Hari itu tiba-tiba handphone Izza bermasalah dan Izza membawanya ke tukang service. Sementara waktu, Izza meminjam ponsel Yanto untuk mengabari rekan kerjanya perihal ponselnya yang bermasalah. Sudah terbiasa bagi mereka berdua saling meminjam atau membuka ponsel satu sama lain. Dan sama-sama terbuka perihal ponsel. Tentunya tanpa privasi atau rahasia.Hari itu kebetulan Izza ijin tidak masuk kerja. Dia mau fokus menyervis HP nya yang error. Untuk berbagi info dengan rekan kantor, Izza memakai ponsel suaminya. Saat Izza sedang mengetik pesan kepada rekan kerjanya lewat ponsel Yanto. Tiba-tiba ada pesan masuk. Bukan di WA, tapi di aplikasi michat. "Sayang, aku kangen banget nih" Bunyi pesan tersebut. Nama ID-nya 'Maya Flower'.Izza mengabaikan pesan itu dan ia menyelesaikan tugasnya mengirim beberapa file kepada rekan kerjanya. Sementara Yanto sibuk di samping rumah membersihkan sangkar burung. Yah, rutinitas kalau sedang di rumah. Yanto juga ijin tidak masuk kerja untuk menemani istri
Shubuh menjelang. Izza bangun seperti biasa. Berwudhu dan menuanaikan sholat shubuh. Seusai beribadah, Izza membangunkan Yanto untuk turut menunaikan dua rakaat. Pagi itu, seperti biasa, setelah sholat shubuh, Izza ke dapur untuk memasak. Tiba-tiba Yanto memeluk Izza dari belakang. Izza tak menggubris, ia melanjutkan aktivitasnya membuat sayur sop kesukaan Yanto. Yanto masih memeluk istrinya itu. Semakin dipererat dan mulai usil mencium leher istrinya. Namun Izza tak bergeming."Kok diem sih?" Yanto bertanya karena merasa istrinya mengabaikannya."Maya siapa, Mas?" Tanpa basa-basi, Izza melontarkan pertanyaan, sambil melakukan aktivitasnya mengiris bawang. Dia tak menoleh sedikitpun kepada sang suami.Yanto terkejut bukan kepalang. Sepertinya Izza serius sedang tak enak hati."Kamu buka-buka HP aku?" Yanto bertanya dengan salah tingkah. Perlahan, ia lepaskan tangannya yang melingkar di badan istrinya."Lho bukannya selama ini kita saling buka-bukaan perihal handphone?" sahut Izza den
Begitu banyak tekanan dan beban di pundak Izza. Bully-an dan gunjingan saudara. Ejekan tetangga, dan omongan orang-orang selama pernikahannya. Tak terasa kini pernikahan Izza sudah hampir tujuh tahun.Jangan ditanya bagaimana wanita 31 tahun itu selalu bergelut dengan hari-harinya yang selalu banyak konflik. Izza selalu menghabiskan hari-harinya dengan menyibukkan diri bekerja, berjualan online, juga sesekali bermain ke sanggar senam untuk membuat pikirannya rileks. Itu juga saran dari dokter dan termasuk serangkaian program hamil dari dokter.Mental Izza benar-benar dibantai oleh beberapa kejadian. Dimulai dengan awal menikah dulu, dengan hamilnya Ina yang waktu itu terang-terangan mengajak lomba hamil. Dan qodarulloh, Ina hamil mendahului Izza waktu itu. Kini anak Ina, Mela sudah masuk sekolah di bangku TK. Seandainya Izza tidak mandul, pasti anak Izza sudah seumuran Mela. Rasa sayangnya Izza kepada keponakan-keponakannya, baik dari saudara Izza maupun dari saudara Yanto, selalu sam
"Waah, alhamdulillah Asih sudah hamil ya. Topcer banget itu si Ragil. Menikah baru sebulan, eh sudah hamil lima bulan." Suara Bulek Yayah terdengar melengking."Bagus lhooh, Nduk. Daripada istrinya masmu itu, istri Yanto. Si Izza itu sudah menikah lima tahun, tapi belum juga ada tanda-tanda hamil lho ya. Mandul tuh pasti," lanjutnya.Suara Bulek Yayah semakin dikeraskan, seakan sengaja menyinggung Izza yang berada di ruangan itu.Mendengar hal itu, hati Izza tiba-tiba menciut. Ada rasa sakit di dalam dadanya, yang ia rasakan semakin sesak. Di kala kabar kehamilan Asih, istri adik iparnya yang merupakan menantu baru di keluarga ini, tengah hamil lima bulan. Padahal resepsi pernikahan mereka sepertinya baru dilaksanakan tiga minggu yang lalu.Izza menyeka bulir di sudut matanya. Ia menahan matanya untuk tidak berkedip. Ia khawatir jika bulir-bulir itu akan menetes. Akan sangat menyedihkan sekali, ketika sakit itu dilihat oleh banyak orang. Terlebih lagi, di ruangan itu berkumpul saudara-
