Aku hampir ingin menyerah
Karena lelah menyimpan semuaLuka sendirian...~Salsabila Aurelia Dierja~Tiba-tiba sebuah bola mendarat mulus di kepalanya, Salsa yang tidak tahu pun tidak bisa menghindar. Rasa sakit kembali menyerang kepalanya, tak kuat menahan beban tubuhnya sendiri. Hingga kemudian Salsa merasa ada yang menahan tubuhnya, ia membuka matanya perlahan buram hingga semuanya menjadi gelap.
____________________
Galih tidak sengaja menendang bola terlalu kencang sampai keluar lapangan dan mengenai Salsa. Sedangkan Gio yang baru saja kembali dari kamar mandi dan melihat Salsa yang hampir terjungkal kebelakang langsung menangkapnya. Terlihat Galih yang masih berada di tengah lapangan, dengan wajah panik dan ketakutannya melihat bahwa orang yang barusan terkena bola karena tendangannya adalah Salsa. Bisa-bisa habis dia jika Salsa sadar nanti.
Sedangkan Salsa hanya berpura-pura pingsan.
Ini siapa sih yang nahan tubuh gue, gendong gue kek, gue cape kek gini terus njirr! gerutu Salsa dalam hati.Salsa membuka sedikit matanya untuk melihat siapa orang yang menahan tubuhnya. "Gorila, syut ... woy ...," bisik Salsa dengan membuka sebelah matanya. Gio yang kaget pun langsung melepaskan Salsa hingga Salsa tergeletak di bawah. Karena tidak ingin aktingnya gagal Salsa melanjutkan Aksinya dengan berpura-pura pingsan. Galih langsung berlari mendekat di ikuti dengan yang lainnya.
"Yaampun Salsa!! Maafin gue!!" ucap Galih.
"Bangun dong Sal, gue nggak sengaja sumpah," lanjutnya dengan menepuk-nepuk pipi Salsa.
Gak sengaja pala lo malih, ini sakit bego!
"Hayoloh Galih!!" kompor Darren.
"Beliin minum sono!" suruh Gio, Galih pun langsung berlari menuju koperasi. Karena kantin pasti sudah tutup, memang di sekolah ini koperasi menyediakan makanan dan juga minuman namun beda dengan yang di kantin yang menyediakan jajanan yang kurang sehat, koperasi hanya menyediakan air mineral dan juga roti.
"Gak dibawa ke UKS aja?" tanya Ethan.
"Gak usah, gue tau dia cuman pura-pura," jawab Revan, membuat mereka bingung.
"Bangun lo Sal!" suruh Revan. Salsa pun langsung membuka matanya lalu berdiri. "Bola mana woy? Cepetan sini!" pinta Salsa, Ethan yang sedang memegang bola pun langsung melempar bola tersebut pada Salsa yang langsung ditangkap oleh Salsa. Terlihat Galih yang berlari di koridor dengan sebotol air mineral yang dia bawa tiba-tiba berhenti ketika melihat Salsa yang sudah sadar dengan tatapan membunuhnya dan bola yang berada di bawah kakinya, bersiap untuk menendang.
"Sal jangan dong Sal," mohon Galih dengan muka memelasnya. Sedangkan Darren sudah tertawa terbahak-bahak melihat wajah Galih.
Tuk!
Niatnya menendang bola, eh malah sepatunya yang terlempar, tapi tidak apa-apa yang penting tepat Sasaran mengenai kepala Galih.
"Bhahahaha ... sumpah yah Sal gu-gue! Bhahahaha ...." Darren tidak bisa menghentikan tawanya sampai-sampai matanya menyipit."Untung bukan bola," ucap Galih. "Nih, gue balikin sepatu lo!" Galih melempar sepatu Salsa yang hampir mengenai wajah Salsa, untung saja refleks Gio sangat cepat dan menangkap sepatu itu membuat Salsa menatap Gio beberapa detik sampai terdengar suara cekrekan kamera yang membuat lamunan Mereka membuyar. "Ngapain lo?" tanya Gio pada Revan yang mengarahkan kamera handphonenya.
"Moto lalet, noh di tengah kalian!" tunjuk Revan pada Darren yang berada di tengah Gio dan Salsa.
"Ehh, njirr! Gue berasa lalet beneran." Darren langsung berpindah tempat di sebelah Ethan.
Gio menunduk di hadapan Salsa membuat Salsa mundur selangkah. "Ngapain sih, lo?" tanya Salsa heran. "Siniin kaki Lo!" pinta Gio, namun tidak ada gerakan sedikitpun dari kaki jenjang itu. Membuat Gio geram, dan menariknya pelan, dipakaikannya sepatu itu membuat Salsa terdiam sejenak.
"Khem!" deham Ethan membuat Gio tersadar.
"Ahh, Gue ngapain sih!!" batin Gio.
