Pagi sudah datang, dan cahaya matahari menerpa wajahku melalui pentilasi jendela.
"Pagi anak manis, rupanya kamu baru bangun. Ini sarapannya, jangan lupa setelah sarapan obatnya di minum yah karena sebentar lagi dokter datang untuk memeriksa kondisi kamu". Kata perawat itu sembari menyimpan sarapan di atas meja yang terletak tepat di sisi kiri ku.
"Tante suster, aku boleh bertanya tidak?" Kataku sambil bangun dan duduk.
"Mau tanya apa anak manis?" Tanya perawat itu.
"Siapa yang membawa aku ke sini?" Tanyaku.
"Kemarin kebetulan aku melihat kamu terbaring lemas di jalan saat aku menuju untuk berangkat kerja di rumah sakit ini." Kata perawat itu.
"Tante suster lihat tidak seorang ibu-ibu yang sedang bersamaku?" Tanyaku.
"Tante suster tidak melihat siapa-siapa saat itu. Memangnya ada yang bersama kamu yah?" Tanya perawat itu lagi.
"Kemarin aku tersesat dan berusaha mencari bantuan, tapi aku tak menemukan seorangpun yang lewat di tempat itu. Aku berjalan sudah sangat jauh dan tiba-tiba aku melihat seorang ibu-ibu dan aku meminta tolong kepada ibu-ibu itu lalu setelah itu aku tak ingat lagi apa yang terjadi dan tiba-tiba saja aku sudah berada di rumah sakit ini". Kataku menjelaskan.
"Sekarang kamu sudah bersamaku dan Tante suster yang lain di sini, jadi kamu jangan takut yah anak manis. Tapi ngomong-ngomong, orang tua kamu mana? Dan mengapa kamu bisa tersesat?" Tanya dokter itu.
Aku terdiam dan bingung. Entah aku harus menceritakan nya atau tidak.
"Ya sudah tidak apa-apa, Tante suster tidak akan memaksa mu untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Jika nanti kamu ingin menceritakannya, ceritakan saja, Tante suster akan mendengarkan dengan baik". Kata perawat itu sambil memelukku.
"Kalo begitu sekara kamu sarapan, lalu minum obatnya. Karena sebentar lagi dokter datang memeriksa kamu". Kata perawat itu lagi.
"Siap Tante suster, makasih yah sudah tolongin Tere". Kataku sambil melempar senyumanku yang paling manis untuk perawat itu.
"Iya anak manis, sama-sama". Jawab perawat itu sambil beranjak keluar dari kamar rawat yang ku tempati ini.
Aku kembali memikirkan tentang mengapa mama, papa serta kedua kakakku tega membuang ku ke jalan. Apakah karena aku berbeda dari mereka? Tapi aku tidak memiliki cacat! Mengapa mereka menganggap ku sebagai pembawa sial dalam keluarga? Apa salahku?
Hatiku menangis, hatiku terasa sangat sesak. Aku gadis berumur 7 tahun yang harus menghadapi kenyataan yang tak seharusnya aku jalani.
Anak seusiaku harusnya berangkat ke sekolah dan bermain serta merasakan kasih sayang dari orang tua dan sodara. Tapi aku tidak mendapatkan itu semua. Aku benar-benar tidak seberuntung orang yang paling beruntung di planet ini lahir ke dunia ini.
Aku menangis tersedu-sedu, mengingat apa yang telah di lakukan oleh keluarga ku kepadaku. Aku tak tau setelah mereka merawat ku di rumah sakit ini aku harus ke mana dan bagaimana caranya aku bertahan hidup tanpa keluarga di sekitar ku.
"Aku hanya ingin pulang..." Kataku sambil menangis.
Agar Tante suster itu tak mengetahui kesedihan ku, aku memakan sarapan yang telah ia bawa lalu aku meminum obat agar aku bisa sehat kembali.
Aku berusaha menyembunyikan kesedihan ku dari siapapun itu. Karena aku pikir mereka tak akan memiliki jalan keluar jika mereka mengetahui nya, jadi aku lebih memilih untuk menyembunyikannya.
Selang berapa saat aku sudah menghabiskan sarapan dan meminum obat, akhirnya dokter pun datang memeriksaku, dan mengatakan kondisiku semakin membaik, itu artinya aku akan segera keluar dari rumah sakit ini.
