Setiap warga yang berada di Desa Muara Ujung memang terdiri dari orang-orang dengan background yang berbeda, mereka datang ke desa transmigrasi dengan berbagai alasan. Tapi tentu saja dengan tujuan yang sama, yaitu mendapatkan kehidupan baru yang bisa mereka tata dari nol.Para warga yang ada di Muara Ujung pun tidak mempedulikan latar belakang masing-masing ketika mereka berkumpul di satu desa yang terpencil dan jauh dari kata layak. Mereka saling bahu-membahu membuat desa mereka maju dan bisa menjadi desa yang layak mereka tinggali untuk anak dan cucu mereka kelak.Mereka sadar, mereka adalah awal, dan semua derita akan perjuangan memajukan Desa Muara Ujung ada di Pundak mereka.Tapi mereka yakin, ketika anak atau cucu mereka lahir, Desa Muara Ujung akan berbuah manis, karena anak dan cucu mereka tidak akan menderita seperti layaknya mereka ketika tinggal di Desa Muara Ujung untuk pertama kali.Hal itu juga dirasakan oleh Pak Dani, dengan tubuhnya yang sudah tidak muda lagi, dia nek
Tak terasa malam yang begitu sunyi itu sudah mulai beranjak shubuh, hawa dingin yang menusuk kulit sudah mulai terasa oleh semua warga Muara Ujung pada saat itu.Daun-daun yang berada diluar sudah mulai berembun secara perlahan, karena tak lama lagi akan ada pergantian dari malam ke siang yang akan terjadi beberapa jam lagi.Sinar bulan sabit yang redup pun sudah mulai bergerak, menunggu cahayanya yang redup itu hilang ditelan oleh cahaya yang lebih terang di atas langit.Pak Dani yang beberapa jam yang lalu sibuk dengan surat-surat resminya kini sudah terlelap tidur, ditemani oleh istrinya yang tidur di sebelahnya dibalut dengan selimut tebal yang mereka pakai berdua.Namun, Bu Cucu, tampak was-was, hatinya merasa resah. Seperti yang dia rasakan selama beberapa hari ini semenjak Satria meninggal dan dikubur di dekat hutan.Hati kecilnya merasa ada yang salah, merasa bahwa suasana sunyi dan suram yang dia rasakan bukanlah semata-mata karena udara dingin saja, namun ada hawa lain yang
Pagi hari ini di Desa Muara Ujung mendadak sangat ramai, orang-orang yang awalnya akan pergi ke kebun yang berada tepat di belakang rumah mereka kini beranjak pergi ke suatu tempat yang biasa mereka datangi ketika sakit ataupun ketika ingin mendapatkan obat disana.Salah satu Puskesmas Desa satu-satunya di Muara Ujung.Para wanita tak kuasa menahan tangisnya ketika melihat pemandangan mengerikan itu, begitu juga anak-anak yang sengaja mereka jauhkan dari lokasi kejadian karena itu adalah hal yang tidak boleh mereka lihat oleh kedua mata mereka di umur mereka yang masih belia.Semuanya berkumpul di sana, melihat seseorang yang duduk menyender ke arah tiang Puskesmas yang Ucok pasang dua hari yang lalu.Mereka yang melihat hal itu belum bisa mengambil tindakan apa-apa, darah yang mengucur dan menetes ke tanah membuat mereka agak kesusahan untuk mengangkat tubuhnya yang sudah berwarna merah darah.Mereka hanya bisa menunggu seseorang, seseorang yang mereka percaya sebagai orang yang pali
