Awan hitam tampaknya kembali memunculkan dirinya di atas langit, menutupi semua cahaya matahari yang awalnya bersinar di pagi hari dengan sinarnya yang terang dan menghangatkan hati.Tak lama, awan hitam itu memuntahkan air-air hujan yang disertai dengan kabut tipis yang menutupi hutan hujan yang mengelilingi desa, bersamaan dengan dua orang yang tampak sedang berjalan beriringan menyusuri jalanan setapak yang masih berupa tanah merah yang berlumpur.“Je, ada gubuk kecil tuh disana, kita istirahat dulu ya! Capek ini dah dua jam berjalan,” kata Iyo kepada teman barunya yang kini ikut dengannya sambil menunjuk sebuah gubuk kecil yang sudah rapuh di ujung sana, namun bangunannya masih bisa menahan air hujan yang mengguyur di siang itu.Teman baru Iyo yang dia ajak untuk menemaninya ke kampung sebelah adalah Jeje, Jeje adalah anak dari Ibu Bo'ah yang pindah dari Ibu Kota ke tempat ini, setelah mereka ditinggal oleh sang kepala keluarganya yang hilang entah kemana karena menjadi seorang pr
Ditengah hujan yang kembali membasahi Desa Muara Ujung, terlihat seseorang dengan payung yang berwarna hitam berjalan di antara tanah yang becek dan bercampur lumpur.Tanah yang menjadi jalanan utama yang panjang dan lurus hingga ke ujung desa, dimana ujung desa itu adalah rumah-rumah kosong yang tidak berpenghuni, karena dari seluruh rumah yang ada di Desa Muara Ujung ini, hanya setengah dari total rumah yang ada yang dihuni oleh para transmigran yang tinggal di dalamnya.Seseorang dengan baju kebaya yang berwarna cerah dengan kain jarik yang di angkat ke atas betis agar cipratan air hujan yang turun dan bercampur lumpur tidak membasahi kain yang menutupi kakinya, membuat dirinya berjalan dengan sangat pelan di tengah hujan.Tujuannya hanya satu, dia berjalan ke rumahku untuk melihat kondisi Ayu, setelah dia mengetahui bahwa ada sesuatu yang gelap yang menutupi rumahku pada saat itu, dia akhirnya datang ke rumah ketika aku sudah menceritakan semuanya.“Ah, Bu Cucu! Padahal jangan rep
Gubuk-gubuk tengah hutan.Memang sedikit aneh, gubuk-gubuk tua yang Iyo dan Jeje tempati itu memang ada di beberapa tempat di hutan ini, gubuk yang sudah lama ada, bahkan mungkin, gubuk-gubuk itu sudah ada ketika Desa Muara Ujung masih hutan belantara.Entah siapa yang membuat gubuk-gubuk kecil itu, gubuk-gubuk tua yang ada di beberapa tempat di hutan hujan itu dipergunakan sebagai tempat bagi para manusia untuk beristirahat setelah dirinya masuk ke dalam hutan untuk mencari sesuatu seperti buah-buahan atau hewan buruan.Di tahun tersebut, memang masih banyak sekali manusia yang memanfaatkan hutan untuk sumber kehidupan mereka, mengambil air gula aren dari sana, mengambil buah-buahan yang bisa mereka jual, bahkan berburu kijang atau rusa untuk mereka makan.Biasanya, ada warga yang tinggal di desa-desa selain Desa Muara Ujung yang melakukan hal itu, mereka berusaha untuk bertahan hidup di tengah-tengah keterbatasan di desa tempat mereka tinggal. Karena, mereka merasa bahwa dengan berk