Hatiku semakin sedih karena aku bingung harus kemana. Apakah aku akan menceritakan pada Tante suster itu ataukah aku harus menyembunyikan apa yang sebenarnya terjadi kepadaku. Aku semakin bingun dan hatiku seperti menjerit karena aku sangat sedih.
Mengapa aku tidak mati saja pada saat hujan membuat tubuhku menggigil tak tertahankan, mengapa Tuhan tidak membiarkan ku mati saja pada saat tubuhku lemas karena kelaparan! Mengapa aku harus hidup jika aku sendiri tak tau bagaimana cara untuk bertahan hidup! Aku hanya anak kecil berumur 7 tahun yang belum banyak tau tentang hal di luar sana.
Aku sangat kebingungan harus bagaimana. Aku takut jika Tante suster itu tau maka keluargaku akan menyiksaku lebih dari pada ini.
Apakah setelah mereka merawat ku di sini, aku harus siap menghadapi apapun yang akan terjadi di luar sana atau aku akan menyerah dengan semuanya dan menunggu Tuhan menjemput ku?
Kesedihan di dalam hatiku begitu sangat besar. Entah hatiku dendam pada mereka yang telah membuang ku atau tidak. Aku tidak tau.
Setelah dokter memeriksaku, aku duduk menatap bunga-bunga yang berada di halaman samping melalui jendela kamar ini.
Aku melihat beberapa kupu-kupu dengan warna yang sangat cantik hinggap di bunga-bunga itu. Dan satu di antara kupu-kupu itu terbang dengan bebasnya. Terbang setinggi-tingginya. Aku sangat menikmati ketika melihat nya terbang dengan bebas, dan mereka tampak tak pernah memiliki masalah seperti ku. Rasanya aku ingin menjadi kupu-kupu yang setiap hari bermain dengan kepakan sayap berwarna warni, terbang beriringan dan mereka terlihat begitu kompak.
Tapi itu hanya seekor kupu-kupu, aku seorang anak manusi yang butuh kasih sayang orang tua dan keluarga. Aku bukan kupu-kupu yang setiap hari harus terbang dengan penuh rasa bahagia.
Aku sendiri pun tak tau aku akan bisa tetap bertahan hidup atau tidak. Karena sekarang aku tak memiliki siapa-siapa lagi. Aku harus kemana dan siapa yang akan menemani ku!
Hatiku kembali menjerit dan memberontak. Aku belum bisa menerima kenyataan yang aku jalani saat ini. Aku benar-benar belum bisa. Aku terlalu kecil untuk memaksa kan otakku untuk berfikir seperti orang dewasa.
Aku tidak ingin menjadi seperti gelandangan yang tidur di pinggir jalan dan mengharap belas kasih dari orang lain karena aku bukanlah seorang pengemis. Aku hanya anak perempuan berusia 7 tahun yang memiliki keluarga yang sangat tega melakukan semua ini kepadaku.
Hidup di jalanan sangat tidak enak. Harus menahan dinginnya malam dan dingin nya hujan, harus menahan lapar dan haus. Dan aku hampir mati setelah melewati malam panjang itu yang membuat seluruh tubuhku menggigil karena terguyur hujan deras sehari semalam dan harus menahan lapar dan haus. Baju di badanku basah kuyup dan kering di badan. Hal itu yang membuatku semakin drop dan rasanya aku hampir saja nyaris mati.
Aku seorang anak kecil perempuan yang berusia 7 tahun harus mengahadapi kenyataan yang sangat pahit ini. Jika Tante suster itu tak menolong ku mungkin aku sudah mati tanpa ada orang lain yang mengenaliku.
