Home / Sci-Fi / SATAPUSPI / Bab 4: Lara

Share

Bab 4: Lara

last update Last Updated: 2021-07-07 16:58:10

Hari Kamis itu terasa semakin horror dengan diadakannya ujian matematika dadakan oleh guru, cerahnya pagi itu seolah sirna sebab suasana muram yang dipancarkan anak-anak kelas XII IPA B, terutama Reva yang sangat membenci matematika dan memasak, dia akan terserang alergi akut jika bertemu dengan keduanya.

Di sisi meja lainnya ada Lara yang sangat menikmati ujian itu, dia dapat menjawab satu per satu soalan tanpa perlu menghitungnya lebih dulu di atas kertas, hingga kelima puluh soal mampu ia selesaikan dalam waktu lima belas menit saja, namun dia belum boleh beranjak dari kursinya sebab dia tak mau orang-orang menaruh curiga padanya, jadi dia tetap berdiam di situ sampai satu jam kedepan.

Bagi Lara, soal ujian yang baru saja dikerjakan sudah serupa kawan sedari kecil, Lara akrab dengan matematika, fisika dan kimia sejak menginjak umur lima tahun, karena dia hanya seorang manusia biasa dia terus berusaha agar bisa menyimbangi anak-anak lain di lingkungannya dengan caranya sendiri.

Namun Lara tidak memamerkan kejeniusan otaknya tersebut, dia justru sengaja memasang wajah lugu dan bertingkah seolah tidak tahu apapun sebab prioritas utamanya bukanlah untuk terlihat pintar, namun menjaring banyak orang untuk masuk ke dalam lingkaran pertemanannya.

“Reva, aku keluar lebih dulu ya,” Lara sedikit berbisik pada kawan sebangku yang sudah terlelap dalam ujian, bisikannya sontak menyadarkan sang kawan.

“Hah?” Sebagian dari Reva yang masih berada di alam mimpi memberinya halusinasi. “Kau sudah selesai? Bukankah ujian ini baru lima menit berjalan?”

“Itulah sebabnya kalau kau tidur saat ujian. Halu,” Lara tertawa kecil kemudian bangkit dari kursinya dan menyerahkan kertas hasil ujian ke guru yang tampak angkuh di kursinya, Lara menjadi murid ketiga yang menyelesaikan ujian dadakan di jam pertama.

Lara menunggui Reva di depan pintu kelas, sesekali ia menengok ke dalam lewat jendela dan memberi isyarat pada kawannya itu agar cepat mengerjakan ujiannya, namun Reva yang lelet pasti akan menjadi orang terakhir yang mengumpulkan hasil ujian. Terpaksa Lara menahan lapar di sana, bahkan sampai lima menit berlalu setelah bel istirahat sekolah berbunyi Reva belum juga keluar dari kelas.

“Apa dia tertidur lagi?” Lara kembali menengok ke dalam kelas lewat jendela dan kali ini dia tidak menemukan orang yang dicarnya di sana, “hei, kemana dia?’

“DOOR!!”

“Astaga!” Jantung Lara terasa hampir meledak sebab suara itu dan wajah Reva yang tiba-tiba muncul dari bawah jendela mengejutkannya, sementara si pelakuu justru tertawa girang, “eh sialan kau ya, aku sudah lama menungguimu sampai perutku keroncongan!”

“Iya, maaf, maaf. Ha ha ha,” Reva membalas dengan tawa yang masih tertinggal, dia segera berjalan keluar kelas untuk menghampiri korban kejahilannya tadi. “Ayo, aku sedang ngidam untuk makan bakso pedas saat ini.”

Lara bernafas lega karena dia tidak perlu menahan lapar lebih lama lagi, sudah banyak jenis makanan yang bermunculan di kepalanya kala ia dan Reca berjalan menuju kantin yang terletak di belakang gedung sekolah bagian timur, namun bayangan indah Lara mendadak hilang begitu dia melihat kantin yang sudah penuh disebru anak-anak kelaparan layaknya serangan zombie.