"Gue balik duluan dah yah, dari pada jadi nyamuk di sini," Revan langsung pergi menuju parkiran setelah mengambil tasnya, diikuti Ethan.
Kini tersisa Salsa, Gio, Darren dan juga Galih di sana. "Anterin gue pulang sekarang!" pinta Salsa menghadap Darren, niatnya memang meminta tolong pada Galih tetapi karena Galih sudah membuat Salsa kesal jadilah Salsa minta tolong pada Darren.
"Siapa? Gue?" tanya Darren.
"Iya lo, siapa lagi!"
"Idih emang gue supir lo! Pulang aja sendiri sono!" ucap Darren.
"Galih anterin gue pulang kalo kagak ni bola beneran gue lempar!!"
"Ehh, iy-"
"Galih bareng gue!" Darren memotong ucapan Galih.
Darren sengaja melakukan itu agar Salsa pulang bareng Gio saja. Tetapi, Gio tetaplah Gio tetap saja tidak perduli.
"Ehh, kalian belum pada pulang?" Seorang gadis menghampiri mereka. Diva, dengan lelaki di belakangnya.
"Ini juga mau pulang kok," jawab Salsa.
"Rapat lagi? Bukannya tadi udah ya?" tanya Darren.
"Hmm, enggak sih, cuman gue sama Diva doang ngerekap hasil rapat tadi siang," jelas Garaga, ketua Osis SMA Erlangga.
"Gue nggak nanya sama lo!" ketus Darren pada Garaga.
"Tau tuh, dasar ulernya Panji!" lanjut Ethan.
Garaga yang mendengarnya mengepalkan tangan, jika saja tidak ada Salsa pasti Dia bakalan langsung menghabisi Galih dan Darren.
Garaga adalah ketua OSIS di sekolah ini, selain pintar dia juga sangat tegas apa lagi sekolah ini yang memiliki peraturan begitu ketat Garaga memang sangat cocok menjadi ketua OSIS seperti kebanyakan yang kita temui, seorang ketua OSIS kebanyakan memiliki aura yang berbeda, Garaga salah satunya dia cukup ditakuti oleh para murid di sini karena jika sudah memberikan hukuman tidak pernah memandang belas kasihan, tetapi walau pun begitu wajahnya yang tampan cukup menarik banyak perhatian dari kaum hawa bahkan beberapa dari mereka terang-terangan mengutarakan perasaannya.Tetapi, berbeda dengan Gio dkk. Mereka tidak begitu suka dengan Garaga oleh karena itu mereka selalu sensi ketika berhadapan dengan Garaga salah satu alasannya karena masalalu dan Garaga pun sangat membenci Gio.
"Darren aku pulang bareng kamu ya?" pintanya pada Darren.
Darren menatap Gio, yang tetap tidak perduli dan memilih diam. "Bareng Gio aja Div." Suruhnya. Mendengar itu Gio langsung menatap tajam Darren, biarlah Darren tidak takut sedikit pun.
"Gio, aku boleh nebeng nggak?" tanya Diva pada Gio. Membuat Darren dan Galih saling tatap, menunggu jawaban Gio.
"Salsa bareng gue yuk?" ajak Garaga.
"Dia bareng gue!" ucap Gio, lalu menarik tangan Salsa menuju parkiran. Galih langsung menjulurkan lidahnya pada Garaga lalu berlari menuju lapangan lagi untuk melanjutkan bermain futsal.
"Gio!!" panggil Diva, namun tidak ada sahutan dari Gio.
"Yuk, gue anterin." Darren langsung menarik tangan Diva.
0_0
Gio melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, membelah jalanan Ibu Kota yang begitu ramai. Hembusan angin sore yang begitu menyejukan, serta sinar matahari yang hampir menghilang, sungguh panorama yang sangat indah.
"Pantai?" bingung Salsa, saat Gio memarkirkan mobilnya tepat di depannya adalah pantai, dengan pemandangan laut yang sangat indah.
"Ngapain?" tanya Salsa pada Gio.
"Nggak tau, mobilnya sendiri yang bawa ke sini," ucap Gio. Sungguh itu jawaban yang sangat tidak masuk akal. Gio berjalan mendahului Salsa, yang langsung diikuti oleh Salsa.
"Woy tungguin dong!!" teriak Salsa, saat melihat Gio menuju tepi pantai.
Duduk di atas butiran pasir yang begitu halus dengan sunset yang begitu indah. Langit yang berwarna jingga serta suara desiran ombak, dan kicauan burung yang menjadi satu. Angin sore yang menerpa membuat rambut mereka jadi berterbangan.Salsa duduk di samping Gio, menatap lurus ke depan melihat senja yang begitu indah.

"Senja identik dengan perasaan rindu dan dikaitkan dengan perasaan cinta," lanjut Salsa.
"Dan lo sedang merasakan itu semua," tebak Gio.