[ 12 May 1996Desa yang awalnya menjadi tempat pelarian untuk menyambut kehidupan yang baru kiri terasa berbeda,Langit yang seharusnya memberikan rasa hangat di hati ketika kita menata lagi hidup kini berubah menjadi awan-awan mendung yang membuat suram, disertai dengan air hujan yang terus-menerus menetes dan memberikan rasa sedih yang mungkin saja aku rasakan.Satria, apa yang terjadi padamu kini sudah merenggut sebuah nyawa yang tidak bersalah.Nyawa dari sahabatmu.Nyawa dari seseorang yang telah mengajakmu ke tempat ini.Juga nyawa dari seseorang yang seringkali membantumu ketika susah, menyambutmu ketika kamu pulang dari pelarianmu diluaran sana dan berakhir di tempat ini.Dia tidak tahu apa-apa Satria, dia tidak tahu apa-apa.Semua misteri yang kamu berikan tentang kematianmu, tentang sebuah keinginan mu akan anakmu yang harus mati bersamamu, dia coba pecahkan agar anak dari sahabatnya itu bisa dia selamatkan, karena dia tidak tega melihat istri dan anaknya terluka seperti yan
Krosak Iyo yang kaget akan sesuatu yang menggantung tepat di atasnya, langsung mendadak mundur, menjauhi pohon besar itu di tengah hujan deras yang melanda hutan yang sedang dia masuki pada saat ini. Daun-daun kering yang kini basah tiba-tiba terinjak-injak oleh Iyo sehingga menimbulkan bunyi di antara suara air yang jatuh dari pepohonan yang ada di sekitarnya. Matanya tidak berkedip, dia merasa tidak percaya atas apa yang dia lihat sekarang. Jeje yang tadi menghilang tiba-tiba sudah tergantung dengan tubuh yang terbalik. Kepalanya di bawah, kedua tangannya terlihat menjuntai dengan kedua kakinya yang terikat di antara dahan-dahan pohon besar itu secara mengerikan. Bajunya tampak sangat kotor, banyak sekali luka sobekan yang ada baju dan celana yang dia pakai, seperti luka dari semak-semak hutan berduri yang dia tembus paksa seperti sedang dikejar oleh sesuatu. Bahkan, banyak sekali daun-daun kering yang masih menempel di beberapa bagian tubuh nya, seperti Jeje pernah berguling-g
Sebuah ruangan tertutup berwarna hitam pekat tiba-tiba terlihat oleh ku dari kejauhan, ruangan itu mempunyai satu pintu berwarna coklat dengan ukiran yang sangat cantik, ukiran yang bergambar orang-orang yang berdiri menghadap sebuah bola seperti matahari di atas sana dengan mengangkat kedua tangannya. Dan salah satu manusia yang ada di paling depan, mengangkat satu buah keranjang yang entah apa isinya. Ukiran yang tergambar di atas sebuah pintu itu benar-benar cantik dan memikat mata, meskipun aku tidak tahu artinya namun aku yang tiba-tiba mendekat dan berhenti di depan pintu itu hanya bisa berdiri di depan pintu dan melihat semuanya secara keseluruhan. Aku sempat melihat ke kiri dan ke kanan, kulihat ini bukanlah Desa Muara Ujung, namun ini adalah tempat yang sangat asing buat ku. Pohon-pohon kelapa yang tertanam mengelilingi ruangan itu terlihat menjulang tinggi dan menutupi matahari yang bersinar terang pada saat itu. Juga, pijakan kakiku yang berupa pasir pantai pun terasa s
Jauh dari Desa Muara Ujung, terdapat salah satu desa transmigrasi yang sudah lama berdiri disana, desa yang merupakan desa pertama yang dijadikan tempat untuk transmigrasi pada masa itu. Sehingga, semua orang yang tinggal disana kini sudah nyaman, kebun-kebun yang diberikan oleh pemerintah sudah mereka kelola dengan baik, bahkan banyak yang sudah merasakan hasil dari kebun-kebun yang mereka tanam, sehingga kehidupan mereka sudah mulai membaik dengan segala fasilitas yang kini mulai dibangun secara perlahan-lahan disana. Desa Muara Damar, desa yang tepat berada di dekat rawa-rawa yang menjadi pemisah antara Desa Muara Damar dan Desa Muara Ujung. Rawa-rawa yang sangat luas, yang awalnya hanya menjadi bencana karena airnya kerap naik ketika hujan tiba. Namun tidak kali ini, karena para warga di Desa Muara Damar sudah membuat tanggul-tanggul yang terdiri dari karung-karung berisi tanah yang ditumpuk sedemikian rupa di pinggir rawa. Tujuannya agar air rawa yang meluap tidak sampai memba