“Ini gegara kau yang terlalu lama mengerjakan soal ujian,” langsung saja Lara menyalahkan Reva, kali ini dia tidak bisa menerima kenyataan yang sedang menari-nari di depan matanya.

“Kau ‘kan tahu aku memiliki alergi akut terhadap matematika,” balas Reva tak mau disalahkan, “lagipula mengapa kau tidak membantuku tadi?”

“Nanti kau jadi kebiasaan dan tidak mampu mengerjakan sendiri,” Lara semakin ketus, “sudahlah, kau cari saja tempat duduk untuk kita, aku akan membeli bakso.”

“Oke,” Reva mengacungkan jempol kemudian keduanya berpisah.

Sejurus kemudian Lara melangkah menuju gerobak bakso yang diapit oleh gerobak cilok dan gerobak batagor, tampak dari arahnya berjalan sebuah antrean kecil sudah mulai terbentuk, Lara mempercepat langkah dan langsung menyerobot ke anteran paling depan.

“Hei!” Lara menyapa pengantre paling depan sambil menepuk keras bahunya, membuat si laki-laki terfokus padanya. “Sedang apa?”

“Membeli bakso,” si laki-laki menjawab, tatapannya kosong menatap Lara.

“Apa aku boleh membeli lebih dulu?”

“Silakan.”

Dengan mudahnya ia menjadi pengantre paling depan, dia sedikit terdiam untuk mengunpulkan tenaga lebih dulu.

“Abang!” Panggil Lara dengan mejentikkan jarinya di depan wajah tukang bakso, “aku pesan dua mangkuk, yang satu ekstra pedas.”

“Siap Yang Mulia!” Bagai terhipnotis abang tukang bakso segera membuat pesanan yang dipesan Lara.

Si gadis itu sendiri terdiam sambil bersedekap, menunggu pesanannya selesai dibuat. Ya, dia hanyalah manusia biasa, seorang anak tanpa figur ayah dalam hidupnya, di pikirannya dia hanya terfokus untuk membahagiakan sang ibu meski ibunya sendiri tidak pernah meminta, salah satu cara itu seperti apa yang akan dia lakukan sekarang.

Dua mangkuk bakso sudah terhidang persis seperti pesanan Lara, sebelum gadis itu membawa dua mangkuk tersebut ke mejanya, ia lebih dulu merogoh sakunya, mengambil sebuah tabung kaca kecil dan menabur sabagian isinya ke satu mangkuk bakso ekktra pedas, baru kemudian ia bawa kedua mangkuk setelah membayar baksonya.

Reva melambaikan tangannya begitu mendapati Lara sedang berjalan dengan dua mangkuk di kedua tangannya, sang kawan melihat ke arahnya lalu segera mendekat dan menghidangkan semangkuk bakso ekstra pedas ke hadapannya.

“Wah, terima kasih Lara,” Reva menambahkan cuka ke dalam baksonya.

“Ya, sama-sama,” sementara Lara mengadu-aduk isi mangkuk dan mulai melahap, “cepat dimakan sebelum dingin.”

“Tunggu, baksonya harus kuaduk dulu,” tak lama kemudian Reva menyuap potongan bakso beserta bihun dan kuah ke mulutnya, “mm, rasanya sesuai seperti yang kubayangkan.”

Lara tersenyum dan kembali menjejalkan bakso ke dalam mulutnya, di satu sisi dia terpaku memandangi Reva yang lahap memakan bakso dan menunggu.

Senyuman di wajah Reva perlahan memudar, kesenangan yang sedari tadi ia rasakan tergantikan oleh rasa janggal, pandangan matanya mulai mengabur dan tumbuh sensasi panas serta nyeri dari dalam tubuhnya.

“Reva, ada apa?” Lara bertanya, memastikan kondisi gadis itu.

Namun bukannya menjawab, Reva justru bangkit dari kursinya dan berlari cepat meninggalkan kawasan kantin, tak ia hiraukan suara Lara yang lantang memanggil namanya, dia terus berlari menuju toilet yang berada tidak jauh dari jalan menuju kantin.