Pak Ridwan adalah orang yang baik, setidaknya itu adalah kenangan-kenangan yang terpatri di dalam pikiran semua orang yang tinggal di Desa Muara Ujung, seseorang yang rela membuang segala kemewahannya, disaat para dokter lain ingin sekali bekerja di Rumah Sakit besar di Ibu Kota.Namun, berbeda dengan Pak Ridwan, dia lebih memilih untuk datang ke Desa Muara Ujung, desa transmigrasi yang jauh dan terpencil, jauh dari keramaian kota, jauh dari segala fasilitas yang menunjang.Bahkan, mungkin saja, dia secara sukarela menjadi Dokter disana tanpa dibayar sepeserpun, dia hanya menjadi warga biasa yang mengabdi di tempat transmigrasi dan membantu Pak Dani yang menjadi Kepala Desa disana untuk menolong warga dan merawat mereka agar mereka bisa terus bekerja di lahan yang sudah disediakan.Sehingga, sebuah rasa kehilangan yang mendalam atas meninggalnya Pak Ridwan begitu membekas kepada semua warga, apalagi Pak Ridwan meninggal dalam keadaan tubuhnya yang mengenaskan.Tubuh yang dipenuhi luka
Beberapa hari setelah Satria dimakamkan, kini muncul di sebelahnya sebuah makam baru, makam dari sahabatnya yang mengajak dirinya tinggal di Desa Muara Ujung ini.Mereka berdua adalah sahabat dekat, sehingga ketika meninggal pun mereka saling berdampingan satu sama lain.Hampir semua warga mengantarkan Pak Ridwan ke tempat peristirahatannya yang terakhir, iring-iringan para pengantar jenazah yang disertai isak tangis dari para warga yang tahu akan kebaikannya mengiringi kepergiannya sekarang.Seorang Dokter, juga sahabat dan teman mereka dikala mereka sedang suntuk atau butuh teman mengobrol, seseorang yang berwawasan luas, yang sering sharing tentang kehidupan diluaran sana kepada para warga yang kebanyakan dari kampung-kampung terpencil dan tidak tahu apa-apa tentang dunia luar.Hari ini, Desa Muara Ujung berduka kembali, bahkan langit pun merasakan hal yang sama. Mendung tanpa ada sedikitpun warna biru yang bisa menghangatkan para warga desa, tumbuhan yang berada di kebun-kebun war
“Hey, Yo! Kira-kira kamu tahu gak Pak Ridwan meninggalnya kenapa?” kata Ali yang merasa heran atas kematian Pak Ridwan. “Wah kalau kata warga mah dibunuh oleh seseorang sih, karena mana mungkin dia bisa bersimbah darah gitu.” “Cuman yang jadi pertanyaan, siapa yang bunuh dia, apakah seseorang yang ada di desa ini ada yang punya dendam kepada Pak Ridwan?” “Karena ya, kita tahu sendiri Pak Ridwan itu baik ke semua orang.” “Aku aja yang awalnya dari kampung, setelah sering ngobrol sama Pak Ridwan aku jadi tahu kehidupan kota kaya gimana dari cerita-cerita dia semenjak datang ke desa ini.” “Bahkan dia juga sering bantuin kita kalau ada kesusahan.” “Kalau ketemu tuh pelakunya, aku pasti bakal pukulin dia ampe dia sujud-sujud minta maaf.” Ali dan Iyo yang awalnya ditugaskan untuk mengurus pemakaman Pak Ridwan terlihat sibuk mengobrol tentang Pak Ridwan, masih banyak misteri yang belum dia ketahui tentang kematiannya. Mereka berdua berjalan ke arah rumah Pak Dani untuk melaporkan bahw
Ucok tidak tahu bahwa kertas-kertas itu adalah kertas yang penting. Bahkan mungkin, setelah aku menceritakan semuanya, mereka bertiga jadi tahu bahwa kertas-kertas yang Ucok bakarlah penyebab Pak Ridwan meninggal.Bu Cucu yang mendengar hal itu langsung mengangkat tangannya dan langsung memegang kepalanya, dia tiba-tiba mendadak pusing atas tindakan Ucok.“Pak, kita harus melakukan sesuatu Pak, kalau perlu selain Bapak mengirimkan surat untuk melaporkan kejadian ini.”“Kita juga harus menulis surat untuk memanggil Bapak yang tinggal di kampung Pak, karena mungkin Bapak bisa membantu menyelesaikan hal ini.”“Meskipun dirinya sudah tua, namun kalau aku yang meminta pasti dia akan datang.”“Karena aku yakin, Bapak bisa memecahkan hal ini.”“Karena aku takut, ada korban lagi yang seperti Pak Ridwan kalau ceritanya seperti itu, bahkan kita bertiga juga kemungkinan adalah korban selanjutnya,” kata Bu Cucu yang kini terlihat duduk dengan tubuhnya yang berkeringat dingin sekarang.“Emang Ibu