"Sok tau!" ucap Salsa, dengan satu tangan yang memukul lengan kekar milik Gio. "Ehh ... Sory-sory, refleks hehe ...," ucapnya lagi dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal membuat sudut bibir Gio sedikit terangkat.
"Jingga, bermakna ketenangan, walaupun singkat namun indah," ujar Gio.
Keduanya memejamkan mata, kadang kita perlu terdiam sejenak menikmati ketenangan tanpa bersuara, menikmati semua tanpa banyak bertanya. Pasang telinga, lalu pejamkan mata, senja sedang bercerita tentang kita.
Hening, hanya suara desiran ombak serta kicauan burung-burung di sore hari.Saat itu telah lama pergi, hilang ditelan gelap dan hari-hari pun berlalu begitu sepi karena senja yang ku nanti telah menghilang. Seseorang yang selalu memberiku ketenangan, seseorang yang selalu merawatku, sekaligus menjadi seorang ayah untukku.
Salsa kembali mengingat Mamahnya. Air mata pun tak kuasa dia tahan, isakan kecil keluar begitu saja Gio yang mendengar itu menatap Salsa dari samping tangannya terulur berniat mengusap bahu Salsa tetapi dia tarik kembali."Gue mau pulang!" Salsa berdiri dari duduknya, membuat Gio membuka matanya, melihat Salsa yang berlari lalu mengejarnya.
"Lo kesini bareng gue, artinya lo pulang juga harus sama gue," ucap Gio saat berhasil mencekal pergelangan tangan Salsa yang tidak bergeming, lalu embawanya menuju mobil. "Bisa buka pintu sendiri 'kan?" tanya Gio saat melihat Salsa tidak kunjung memasuki mobilnya.
"Lo kunci mobilnya bego!" kesal Salsa karena pintunya yang terkunci, sedangkan Gio sudah berada di dalam mobil tersebut langsung membuka pintunya.
"Gue lupa."
"Dasar pikun." Gio tidak menyahuti ucapan Salsa.
Mending gue tidur, Bang sopirnya gak asik, sombong begitu. Batin Salsa.
Saat di pertengahan jalan Gio menghentikan mobilnya, menepi sebentar. "Astaga, gue 'kan nggak tau ni rumah Mak Lampir," gerutu Gio. Sedangkan Salsa sudah tertidur pules dengan wajahnya yang tertutupi oleh rambut panjang miliknya. Ingin membangunkan Salsa namun tidak tega. Gio memilih terdiam sejenak, pikirannya melayang pada kejadian tadi di saat Salsa menangis.
Gue mungkin nggak tau masalah lo, tapi gue tau kalo lo itu kuat. Batin Gio berkata. Menatap wajah Salsa.
"Gak mungkin kan kalo gue anterin ke kuburannya, gue mana tau kuburan Mak Lampir dimana," Gerutu Gio.
Laknat sekali kau nak:v
"Ehh bangun!" Gio menepuk pelan pundak Salsa tetapi Salsa tetap tidak bangun.
"Lo tidur apa pingsan sih?" lanjutnya yang masih tidak mendapatkan sahutan dari Salsa.
"Hey, bangun ...," ucap Gio sedikit lembut dengan menepuk-nepuk pipi mulus milik Salsa.
Gio yang khawatir pun langsung melajukan mobil itu menuju rumahnya. Karena Salsa tidak juga bangun sepertinya dia pingsan."Pingsan lo telat, kena bolanya tadi pingsannya sekarang!" gerutu Gio dengan menambahkan kecepatan mobilnya agar cepat sampai di rumah.
Gio memilih membawa Salsa kerumahnya, biarlah dia dianggap menculik anak orang oleh keluarganya, karena memang dia tidak tau alamat rumah Salsa.
Sesampainya di halaman rumahnya Gio langsung menggendong Salsa ala bridal style.
"Astagfirullah, Bang! Kamu bawa siapa? Kamu apain dia?" panik Bunda, saat membuka pintu rumah, dan melihat seorang gadis yang berada di gendongan anaknya dengan mata yang tertutup.
"Dia pingsan Bun kayaknya, nanti Gio jelasin." Gio masuk melewati Bundanya, "suruh Bang Satya ke kamar Gio Bund!" lanjutnya. dan terlihat sodara-sodaranya yang menatapnya curiga, dengan mata yang tidak berkedip sedikitpun.
"Kedip lo pada!" gertak Gio saat melewati mereka dan menaiki tangga untuk menuju kamarnya. Dengan Salsa di gendongannya.
"Kita baru kenal sehari tapi lo udah berhasil bikin gue khawatir kaya gini." Gio menatap wajah pucat Salsa, ntah apa yang terjadi pada gadis itu Gio berharap Salsa baik-baik saja.
"Dia kenapa Bang?" tanya Gio pada Satya. Yang sudah selesai memeriksa keadaan Salsa. Satya, Kakak keduanya setelah Aditya. Dia itu memang seorang dokter.
