Home / Sci-Fi / SATAPUSPI / Bab 2: Rumah

Share

Bab 2: Rumah

last update Last Updated: 2021-07-07 14:52:59

Reva membaringkan tubuhnya ke atas ranjang tanpa mengganti dulu baju seragam dengan baju rumah, gadis ini bernafas lega tiap kali berhasil terbebas dari Tobias dan ketampanannya.

Suasana rumah yang selalu sepi berhasil membawa ketenangan untuk Reva, dia tetap bergeming di sana membiarkan rasa tenang itu semakin merasuk ke dalam tubuhnya hingga membuat kantuk menguasai, namun sebelum rasa itu membuatnya terlena, sebuah dering panggilan masuk berbunyi dan merusak harmoni indah yang bernama kesunyian.

Dengan malas Reva meraih gawai dan menerima panggilan tersebut tanpa melihat panggilan dari siapa itu, sebab dia sudah tahu dari siapa.

“Hallo sayang?” Suara di ujung sana terdengar lebih dulu.

“Ya Mah,” Reva membalas dengan nada lambat, matanya pun masih menutup.

“Sudah pulang?”

“Ya Mah.”

“Mamah sudah simpan ayam di kulkas, nanti goreng sendiri saja ya, tidak perlu menunggu Mamah.”

“Ya Mah.”

“Jangan lupa mandi dan ganti baju, Mamah pulang di jam delapan malam.”

“Hmm,” Reva menutup sepihak panggilan tersebut dan berniat melanjutkan tidur sebelum ia kembali terganggu oleh suara perutnya sendiri.

Akhirnya Reva mendengus kesal dan bangkit dari ranjang, berjalan malas menuju pintu yang berada di lantai dan menurunkan tangga lipat. Ruangan yang Reva sebut kamar sebenarnya adalah loteng rumah, gadis itu sengaja menjadikan ruangan tersebut sebagai kamarnya selain dengan alasan keamanan sebab selalu ditinggal seorang diri di rumah, juga sebab dia tertulari salah satu sifat kawannya yang merupakan seorang astrophile.

Reva berjalan malas menuju dapur, menggoreng ayam yang tersimpan di kulkas dan menyantapnya bersama nasi hangat dan saus tomat sebegai pelengkap, dia menyantap kesemua itu sambil menonton sebuah acara di tv di ruang keluarga.

Memiliki kedua orang tua yang  sama-sama sibuk bekerja membuat Reva harus menjadi anak mandiri sejak kecil, dia terpaksa melakukan beberpa hal sendiri, dan sebab dirinya yang selalu ditinggal kerja hingga berbulan-bulan kadang membuatnya lupa bagaimana rupa keduanya, terutama ayah.

Orang tua itu bekerja sebagai pengintai di Badan Intelejen Nasional, pekerjaan yang membuatnya hanya akan pulang beberapa kali dalam satu tahun. Kadang Reva baru menyadari  kalau sang ayah pernah menjadi tukang cilok langganannya di sekolah, atau juga menjadi gelandangan di jalan yang sering di lewatinya.

Sementara sang ibu adalah wanita karier di bidang kuliner, seorang pemilik restoran yang sudah bercabang di mana-mana hiingga membuatnya sibuk sana-sini.

Apa Reva membenci hidupnya yang seperti ini? Tidak, tapi bukan berarti dia menikmatinya juga.

Suara dering panggilan masuk kembali mengganggu keasikan Reva, santapan yang baru habis setengahnya itu ia tinggalkan dan dengan langkah terburu dia berjalan cepat menuju loteng. Namun panggilan tersebut berakhir tepat saat gadis itu menggapai gawannya.

“Lara? Ada apa?” Reva hendak mengirim pesan tepat saat pesan dari sang kawan tiba lebih dulu,

“Va? Aku sudah pulang les, apa kau mau belajar bersama di rumahku?”

Pertanyaan sederhana itu membuat otak Reva berputar, di satu sisi dia malas pergi ke rumah Lara dengan berjalan kaki, tapi dia pun bosan terus berdiam seorang diri di rumah entah sampai kapan.

“Mata pelajaran apa saja yang harus kubawa?” Reva memilih untuk bertanya lebih dulu sebelum memutuskan apapun.

“Semua yang diberi pekerjaan rumah oleh guru,” kali ini Lara membalasnya menggunakan voice note, ”kau belum mengerjakan PR sejak hari Senin kan?”

“Belum sih, he he he,” Reva nyengir jadinya, “tapi jika aku membawa dari hari Senin aku akan lama mengerjakan itu semua.”