Awan hitam tampaknya kembali memunculkan dirinya di atas langit, menutupi semua cahaya matahari yang awalnya bersinar di pagi hari dengan sinarnya yang terang dan menghangatkan hati.Tak lama, awan hitam itu memuntahkan air-air hujan yang disertai dengan kabut tipis yang menutupi hutan hujan yang mengelilingi desa, bersamaan dengan dua orang yang tampak sedang berjalan beriringan menyusuri jalanan setapak yang masih berupa tanah merah yang berlumpur.“Je, ada gubuk kecil tuh disana, kita istirahat dulu ya! Capek ini dah dua jam berjalan,” kata Iyo kepada teman barunya yang kini ikut dengannya sambil menunjuk sebuah gubuk kecil yang sudah rapuh di ujung sana, namun bangunannya masih bisa menahan air hujan yang mengguyur di siang itu.Teman baru Iyo yang dia ajak untuk menemaninya ke kampung sebelah adalah Jeje, Jeje adalah anak dari Ibu Bo'ah yang pindah dari Ibu Kota ke tempat ini, setelah mereka ditinggal oleh sang kepala keluarganya yang hilang entah kemana karena menjadi seorang pr
Suasana Bandung pada sore itu sangatlah ramai. Maklum, liburan panjang membuat banyak orang terutama dari ibukota mengunjungi Bandung untuk sekedar ke restoran atau ke tempat-tempat wisata yang bisa membuat pikiran mereka kembali fresh setelah penat oleh pekerjaan mereka di setiap harinya. Aku, yang menjadi penulis dari cerita ini, kini mempunyai hobby baru, selain menuangkan tulisanku di dalam karyaku, aku juga kini menjadi seorang podcaster amatir dengan gimmick sebagai duo demit yang seringkali mengomentari manusia dalam podcastku. Cerita horor yang aku tulis dalam keadaan serius, membuatku harus mencari kesibukan lain sehingga aku bisa melepas tawa meskipun obrolannya masih sama tentang tahayul, mitos, juga para mahluk yang ada di sekitar kita. Matahari sore itu tampaknya sedikit mendung, tepat ketika aku keluar studio. Aku hari ini berencana untuk bertemu seseorang yang ingin bercerita di tempat kerjanya yang sekarang. Sebuah cerita yang mungkin saja bisa aku angkat menjadi cer
Sebuah desa yang menjadi mitos dalam keluarga dirinya, yang katanya desa itu ditinggalkan oleh ayahnya sendiri karena suatu hal yang tidak dia ketahui kini berada tepat beberapa meter di depan matanya.Pepohonan yang lebat serta ilalang yang menutupi hingga melebihi tubuhnya membuat desa ini sangat susah untuk diketahui. Bahkan warga di Desa Muara Damar yang kini menjadi sebuah kecamatan besar pun tidak mengetahui bahwa ada desa di tengah hutan seperti ini.Bahkan mereka pun terlihat enggan untuk berjalan selama enam jam lebih hanya untuk ke tempat ini, karena mereka takut hewan buas yang mungkin akan menerkam mereka di tengah hutan. Mereka pun sebenarnya tidak mengetahui bahwa ada sebuah desa terlupakan di tengah hutan yang tinggalkan oleh penghuninya yang salah satunya ayahnya sendiri.Ayahnya masih ingat bagaimana dia tiba-tiba terbangun seperti mimpi, dan terbangun di pagi hari di dekat rawa-rawa seberang Desa Muara Damar bersama dengan para warga yang lain. Namun semuanya tidak i