"Sepertinya penyakit dia kambuh lagi."
"Maksud lo?"
"Salsa Aurelia Dierja, dia adalah salah satu pasien gue yang pernah gue tangani. Dia menderita penyakit PTSD (post-Trauma Stress Disorder). Atau gangguan stres pasca trauma adalah kesehatan jiwa yang dipicu oleh peristiwa yang traumatis, baik dengan mengalaminya maupun menyaksikannya," jelas Satya membuat Gio terdiam, tak bisa berkata apa pun Gio hanya terus diam menatap lurus wajah Salsa yang kini tengah berbaring di kasurnya, melihat Gio yang hanya diam saja Satya pun keluar meninggalkan mereka.
Sesaat Gio terdiam lalu ikut keluar meninggalkan Salsa, Gio pikir Salsa butuh istirahat Gio akan mengantarnya pulang jika nanti Salsa sudah sadar.Salsa membuka matanya perlahan menatap langit-langit kamar yang benuansa putih abu itu. "Aww ...," ringisnya pelan, sambil memegangi kepalanya. Tidak mungkin ini di rumah sakit pikir Salsa.
Salsa sedikit terkejut ketika melihat seseorang yang baru saja memasuki kamar tersebut. "Dokter? Kok bisa disini?" tanya Salsa bingung.
"Ini rumah saya," jawab Satya.
"Hah kok bisa? Bukannya tadi saya bersama teman saya?" tanya Salsa lagi.
"Gio adik saya."
"What!!" kaget Salsa.
"Kamu harus banyak istirahat, jangan terus-terusan berlarut dalam masalalu. Saya permisi." ucap Satya sebelum keluar dari ruangan tersebut.
Salsa sempat dibuat diam sesaat memikirkan sesuatu yang mengganjal pikirannya, apakah Gio tau jika dirinya memiliki penyakit tersebut? Salsa pikir Dokter Satya yang mengaku kakaknya Gio tadi sudah memberi tahu Gio, yang pasti Gio bertanya pada Satya mengapa Salsa pingsan lalu Satya menjawabnya dengan jujur, sebelumnya Salsa pun tidak meminta Satya untuk merahasiakan hal tersebut.
"Udah bangun lo?" tanya Gio yang baru saja memasuki kamarnya, dengan segelas teh hangat di tangannya.
"Gak! Udah mati," jawab Salsa asal.
"Aminn!!" ucap Gio membuat Salsa melotot tajam.
"Sembarangan!" balas Salsa.
"Heh ini gue di mana? Ngapain lo bawa gue kesini? Hah!" lanjut Salsa bertanya.
"Rumah gue, ya karena gue gak tau rumah lo di mana," jawab Gio enteng.
"Lo kan bisa tanya temen-temen," ucap Salsa.
"Lupa," ujar Gio, menggaruk kepala tak gatal. Sepertinya Gio sangat khawatir tadi sampai-sampai tidak bisa berpikir jernih.
"Bilang aja lo mau modus kan?" semprot Salsa.
"Heh sembarangan! Najis gue modus sama lo!" Gio bergidik ngeri. Sebuah bantal mendarat mulus mengenai wajah Gio. Salsa sang pelaku hanya tertawa terbahak-bahak.
"Untung lo lagi sakit kalo kagak gue lempar lo ke rawa-rawa!" ucap Gio sambil menunjuk Salsa garang.
Salsa kembali berpikir tentang hal tadi sepertinya Salsa harus meminta tolong pada Gio. "Lo tau gue sakit apa?" tanya Salsa mengalihkan perhatian Gio. Gio mengangguk melihat reaksi Salsa yang murung Gio menjadi tidak enak karena sudah mencampuri urusannya.
"Sorry kalo gue lancang nanya sama Bang Satya tentang keadaan lo," ucap Gio.
"I'm fine. Gue cuman minta cukup lo aja yang tau yang lain jangan," pinta Salsa yang diangguki oleh Gio. Menurut Salsa Gio tidak begitu buruk untuk dijadikan teman dalam hal seperti ini, tetapi rasanya Salsa tetap harus berpikir dua kali mengingat Gio yang selalu membuatnya kesal.
Hari sudah larut Salsa akan pulang dengan Gio yang siap mengantarnya, sekarang mereka sudah meninggalkan kamar Gio yang berada di lantai dua, turun dengan menaiki lift yang berada di rumah tersebut, awalnya Salsa kaget mengapa mereka harus menuruni lift seperti sedang di hotel saja. Sebisa mungkin Salsa bersikap biasa agar tidak dikira norak dan sebagainya mengingat rumor di sekolah yang menyatakan jika keluarga Gio memang turunan Sultan.
"Lo ngapain?" tanya Gio pada Salsa yang sedari tadi mengekorinya sampai dapur.