“Lalu?’

“Tentu aku akan pulang terlalu larut.”

“Loh? Kupikir kau paham maksudku. Apa kau tidak bosan terus ditinggal sendiri di rumah? Menginaplah di rumahku.”

‘Benar juga,’ ide itu belum terpikirkan oleh Reva sebelumnya, “Baiklah, aku akan menginap. Aku siapkan dulu buku-buku dan juga baju ganti.”

“Oke, aku tunggu.”

Sejurus kemudian Reva mengisi daya gawainya dan kembali ke ruang keluarga untuk melanjutkan makan, selama itu pula dia coba ingat-inagt lagi mata pelajaran apa saja yang memliki pekerjaan rumah. Sejak hari Senin hingga hari Rabu itu total ada lima mata pelajaran, dan belum ada satu pun soal yang Reva kerjakan dari kesemuanya.

Mendadak Reva merasa lelah, baru membayangkan saja sudah membuatnya tak berdaya, hal tersebut turut membuat nafsu makannya sirna ditelan bumi. Meski begitu gadis ini tetap menjejalkan makanan itu ke dalam tenggorokannya hingga habis.

Pada setengah jam selanjutnya, Reva sudah berjalan meninggalkan rumah, dengan earphone yang tersemat di kedua telinganya dia menikmati perjalanan sore itu dengan berjalan kaki. Reva memang bukan type manusia yang gemar berpergian dengan menggunakan kendaraan bermotor, dia lebih suka seperti ini, berjalan santai dan menikmati suasan kota tempatnya tinggal, melihat-lihat kegiatan manusia di tempat mereka berada, menyaksikan jalanan macet dan trotoar rusak yang selalu disesaki oleh pedagang, sampai akhirnya perjalanan sejauh satu kilo meter itu menjadi terasa ringan.

Sesaat Reva terdiam di depan sebuah pagar besi tua berkarat, di hadapannya berdiri dengan goyah bangunan usang yang beberapa bagiannya masih berupa dinding anyaman bambu. Reva berjalan melewati pagar dan mengetuk pintu rumah.

Related chapters

  • SATAPUSPI   Bab 3: Kawan Lama

    Reva berjalan melewati pagar dan mengetuk pintu rumah, beberapa saat kemudian terdengar suara dari dalam dibarengi dengan pintu yang terbuka.“Eh non Reva,” seorang wanita berusia 30-an menyambut dengan ramah, bajunya yang kumuh tak mampu menghilangkan kecantikan di wajahnya, “mari masuk.”“Bu, aku ‘kan sudah bilang untuk tidak memanggilku dengan sebutan Non,” Reva memprotes, namun dia tetap tak lupa untuk mencium tangan wanita di depannya.“Iya, Ibu lupa, kebiasaan.” Ibu tertawa kecil, “mau minum apa?’“Tidak perlu Bu, nanti akan kuambil sendiri. Di mana Lara?”“Lara sedang ada di kamarnya, masuk saja.”“Terima kasih Bu.”Tanpa basa-basi lagi Reva berjalan menuju kamar orang yang dituju. Rumah ini selain tampak sederhana dari luar, juga minimalis di dalamnya, tak ada banyak ruang dan kelokan seperti rumah milik Reva, gadis ini pun ta

    Last Updated : 2021-07-07
  • SATAPUSPI   Bab 4: Lara

    Hari Kamis itu terasa semakin horror dengan diadakannya ujian matematika dadakan oleh guru, cerahnya pagi itu seolah sirna sebab suasana muram yang dipancarkan anak-anak kelas XII IPA B, terutama Reva yang sangat membenci matematika dan memasak, dia akan terserang alergi akut jika bertemu dengan keduanya.Di sisi meja lainnya ada Lara yang sangat menikmati ujian itu, dia dapat menjawab satu per satu soalan tanpa perlu menghitungnya lebih dulu di atas kertas, hingga kelima puluh soal mampu ia selesaikan dalam waktu lima belas menit saja, namun dia belum boleh beranjak dari kursinya sebab dia tak mau orang-orang menaruh curiga padanya, jadi dia tetap berdiam di situ sampai satu jam kedepan.Bagi Lara, soal ujian yang baru saja dikerjakan sudah serupa kawan sedari kecil, Lara akrab dengan matematika, fisika dan kimia sejak menginjak umur lima tahun, karena dia hanya seorang manusia biasa dia terus berusaha agar bisa menyimbangi anak-anak lain di lingkungannya dengan caran