Aku masih ingat Bu Cucu berkata ‘TAHAAAAAN!’ dengan keras di dekatku, aku benar-benar tidak kuat ketika tuselak itu masuk ke dalam tubuhku, rasa sakit disertai rasa dingin benar-benar aku rasakan di dalam tubuhku, seperti ada ratusan jarum yang menusuk-nusukku dari dalam.Sungguh cara yang gila yang aku lakukan, namun sudah tidak ada cara lain lagi karena hal itu harus aku lakukan.Butuh waktu lima belas menit hingga tuselak itu seluruhnya masuk ke dalam tubuh, tubuhku yang merasakan sesuatu yang asing langsung melakukan penolakan dan ingin memuntahkannya, namun Bu Cucu berkata bahwa aku harus bisa menahannya hingga tuselak itu bersemayam di dalam tubuhku dengan segel dari Bu Cucu agar tidak bisa memberontak dari dalam sana.Hingga akhirnya.Aku melihat Ayu yang awalnya berdiri dengan tegap tiba-tiba jatuh seketika dengan luka darah yang mengucur dari punggungnya, jantungnya mendadak berhenti tepat ketika tuselak itu masuk ke dalam tubuhku.Aku sempat berteriak dan ingin menangkap tub
Srak, srak, srak, Tanah yang berwarna coklat tua disertai dengan banyak sekali akar-akar pohon yang berada di dalam tanah kini secara perlahan aku pindahkan kembali setelah aku gali selama beberapa jam ini. Sinar matahari yang terik sangatlah terasa dengan bau keringat yang menyengat karena dari semalam aku tidak sempat membersihkan diri atas apa yang terjadi. Aku mengangkat tanganku, menutupi wajahku yang penuh keringat, melihat langit yang kini biru dengan sedikit awan di atas sana. Apa yang terjadi semalam kini kembali berubah menjadi normal kembali ketika matahari tiba. Namun bedanya, kini semuanya telah usai. Desa Muara Ujung yang awalnya ramai, penuh dengan canda tawa, penuh dengan rasa semangat dari orang-orang yang hidupnya kembali ke titik nol di tempat ini, kini harus terusir oleh apa yang keluargaku lakukan. Haaaaaahhh Aku menghela nafas panjang, tepat ketika aku menyelesaikan pekerjaanku sekarang, aku menurunkan cangkul yang aku bawa di tanah, dan memandang sebuah pek
Kedua tanganku benar-benar berkeringat, aku menahan Ayu agar tidak bisa bergerak dengan cara apapun, parang yang aku tancapkan masih terlihat menembus punggungnya.Aku sengaja menusuknya ke arah dada, agar parang itu tidak tertahan oleh tulang rusuk yang bisa menyulitkanku ketika aku menahan Ayu.Aku benar-benar menjadi pembunuh sekarang, pembunuh dari anak tiriku sendiri, meskipun tubuhnya kini di selimuti oleh sesuatu kekuatan yang gelap yang membuatnya bisa bergerak meskipun seharusnya tubuhnya telah mati akibat luka yang dia terima.Namun tetap saja, aku adalah bagian dari pembunuhan itu, pembunuhan terhadap anak kecil tidak berdosa yang didalamnya terdapat suatu makhluk yang mengerikan.Aku yakin, Ayu sekarang sudah tiada, dia hanyalah sebuah tubuh kosong yang diambil Alih oleh tuselak.Sehingga, ketika Bu Cucu mengambil tuselak itu dengan kedua tangannya, maka tubuhnya akan seketika berhenti bergerak.“TAHANN MINAH, SEDIKIT LAGI!” kata Bu Cucu yang dengan sigap menarik bayangan
‘Aku harus bertanggung jawab.’‘Aku harus mengakhiri semua ini.’‘Ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, karena kalau Bu Cucu meregang nyawa, maka para warga desa tidak bisa lagi melarikan diri dan mereka bisa menjadi korban.’Suara-suara itu berkecamuk dalam diriku, ditengah-tengah suasana genting yang bisa saja mengakibatkan nyawaku melayang.Aku melihat ke sekeliling ketika sebuah angin yang sangat besar menghempaskan semua yang ada di sekitarku sehingga banyak dari mereka yang terpental ke segala arah.Banyak anak kecil yang terlepas dari pangkuan ibunya, banyak juga para orang tua yang terjatuh dan terguling di semak-semak. Semuanya benar-benar kacau.Apalagi, Bu Cucu sudah tampak kelelahan dengan luka yang dia terima pada saat itu.Tanganku tiba-tiba bergetar hebat, parang yang masih aku pegang dengan erat aku lihat dengan seksama.Keberanian dan ketakutan tercampur aduk saling beradu satu sama lain di dalam diriku pada saat itu.Apakah yang akan aku lakukan sekarang, apakah aku