Ki Sakti, itu adalah nama dari seseorang yang Pak Kades Muara Damar bawa, dia adalah seseorang yang sudah lama tinggal di tempat ini. Seseorang yang awalnya tinggal di dalam hutan untuk mempelajari ilmu alam sampai akhirnya harus tergusur oleh pembangunan desa-desa transmigrasi yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini.Penampilan dia benar-benar berbeda dengan banyak warga yang tinggal di Desa Muara Damar sekarang, penampilannya yang serba hitam, rambut panjang yang diikat ke belakang, juga jenggot dan kumis yang sudah mulai memutih karena usia.Di leher dan pergelangan tangannya pun terlihat sebuah akar pohon yang melingkar, akar-akar pohon hutan yang dibuat menjadi kalung dan gelang yang dia percayai mempunyai sesuatu kekuatan tertentu untuk hidupnya.Meskipun umurnya sudah tua, tapi tubuhnya masih terlihat bugar, jalannya masih tegap dengan sorot matanya yang masih terlihat tajam.Apalagi, ketika dia datang berdua dengan Pak Kades pada tadi, dia melihat seolah-olah lorong y
Suasana Bandung pada sore itu sangatlah ramai. Maklum, liburan panjang membuat banyak orang terutama dari ibukota mengunjungi Bandung untuk sekedar ke restoran atau ke tempat-tempat wisata yang bisa membuat pikiran mereka kembali fresh setelah penat oleh pekerjaan mereka di setiap harinya. Aku, yang menjadi penulis dari cerita ini, kini mempunyai hobby baru, selain menuangkan tulisanku di dalam karyaku, aku juga kini menjadi seorang podcaster amatir dengan gimmick sebagai duo demit yang seringkali mengomentari manusia dalam podcastku. Cerita horor yang aku tulis dalam keadaan serius, membuatku harus mencari kesibukan lain sehingga aku bisa melepas tawa meskipun obrolannya masih sama tentang tahayul, mitos, juga para mahluk yang ada di sekitar kita. Matahari sore itu tampaknya sedikit mendung, tepat ketika aku keluar studio. Aku hari ini berencana untuk bertemu seseorang yang ingin bercerita di tempat kerjanya yang sekarang. Sebuah cerita yang mungkin saja bisa aku angkat menjadi cer
Sebuah desa yang menjadi mitos dalam keluarga dirinya, yang katanya desa itu ditinggalkan oleh ayahnya sendiri karena suatu hal yang tidak dia ketahui kini berada tepat beberapa meter di depan matanya.Pepohonan yang lebat serta ilalang yang menutupi hingga melebihi tubuhnya membuat desa ini sangat susah untuk diketahui. Bahkan warga di Desa Muara Damar yang kini menjadi sebuah kecamatan besar pun tidak mengetahui bahwa ada desa di tengah hutan seperti ini.Bahkan mereka pun terlihat enggan untuk berjalan selama enam jam lebih hanya untuk ke tempat ini, karena mereka takut hewan buas yang mungkin akan menerkam mereka di tengah hutan. Mereka pun sebenarnya tidak mengetahui bahwa ada sebuah desa terlupakan di tengah hutan yang tinggalkan oleh penghuninya yang salah satunya ayahnya sendiri.Ayahnya masih ingat bagaimana dia tiba-tiba terbangun seperti mimpi, dan terbangun di pagi hari di dekat rawa-rawa seberang Desa Muara Damar bersama dengan para warga yang lain. Namun semuanya tidak i