    Last Updated : 2021-07-07
  • SATAPUSPI   Bab 5: Memulai

    Kelopak mata Reva membuka perlahan, cahaya yang awalnya menyilaukan turut memudar seiring terbentuknya sebuah siluet di depan pandangannya, siluet itu membentuk sosok lelaki tampan dengan iris hijau zambrut di matanya, wajah itu tak pernah Reva lihat di manapun, namun wajah itu tak terasa asing baginya.Suara-suara kini mulai terdengar oleh telinganya. Suara tangisan, ledakan dan teriakan silih berganti memasuki gendang telinga meski hanya sayup-sayup, namun ada satu suara lembut yang terdengar jelas, sebuah suara dari seseorang yang dengan lembut memanggil namanya.Reva?Hei, bangun Reva.Revalian!Seketika Reva tersadar begitu nama lengkapnya disebut, siluet sosok lelaki bermata hijau zambrut yang ia lihat sebelumnya berganti menjadi wajah Tobias, lelaki remaja itu tampak mendekati dipan dengan kelegaan yang tampak jelas di wajahnya.“Syukurlah, akhirnya kau sadar juga,” Tobias menyambut baik hal tersebut, “apa kau masih

    Last Updated : 2021-07-14
  • SATAPUSPI   Bab 6: Di Pertandingan Basket

    “Kita duduk di sini saja Va.”“Iya.”Reva dan Lara akhirnya berhasil menemukan sepetak lahan kosong untuk mereka duduki di antara sekian lahan lain yang sudah penuh, meski tempat yang mereka duduki itu sebenarnya adalah tangga, namun tampaknya tak ada seorangpun yang memprotes di mana mereka mendapat tempat duduk, termasuk jika itu harus di atas dahan pohon besar sekalipun.“Untunglah pemandangannya pas sekali,” Lara meraih botol air minum dari dalam ranselnya, dia membuka tutup botol tersebut sambil berkata, “lain kali kalau kau tidak tahu tempat, jangan berlagak memimpin jalan.”“He he he, kupkir tidak akan ada yang berubah dari sekolah ini,” Reva cengengesan, merasa tak enak hati dan lucu yang dipadukan menjadi satu, “dulu saat Abang Kris bersekolah di sini, lapangan basket ada di depan...”“Ya ya ya, kau sudah mengatakan itu berulang kali,” dengan kesal yang mas

    Last Updated : 2021-07-14
  • SATAPUSPI   Bab 7: Tobias

    Sekarang jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, waktu di mana sebagian orang sudah bersantai di rumah dan bersiap untuk istirahat, namun lelaki remaja ini justru sedang bersiap di depan cermin, melihat penampilannya sendiri di depan cermin tersebut.Kali ini tubuhnya yang proporsional dibalut dengan sebuah Hoodie hitam dan celana jeans berwarna senada, selanjutnya ia meraih sepatu sekolah dan keluar dari kamarnya, begitu lelaki remaja ini menuruni tangga ia dapati Bundanya sedang melamun di depan wastafel dengan keran air yang masih menyala.Dia selalu membenci hal ini, dia selalu benci tiap kali melihat sang Bunda khawatir berlebihan terhadapnya, tapi mau tak mau dia tetap harus menjalani kehidupannya yang menurut sang Bunda berbahaya. Si lelaki remaja mendekat pada Bunda dan mematikan keran air itu, di saat yang bersamaan ia mengejutkan wanita berusia 35 tahun tersebut secara tidak sengaja.Wanita berambut cokelat yang sering dipanggil Bunda segera menoleh

    Last Updated : 2021-07-25
  • SATAPUSPI   Bab8: Mata Itu

    Rasa kesal masih menguasai Lara walau dia sudah berada cukup jauh dari Tobias, dia kesal pada lelaki remaja itu yang tidak pernah menurut padanya dan selalu mengatakan hal yang sama berulang-ulang, soal semacam ketua dalam tim atau memerintah. Lara selalu benci di saat ada orang sombong di dekatnya.Namun Lara pun tidak mempungkiri dirinya hampir membuat kesalahan tadi, sebab rasa penasarannya Lara nyaris membiarkan Reva dalam masalah, dan dia bersyukur juga Tobias berhasil menyelamatkan buruan mereka.Untuk mengusir rasa kesalnya Lara menyumbat kedua telinga dengan headset dan mendengarkan sebuah rancangan gelang yang dapat membuat penggunanya seperti memiliki kemampuan telekinetik, benda itu memanfaatkan sederet sensorelectromyographic(EMG) untuk mendeteksi aktivitas elektrik pada otot-otot di pergelangan tangan. Digabungkan dengangyroscope,accelerometerdanmagnetometer, gelang itu sanggup menerje