Tak terasa sudah seminggu aku di rumah sakit ini untuk di rawat. Dan kata Tante suster itu aku sudah bisa pulang."Anak manis hari ini kamu sudah bisa pulang karena kondisi kamu sudah sehat". Kata perawat itu.Aku hanya terdiam dan meneteskan air mata, aku bingung harus menceritakannya atau tidak tentang apa yang sebenarnya terjadi kepadaku. Tapi aku takut."Ada apa sayang? Ceritakan saja, tidak apa-apa kok. Tere percayakan sama Tante suster?" Tanya perawat itu.Dan akhirnya aku berusaha memberanikan diri untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi terhadap diriku.Spontan perawat itu kaget dan sangat kasihan kepadaku. Aku menangis tersedu-sedu ketika menceritakan semuanya pada perawat itu, dan memelukku sangat erat.Suster itupun menangis karena tak tega melihatku harus hidup di jalan tanpa siapa-siapa. Hingga pada akhirnya ia memutuskan membawaku untuk tin
Di dalam kesendirian ku ini aku terkadang tak bersemangat untuk melanjutkan hidupku. Karena aku merasa tak ada lagi yang menyayangi ku seperti ibu yang sangat tulus menyayangi ku seperti anaknya sendiri.Aku memang sangat terpuruk, tapi aku juga bingung sampai kapan aku harus mempertahankan keterpurukan ku ini.Aku tak merasa bangga dengan semua yang ku dapatkan dari ibu. Semua yang ku miliki sekarang tetap bukan milikku meski ibu sudah mewariskannya semua kepadaku, tapi tetap saja itu bukan milikku.Aku merindukanmu Bu. Air mataku tak henti-hentinya mengalir deras membasahi kedua pipiku yang sudah tembem ini.Pendidikan yang kumiliki pun tak setinggi pendidikan di perguruan tinggi. Aku baru saja lulus dari bangku SMA dan setelah itu ibu pergi meninggalkan ku selama-lamanya.Ibu Memeng meninggalkan warisan atas namaku dan meninggalkan biaya pendidikan untuk masuk di perguruan tin
Hari ini aku berencana untuk mencari sebuah lowongan pekerjaan di salah satu situs internet. Selang beberapa saat aku mencari lowongan kerja, akhirnya aku mendapatkan nya. Aku mencoba untuk membuat persyaratan yang telah di tentukan oleh perusahaan tersebut dan kemudian mengantarkannya. Saat hendak di interview, dari kejauhan aku melihat sosok lelaki yang sangat mirip dengan ayahku. Aku melihat ayah yang sedang bergandengan tangan dengan seorang wanita muda. Aku memutuskan untuk menghampiri nya dan bertanya mana ibu. Tapi, berhubung aku telah di panggil oleh resepsionis untuk di interview maka kesempatan untuk berkomunikasi setelah sekian lama dengan ayah gagal. Sepertinya ada sesuatu besar yang telah terjadi antara ayah dan ibu. Ah sudahlah, aku harus konsen dengan interview ku yang pertama kali, aku tidak boleh membebankan pikiranku dengan hal lain. Bukankah mereka te
Sudah lama aku menunggu hasil dari interviewku tapi belum juga ada kabar sama sekali. Mungkin aku harus melanjutkan studiku saja di perguruan tinggi dan mungkin jurusan yang cocok buatku adalah psikologi. Entah mengapa aku sangat suka tentang psikologi manusia. Mungkin jurusan ini berguna untkku kedepannya.Aku harus menyusun segala keperluanku untuk mendaftarkan diri di perguruan tinggi, semoga saja aku dapat diterima.Sebelumnya aku harus cari tau tentang universitas yang akan masuki untuk mengetahui apakah aku dapat nyaman di universitas tersebut atau tidak, karena menurutku kenyamanan adalah hal yang penting agar aku betah untuk belajar di tempat itu.*****Malam ini senja kembali menyapaku penuh hangat, seolah senja itu akan memberiku kabar yang membuat aku senang atau malah sebaliknya. Tapi aku harap senja itu memngantarkan kabar baik untukku walau hanya sekali saja.Aku me
