Aku melongo melihat pemandangan itu. Katanya Tina ingin berubah kenapa tidak menghargai keberadaanku disini. Bukankah dia berkata sudah punya suami. Atau mungkin suamiku juga suaminya Tina ? Tapi apa mungkin Bang Usman berkhianat sejauh ini.Bang Usman seperti tidak enak hati melihat ke arahku. Tapi dia juga tidak menolak uluran tangan Tina. Aku membuang pandang ke arah lain. Menghembuskan nafas kecewa.Aku tinggal kan saja ruangan ini daripada hatiku bertambah sesak. Saat membalikan badan, ekor mataku menangkap bayangan Bang Usman mengikutiku." Neng," panggilnya lirih.Aku menoleh ke arahnya dengan berat. Dari sorot matanya seperti ada sebuah permohonan." Sudahlah Fandi, sudah saatnya Narti tau kan," kata Tante Mira.Tetapi aku malah mendelik tajam kepada Tina. Dia juga hanya menundukan kepalanya tanpa berani menatap aku.Pandanganku kini beralih ke Bang Usman. Mencari kebenaran. Tentang apa yang terjadi sebenarnya."Ma afkan aku mbak. Aku harap mbak bisa menerima aku menjadi madum
" Tidak bisa begitu. Dia juga wanita. Kamu menikahinya hanya untuk menceraikanya ?".Aku tertunduk lesu. Aku memang sakit hati untuk sekarang ini. Tetapi aku juga tidak mau egois. Aku tidak mau langkahku membuat sakit hati orang lain." Lalu mau kamu apa Narti ?" tanya Bang Usman.Aku terdiam. Berfikir keras. Mencoba menguatkan hati. Mengambil keputusan yang benar. Aku menghembuskan nafas pelan." Ceraikan aku bang. Aku akan pergi dari rumah ini."" Aku tidak mau neng. Tolong berfikirlah yang jernih,"" Aku sudah ikhlas menerimamu apa adanya bang. Masalah ekonomi, aku bisa ikhlas menerimanya. Tetapi untuk berbagi hati, ikhlasku terlalu berat,"" Aku sama sekali tidak mencintai Tina neng. Lalu apa yang kamu ragukan kembali ?"Aku bangkit dengan mata yang mungkin sudah terlalu sembab. Ingin aku akhiri pertengkaran yang tidak ada ujung nya ini. Lebih dari sepuluh tahun kami berumah tangga, baru kali ini terlibat pertengkaran hebat." Sudah cukup bang. Mau abang mencintaiTina atau tidak
Semua mata melongo menatapku...Entah itu pandangan ingin tau atau pandangan simpati. Yang jelas setiap orang mempunyai karakter masing masing." Loh mbak Narti, bukanya sekarang sudah kaya kok mau jualan ?" tanya Bu Ira dengan tatapan kepo yang bisa aku artikan.Aku membuang nafas pelan. Biarlah akan ku terima segala konsekusnsi termasuk menjadi omongan orang satu kampung tentang keadaanku saat ini." Yang kaya Bang Usman bu. Bukan saya," ucapku sehalus mungkin agar tidak tersulut emosi.Benar saja daksm hitungan detik bisik bisik itu mulai menyerempet telingaku. Aku hanya menguatkan hati demi buah hati dalam gendongan.Aku tidak boleh terlalu larut dalam kesedihan ini. Aku harus bangkit. Inilah kehidupan. Ada masanya terang. Pun ada masanya gelap menghampiri.Aku mulai meracik bumbu bumbu untuk aku masak. Tiba tiba pikiranku melayang pada usaha rumah makan yang sempat aku kelola. Memakai resepku. Dan kinu tanpa aku disana. Semoga masih tetap bisa berjaya nantinya.***Matahari sedan