Hampir tak ada yang mengacuhkan kejadian tersebut kecuali satu orang lelaki, dia mendekati meja makan Lara dan Reva yang sudah tak berpenghuni kemudian mengaduk isi mangkuk bakso Reva dan menghirup aromanya, sontak hidungnya menyerngit menerima bau tersebut, segera dia berjalan menuju sisi gelap kantin dan menghilang ke dalam kegelapan tersebut.

Di satu sisi Reva sudah menggigil di pinggir closet setelah mengeluarkan semua isi perutnya ke sana. Pikirannya tak habis bertanya-tanya namun ia tidak sanggup berbuat banyak kecuali meringkuk di lantai toilet yang dingin, sampai seseorang membuka bilik WC rempat Reva terkapar dan membawanya pergi.

Lara tiba di sana beberapa saat setelah Reva dibawa pergi, kepanikan melanda dirinya tatkala ia tak menemukan gadis incarannya tersebut di manapun, dengan kencang ia berlari menuju UKS dan menemukan Reva yang baru saja dibawa ke situ oleh Tobias.

“Apa?” Lara tak mempercayai apa yang dilihatnya, namun sebelum gadis itu mendapatkan jawaban apapun Tobias sudah lebih dulu menarik tangan gadis itu dan membawanya ke tempat yang jauh.

“Apa kau gila!?”  Tobias keras membentak Lara setelah keduanya berada di atap sekolah, hanya ada keduanya di sana. “Apa kau mau menghancurkan misi kita!?”

“Hei, lihatlah dirimu sendiri, justru kau yang menghancurkan misi kita!” Lara tak kalah keras membentak, mempertahankan martabatnya yang tak mau mengalah. “Aku baru saja hampir berhasil membawa gadis itu sebelum kau membawanya ke UKS.”

“Ya membawanya dengan kondisi sakit seperti itu. Apa kau pikir Sang Pemimpin akan bangga terhadapmu? Salut terhadap kerja keras kita?”

Lara tak sanggup membalas, dia hanya membuang muka dan mendengus keras. Tobias memegang kedua pundak gadis itu dan lekat menatap matanya.

“Lepas lensa matamu,” pinta Tobias dengan lembut.

“Apa? Siapa kau—“

“Lepas saja! Astaga, kau ini keras kepala sekali.”

Dengan berat hati Lara menuruti apa yang lelaki itu pinta, dia lepas dua lensa mata berwarna cokelat tua dan memperlitahkan warna mata aslinya yaitu biru cerah, mata yang jarang dimiliki oleh orang Asia. Tobias merenggut kedua lensa itu dan menginjaknya ke atas tanah.

“Aku tak butuh kamera untuk memberi pengertian padamu,” ujar tobisa menjelaskan perbuatannya, dia kembali memegang kedua pundak Lara dan lurus menatapnya. “Dengar, aku tahu kau ingin segera menuntuaskan misi ini, begitu pula aku, tapi kita harus melakukannya dengan rapi, oke?” Tobias sedikit terdiam, dia jarang menatap mata gadis manis itu dengan warna aslinya. “Apa kau berhasil membangun Dwara Dhis?”

Lara menggeleng pelan, merasa seperti sedang terisap sebuah pusaran di mata Tobisa, dia pun bertanya apakah ini yang dirasakan oleh Reva. “Aku kekurangan bahan,” ucap Lara sedikit melirih.

“Kalau begitu, biar kuambil alih dari sini.”