    Last Updated : 2021-07-25
  • SATAPUSPI   Bab 9: Tanya

    Tak sedikitpun ketenangan malam itu Reva rasakan seperti malam-malam biasa, dia berguling tanpa henti di atas ranjang dengan perasaan tidak tenang, gelisah, ketakutan masih menyelimuti hati dan pikirannya.Kejadian sesaat lalu sungguh membuat Reva takluk, walau di satu sisi dia tidak mengerti bagaimana Tobias bisa berada di situ, namun tanpa peduli alasannya pula dia amat bersyukur Tobias tengah berada di situ, menyelamatkannya dari keadaan genting, tak terbayangkan apa yang akan terjadi jika tidak ada 'kebetulan' atau 'keajaiban' itu kala itu.Akhirnya Reva hanya bisa melamun, terputar di memorinya bagaimana aksi Tobias saat menyelamatkannya. Tobias yang jago main basket itu dapat mengatasi tiga pria dewasa hanya dalam waktu tiga detik saja, gerakan dari serangannya cepat bahkan tak mampu ditangkap oleh mata.Secuil ingatan itu ternyata mampu menenangkan gadis berambut merah bergelombang ini, sampai dia sendiri tidak menyadari bahwa dirinya sudah mengatupkan ke

    Last Updated : 2021-07-30
  • SATAPUSPI   Bab 10: God Slayer

    Hanya orang ini yang pantas mendapat julukan demikian.Pria ini berjalan santai dalam sisi gelap hari itu, meski kini malam sedang menuju pagi namun tak pernah ada malam yang terlalu larut untuk dirinya terjaga. Di atas sebuah istana salah satu pemerintahan distrik pria berdiri tegap dan melihat ke bawahnya, memperhatikan situasi penjagaan di sana.Sesuai dugaannya, penjagaan malam ini tampak longgar, hanya ada satu dua penjaga di pintu masuk dengan kondisi sama-sama menguap lebar, tampak jelas kedua orang itu menahan kantuk yang luar biasa berat. Sementara di sisi lain terlihat jejeran robot berjumlah 6 buah dengan tinggi dua meter sedang diatur ke dalam kondisi stand by, senapan elektromagnetik siap di tangan robot-robot itu."Ini akan mudah," bersamaan dengan ucapan itu, si pria mengeluarkan sebuah katana dari balik jubahnya, dia hanya cukup menghentakkan tangannya ke samping untuk memunculkan senjata tajam itu dari dalam ketiadaan.Selanjutnya pria be

    Last Updated : 2021-07-30

Latest chapter

  • SATAPUSPI   Bab 13: Lama

    "Ingat ya, besok sudah ada di sini sebelum jam empat sore," Mamah mengingatkan Lara, keduanya sedang berpisah di pintu."Iya Mah," Lara membalas dan baru bangkit setelah mengenakan sepatu, seragam putih abu-abunya sedikit lecek oleh tepung dan cipratan kocokan telur, "asal aku tidak dijahili seperti tadi, aku pasti akan datang sedari pagi."Mamah terkikik pelan, dan setelah Lara keluar dari gerbang ia menutup pintu dan menguncinya. Mamah berjalan menuju dapur berniat untuk membantu Reva, namun tampaknya itu tidak perlu.Reva sudah membereskan semua alat masak dengan rapi, juga kue-kue tadi sudah ia bungkus dan disimpan dalam refrigerator. Kini kerja dari gadis itu terbilang lebih cepat dari biasanya. Yah, dia bekerja keras sebab rasa cemburunya pada Lara, gadis yang bisa melakukan segalanya. Sedangkan dirinya?Mamah tersenyum miris menyadari rasa itu menguar kuat dari dalam tubuh anaknya, kekesalan d