Beberapa hari kemudian aku mulai jalan untuk mengurus pendidikanku untuk masuk di salah satu universitas. Dan aku hanya bisa berusaha agar bisa di terima di universitas tersebut sambil aku menunggu hasil dari interview, kali aja aku dapat di terima dari perusahaan tersebut untuk bekerja. Lumayan aku bisa membiayai kuliahku sendiri tanpa memakai tabungan yang telah ibu siapkan untukku, agar kelak aku bisa menggunakannya untuk hal yang berguna. ***** Hari ini cuaca di siang hari lumayan terik, membuat tenggorokanku sedikit kering. Setelah mengurus segala kelengkapan berkas kuliahku, aku menyempatkan waktu mampir di sebuah kedai sederhana untuk memuaskan dahaga hausku yang menggorogoti tenggorokan ku sejak tadi. Ketika aku berada di kedai tersebut aku belum menyadari ada sesuatu yang aneh namun setelah pesanan minumanku tiba, betapa terkejutnya aku ketika yang mengantarkan pesanan minumanku tersebut adalah salah satu
Hari ini tepat seminggu aku bekerja di perusahaan ini sebagai resepsionis. Dan kabar dari universitas itu belum ada sama sekali. Mungkin sudah jalannya aku harus bekerja dulu untuk mengumpulkan hasil demi masa depanku sesuai dengan niat awalku.Aku sangat menikmati hari- hariku bekerja di perusahaan ini. Dan sejauh ini aku tak menemukan ada kendala sama sekali. Aku begitu bersemangat mengerjakan pekerjaanku, meski begitu sebenarnya ada sedikit yang menggangguku. Dan hal itu adalah wanita yang kulihat bersama ayah tempo hari saat pertama kali aku ke perusahaan ini untuk mengantar lamaran kerja. Wanita itu sekantor denganku, dan yang membedakan adalah sebuah jabatan. Ia adalah sekretaris bos di perusahaan ini. Akupun tak ingin memperkenalkan diri atau menceritakan semuanya tentang keluargaku padanya dan akupun tak ingin ia mengetahuinya bahwa aku adalah anak lelaki yang ia temani untuk berkencan.Di kantor tempatku bekerja aku benar- benar foc
Tak terasa aku bekerja sudah sebulan di perusahaan tersebut. Wanita simpanan ayah yang yang bekerja sebagai sekretaris bos di kantor sudah mulai menunjukan sikap aslinya yang mulai menyebalkan. Dan aku tetap tidak memperdulikannya. Ia berusaha membuatku jengkel karena ia selalu mencari sela dalam diriku untuk berbicara dengan dekat, tapi aku tak pernah memberikannya peluang karena aku tau siapa dia sebenarnya.Beberapa rekan kerjaku memang berusaha mendekatiku untuk berteman denganku tapi entah mengapa aku tak sembarang ingin mempercayai seseorang untuk berteman denganku. Aku rasa tidak nyaman saja meski aku sudah mencobanya berkali- kali tapi rasa ketidaknyamanan itu selalu datang lebih awal dari pada kenyamanan. Terlebih lagi rekan kerja lawan jenisku. Mereka tak ku beri peluang sama sekali sebab aku memang tak berfokus pada hal lain. Aku sudah enjoy dengan kesendirianku, intinya aku di perusahaan ini hanya untuk bekerja bukan untuk berfokus pada hal lain.
Malam yang kelam membuatku kembali merenungkan apa yang pernah telah terjadi kepadaku, seolah hatiku ingin melakukan sesuatu yang sangat besar dan membuat mereka yang telah membuangku akan terkejut dengan sesuatu besar itu.Aku masih memikirkan tindakan atau langkah apa yang akan aku lakukan untuk membalas seluruh kepedihan sejak mereka membuangku kejalanan.Mungkin suatu saat aku akan belajar tentang strategi apa yang akan aku lakukan, mungkin mulai dari mempelajari psikolog seseorang agar aku dengan muda mempermainkan psikologi mereka. Jika secara fisik mungkin akan bentrok karena karakter mereka semua sama yaitu sama- sama keras yang tak berfaedah. Jadi mungkin secara psikologi mereka yang akan aku serang, karena menurutku akan lebih menyakitkan jika mereka merasakan kepedihan yang amat pedih jika hati yang paling terdalam mereka yang aku serang.Target utamaku adalah ayah dan mama, kemudian selanjutnya adalah kedua k