Related chapters

  • SATAPUSPI   Bab 5: Memulai

    Kelopak mata Reva membuka perlahan, cahaya yang awalnya menyilaukan turut memudar seiring terbentuknya sebuah siluet di depan pandangannya, siluet itu membentuk sosok lelaki tampan dengan iris hijau zambrut di matanya, wajah itu tak pernah Reva lihat di manapun, namun wajah itu tak terasa asing baginya.Suara-suara kini mulai terdengar oleh telinganya. Suara tangisan, ledakan dan teriakan silih berganti memasuki gendang telinga meski hanya sayup-sayup, namun ada satu suara lembut yang terdengar jelas, sebuah suara dari seseorang yang dengan lembut memanggil namanya.Reva?Hei, bangun Reva.Revalian!Seketika Reva tersadar begitu nama lengkapnya disebut, siluet sosok lelaki bermata hijau zambrut yang ia lihat sebelumnya berganti menjadi wajah Tobias, lelaki remaja itu tampak mendekati dipan dengan kelegaan yang tampak jelas di wajahnya.“Syukurlah, akhirnya kau sadar juga,” Tobias menyambut baik hal tersebut, “apa kau masih

    Last Updated : 2021-07-14
  • SATAPUSPI   Bab 6: Di Pertandingan Basket

    “Kita duduk di sini saja Va.”“Iya.”Reva dan Lara akhirnya berhasil menemukan sepetak lahan kosong untuk mereka duduki di antara sekian lahan lain yang sudah penuh, meski tempat yang mereka duduki itu sebenarnya adalah tangga, namun tampaknya tak ada seorangpun yang memprotes di mana mereka mendapat tempat duduk, termasuk jika itu harus di atas dahan pohon besar sekalipun.“Untunglah pemandangannya pas sekali,” Lara meraih botol air minum dari dalam ranselnya, dia membuka tutup botol tersebut sambil berkata, “lain kali kalau kau tidak tahu tempat, jangan berlagak memimpin jalan.”“He he he, kupkir tidak akan ada yang berubah dari sekolah ini,” Reva cengengesan, merasa tak enak hati dan lucu yang dipadukan menjadi satu, “dulu saat Abang Kris bersekolah di sini, lapangan basket ada di depan...”“Ya ya ya, kau sudah mengatakan itu berulang kali,” dengan kesal yang mas

    Last Updated : 2021-07-14
  • SATAPUSPI   Bab 7: Tobias

    Sekarang jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, waktu di mana sebagian orang sudah bersantai di rumah dan bersiap untuk istirahat, namun lelaki remaja ini justru sedang bersiap di depan cermin, melihat penampilannya sendiri di depan cermin tersebut.Kali ini tubuhnya yang proporsional dibalut dengan sebuah Hoodie hitam dan celana jeans berwarna senada, selanjutnya ia meraih sepatu sekolah dan keluar dari kamarnya, begitu lelaki remaja ini menuruni tangga ia dapati Bundanya sedang melamun di depan wastafel dengan keran air yang masih menyala.Dia selalu membenci hal ini, dia selalu benci tiap kali melihat sang Bunda khawatir berlebihan terhadapnya, tapi mau tak mau dia tetap harus menjalani kehidupannya yang menurut sang Bunda berbahaya. Si lelaki remaja mendekat pada Bunda dan mematikan keran air itu, di saat yang bersamaan ia mengejutkan wanita berusia 35 tahun tersebut secara tidak sengaja.Wanita berambut cokelat yang sering dipanggil Bunda segera menoleh

    Last Updated : 2021-07-25
  • SATAPUSPI   Bab8: Mata Itu

    Rasa kesal masih menguasai Lara walau dia sudah berada cukup jauh dari Tobias, dia kesal pada lelaki remaja itu yang tidak pernah menurut padanya dan selalu mengatakan hal yang sama berulang-ulang, soal semacam ketua dalam tim atau memerintah. Lara selalu benci di saat ada orang sombong di dekatnya.Namun Lara pun tidak mempungkiri dirinya hampir membuat kesalahan tadi, sebab rasa penasarannya Lara nyaris membiarkan Reva dalam masalah, dan dia bersyukur juga Tobias berhasil menyelamatkan buruan mereka.Untuk mengusir rasa kesalnya Lara menyumbat kedua telinga dengan headset dan mendengarkan sebuah rancangan gelang yang dapat membuat penggunanya seperti memiliki kemampuan telekinetik, benda itu memanfaatkan sederet sensorelectromyographic(EMG) untuk mendeteksi aktivitas elektrik pada otot-otot di pergelangan tangan. Digabungkan dengangyroscope,accelerometerdanmagnetometer, gelang itu sanggup menerje