" Harga diri seperti apa yang kamu maksud ? Apa dia merendahkanmu ?" tanya Kang sabar." Kang Sabar sama sama laki laki. Pasti juga sama memdukung tentang poligami," ucapkubseraya membukakan pintu dan kami semua masuk.Yumna diletakan Nisa di ranjang reyotnya. Dia tampak tidur nyenyak sekali. Mungkin dia begitu lelah. Di usia yang sangat belia, ku ajak dia berjuang hidup." Mbak Narti nanti ikut Nisa saja ya tinggal di rumah kontrakan. Mbak menjaga Yumna saja, biar aku yang kerja" pinta Nisa menatap iba kepadaku.Aku tersenyum dengan permintaan Nisa. Cinta seorang adik kandung yang tulus." Tidak apa lah Nis. Mbak hidup disini saja. Mbak kan berasal dari sini." tolak ku sehalus mungkin." Tadi Usman menemui Akang. Dia ceritakan semua masalahnya. Dia pula meminta ma af telah membuatmu bersedih," kata Kang Sabar." Lalu ?"" Tidak baik kalau ada masalah rumah tangga, seorang istri pergi begitu saja dari rumah Nar. Usman tidak sepenuhnya bersalah. Dia menikahi Tina karena dia juga tetap
" Mbak Narti,"Perempuan berpakaian syar'i berjilbab lebar itu menghampiriku. Aku melangkah untuk menghindar. Tetapi telat, tanganya berhasil mencengkram tanganku." Jangan pergi mbak. Ma afkan aku," ucapnya.Dia Tina. Adik madu. Yang manisnya seperti empedu. Yang merebut dengan paksa apa yang telah menjadi milik ku. Dan sekarang dengan penampilan baru dia menemuiku." Mau apa lagi kamu Tin ? Bukanya semua sudah jelas. Dan gelar Nyonya Usman Arifandi telah engkau dapatkan. Apalagi yang engkau inginkan dariku ? Aku sekarang sudah miskin. Tidak ada yang perlu engkau irikan lagi. Dan tak pantas engkau meminta apa apa lagi."" Aku tidak bermaksud untuk itu mbak. Aku merasa bersalah sekali. Ingin ku kembalikan semua seperti awal lagi. Tetapi Mas Fandi menolak menceraikanku ," ucapnya menunduk menatap lantai mushola ini." Bukankah kamu senang jika Mas Fandi tidak menceraikanmu ? Asal kamu tau ya Nona manis, aku yang meminta Mas Fandi untuk tidak menceraikanmu,"" Kenapa mbak Narti melakuk
" Emak," teriak Yuli dari kejauhan.Aku tersenyum senang, bisa bertemu dengan Yuli. Tetapi tidak dengan mereka. Bang Usman mengulurkan tanganya. Kebiasaan yang sudah ada dari kami masih susah. Menyalimi tangan suamiku darimana saja. " Aku rasa tidak perlu bang," kataku singkat." Aku masih suami sah mu neng," jawabnya meyakinkan." Jangan adu mulut di depan anak anak," ucapku seraya membuka pintu rumah.Ku baringkan Yumna di ranjang. Serta merta Yuli menciumi adiknya yang gembul itu. Mungkin rasa rindu sudah mendera dalam hatinya." Yuli bisa main sama Yumna di luar sebentar ? Bapak sama ibu mau bicara sebentar." ucapku sehalus mungkin." Untuk apa neng ? Yuli sudah tau. Dia bukan anak kecil lagi," kata Bang Usman.Benar Yuli memang bukan anak kecil. Tetapi dia tengah dalam masa transisi dari masa anak anak ke fase remaja. Aku takut perasaanya masih labil. Aku mendengkus kesal dengan pemikiran Bang Usman saat ini." Lalu untuk apa kalian datang kesini. Kalau mau pamer kemesraan dan
Astagfirulloh...Berdosakah aku dengan apa yang sudah aku lakukan ? Egoiskah aku ?Salahkah aku mengharap Bang Usman seperti Ali bin Abi Thalib. Sementara diriku tidak sepantas Fatimah Az ZahraLalu bagaimana dengan mereka ? Bagaimana dengan Yuli, anak ku. Dia pasti memdapat fasilitas mewah. Tapi apakah dia juga mendapat curahan kasih sayang. Kenapa hatiku tidak tega menahanya agar tetap tinggal disini.Tok.. tok.. tok..Suara ketukan pintu dari luar. Segera kuhapus air mataku. Bergegas membuka pintu." Asalamualaikum mbak," Ternyata Nisa yang datang. Ia seperti membawa banyak sembako dan stok makanan ke rumah." Mbak habis menangis ya ?" tanya Nisa" Ahh enggak. Kata siapa ?"" Sudah deh mbak. Jangan bohong ke aku. Aku tadi sempat melihat Kang Usman dan Tina kesini kok,"Aku menoleh ke arah Nisa." Lalu kamu tadi dimana Nis ? Kamu mengintip ?"" Enak saja. Aku tadi melihat rumahku di kampung ini mbak. Walau penuh cerita pilu, aku membawa barang barang berhargaku. Ingin langsung kesi