Disisi lain Romi tak memiliki anak dari selingkuhan yang ia nikahi secara siri, dan kehidupannya pun kini semakin merosot. Romi dan selingkuhan nya kini hidup semakin sulit, di tambah lagi selingkuhan yang ia nikahi itu memiliki pria lain.Usaha mantan mertuakupun kian merosot dan orang kepercayaan Romi telah menggelapkan dana perusahaan lalu menghilang. Romi seakan gila akibat tak memiliki aset lagi sama sekali.Oleh sebab itu selingkuhan Romi yang ia nikahi kini berpaling karena Romi tak memiliki apa-apa lagi. Dan itu semua aku ketahui dari salah satu mantan karyawan Romi yang di pecat saat aku tak sengaja bertemu di sebuah swalayan ketika hendak berbelanja untuk kebutuhan putriku.Namu berbanding terbalik denganku, saat ini masalah materi bukan menjadi masalah utama dalam kehidupanku karena putriku memiliki rezeki yang bagus. Tapi yang menjadi masalah utamaku dalam kehidupanku adalah aku hanya takut putriku kecewa ter
Seiring berjalannya waktu tak terasa usia putriku sudah 5 tahun. Ia pun semakin menganggap bahwa dokter Pras adalah ayahnya, namun perasaan akan takut kekecewaan putriku terhadap ku semakin besar.Aku tak ingin putriku kecewa karena mengetahui bahwa dokter Pras sebenarnya hanyalah ayah angkatnya. Setelah Ki diskusikan kepada dokter Pras tentang hal ini, iapun menanggapi nya dengan santai. Entah apa yang ada di dalam pikiran dokter Pras ini.Hari demi hari telah terlewati, putriku begitu sangat manja terhadap dokter Pras yang ia anggap sebagai ayahnya yang sebenarnya.Aku tak ingin Karena hanya masalah ini justru putriku membenciku, aku tak ingin putriku menganggap bahwa aku telah membohongi nya. Bagaimana tidak putriku sangat pandai menjebak dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak terduga.Di tambah lagi ketika putriku meminta untuk berfoto bersama dokter Pras dan denganku juga, memang sepeleh tapi itu
Hari demi hari aku kembali pulih dan dokter Pras tak pernah berubah sama sekali padaku meski aku tak lagi menjadi pasien nya. Dokter Pras makin intens berkunjung ke rumah untuk bermain sejenak bersama putriku. Bahkan dokter Pras memberi nama putriku dengan nama Ratu Wani. Aku tak menjadi masalah mengenai nama pemberian dokter Pras untuk putri ku, mungkin hal itu dapat mengobati kerinduan dokter Pras kepada sang istri yang di mana mereka berdua dulu sangat menginginkan anak. Dokter Pras memperlakukan Ratu layaknya sebagai anak sendiri, bahkan terkadang dokter Pras memenuhi segala keperluan Ratu meski akupun sudah menolaknya berkali-kali karena ketidak enakan ku pada dokter Pras, tapi tetap saja ia melakukannya dengan alasan itu adalah rejeki Ratu yang tak boleh di tolak. Dokter Pras tak ingin melewatkan tumbuh kembang Ratu sedikit pun, dokter Pras sudah sangat menyayangi Ratu layaknya anaknya
Setelah melewati perjuangan demi perjuangan, kini aku sudah menjadi seorang ibu. Rasa haru, bahagia, sedih bercampur jadi satu. Tepat tanggal 10 September pukul 05.00 pagi anak perempuan semata wayangku lahir dan ku beri nama ia Nur yang artinya cahaya, agar ia dapat menguatkan siapapun itu termasuk aku ibunya dengan cahaya yang ia miliki. Aku berharap dengan lahirnya Nur ke dunia yang kejam ini aku dapat kuat menghadapi ujian hidup yang silih berganti. Meski Romi saat ini benar-benar tak ada di sisiku lagi, paling tidak Nur adalah kekuatan ku saat ini. Aku berjuang dengan seorang diri untuk merawat dan membesarkan anak semata wayangku. Aku tak peduli lagi dengan apa yang di lakukan Romi terhadap ku. Penghianatan Romi yang selama ini ia berikan kepadaku, kini aku berusaha melupakan nya demi anakku. Aku tahu saat ini Romi sedang menikmati kebahagiaan nya bersama Desi, ta
Saat ini aku menunggu hari untuk melahirkan anak pertamaku dari Romi, aku harap dengan kesendirianku ini aku bisa tegar melewati proses persalinanku. Aku sudah tak tau lagi di mana keberadaan Romi, sepertinya ia sudah bahagia hidup bersama Desi dengan sebuah ikatan sakral.Aku pikir mungkin setelah aku melahirkan anakku aku akan mengurus gugatan cerai terhadap Romi agar aku tak merasakan kepedihan yang amat dalam lagi. Tak mengapa jika aku seorang diri membesarkan anakku, dan kelak ketika anakku dewasa ia akan tahu dengan sendirinya siapa ayahnya yang sebenarnya. Aku tak akan melarang Romi jika ia ingin menengok anak semata wayangku, karena biar bagaimanapun juga Romi tetap ayah kandungnya. Kecuali ia ingin mengambilnya dariku mungkin aku akan bertindak tegas, sebab aku akan mengurus hak asuh anakku.Semuan yang ku lalui tidaklah muda, banyak hal yang membuat air mataku jatuh berkali- kali meski aku berusaha untuk menahannya namun tetap juga