Aku masih ingat Bu Cucu berkata ‘TAHAAAAAN!’ dengan keras di dekatku, aku benar-benar tidak kuat ketika tuselak itu masuk ke dalam tubuhku, rasa sakit disertai rasa dingin benar-benar aku rasakan di dalam tubuhku, seperti ada ratusan jarum yang menusuk-nusukku dari dalam.Sungguh cara yang gila yang aku lakukan, namun sudah tidak ada cara lain lagi karena hal itu harus aku lakukan.Butuh waktu lima belas menit hingga tuselak itu seluruhnya masuk ke dalam tubuh, tubuhku yang merasakan sesuatu yang asing langsung melakukan penolakan dan ingin memuntahkannya, namun Bu Cucu berkata bahwa aku harus bisa menahannya hingga tuselak itu bersemayam di dalam tubuhku dengan segel dari Bu Cucu agar tidak bisa memberontak dari dalam sana.Hingga akhirnya.Aku melihat Ayu yang awalnya berdiri dengan tegap tiba-tiba jatuh seketika dengan luka darah yang mengucur dari punggungnya, jantungnya mendadak berhenti tepat ketika tuselak itu masuk ke dalam tubuhku.Aku sempat berteriak dan ingin menangkap tub
Srak, srak, srak, Tanah yang berwarna coklat tua disertai dengan banyak sekali akar-akar pohon yang berada di dalam tanah kini secara perlahan aku pindahkan kembali setelah aku gali selama beberapa jam ini. Sinar matahari yang terik sangatlah terasa dengan bau keringat yang menyengat karena dari semalam aku tidak sempat membersihkan diri atas apa yang terjadi. Aku mengangkat tanganku, menutupi wajahku yang penuh keringat, melihat langit yang kini biru dengan sedikit awan di atas sana. Apa yang terjadi semalam kini kembali berubah menjadi normal kembali ketika matahari tiba. Namun bedanya, kini semuanya telah usai. Desa Muara Ujung yang awalnya ramai, penuh dengan canda tawa, penuh dengan rasa semangat dari orang-orang yang hidupnya kembali ke titik nol di tempat ini, kini harus terusir oleh apa yang keluargaku lakukan. Haaaaaahhh Aku menghela nafas panjang, tepat ketika aku menyelesaikan pekerjaanku sekarang, aku menurunkan cangkul yang aku bawa di tanah, dan memandang sebuah pek
Kedua tanganku benar-benar berkeringat, aku menahan Ayu agar tidak bisa bergerak dengan cara apapun, parang yang aku tancapkan masih terlihat menembus punggungnya.Aku sengaja menusuknya ke arah dada, agar parang itu tidak tertahan oleh tulang rusuk yang bisa menyulitkanku ketika aku menahan Ayu.Aku benar-benar menjadi pembunuh sekarang, pembunuh dari anak tiriku sendiri, meskipun tubuhnya kini di selimuti oleh sesuatu kekuatan yang gelap yang membuatnya bisa bergerak meskipun seharusnya tubuhnya telah mati akibat luka yang dia terima.Namun tetap saja, aku adalah bagian dari pembunuhan itu, pembunuhan terhadap anak kecil tidak berdosa yang didalamnya terdapat suatu makhluk yang mengerikan.Aku yakin, Ayu sekarang sudah tiada, dia hanyalah sebuah tubuh kosong yang diambil Alih oleh tuselak.Sehingga, ketika Bu Cucu mengambil tuselak itu dengan kedua tangannya, maka tubuhnya akan seketika berhenti bergerak.“TAHANN MINAH, SEDIKIT LAGI!” kata Bu Cucu yang dengan sigap menarik bayangan
‘Aku harus bertanggung jawab.’‘Aku harus mengakhiri semua ini.’‘Ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, karena kalau Bu Cucu meregang nyawa, maka para warga desa tidak bisa lagi melarikan diri dan mereka bisa menjadi korban.’Suara-suara itu berkecamuk dalam diriku, ditengah-tengah suasana genting yang bisa saja mengakibatkan nyawaku melayang.Aku melihat ke sekeliling ketika sebuah angin yang sangat besar menghempaskan semua yang ada di sekitarku sehingga banyak dari mereka yang terpental ke segala arah.Banyak anak kecil yang terlepas dari pangkuan ibunya, banyak juga para orang tua yang terjatuh dan terguling di semak-semak. Semuanya benar-benar kacau.Apalagi, Bu Cucu sudah tampak kelelahan dengan luka yang dia terima pada saat itu.Tanganku tiba-tiba bergetar hebat, parang yang masih aku pegang dengan erat aku lihat dengan seksama.Keberanian dan ketakutan tercampur aduk saling beradu satu sama lain di dalam diriku pada saat itu.Apakah yang akan aku lakukan sekarang, apakah aku