" Mbak Narti tolong Mbak Leli," kata Bu Rt panik.Aku tercengang. Melongo tak percaya. Bukan kah baru saja Leli mengaba ibu ibu untuk segera ke kantor desa." Ada apa dengan Leli bu ?" " Mbak Leli mau bunuh diri," kata Bu RT pelan.Tak banyak bicara aku segera berlari ke rumah Leli. Hati ku begitu panik walau Leli tidak suka denganku, dia tetap adik ku. Bagiku ikatan darah itu tetap pekat.Ternyata sudah banyak warga yang berkerumun di rumah Leli. Aku menerobos kerumunan warga yang sesak. Tidak ku lihat juga ada Sobri disitu.Leli telah naik di atas lemari. Entah bahaimana cara nya. Di kayu penyangga rumah telah terpasang tali yang ia kalungkan ke leher. Sekali saja dia lompat tubuhnya pasti menggantung.Ilham, putra Leli hanya meringkuk menangis sesenggukan di pojokan. Mungkin dia takut melihat ini. Ku peluk dia. Ku benamkan dia dalam pelukanku. Putranya terlalu kecil jika harus kehilangan sosok ibu." Ma afkan ibu kalau ada salah ya bulik. Ilham mohon tolong bantu ibu," pinta nya d
Lima belas tahun kemudian..." Fandi, perkenalkan ini Fania. Anak dari rekan bisnis, ibu," kata ibu seraya memperkenalkan seorang wanita cantik, berkulit putih, tinggi semampai.Fandi hanya membalas uluran tanganya. Disertai senyum yang sedikit dipaksakan.Sudah puluhan kali mungkin, ibu mengenalkan Fandi pada wanita yang bisa di bilang cantik untuk ukuranya, tetapi sama sekali tidak ada satupun yang bisa mengetuk pintu hatinya." Ibu, sudah jangan terus menerus membawa wanita di hadapanku. Umurku juga sudah semakin tua. Aku muak," keluh Fandi pada ibunya." Ibu hanya ingin anak ibu punya pendamping itu saja. Ibu ingin ada yang menemani masa tua mu. Tidak seperti ibu yang kesepian." Ada Yumna bu. Dia kelak yang menemani ku,"Bu Maya menghembuskan nafas dengan kasar. Membuang pandangan ke luar jendela. Sedikitpun ia tidak dapat menyelami pikiran putranya itu." Kamu sadar kan Fandi. Yumna diasuh oleh Narti. Jadi kemungkinan besar ia juga akan dekat dengan ibunya. Untuk merebut hak asu
POV USMAN ARI FANDIAku tak menyangka bahwa langkahku berbakti pada surga ku benar benar menggores hati separuh jiwaku. Bukan segera mengharap kepergian Tina. Tetapi ku kira setelah kepergian Tina, semua akan berjalan kembali normal. Namun nyatanya Narti memiliki hati yang kokoh. Pernah suatu waktu dia berkata bahwa dia bukanya tidak menuruti suami. Tetapi dia lebih takut bahwa suaminya tak mampu berbuat adil.Ya aku harus akui. Karena dialah cinta sejatiku. Bahkan kebersamaan dengan Tina yang kata oramg memiliki kecantikan bak bidadari pun namun nyatanya cinta ini tetap tidak mau berbagi." Aku telah berhijrah. Aku telah berubah. Tidakah sedikit saja engkau mengatakan sayang padaku, bang ?" tanya Tina suatu malam." Kalau kamu berhijrah demi manusia, itu salah Tin,"" Permata indah memang tidak dilihat dari harta dan kecantikan raga. Tetapi dari keikhlasan dan ketulusan seorang wanita. Dan itu bagimu hanya ada pada Mbak Narti,"" Ma afkan aku Tin. Tapi memang itulah kenyataanya. Seki