  • SATAPUSPI   Bab 12: Gundah

    "Kami pulang," ujar Reva di pintu, dia melangkah ke salah satu kursi di ruang tamu itu dan melepas sepatu."Hallo sayang," sang Mamah datang dari dalam rumah dan menyambut kedatangan putri semata wayangnya tersebut, celemek sudah tampak kotor di tubuhnya, "kau datang bersama siapa?""Ya siapa lagi Mah," Reva melirik ke arah pintu di saat seseorang itu masuk dengan menenteng sepatu."Samprazan Mah," teman Reva tersebut mengecup punggung tangan Mamah dengan lembut."Rhampiaza Lara," Mamah membalas dengan ramah, bahkan dia sempat membelai belakang rambut gadis itu kala dicium punggung tangannya. "Ayo masuk, bahan kue sudah menunggu."Lara terkikik pelan dan segera mengekori langkah Mamah menuju dapur, sementara Reva berjalan seorang diri ke kamarnya yang berada di loteng. Dalam kepala ia disibukkan dengan ungkapan salam yang dipakai oleh keduanya."Samprazan, Rhampiaza. Bahasa dari planet mana itu?" Reva hanya bisa geleng-geleng jadinya.

  • SATAPUSPI   Bab 11: Serupa Wajah

    Pagi itu Reva sedikit terlambat datang ke sekolah, dan di pagi itu pula wajahnya tak menunjukkan kesenangan dan keriangan yang biasa terpancar dari wajah cantiknya, kali ini wajahnya murung serupa mendung di musim salju.Suasana hati Reva yang juga sedang buruk membuatnya tak acuh terhadap sekitar. Entah sudah berapa sapaan melintas di depannya tanpa satupun balasan, gadis ini terus menunduk seperti seekor banteng, tanpa peduli kepadatan koridor sekolah."Hai Reva..." Lara menyambut kedatangan Reva ke bangku mereka, namun sebab tak dibalas gadis itu hanya bisa diam di tempatnya sambil menatap kebingungan ke arah sang kawan. "Ada apa Reva? Kau habis mendapat masalah?"'Bahkan lebih buruk,' Reva membatin, dia tidak tahu lagi harus bersikap bagaimana pada gadis yang merupakan kawan baiknya. Rasa ragu terus menggelayut di hati seumpama monyet di atas pohon, namun sialnya dia tidak memiliki teman lain untuk diajak berbincang. "Semalam aku hampir terkena masalah," sah

  • SATAPUSPI   Bab 10: God Slayer

    Hanya orang ini yang pantas mendapat julukan demikian.Pria ini berjalan santai dalam sisi gelap hari itu, meski kini malam sedang menuju pagi namun tak pernah ada malam yang terlalu larut untuk dirinya terjaga. Di atas sebuah istana salah satu pemerintahan distrik pria berdiri tegap dan melihat ke bawahnya, memperhatikan situasi penjagaan di sana.Sesuai dugaannya, penjagaan malam ini tampak longgar, hanya ada satu dua penjaga di pintu masuk dengan kondisi sama-sama menguap lebar, tampak jelas kedua orang itu menahan kantuk yang luar biasa berat. Sementara di sisi lain terlihat jejeran robot berjumlah 6 buah dengan tinggi dua meter sedang diatur ke dalam kondisi stand by, senapan elektromagnetik siap di tangan robot-robot itu."Ini akan mudah," bersamaan dengan ucapan itu, si pria mengeluarkan sebuah katana dari balik jubahnya, dia hanya cukup menghentakkan tangannya ke samping untuk memunculkan senjata tajam itu dari dalam ketiadaan.Selanjutnya pria be

  • SATAPUSPI   Bab 9: Tanya

    Tak sedikitpun ketenangan malam itu Reva rasakan seperti malam-malam biasa, dia berguling tanpa henti di atas ranjang dengan perasaan tidak tenang, gelisah, ketakutan masih menyelimuti hati dan pikirannya.Kejadian sesaat lalu sungguh membuat Reva takluk, walau di satu sisi dia tidak mengerti bagaimana Tobias bisa berada di situ, namun tanpa peduli alasannya pula dia amat bersyukur Tobias tengah berada di situ, menyelamatkannya dari keadaan genting, tak terbayangkan apa yang akan terjadi jika tidak ada 'kebetulan' atau 'keajaiban' itu kala itu.Akhirnya Reva hanya bisa melamun, terputar di memorinya bagaimana aksi Tobias saat menyelamatkannya. Tobias yang jago main basket itu dapat mengatasi tiga pria dewasa hanya dalam waktu tiga detik saja, gerakan dari serangannya cepat bahkan tak mampu ditangkap oleh mata.Secuil ingatan itu ternyata mampu menenangkan gadis berambut merah bergelombang ini, sampai dia sendiri tidak menyadari bahwa dirinya sudah mengatupkan ke