Sejak kejadian itu, Izza tidak pernah kerumah mertuanya sampai hampir 2 bulan. Dia paham, bahwa dirinya harus menetralisir emosinya. Dan hal itu bisa ia lakukan dengan menjauhi orang2 itu. Dia butuh menyembuhkan hatinya. Hal ini yang selalu Izza lakukan setelah perasaannya dilukai. Setelah ia disudutkan perihal kekurangannya yang belum bisa menjadi ibu.Namun, Izza tetap meminta Yanto mengunjungi ibu mertuanya itu. Dan setiap minggu pun, Yanto kerumah ibunya untuk memberi uang jajan untuk sang ibu."Izza mana, Yan? Kok lama gak ikut kesini?" tanya Bu Ami kala melihat Yanto mampir sendirian sepulang kerja."dia lembur, Bu. Di kantornya banyak kerjaan," jawab Yanto, ia berbohong."Ohh, suruh nginep di sini saja kalau lembur. Kasihan rumah kalian jauh. Tidur di sini saja, ya. Besoknya berangkat kerja dari sini, kan deket thoo? Cuma 15 menit saja ke kantor Izza," lanjut Bu Ami."Ndak ah, Bu. Izza itu gak bisa tidur kalau gak meluk gulingnya yang sudah kusut itu. Katanya itu guling kenanga
"Sayang, besok weekend. Nonton film yuk. Kita sama-sama pulang lebih awal kan?" Begitulah isi pesan WA Yanto kepada istrinya."Besok aku pulang jam setengah empat, Yang. Kita nonton jam setengah lima yaa. Nanti aku pesen tiket online aja," balas Izza."Oke sayang, nanti sepulang dari pabrik aku numpang mandi di rumah ibu deh. Terus aku jemput kamu di kantor ya." Yanto tampak bersemangat mengetik."Siap ❤️." Masuklah notif balasan dari istrinya.Yanto tau kapan waktunya quality time bersama pasangannya. Ia tau istrinya stress berat dengan semua beban di pundaknya. Terlebih jika memikirkan soal momongan.Jadi, setiap weekend Yanto mengajak istrinya refreshing. Kadang ke mall. Sekedar makan di foodcourt atau nonton film terbaru sambil makan popcorn. Terkadang pergi makan bakso di pinggir jalan. Kadang juga makan lalapan di warung kesukaan Izza. Sesekali ke pantai atau ke kolam renang dekat rumah sambil jajan cilok. Dan kalau malas pergi-pergi, mereka memilih menghabiskan waktu di rumah.
"Ya Allah, janganlah Engkau biarkan hamba-Mu ini larut dalam kesedihan. Jangan biarkan kami terus-menerus hidup dalam kesepian. Kami mohon, jangan biarkan kami hilang harapan. Ya Robb, jawablah penantian panjang kami ini." Terbentang doa Izza mengeluh dan memohon kepada Tuhan-Nya.Ia memang tegar menjawab cacian, gunjingan, ejekan, dan menerima beberapa perlakuan tak pantas. Baik dari tetangga, kerabat dekat atau saudara-saudaranya. Namun, siapa yang tahu? Setiap malam ia meneteskan air mata mencurahkan isi hati kepada Yang Maha Mendengar?Masih melekat di dalam ingatannya, beberapa perlakuan dan ucapan orang-orang yang tak punya otak dan tak punya hati itu.Kini ia mengadu kepada Sang Khaliq. Menceritakan semua kesedihan dan sakit hati yang menghujaninya. Lewat doa dan air mata."Ya Allah, ampunilah hamba yang sering membalas ejekan mereka dengan kata-kata kasar. Ampuni hamba-Mu yang gagal menjadi pribadi sabar. Ampunilah hamba yang sering dzolim kepada mereka. Apakah itu dzolim, Ya
"Begini yaa, Rek. Ini ibu kita kan ada sawah dan kebun tebu. Juga beberapa pekarangan dan tanah. Ini peninggalan almarhum Bapak. Ini sudah saya bagi-bagi untuk kita ber-delapan. Sesuai kesepakatan, dan sudah disetujui ibu. Saya selaku kakak tertua akan membagi sesuai kebutuhan dan porsi kalian." Mas Bambang menjelaskan dengan rinci di ruang tamu Bu Ami.[Rek adalah bahasa jawa yang artinya "saudara2/guys/gaess]Sengaja semua adik-adiknya ia suruh berkumpul untuk membahas pembagian harta. Lebih tepatnya pembagian sawah dan kebun sekaligus pengatasnamaan rumah Bu Ami."Aku sebagai kakak tertua, mendapat tiga bagian. Kebun tebu, sepetak sawah, dan tanah di sebelah rumah ibu ini. Ragil sebagai anak bungsu, dapet rumah ini, sebidang tanah di perkebunan dan sepetak sawah. Juga tanah pekarangan di belakang rumah." Mas Bambang mengabsen semua adik-adiknya hingga sampailah pada giliran Yanto."Yanto kan belum punya anak, jadi bagian Yanto saya pending dulu. Saya yang pegang. Khawatir nanti itu