“Bu……. Ibu……… bangun bu…. Bangun……..”“Romiiiiii……………… ibu Rom…………….. ibu…………..”“Ibu meninggal…….. Rom…. Kamu di mana? cepat pulang…. Ibu meninggal…”Aku histeris melihat ibu meninggal ketika aku bersihkan badan ibu mertuaku. Aku menelpon Romi yang baru saja berangkat ke kantor, tapi Romi hanya membentakku di telpon. Ibu benar- benar meninggalkan aku dan meninggalkan kita semua.Romi benar- benar tak memiliki hati, hatinya sudah di butakan oleh Desi. Anak macam apa Romi ini, ibunya meninggal malah ia membentakku di telpon.Bukannya ia langsung pulang untuk mempersiapkan pemakaman ibunya, malah ia pergi bersama Desi dengan alasan ada pekerjaan penting
Senja seakan ikut merasakan apa yang menjadi kesedihanku saat ini. Ketika senja datang pancaran warnanya tak secerah seperti hari- hari kemarin saat ia datang menyapaku.Entah mengapa ini belum berakhir! Aku sangat terpukul, mungkin ada saat di mana aku akan pulang ke rumah ibu untuk menenangkan perasaanku. Aku tak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada kandunganku hanya karena tingkat stresku yang tinggi akibat menghadapi situasi yang semakin hari semakin membuatku rapuh.Jika bukan karena aku merawat ibu mertuaku, mungkin aku sudah pamit pulang ke rumah peninggalan ibuku. Mungkin untuk sementara aku harus menguatkan diriku bertahan di rumah ini untuk mengurus ibu mertuaku sampai sembuh total. Tak ada lagi yang dapat di harapkan dari Romi, ia sudah masa bodoh denganku, dengan rumah tangga kami, dengan bayi yang ada di dalam kandunganku dan terlebih lagi dengan ibunya sendiri. Dan itu semua karena Desi yang berusaha mengalihkan perhatian Romi
Tak terasa usia pernikahanku dengan Romi sudah memasuki 3 tahun. Dan belum ada perubahan sama sekali dengan sikap Romi hingga aku mengandung anaknya sendiri.Saat ini aku sedang mengandung 3 bulan anak Romi, namun perasaanku semakin hari semakin hancur menghadapi sikap Romi yang menurutku sudah sangat keterlaluan. Ia benar- benar tak menganggapku sebagai seorang istri, Romi hanya meluangkan waktunya bersama Desi.Ibu mertuaku pun sudah mulai sakit- sakitan karena adik Romi lari dari rumah dengan seorang pria, dan ayah mertuaku baru saja meninggal 2 bulan yang lalu. Situasi ini benar- benar sangat sulit bagiku. Aku sedang mengandung, suamiku Romi semakin parah dengan sikapnya yang berubah drastis.Situasiku sangat rapuh saat ini, dan masalah mama pun hampir terlupakan karena hal- hal bodoh yang berusaha merusak rumah tanggaku semenjak Romi mengurus perusahaan ibu mertuaku. Perlahan- lahan rumah tanggaku goyah hanya karena
Hari demi hari kehidupan rumah tanggaku sedikit rumit. Aku pikir, sejak kesalah pahamanku dengan suamiku tentang salah satu karyawan ibu, sekarang muncul masalah baru yang menyelimuti lika- liku rumah tanggaku.Semakin besar usaha ibu mertuaku yang di kembangkan oleh suamiku Romi, semakin besar pula tantangan dalam rumah tanggaku.Sekarang banyak wanita di luar sana yang mulai mendekati suamiku. Dari karyawannya sendiri hingga client suamiku. Aku terkadang ingin menyerah dengan semua ini, tapi aku di kuatkan dengan perjuangan Romi pertama kali mendekatiku. Namun kini aku merasa benar- benar sangat sulit untuk berpikir jernih karena memang semua yang aku jalani saat ini adalah sesuatu yang menurutku bisa membuatku kehilangan kendali dan terkadang membuat emosiku tidak terkontrol dengan baik.Aku berusaha untuk tetap tenang menghadapi tantangan demi tantangan dalam rumah tanggaku, namun terkadang sangat sakit kurasa. Meski