  • SATAPUSPI   Bab8: Mata Itu

    Rasa kesal masih menguasai Lara walau dia sudah berada cukup jauh dari Tobias, dia kesal pada lelaki remaja itu yang tidak pernah menurut padanya dan selalu mengatakan hal yang sama berulang-ulang, soal semacam ketua dalam tim atau memerintah. Lara selalu benci di saat ada orang sombong di dekatnya.Namun Lara pun tidak mempungkiri dirinya hampir membuat kesalahan tadi, sebab rasa penasarannya Lara nyaris membiarkan Reva dalam masalah, dan dia bersyukur juga Tobias berhasil menyelamatkan buruan mereka.Untuk mengusir rasa kesalnya Lara menyumbat kedua telinga dengan headset dan mendengarkan sebuah rancangan gelang yang dapat membuat penggunanya seperti memiliki kemampuan telekinetik, benda itu memanfaatkan sederet sensorelectromyographic(EMG) untuk mendeteksi aktivitas elektrik pada otot-otot di pergelangan tangan. Digabungkan dengangyroscope,accelerometerdanmagnetometer, gelang itu sanggup menerje

  • SATAPUSPI   Bab 7: Tobias

    Sekarang jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, waktu di mana sebagian orang sudah bersantai di rumah dan bersiap untuk istirahat, namun lelaki remaja ini justru sedang bersiap di depan cermin, melihat penampilannya sendiri di depan cermin tersebut.Kali ini tubuhnya yang proporsional dibalut dengan sebuah Hoodie hitam dan celana jeans berwarna senada, selanjutnya ia meraih sepatu sekolah dan keluar dari kamarnya, begitu lelaki remaja ini menuruni tangga ia dapati Bundanya sedang melamun di depan wastafel dengan keran air yang masih menyala.Dia selalu membenci hal ini, dia selalu benci tiap kali melihat sang Bunda khawatir berlebihan terhadapnya, tapi mau tak mau dia tetap harus menjalani kehidupannya yang menurut sang Bunda berbahaya. Si lelaki remaja mendekat pada Bunda dan mematikan keran air itu, di saat yang bersamaan ia mengejutkan wanita berusia 35 tahun tersebut secara tidak sengaja.Wanita berambut cokelat yang sering dipanggil Bunda segera menoleh

  • SATAPUSPI   Bab 6: Di Pertandingan Basket

    “Kita duduk di sini saja Va.”“Iya.”Reva dan Lara akhirnya berhasil menemukan sepetak lahan kosong untuk mereka duduki di antara sekian lahan lain yang sudah penuh, meski tempat yang mereka duduki itu sebenarnya adalah tangga, namun tampaknya tak ada seorangpun yang memprotes di mana mereka mendapat tempat duduk, termasuk jika itu harus di atas dahan pohon besar sekalipun.“Untunglah pemandangannya pas sekali,” Lara meraih botol air minum dari dalam ranselnya, dia membuka tutup botol tersebut sambil berkata, “lain kali kalau kau tidak tahu tempat, jangan berlagak memimpin jalan.”“He he he, kupkir tidak akan ada yang berubah dari sekolah ini,” Reva cengengesan, merasa tak enak hati dan lucu yang dipadukan menjadi satu, “dulu saat Abang Kris bersekolah di sini, lapangan basket ada di depan...”“Ya ya ya, kau sudah mengatakan itu berulang kali,” dengan kesal yang mas

  • SATAPUSPI   Bab 5: Memulai

    Kelopak mata Reva membuka perlahan, cahaya yang awalnya menyilaukan turut memudar seiring terbentuknya sebuah siluet di depan pandangannya, siluet itu membentuk sosok lelaki tampan dengan iris hijau zambrut di matanya, wajah itu tak pernah Reva lihat di manapun, namun wajah itu tak terasa asing baginya.Suara-suara kini mulai terdengar oleh telinganya. Suara tangisan, ledakan dan teriakan silih berganti memasuki gendang telinga meski hanya sayup-sayup, namun ada satu suara lembut yang terdengar jelas, sebuah suara dari seseorang yang dengan lembut memanggil namanya.Reva?Hei, bangun Reva.Revalian!Seketika Reva tersadar begitu nama lengkapnya disebut, siluet sosok lelaki bermata hijau zambrut yang ia lihat sebelumnya berganti menjadi wajah Tobias, lelaki remaja itu tampak mendekati dipan dengan kelegaan yang tampak jelas di wajahnya.“Syukurlah, akhirnya kau sadar juga,” Tobias menyambut baik hal tersebut, “apa kau masih

DMCA.com Protection Status