    Last Updated : 2021-07-25
  • SATAPUSPI   Bab 9: Tanya

    Tak sedikitpun ketenangan malam itu Reva rasakan seperti malam-malam biasa, dia berguling tanpa henti di atas ranjang dengan perasaan tidak tenang, gelisah, ketakutan masih menyelimuti hati dan pikirannya.Kejadian sesaat lalu sungguh membuat Reva takluk, walau di satu sisi dia tidak mengerti bagaimana Tobias bisa berada di situ, namun tanpa peduli alasannya pula dia amat bersyukur Tobias tengah berada di situ, menyelamatkannya dari keadaan genting, tak terbayangkan apa yang akan terjadi jika tidak ada 'kebetulan' atau 'keajaiban' itu kala itu.Akhirnya Reva hanya bisa melamun, terputar di memorinya bagaimana aksi Tobias saat menyelamatkannya. Tobias yang jago main basket itu dapat mengatasi tiga pria dewasa hanya dalam waktu tiga detik saja, gerakan dari serangannya cepat bahkan tak mampu ditangkap oleh mata.Secuil ingatan itu ternyata mampu menenangkan gadis berambut merah bergelombang ini, sampai dia sendiri tidak menyadari bahwa dirinya sudah mengatupkan ke

    Last Updated : 2021-07-30
  • SATAPUSPI   Bab 10: God Slayer

    Hanya orang ini yang pantas mendapat julukan demikian.Pria ini berjalan santai dalam sisi gelap hari itu, meski kini malam sedang menuju pagi namun tak pernah ada malam yang terlalu larut untuk dirinya terjaga. Di atas sebuah istana salah satu pemerintahan distrik pria berdiri tegap dan melihat ke bawahnya, memperhatikan situasi penjagaan di sana.Sesuai dugaannya, penjagaan malam ini tampak longgar, hanya ada satu dua penjaga di pintu masuk dengan kondisi sama-sama menguap lebar, tampak jelas kedua orang itu menahan kantuk yang luar biasa berat. Sementara di sisi lain terlihat jejeran robot berjumlah 6 buah dengan tinggi dua meter sedang diatur ke dalam kondisi stand by, senapan elektromagnetik siap di tangan robot-robot itu."Ini akan mudah," bersamaan dengan ucapan itu, si pria mengeluarkan sebuah katana dari balik jubahnya, dia hanya cukup menghentakkan tangannya ke samping untuk memunculkan senjata tajam itu dari dalam ketiadaan.Selanjutnya pria be

    Last Updated : 2021-07-30
  • SATAPUSPI   Bab 11: Serupa Wajah

    Pagi itu Reva sedikit terlambat datang ke sekolah, dan di pagi itu pula wajahnya tak menunjukkan kesenangan dan keriangan yang biasa terpancar dari wajah cantiknya, kali ini wajahnya murung serupa mendung di musim salju.Suasana hati Reva yang juga sedang buruk membuatnya tak acuh terhadap sekitar. Entah sudah berapa sapaan melintas di depannya tanpa satupun balasan, gadis ini terus menunduk seperti seekor banteng, tanpa peduli kepadatan koridor sekolah."Hai Reva..." Lara menyambut kedatangan Reva ke bangku mereka, namun sebab tak dibalas gadis itu hanya bisa diam di tempatnya sambil menatap kebingungan ke arah sang kawan. "Ada apa Reva? Kau habis mendapat masalah?"'Bahkan lebih buruk,' Reva membatin, dia tidak tahu lagi harus bersikap bagaimana pada gadis yang merupakan kawan baiknya. Rasa ragu terus menggelayut di hati seumpama monyet di atas pohon, namun sialnya dia tidak memiliki teman lain untuk diajak berbincang. "Semalam aku hampir terkena masalah," sah