"Ya ngikutin lo lah! Kalo gue nyasar 'kan bahaya," jawab Salsa matanya tak lepas dari Gio ketika mengambil sebuah jus yang berada di kulkas sampai menyediakan dua buah gelas lalu menuangkannya.
"Nih minum!" Gio menyodorkan salah satu gelas berisi jus alpukat yang baru saja dia ambil dari dalam kulkas.
"Gak ada racunnya 'kan?" tanya Salsa waspada padahal tadi Salsa melihat sendiri ketika Gio menuangkan jus tersebut ke dalam gelas.
"Gue kasih obat tidur!" ucap Gio, meneguk habis jusnya, lalu meninggalkan Salsa. Keluar rumah untuk mengantarkan Salsa pulang, sedari tadi salsa hanya mengekor mengikuti ke mana Gio pergi. Melihat Gio yang akan meninggalkan dapur Salsa langsung meneguk habis jusnya, lalu berlari menyusul Gio sampai pada teras.
"Bang hati-hati bawa pacarnya!!" teriak seseorang dari atas rooftop menghentikan Salsa dan juga Gio yang akan memasuki mobil. Salsa dan Gio mendongakkan kepala guna mencari asal suara tersebut ternyata di atas sana adalah Bundanya bersama adik-adiknya pantas saja tadi rumah terlihat sepi, itu karena mereka sedang berkumpul di atas sana.
"Bukan pacar Gio Bund!" ucap Gio ikut berteriak.
"Najis banget gue punya pacar modelan lo," cibir Salsa yang masih bisa di dengar oleh Gio.
"Iya! Bunda restuin kok!" teriak bunda lagi, diikuti gelak tawa yang lainnya. Terdengar cukup ramai di atas sana mungkin karena mereka sedang berkumpul dan sepertinya semuanya sudah pulang dari kegiatan masing-masing.
Gio tidak lagi menanggapi ucapan Bundanya dan langsung masuk ke dalam mobil, diikuti Salsa yang duduk di sebelah kemudi. Ingin bertanya tentang siapa yang tadi berteriak di atas tetapi Salsa gengsi, jadilah Salsa memilih diam sampai pada akhirnya Salsa tersadar saat mobil sudah mulai berjalan melihat ke luar kaca yang menurutnya tidak begitu asing, aneh. Rasanya Salsa seperti mengenal jalanan yang kini mereka lalui.
0_0
Lebih banyak menampakan senyum palsuDari pada menjelaskan apa yang sebenarnyaTerjadi, karena tidak semuanya yang bertanyaKenapa? itu dia peduli.~Salsabila Aurelia Dierja~Hari selasa, pagi yang sangat buruk bagi Kelas XI IPS 1. Karena harus mengumpulkan tugas pagi-pagi sekali sebelum jam pelajaran dimulai,Pak Agus sudah berpesan setiap kali ada tugas darinya mereka harus mengumpulkannya pagi-pagi sekali sebelum pelajaran berlangsung, tepatnya jam delapan sudah harus berada di mejanya, tekat satu detik pun nilainya akan terpotong seperti ini lah contoh guru yang pelit nilai.Telihat suasana kelas pagi ini yang begitu kacau, bekas guntingan kertas di mana-mana. Audrey dan Tania yang saling berebut buku yang sudah dipinjamnya dari Salsa. "Buku gue woy! jangan ngerusak lo pada, itu gue nulisnya capek bangett ...." Salsa langsung merebut buku tersebut."Sekreta
Jangan biarkan hatimu berlarut-larut dalam Kesedihan atas masalalu, atau kamuTidak akan pernah siap untuk menghadapi apa yang akan terjadi. ~Giorgio Edward Robertson~ Yang akan terjadi, terjadilahSepasrah itu aku sekarang. ~Salsabila Aurelia Dierja~ ✧;──0_0──; ✧ Kringg!! Bel istirahat pun berbunyi, Salsa kembali ke kelasnya yang diantar oleh Gio karena Salsa bosan jika terus-menerus berada di UKS dan rasa sakitnya pun sudah berkurang jadi memutuskan untuk kembali ke kelas, saat keluar dari UKS Salsa menemuka Gio yang tengah duduk di salah satu kursi yang berada di depan UKS. Gio pu
✧;── Happy Reading ──; ✧---"Assalamu'alaikum," ucap Gio saat memasuki rumahnya. "Waalaikumsalam," jawab Sri, Bundanya dari arah dapur. Gio langsung menghampiri Bundanya lalu mencium punggung tangannya."Ihh ... tangan Bunda bau bawang." Gio langsung menuju wastafel untuk mencuci tangannya."Lebay kamu," cibir Bunda."Angga sama Anggi mana?" tanya Bunda. Pasalnya dia tidak melihat kedua anaknya itu, biasanya jika pulang sekolah bareng dengan Gio."Bentar lagi juga nyampe Bund," jawab Gio."Assalamu'alaikum ... Anggi pulang!!!""Tuh kan." Seorang gadis memasuki rumah tersebut dengan teriakan khasnya. Diikuti seorang pria di belakangnya sambil menutup kedua telinganya dengan telapak tangan."Gak usah teriak-teriak nji
Saat sampai di rumahnya setelah kembali dari cafe, Salsa langsung membersihkan diri untuk segera beristirahat.Namun pikirannya melayang pada nasi goreng milik Mang Ujang yang berada di depan komplek yang tidak jauh dari rumah. "Jadi pengen kan," gumamnya, Salsa yang sudah bersiap untuk tidur dengan setengah badannya yang sudah tertutup oleh selimut berwarna putih itu, langsung menyibak selimutnya, mengambil cardingan yang tergantung di balik pintu, lalu memakainya.22:30Sudah cukup malam, emang masih buka? Tenang Mang Ujang kan jualannya sampai dini hari. Walaupun sudah malam Salsa tetap keluar. Biarlah yang penting perutnya keisi dulu, jalan kaki? Iyalah deket ini, Salsa berjalan keluar rumah, saat melewati rumah besar berlantai empat itu Salsa berhenti sejenak tiba-tiba seorang pria keluar dari balik pagar hitam dan tinggi yang akan Salsa lewati."Ngapain lo depan rumah gue? mau maling?