" Aku sama sekali tidak tahu, neng. Jangan menuduh sembarangan tanpa bukti. Nanti bisa jadi fitnah." kata Bang Usman." Aku telusuri riwayat siapa saja yang mengunjungi Yuli. Ada nama Tante Mira. Apa salah jika saya bertanya ?"Bang Usman menyuruh asisten rumah tangga untuk memanggilkan Tante Mira. Dan selalu dengan wajah yang angkuh ia melangkah. Tatapan sinis tak pernah lepas dari pandanganya saat menatapku." Mau apa lagi kamu kesini ?" tanyanya ketus." Saya kesini bertanya secara baik baik. Apa Bu Mira mendoktrin Yuli agar membenci saya ?"" Bisa dijaga mulut kamu itu ? Jangan asal tuduh," " Saya bertanya bukan menuduh,". Aku berusaha menenangkan diri agar tidak larut dalam emosi." Sama saja,"" Ma af Bu Mira. Saya telusuri riwayat siapa saja yang mengunjungi Yuli. Terakhir tertera nama anda. Maka dari itu saya bertanya. Letak salahnya dimana ?"Bu Mira melengos menatap arah lain. Aku yakin ada yang tidak beres dengan nya. Dari bahasa tubuhnya. Dari mimik wajahnya." Kenapa Bu
" Ma afkan aku, Nis,". Leli langsung menjatuhkan diri di hadapan Nisa.Nisa diam mematung. Dia melirik ke arahku seolah penuh tanda tanya. Aku hanya mengangguk." Siapa ?" tanya Nisa seraya mengangkat Leli dari kaki nya. Dengan malu sekaligus takut, Leli memberanikan diri mendongakan wajahnya. Ku lihat wajah Nisa memerah tanganya mengepak. Aku pegang tangan itu. Aku takut Nisa berbuat nekat. " Kenapa setelah semuanya hancur baru berujar ma af ?" " Aku bertaubat Nis. Ma afkan aku,"" Andai ma af mbak berguna,"jawab Nisa singkat. Seraya meninggalkan Leli yang masih diam mematung di tempatnya.Aku terhenyak dengan perkataan Nisa. Sakit itu terlalu dalam." Nis, coba kamu fikirkan. Leli sudah menuai karmanya. Tolong ma afkan dia Nis. Kasihan dia,"" Mbak, mau dia menuai karma,mau dia mati pun tidak bisa menggantikan apa yang sudah hilang kan,"" Nis,mbak tau. Mbak juga belum pernah berada di posisimu. Tetapi kita sama nis.Sama sama pernah di khianati dalam ikatan suci pernikahan. Tetapi
" Leli," panggilku. Tidak salah dia Leli. Aku mengenalinya walaupun dengan penampilan yang berbanding terbalik dengan yang terakhir aku temui tempo hari.Wanita yang ku panggil hanya melengos masuk kedalam lagi dengan menelangkupkan tangan ke wajah. Seolah enggan menemui ku. Karena rasa penasaran yang tinggi, ku kejar dia. Kalau memang dia bukan Leli, kenapa harus lari.Ku buka tirai tanpa pintu itu dengan hati hati. Kepala ku menyembul kedalam. Wanita itu menangis di ujung ranjang yang reyot. Bahunya terguncang. Aku duduk di sampingnya. Ku pegang pelan ujung tanganya." Benar. Ini Leli adik mbak ?" tanya ku sehalus mungkin.Dia histeris. Berdiri dengan berlinangan air mata." Mau apa mbak kesini ? Mau menghinaku sekaligus mengusirku ? Hancurkan aku sekalian mbak," ucapnya pilu.Ku genggam tanganya. Ku dudukan lagi dia di sisiku. Tanganya masih bergetar. Tangisnya belum reda." Lel, mau seperti apapun aku ini adalah kakakmu. Setiap orang pasti punya salah dan masa lalu,"Serta merta L
" Sombong kamu Narti. Berapa sih uang mu dari hasil kerjamu menjadi babu di negara orang ? Paling tidak sampai setahun juga sudah habis," hina Tante Mira." Itu urusan saya Tante. Mau berapapun, setelah ini saya akan rebut hak asuh anak anak dari kalian,"" Apa bisa kamu menghidupi anak mu dengan layak hah ?" Seorang anak tidak perlu orang tua yang kaya. Tapi orang tua yang bahagia. Permisi,"Aku berpamit ke kamar Yuli. Putri ku tergolek lemah di ranjang. Badan kurusnya semakin membuat hatiku menjadi miris. Kupegang tanganya. Ku ciumi berulang ulang. Tak henti hentinya aku meminta ma af karena telah meninggalkanya.Mata itu terbuka perlahan." Bu, Yuli tidak tahan. Tolong belikan Yuli bu," ucapnya memelas. Tetapi air mataku semakin tumpah ruah. Permintaan yang tidak mungkin akan aku turuti." Yuli lawan ya nak. Itu haram. Yuli harus bisa," " Hanya dengan itu Yuli tenang bu. Tolong," kata Yuli bergetar.Ya Tuhan apa yang selama ini dialami Yuli. Hingga dia mengharapkan ketenangan. A