    Last Updated : 2021-08-06
  • SATAPUSPI   Bab 12: Gundah

    "Kami pulang," ujar Reva di pintu, dia melangkah ke salah satu kursi di ruang tamu itu dan melepas sepatu."Hallo sayang," sang Mamah datang dari dalam rumah dan menyambut kedatangan putri semata wayangnya tersebut, celemek sudah tampak kotor di tubuhnya, "kau datang bersama siapa?""Ya siapa lagi Mah," Reva melirik ke arah pintu di saat seseorang itu masuk dengan menenteng sepatu."Samprazan Mah," teman Reva tersebut mengecup punggung tangan Mamah dengan lembut."Rhampiaza Lara," Mamah membalas dengan ramah, bahkan dia sempat membelai belakang rambut gadis itu kala dicium punggung tangannya. "Ayo masuk, bahan kue sudah menunggu."Lara terkikik pelan dan segera mengekori langkah Mamah menuju dapur, sementara Reva berjalan seorang diri ke kamarnya yang berada di loteng. Dalam kepala ia disibukkan dengan ungkapan salam yang dipakai oleh keduanya."Samprazan, Rhampiaza. Bahasa dari planet mana itu?" Reva hanya bisa geleng-geleng jadinya.

    Last Updated : 2021-08-07

Latest chapter

  • SATAPUSPI   Bab 13: Lama

    "Ingat ya, besok sudah ada di sini sebelum jam empat sore," Mamah mengingatkan Lara, keduanya sedang berpisah di pintu."Iya Mah," Lara membalas dan baru bangkit setelah mengenakan sepatu, seragam putih abu-abunya sedikit lecek oleh tepung dan cipratan kocokan telur, "asal aku tidak dijahili seperti tadi, aku pasti akan datang sedari pagi."Mamah terkikik pelan, dan setelah Lara keluar dari gerbang ia menutup pintu dan menguncinya. Mamah berjalan menuju dapur berniat untuk membantu Reva, namun tampaknya itu tidak perlu.Reva sudah membereskan semua alat masak dengan rapi, juga kue-kue tadi sudah ia bungkus dan disimpan dalam refrigerator. Kini kerja dari gadis itu terbilang lebih cepat dari biasanya. Yah, dia bekerja keras sebab rasa cemburunya pada Lara, gadis yang bisa melakukan segalanya. Sedangkan dirinya?Mamah tersenyum miris menyadari rasa itu menguar kuat dari dalam tubuh anaknya, kekesalan d

  • SATAPUSPI   Bab 12: Gundah

    "Kami pulang," ujar Reva di pintu, dia melangkah ke salah satu kursi di ruang tamu itu dan melepas sepatu."Hallo sayang," sang Mamah datang dari dalam rumah dan menyambut kedatangan putri semata wayangnya tersebut, celemek sudah tampak kotor di tubuhnya, "kau datang bersama siapa?""Ya siapa lagi Mah," Reva melirik ke arah pintu di saat seseorang itu masuk dengan menenteng sepatu."Samprazan Mah," teman Reva tersebut mengecup punggung tangan Mamah dengan lembut."Rhampiaza Lara," Mamah membalas dengan ramah, bahkan dia sempat membelai belakang rambut gadis itu kala dicium punggung tangannya. "Ayo masuk, bahan kue sudah menunggu."Lara terkikik pelan dan segera mengekori langkah Mamah menuju dapur, sementara Reva berjalan seorang diri ke kamarnya yang berada di loteng. Dalam kepala ia disibukkan dengan ungkapan salam yang dipakai oleh keduanya."Samprazan, Rhampiaza. Bahasa dari planet mana itu?" Reva hanya bisa geleng-geleng jadinya.