Teriakan Audrey dan juga Thania membuat Salsa terkejut dan ikut berteriak, dan membuat seluruh murid di kelas menatap mereka penasaran ada juga beberapa yang kesal karena teriakan mereka membuat beberapa orang terkejut untungnya mereka tidak memiliki riwayat penyakit jantung. "Ada apaan sih?" Galih dan Revan mendekat penasaran dengan isi kotak tadi, dan ternyata isinya hanyalah sebuah parfum. Orang-orang pikir Salsa baru saja mendapat teror dari seseorang, nyatanya dia baru saja mendapatkan hadiah apa mungkin Salsa memiliki pengagum rahasia? "Yaelah, gue kirain kepala kerbau!" ucap Galih. "Gue mikirnya kepala manusia malah!" balas Revan. "Tau lebay banget sih lo, parfum doang bikin orang panik aja!" lanjut Galih. "Lo liat dong njirr itu parfum ap
Cinta mungkin akan membuatmu terlukaTapi ia membuatmu semakin dewasaJadilah pribadi yang selalu memaafkanTerutama hatimu. Sorakan demi sorakan terdengar, masing-masing dari mereka mengangkat ponselnya untuk mengabadikan momen yang sangat besar dalam sejarah Erlangga. Beberapa orang menatap mereka tidak percaya, tatapan tidak suka dan iri itu Salsa dapatkan dari beberapa pasang mata yang berada di pinggir lapangan. Salsa mengambil balonnya sesaat dia menggenggam tali balon itu. "Tapi gue gak bisa Gar." Lalu Salsa melepaskan balon tersebut dan mengambil bunganya. "Terima kasih buat bunganya," ucap Salsa sebelum pergi dari kerumunan tersebut. Garaga mencekal pergelangan tangan Salsa, membuat Salsa menghentikan langkahnya. "Tapi gue gak bakalan nyerah sampai sini," ucapnya lalu melepaskan Salsa dan membiarkannya pergi
Malam ini, malam sabtu. Besok sekolah libur sampai hari minggu, jadi malam ini mereka akan begadang dengan maraton nonton drama-drama favorit mereka. karena hari senin akan mengadakan UAS dan besok mereka akan belajar bersama untuk persiapan UAS nanti. Oleh karena itu malam ini akan mereka habiskan untuk bersenang-senang sebelum bertemu dengan kertas-kertas yang membuat kepala seakan ingin meledak. Yah, itu sungguh menguras otak, di mana kita harus bener-bener memahami materi yang sudah disampaikan oleh guru dan berusaha untuk mendapatkan nilai yang lebih baik.Namun, karena insiden tadi siang Salsa harus menceritakan semuanya pada sahabat-sahabatnya, mungkin memang sudah waktunya mereka tahu. Rahasia itu seperti bangkai, mau ditutup-tutupin juga bakalan tetep tercium baunya. Salsa akan terima bagaimanapun, tanggapan yang diberikan oleh mereka. Sekarang mereka sedang berkumpul di ruang tengah, rumah Salsa.