Situasinya benar-benar kacau, sebagian warga terlihat masih khawatir meskipun sudah melewati Ayu dan berdiam diri di pohon yang ditunjuk oleh Ucok pada saat itu, sedangkan sebagian lagi masih dilanda ketakutan karena situasinya sangat genting dan bisa menyebabkan nyawa mereka melayang seketika.Tangisan anak-anak yang mereka bawa terdengar menggema disana, belum lagi jeritan-jeritan dari para wanita yang melihat Ayu bergerak dan melayangkan bayangan hitam itu ke arah mereka yang tidak bisa menghindar di saat-saat seperti itu.Apalagi, mereka lebih ketakutan ketika tepat beberapa meter di dekat mereka, mereka melihat sesosok orang yang sudah meninggal kembali muncul, mereka masih mengingat dengan jelas bagaimana pemakaman itu berlangsung, dan bagaimana tubuhnya yang busuk dengan tumbuhan-tumbuhan rawa yang menjerat tubuhnya sewaktu mereka menemukannya dalam keadaan yang tidak bernyawa.Beberapa yang kaget akan hal itu bahkan terjatuh ke tanah dengan tubuhnya yang bergetar hebat. Rumor
Semua warga Desa Muara Ujung yang ingin melarikan diri disana begitu tercengang ketika mereka semua melihat Bu Cucu yang berusaha menghentikanku pada saat itu, tubuhnya basah bercampur darah dan luka yang terlihat cukup parah dari apa yang mereka lihat.Suara Bu Cucu yang berada di depan, di antara aku, dan Ucok serta Ayu yang berada tak jauh dariku pada saat itu tampaknya tidak terdengar oleh sebagian warga.Namun, Ucok yang tahu atas apa yang diperintahkan oleh Bu Cucu langsung berbalik, dengan sedikit berteriak dia langsung memerintahkan semua warga untuk berlari agar bisa melewati Ayu yang kini kondisinya sudah sangat parah karena dikendalikan oleh tuselak yang ada di dalam tubuhnya.“SEMUANYA, DENGARKAN ABA-ABA DARIKU, APABILA BU CUCU SUDAH BISA MENAHAN MAKHLUK ITU, KALIAN LANGSUNG BERLARI KE ARAH POHON YANG ADA DI UJUNG SANA, KARENA MAKHLUK ITU TIDAK AKAN BISA MENGEJAR KALIAN APABILA KALIAN SUDAH SAMPAI DISANA!”Ucok dengan cepat berbalik kepada Ali, Tono, Supri dan Adi.“Kal
Suara-suara cemoohan, keraguan, makian bahkan sumpah serapah terlontar dari mulut mereka yang ada di sekitarku. Juga dari sebuah tanda tanya atas apa yang aku lakukan ini tidak aku dengarkan. Para warga yang berada di sana langsung berkata tentangku, tentang Ayu dan tentang Satria.Sebuah kemarahan yang tidak bisa mereka lampiaskan dengan sebuah tindakan, sehingga mereka hanya bisa melampiaskan hal itu hanya dengan sebuah kata-kata yang itu pun keluar secara perlahan dengan orang terdekat di antara mereka.Rasa takut yang menyelimuti karena di depan mereka ada sesosok Ayu yang menjadi sebuah iblis yang bisa merenggut nyawa mereka semua membuat mereka tidak bisa berbuat apa-apa.Kemarahan mereka sengaja ditahan karena mereka takut Ayu akan menyerang mereka dan berakhir dengan kematian yang mengerikan seperti Pak Dani dan Ki Sakti yang sekilas mereka lihat ketika mereka berjalan keluar desa.Aku berusaha mengeluarkan keberanianku, Ayu dengan lehernya yang patah dan tersenyum sinis kepad