  • SATAPUSPI   Bab 11: Serupa Wajah

    Pagi itu Reva sedikit terlambat datang ke sekolah, dan di pagi itu pula wajahnya tak menunjukkan kesenangan dan keriangan yang biasa terpancar dari wajah cantiknya, kali ini wajahnya murung serupa mendung di musim salju.Suasana hati Reva yang juga sedang buruk membuatnya tak acuh terhadap sekitar. Entah sudah berapa sapaan melintas di depannya tanpa satupun balasan, gadis ini terus menunduk seperti seekor banteng, tanpa peduli kepadatan koridor sekolah."Hai Reva..." Lara menyambut kedatangan Reva ke bangku mereka, namun sebab tak dibalas gadis itu hanya bisa diam di tempatnya sambil menatap kebingungan ke arah sang kawan. "Ada apa Reva? Kau habis mendapat masalah?"'Bahkan lebih buruk,' Reva membatin, dia tidak tahu lagi harus bersikap bagaimana pada gadis yang merupakan kawan baiknya. Rasa ragu terus menggelayut di hati seumpama monyet di atas pohon, namun sialnya dia tidak memiliki teman lain untuk diajak berbincang. "Semalam aku hampir terkena masalah," sah

  • SATAPUSPI   Bab 10: God Slayer

    Hanya orang ini yang pantas mendapat julukan demikian.Pria ini berjalan santai dalam sisi gelap hari itu, meski kini malam sedang menuju pagi namun tak pernah ada malam yang terlalu larut untuk dirinya terjaga. Di atas sebuah istana salah satu pemerintahan distrik pria berdiri tegap dan melihat ke bawahnya, memperhatikan situasi penjagaan di sana.Sesuai dugaannya, penjagaan malam ini tampak longgar, hanya ada satu dua penjaga di pintu masuk dengan kondisi sama-sama menguap lebar, tampak jelas kedua orang itu menahan kantuk yang luar biasa berat. Sementara di sisi lain terlihat jejeran robot berjumlah 6 buah dengan tinggi dua meter sedang diatur ke dalam kondisi stand by, senapan elektromagnetik siap di tangan robot-robot itu."Ini akan mudah," bersamaan dengan ucapan itu, si pria mengeluarkan sebuah katana dari balik jubahnya, dia hanya cukup menghentakkan tangannya ke samping untuk memunculkan senjata tajam itu dari dalam ketiadaan.Selanjutnya pria be

  • SATAPUSPI   Bab 9: Tanya

    Tak sedikitpun ketenangan malam itu Reva rasakan seperti malam-malam biasa, dia berguling tanpa henti di atas ranjang dengan perasaan tidak tenang, gelisah, ketakutan masih menyelimuti hati dan pikirannya.Kejadian sesaat lalu sungguh membuat Reva takluk, walau di satu sisi dia tidak mengerti bagaimana Tobias bisa berada di situ, namun tanpa peduli alasannya pula dia amat bersyukur Tobias tengah berada di situ, menyelamatkannya dari keadaan genting, tak terbayangkan apa yang akan terjadi jika tidak ada 'kebetulan' atau 'keajaiban' itu kala itu.Akhirnya Reva hanya bisa melamun, terputar di memorinya bagaimana aksi Tobias saat menyelamatkannya. Tobias yang jago main basket itu dapat mengatasi tiga pria dewasa hanya dalam waktu tiga detik saja, gerakan dari serangannya cepat bahkan tak mampu ditangkap oleh mata.Secuil ingatan itu ternyata mampu menenangkan gadis berambut merah bergelombang ini, sampai dia sendiri tidak menyadari bahwa dirinya sudah mengatupkan ke

  • SATAPUSPI   Bab8: Mata Itu

    Rasa kesal masih menguasai Lara walau dia sudah berada cukup jauh dari Tobias, dia kesal pada lelaki remaja itu yang tidak pernah menurut padanya dan selalu mengatakan hal yang sama berulang-ulang, soal semacam ketua dalam tim atau memerintah. Lara selalu benci di saat ada orang sombong di dekatnya.Namun Lara pun tidak mempungkiri dirinya hampir membuat kesalahan tadi, sebab rasa penasarannya Lara nyaris membiarkan Reva dalam masalah, dan dia bersyukur juga Tobias berhasil menyelamatkan buruan mereka.Untuk mengusir rasa kesalnya Lara menyumbat kedua telinga dengan headset dan mendengarkan sebuah rancangan gelang yang dapat membuat penggunanya seperti memiliki kemampuan telekinetik, benda itu memanfaatkan sederet sensorelectromyographic(EMG) untuk mendeteksi aktivitas elektrik pada otot-otot di pergelangan tangan. Digabungkan dengangyroscope,accelerometerdanmagnetometer, gelang itu sanggup menerje