Malam sudah larut, tetapi Thania belum juga tidur. Pikirannya masih terus memikirkan ucapannya yang tadi dia ucapkan pada Ethan. Thania bangun dari posisi rebahannya dan berpindah pada sofa yang berada di kamar tersebut. Melihat teman-temannya yang sudah tertidur begitu pulas, Thania sedikit meringis saat melihat Lily yang hampir terjatuh dari ranjang karena kaki Audrey yang tidak bisa diam. 'Gak lagi-lagi gue, nginep bareng Audrey.' Batin Thania.Thania duduk pada sofa sambil membaca pesan-pesannya bersama Ethan dulu, baru saja putus beberapa jam rasa rindu itu mulai merasuki pikirannya. Tapi Thania tidak bisa jika harus terus-terusan dibohongi oleh Ethan, jika boleh memilih mending Thania tidak perlu tahu sama sekali tentang kebenarannya, jika ujung-ujungnya dia tetap tidak mendapatkan informasi apa pun dan Ethan tidak menceritakannya sama sekali.Sesaat Thania membaca chat terakhirnya bersama Ethan.Sethan🦖❤️
Cinta yang sesungguhnya adalah mereka yang tak berkata tapi bertindak. Dan bukan melepaskan, tetapi mengikhlaskan.Disaat mata itu mulai terbuka timbul berbagai macam pertanyaan yang muncul dalam benaknya. Ini di mana, sedang apa aku di sini? Kenapa aku bisa ada di tempat ini? Mengapa kepalaku rasanya sangat berat, dan seluruh tubuh ini seperti remuk tak berbentuk bahkan untuk bergerak saja rasanya sakit. Benak seorang gadis malang yang tak pernah ingin berada dalam situasi seperti sekarang.Ingatannya berputar pada kejadian di hari itu, Salsa memejamkan matanya sesaat. Suara klakson kereta api melebihi kerasnya klakson truk maupun bus, yakni berfrekuensi sebesar 400-700 HzV. Anehnya kenapa saat Salsa akan melintasi perlintasan kereta api tersebut, seakan dia tiba-tiba tuli tak mendengar suara apapun, atau mungkin karena Salsa sedang panik waktu itu mengingat Gio yang berlumur darah
Sahabat.Kita memang dipertemukan oleh pendidikan, tapi seiring berjalannya waktu kebersamaan kita menciptakan sebuah kekeluargaan. Apa itu sahabat? Orang pikir sahabat adalah mereka yang selalu bersama kita disaat suka maupun duka, kenyataannya tidak lah seperti itu. Terkadang yang selalu bersama kita pun mempunyai niat lain bukan untuk menjadi sahabat melainkan memanfaatkan. Perlu diketahui jika sahabat yang sebenarnya adalah mereka yang selalu memberi support system, bukan hanya itu mereka juga teman yang baik paling tidak pendengar yang baik. Dia memperhatikan bagaimana hal sehari-hari yang remeh-temeh mempengaruhi kita. Dia tidak bisa membaca pikiran kita tapi dia tahu kapan kita sedang berbahagia, sedih, bersemangat atau cemas. Seperti persahabatan antara Salsa, Gio, dkk. Bahkan disaat Sals
Sesakit apapun fisiknya, hati akan jauh lebih merasakan sakit ketika separuh jiwanya tengah terluka.Ternyata apa yang Ethan ucapkan tadi pada Revan dan Galih hanya omong kosong belaka, dia bilang akan pulang sebentar untuk bersih-bersih ternyata Ethan malah menuju rumah sakit sebelah yang tidak jauh dari rumah sakit tempat Gio dan Salsa dirawat.Sesampainya di parkiran rumah sakit Ethan memarkirkan mobilnya, dengan cepat lelaki itu keluar dari mobil sampai-sampai dia lupa jika sudah meninggalkan ponselnya di dalam mobil. Kaki panjangnya melangkah dengan cepat menyusuri koridor, melewati beberapa ruangan wajahnya terlihat marah tangannya pun mengepal kuat, ntah siapa yang akan Ethan temui sampai membuatnya bersikap aneh seperti itu.Tepat di depan salah satu ruangan Ethan menghentikan langkahnya, menarik nafas panjang lalu kakinya kembali melangkah untuk memasuki ruangan itu. Di dalam sana terdapat seorang
Bukan dunianya yang kejam, tetapi manusianya yang tidak bisa memanusiakan, manusia.Suasana kali ini cukup panas karena perdebatan dua orang yang terpaut usianya cukup jauh, yang satu masih remaja sedangkan satunya lagi sudah berkepala empat. Aksi cekcok itu terjadi karena keduanya yang saling menyalahkan, tepatnya di hadapan Polisi. Mereka sedang diwawancarai oleh pihak kepolisian atas kejahatan yang telah mereka lakukan, terduga kejahatan tersebut sudah direncanakan sejak lama, dan disusun sedemikian rupa."Saudara Dirga, jadi benar jika anda adalah dalang dibalik kejahatan yang diterima oleh keluarga Pak Agra?" tanya Pak Polisi yang berada di hadapan mereka."Benar pak! Semua ini salah dia!" Rio berseru dengan lantang."Tutup mulut kamu Rio!" bentak Dirga. "Dasar anak tidak tahu terima kasih."Ucapan Rio tadi cukup menyulut emosi Dirga, tetapi