"Stop. Yuli tidak akan ikut siapa siapa,". Yuli akhirnya membuka suara setelah orang tuanya terlibat debat tak berujung. Tetapi jawabanya membuat hatiku mendesir. Apakah dia benci kepada ke egoisan orang tua nya ini. " Yuli punya istana sendiri," lanjutnya. Aku menyipitkan mata. Menautkan alis. Bertemu tatap dengan Nisa. Nisa mengisyaratkan terjadi sesuatu yang tidak beres dengan Yuli. Yuli melangkah pergi meninggalkan kami. Dengan refleks aku mengejar nya. Tetapi naas tangan Tante Mira berhasil menahanku." Mau kemana kamu ? Ini bukan rumah kamu. Tolong bersikap sopan."Ku hempaskan tangan Tante Mira yang mencengkram erat tanganku. Ini adalah reflek seorang ibu yang merasa bahwa putri kandungnya bermasalah. " Kang, tidakah kamu merasa aneh dengan Yuli ?"" Tidak ada yang aneh. Justru Yuli menikmati kehidupan ini,"Aku hanya menggeleng kepala dengan pemikiranya saat ini. Apa dia hanya disibukan dengan pekerjaan tanpa memperhatikan anaknya." Ma af ya semunaya. Ini cuma pendapat s
Yuli mana Nis ?"" Emm ma afkan saya mbak," Nisa menunduk. Raut mukanya berubah menjadi gelisah. " Yuli kenapa Nis ?"" Yuli dibawa Kang Usman mbak. Aku sudah mempertahankanya. Tapi mereka mengancam menjebloskan ke penjara tentang penculikan. Bagaimanapun bapak mereka masih ada mbak. Ma afkan aku mbak. Aku gagal menjaga mereka,". Nisa bersujud di kaki ku.Aku menangis. Bukan untuk menyalahkan Nisa. Tapi aku muak dengan perlakuan keluarga Kang Usman. Padahal dulu jelas jelas Yuli yang bersikeras ikut denganku. Dan Tante Mira mengatakan bahwa anak anak ku tidak ada disitu. Bahkan mengataiku tak becus menjaga anak anak. Betapa munafiknya mereka." Bangunlsh, Nis. Kamu tidak bersalah,"" Tapi aku gagal menjaga amanat dari Mbak Narti,"" Setiap kesulitan pasti ada ada jalan keluar yang menyertai Nis. Nanti kita bicarakan ya," kataku mengajaknya untuk masuk.Rumah Nisa tergolong mewah. Furniture nya menambah asri dan cantiknya rumah ini. Ruman dengan gaya eropa pasti membuat bangga pemilik
" Mbak boleh pinjam uang mu Nis ? Mbak ingin mengadu nasib di luar negeri. Mbak janji akan menggantinya,"Sebenarnya aku malu sekaligus takut dikira mengincar hasil penjualan rumah Nisa. Juga aku bingung bagaimana bicaranya untuk menitipkan anak anak ku pada Nisa.Nisa terdiam. Aku benar benar takut ia tersinggung. Lalu sejurus kemudian ia justru tersenyum." Tidak usah pinjam mbak. Ini adalah hak mba Narti. Dulu kami menjual rumah emak tanpa memberi hak yang seharusnya mbak Narti peroleh. Ini uang mbak Narti yang pernah Nisa pakai,"Air mataku luruh seketika. Keadaan yang mengguncang jiwa raga serta psikis Nisa nyatanya benar benar membuatnya berubah haluan. Membuatnya benar benar berubah ke arah yang lebih baik." Terimakasih banyak ya Nisa," ucapku terharu." Kenapa harus pergi keluar negeri mbak ? Apa tidak ada jalan keluar yang lain ? Kasian anak anak mbak. Apalagi Yumna masih kecil,"" Kalau aku terus terusan disini, entah kapan bisa membuat bahagia mereka. Aku tidak mau kehidup