  • SATAPUSPI   Bab 7: Tobias

    Sekarang jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, waktu di mana sebagian orang sudah bersantai di rumah dan bersiap untuk istirahat, namun lelaki remaja ini justru sedang bersiap di depan cermin, melihat penampilannya sendiri di depan cermin tersebut.Kali ini tubuhnya yang proporsional dibalut dengan sebuah Hoodie hitam dan celana jeans berwarna senada, selanjutnya ia meraih sepatu sekolah dan keluar dari kamarnya, begitu lelaki remaja ini menuruni tangga ia dapati Bundanya sedang melamun di depan wastafel dengan keran air yang masih menyala.Dia selalu membenci hal ini, dia selalu benci tiap kali melihat sang Bunda khawatir berlebihan terhadapnya, tapi mau tak mau dia tetap harus menjalani kehidupannya yang menurut sang Bunda berbahaya. Si lelaki remaja mendekat pada Bunda dan mematikan keran air itu, di saat yang bersamaan ia mengejutkan wanita berusia 35 tahun tersebut secara tidak sengaja.Wanita berambut cokelat yang sering dipanggil Bunda segera menoleh

  • SATAPUSPI   Bab 6: Di Pertandingan Basket

    “Kita duduk di sini saja Va.”“Iya.”Reva dan Lara akhirnya berhasil menemukan sepetak lahan kosong untuk mereka duduki di antara sekian lahan lain yang sudah penuh, meski tempat yang mereka duduki itu sebenarnya adalah tangga, namun tampaknya tak ada seorangpun yang memprotes di mana mereka mendapat tempat duduk, termasuk jika itu harus di atas dahan pohon besar sekalipun.“Untunglah pemandangannya pas sekali,” Lara meraih botol air minum dari dalam ranselnya, dia membuka tutup botol tersebut sambil berkata, “lain kali kalau kau tidak tahu tempat, jangan berlagak memimpin jalan.”“He he he, kupkir tidak akan ada yang berubah dari sekolah ini,” Reva cengengesan, merasa tak enak hati dan lucu yang dipadukan menjadi satu, “dulu saat Abang Kris bersekolah di sini, lapangan basket ada di depan...”“Ya ya ya, kau sudah mengatakan itu berulang kali,” dengan kesal yang mas

  • SATAPUSPI   Bab 5: Memulai

    Kelopak mata Reva membuka perlahan, cahaya yang awalnya menyilaukan turut memudar seiring terbentuknya sebuah siluet di depan pandangannya, siluet itu membentuk sosok lelaki tampan dengan iris hijau zambrut di matanya, wajah itu tak pernah Reva lihat di manapun, namun wajah itu tak terasa asing baginya.Suara-suara kini mulai terdengar oleh telinganya. Suara tangisan, ledakan dan teriakan silih berganti memasuki gendang telinga meski hanya sayup-sayup, namun ada satu suara lembut yang terdengar jelas, sebuah suara dari seseorang yang dengan lembut memanggil namanya.Reva?Hei, bangun Reva.Revalian!Seketika Reva tersadar begitu nama lengkapnya disebut, siluet sosok lelaki bermata hijau zambrut yang ia lihat sebelumnya berganti menjadi wajah Tobias, lelaki remaja itu tampak mendekati dipan dengan kelegaan yang tampak jelas di wajahnya.“Syukurlah, akhirnya kau sadar juga,” Tobias menyambut baik hal tersebut, “apa kau masih

DMCA.com Protection Status