Matanya perlahan terbuka, samar-samar ia seperti menangkap bayangan seseorang yang akhir-akhir ini terus berada dalam pikirannya, seakan tidak percaya Gio berusaha menyadarkan dirinya dengan kembali menutup matanya dan membukanya kembali, berulang kali dia melakukannya sampai pada akhirnya Gio benar-benar sadar jika apa yang dilihatnya bukanlah halusinasi semata. Melihat gadisnya tak sadarkan diri di hadapannya dengan posisi yang sama-sama terikat oleh tali. Gio rasa ia sudah gagal melindungi Salsa, amanah dari Juna belum sepenuhnya Gio laksanakan seharusnya Salsa tidak berada di tempat ini. Gio benar-benar khawatir melihat keadaan Salsa sekarang, ntah bagaimana bisa Salsa sampai sini dalam keadaan pingsan pasti terjadi sesuatu padanya. Gio sekarang sangat merasa bersalah karena tidak bisa melindungi Salsa, sekarang malah Salsa yang kena imbasnya, rasanya air mata ingin tumpah melihat orang-orang sekitarnya satu persatu terluka karenanya
Bugh! Satu pukulan tersebut mampu membuat seseorang tersungkur, beberapa pria berbadan besar dengan seragam yang sama-sama serba hitam itu langsung maju bersiap untuk membalas tetapi, langsung dihentikan oleh Dirga yang mengangkat tangannya sambil berusaha bangun dibantu dengan beberapa anak buahnya, dengan sombongnya dia meludah tepat di hadapan Agra. Agra yang sudah tak lagi dapat menahan amarahnya dia kembali maju dan meraih kerah kemeja Dirga, lagi-lagi beberapa anak buah Dirga maju bersiap menghentikan Agra tetapi Dirga melarangnya dan membiarkan Agra. "Hentikan semua ini!" ucap Agra penuh penekanan. Prok! Prok! Prok!... Dirga tertawa sambil berte
Jangankan orang yang baru kita kenal, Bahkan seseorang yang berkata mencintai kita pun dia bisa pergi karena setelah kamu, Masih ada prioritas yang lebih besar yang dia prioritaskan.Sekarang satu rombongan terpisah menjadi dua, mobil Garaga sudah jalan lebih dulu sedangkan mobil Ethan sempat tertinggal karena harus mengisi bahan bakar, begitu juga dengan Galih yang membawa motor, dia selalu membuntuti mobil Ethan. Galih membawa motor sendiri dengan alasan tidak ingin mabuk karena naik mobil, sebenarnya tidak sampai muntah-muntah hanya saja perutnya selalu tidak enak jika terlalu lama di dalam mobil.Kini mobil Ethan melaju dengan sangat lancar melewati jalanan dengan aspal hitam serta udara yang cukup sejuk karena mereka sudah memasuki kawasan bukit, terlihat dari sekitar yang penuh dengan pepohonan dan udara yang berbeda.Sebenarnya jarak yang mereka tempuh masih sangat jauh, Ethan melihatnya
Manusia selalu gegabah memutuskan suatu keputusan ketika emosi menyelimuti.•-•Betapa jahatnya takdir yang membuat rindu ini bergerumuh tanpa henti, tanpa pengobatan akan kehadirannya walau hanya lewat mimpi. ^-^---"Bokap gue punya villa di puncak, tapi villa itu udah kosong sih bisa jadi Bokap gue suru Rio bawa Gio ke tempat itu 'kan?" ucap Garaga setelah sekian lama dia berpikir sambil menunggu Ethan yang tengah melacak lokasi di mana keberadaan Gio."Bisa jadi, kita harus coba cek ke sana," ucap Darren menanggapi."Tapi, villa itu udah kosong sejak 5 tahun yang lalu apa mungkin?" tanya Garaga terselip sedikit rasa ragu dalam benaknya.
Bahagia itu akan datang tepat pada waktunya, semua orang menunggu waktu di mana kebahagiaan itu akan tiba sampai-sampai mereka melupakan sesuatu jika hal sekecil atom pun mampu membuat orang tersenyum.0_0Salsa diam termengu dalam duduknya. Menunduk lesu, matanya menatap ujung sepatu miliknyanya yang terkena sedikit lumpur, beralih pada tali sepatu yang terikat tidak benar. Sudut bibir Salsa sedikit terangkat dikala mengingat kebersamaanya dengan Gio, biasanya jika Gio melihat tali sepatunya yang terikat tidak benar dia akan marah-marah dan terus berbicara.Lalu Gio akan berakhir mengatakan, 'bisa nggak kalo nggak ceroboh? Kayaknya lo idup cuman buat bikin gue repot ya, ini jangan sampe lepas lagi kalo lepas langsung benerin, nanti kalo gak sengaja keijek talinya lo bakal jatuh gue kan gak mau liat lo luka.' Begitulah Gio