Situasinya benar-benar kacau, sebagian warga terlihat masih khawatir meskipun sudah melewati Ayu dan berdiam diri di pohon yang ditunjuk oleh Ucok pada saat itu, sedangkan sebagian lagi masih dilanda ketakutan karena situasinya sangat genting dan bisa menyebabkan nyawa mereka melayang seketika.Tangisan anak-anak yang mereka bawa terdengar menggema disana, belum lagi jeritan-jeritan dari para wanita yang melihat Ayu bergerak dan melayangkan bayangan hitam itu ke arah mereka yang tidak bisa menghindar di saat-saat seperti itu.Apalagi, mereka lebih ketakutan ketika tepat beberapa meter di dekat mereka, mereka melihat sesosok orang yang sudah meninggal kembali muncul, mereka masih mengingat dengan jelas bagaimana pemakaman itu berlangsung, dan bagaimana tubuhnya yang busuk dengan tumbuhan-tumbuhan rawa yang menjerat tubuhnya sewaktu mereka menemukannya dalam keadaan yang tidak bernyawa.Beberapa yang kaget akan hal itu bahkan terjatuh ke tanah dengan tubuhnya yang bergetar hebat. Rumor
Semua warga Desa Muara Ujung yang ingin melarikan diri disana begitu tercengang ketika mereka semua melihat Bu Cucu yang berusaha menghentikanku pada saat itu, tubuhnya basah bercampur darah dan luka yang terlihat cukup parah dari apa yang mereka lihat.Suara Bu Cucu yang berada di depan, di antara aku, dan Ucok serta Ayu yang berada tak jauh dariku pada saat itu tampaknya tidak terdengar oleh sebagian warga.Namun, Ucok yang tahu atas apa yang diperintahkan oleh Bu Cucu langsung berbalik, dengan sedikit berteriak dia langsung memerintahkan semua warga untuk berlari agar bisa melewati Ayu yang kini kondisinya sudah sangat parah karena dikendalikan oleh tuselak yang ada di dalam tubuhnya.“SEMUANYA, DENGARKAN ABA-ABA DARIKU, APABILA BU CUCU SUDAH BISA MENAHAN MAKHLUK ITU, KALIAN LANGSUNG BERLARI KE ARAH POHON YANG ADA DI UJUNG SANA, KARENA MAKHLUK ITU TIDAK AKAN BISA MENGEJAR KALIAN APABILA KALIAN SUDAH SAMPAI DISANA!”Ucok dengan cepat berbalik kepada Ali, Tono, Supri dan Adi.“Kal
Suara-suara cemoohan, keraguan, makian bahkan sumpah serapah terlontar dari mulut mereka yang ada di sekitarku. Juga dari sebuah tanda tanya atas apa yang aku lakukan ini tidak aku dengarkan. Para warga yang berada di sana langsung berkata tentangku, tentang Ayu dan tentang Satria.Sebuah kemarahan yang tidak bisa mereka lampiaskan dengan sebuah tindakan, sehingga mereka hanya bisa melampiaskan hal itu hanya dengan sebuah kata-kata yang itu pun keluar secara perlahan dengan orang terdekat di antara mereka.Rasa takut yang menyelimuti karena di depan mereka ada sesosok Ayu yang menjadi sebuah iblis yang bisa merenggut nyawa mereka semua membuat mereka tidak bisa berbuat apa-apa.Kemarahan mereka sengaja ditahan karena mereka takut Ayu akan menyerang mereka dan berakhir dengan kematian yang mengerikan seperti Pak Dani dan Ki Sakti yang sekilas mereka lihat ketika mereka berjalan keluar desa.Aku berusaha mengeluarkan keberanianku, Ayu dengan lehernya yang patah dan tersenyum sinis kepad