudara. Tapi sama saja seperti manusia-manusia lain yang seakan-akan tidak memiliki ikatan darah."Lebih baik aku menjaga kewarasanku. Aku harus sedikit membatasi interaksi dengan mereka," bisik hati Izza.*******Sampailah hari di mana Asih melahirkan. Yah, Izza sebenarnya malas menjenguk Asih ketika melahirkan. Namun, naluri kemanusiaannya masih hidup. Izza menyempatkan diri datang ke rumah sakit saat Asih masih di ruang pemulihan pasca operasi. Sepulang kerja, Izza datang berdua dengan Yanto, membawa cemilan untuk Ragil. Hanya 'say hello' dan bersalaman kepada ibunya Asih yang sedang menemani putrinya di ruang nifas. Kemudian, Izza dan Yanto
"Apakah ibu akan semakin menyayangi Asih? Dia sudah berhasil memberikan cucu kepada ibu," bisik hati Izza.Tentu saja, Bu Ami semakin menyayangi menantu bungsunya itu.Dua bulan setelah Asih melahirkan, ia kembali ke rumah Bu Ami, setelah sebelumnya ia tinggal bersama ibunya sendiri.Suatu hari, Izza sempat mampir ke rumah mertuanya sepulang dari kerja. Setelah berbasa basi dan mengobrol, Izza beristirahat di ruang tengah sambil menonton TV. Tiba-tiba, Izza ingin ke kamar Asih untuk melihat bayinya. Meskipun Asih resek, anak Asih tetap keponakan Izza.Namun, langkahnya terhenti di depan kamar Asih."Makan dulu, Nak," kata Bu Ami seraya membawakan sepiring lauk dan sayur sawi ke kamar Asih."Makasih, Bu," ucap Asih dengan lembut."Setelah makan, letakkan saja piringnya di sini. Nanti ibu yang akan membawa piring kotor itu ke dapur." Bu Ami melanjutkan."Kamu kan baru melahirkan. Pasti kamu lelah karena semalaman begadang. Ibu akan mempersiapkan semua kebutuhanmu," kata Bu Ami.Mendenga
Sejak kejadian itu, Leha menjadi sedikit berubah. Dia mulai jarang update status lebay di sosmed. Dia mulai sedikit berbenah. Biasanya, sindiran demi sindiran selalu Leha gencarkan setiap saat."Alhamdulillah, pagi-pagi rempong sama anak. Beginilah kalau punya anak. Rumah tak pernah rapi." Kurang lebih begitulah isi status yang sering Leha tulis.*****"Bu Izza, ini ada pesan dari dokter. Untuk terapi lanjutan diharuskan operasi laparascopy ya, Bu. Nanti kalau ibu sudah fix berkenan melakukan operasi, Ibu bisa WA ke Asisten Dokter." Mbak perawat di ruang administrasi itu menerangkan."Apa memang harus operasi laparascopy, Sust?" tanya Izza dengan wajah setengah bengong."Betul, Bu. Karena terapi selama ini, progressnya tidak kunjung bagus. Jadi, salah satu terapi lanjutan ya diberikan adalah tindakan operasi." Perawat itu menjelaskan.Izza keluar dari ruangan dokter dengan pikiran kacau dan melayang kemana-mana. Dia berfikir tentang banyak hal. Biaya operasi, tentulah bisa dia cari. E
"Pagi Za.. Lagi sibuk kah? Aku ada info bagus nih," ada pesan WA dari Dila, teman sekolah Izza dulu."Lagi ndak sibuk, kok. Ada apa, Dil?" balas Izza singkat."Di kampungku ada bayi butuh di adopsi nih. Ceritanya, ini tetangga aku tuh anaknya sudah delapan. Tapi, dia masih hamil terus setiap tahun. Tetanggaku ini lagi nyari orang tua yang mau mengadopsi bayi itu. Kalau kamu berminat, nanti aku ajak ke rumah tetangga aku deh. Gimana?" Dila menjelaskan panjang lebar."Ehhmm...?? Sebelumnya makasih banyak ya, Dil. Sudah di kasih info. Tapi, maaf banget nih sebelumnya. Aku dan Mas Yanto belum ada keinginan untuk mengadopsi anak," balas Izza."Itu bayinya lucu dan gemoy, Lho. Nunggu apa lagi sih? Kalian sudah bertahun-tahun menikah, lho. Tuh temen seangkatan kita aja udah eksis dan sibuk mengantar anaknya sekolah TK semua. Lha kamu itu mau hamil kapan? Ingat usiamu itu sudah kepala tiga." Dila membalas WA seperti sangat menggebu-gebu, terus menyuruh Izza agar lekas mengadopsi bayi."Eehhm,