SANTET CE LA NA DALAM 4
PINDAHKAN JEMURAN KE DALAM RUMAH SEBELUM MALAM, TERUTAMA PAKAIAN DALAM! ***Nana Shamsy***Aji tertegun mendengar kata-kata Galih. Ia pun jatuh lemas ambruk ke tanah."Mas!" Yasmin langsung berhambur memeluknya dengan erat, mereka berdua menangis di halaman rumah disaksikan oleh berpuluh mata."Mas, kendalikan emosimu, jangan main hakim sendiri. Kalau terjadi apa-apa denganmu, bagaimana nasibku dan anak yanh ada dalam kandunganku ini, Mas? Aku tahu Mas Aji sedih, aku jugaa sedih. Nining bukan hanya adik iparku, tetapi ia sudah kuanggab sebagai adik kandungku sendiri. Apa yang Mas rasakan juga aku rasakan, Mas." Yasmin masih mengomel, ia benci dengan keadaan yang harus mereka hadapi."Maaf." Hanya itu kata yang mampu keluar dari mulut Aji.Semua orang pun diam, membiarkan mereka meluapkan isi hatinya, setelah keduanya tenang, barulah Sumi mengajak Aji dan yasmin masuk. Kemudian mewakili Aji meminta maaf kepada semua orang karena sudah membuat keributan. Semua orang pun bubar. Kasus Nining menjadi semakin panjang karena menyeret nama Galih."Minum dulu, Le kamu juga Yas." Bude Sum mengambilkan dua gelas air putih untuk mereka. Kemudian mereka pun duduk di ruang tamu untuk menenangkan diri."Apa yang dikatakan Galih ada benarnya. Buat apa dia membuat Nining menjadi gila, lebih baik dia mengirim pelet kepada Nining." Danang membuka percakapan."Aku juga sangat yakin kalau bukan Galih pelakunya. Dia itu lelaki baik, sopan dan santun. Galih juga rajin beribadah, terbukti ia sering salat subuh berjamaah bersama kamu kan, Mas. Jujur aku suka sekali dengan Galih andai Nining tidak memiliki Arkan," terang Yasmin membela Galih."Tapi, ciri-ciri yang disebutkan Mbah Harjo mengarah kepada Galih.""Itu hanya perasaanmu saja. Banyak yang memiliki ciri-ciri seperti itu, Le," tukas Danang, lagi pula Mbah Harjo tidak menyebutkannya secara gamblang siapa pelakunya. Mbah Harjo hanya bilang si pelaku masih satu desa, bekulit sawo matang, rambutnya cepak, guna-guna itu di kirim dari arah timur. Hanya itu. Sedangkan yang memiliki ciri seperti itu tentu saja bukan hanya Galih."Mas, Mas Aji?" Tetiba terdengar suara Nining dari dalam kamar. Ia mengetuk pintu kamarnya sambil memanggil Aji."Mas! Mas Aji! Tolong buka pintunya, aku kekunci di dalam!""Nining?" Mereka bertiga pun saling pandang. Terdengar suara handle pintu yang ditarik ke atas dan ke bawah."Le, Nining sepertinya sudah sadar," kata Sumini. Terdengar nada lembut suara Nining seperti biasanya. Mereka pun langsung ke menuju ke kamar Nining.Aji memutar anak kunci ke arah kiri, kemudian Nining muncul dari dalam kamar dengan pakain sopan lengkap dengan kerudung panjangnya."Ning," seru Aji tak percaya."Iya, Mas Aji. Kenapa Mas Aji kelihatan bingung? Mbak Yasmin, Mbak Yasmin kapan pulang?" Nining meraih tangan Yasmin dan menciumnya."Pakde, Bude, kalian semua ngapain berdiri di depan kamar Nining. Terus kenapa tadi kamar Nining dikunci dari luar segala. Ini kan sudah sore, Nining sudah telat mengajar ngaji anak-anak," ucapnya panik.Sesaat mereka semua membisu, "Kenapa diam?" tanya Nining membuyarkan kebisuan."Ha-hari ini anak-anak Mas liburkan Ning," jawab Aji sedikit gagap, dengan cepat ia membuat alibi."Lho, kenapa?" protes Nining.Aji diam mencari jawaban. "Kamu tadi kelihatan nggak sehat, wajah kamu pucat banget. Mangkanya Mas Aji menjemput Mbak Yas pulang dan anak-anak mengajinya Mas Aji liburkan," jawab Yasmin cepat."Tapi, Nining baik-baik saja. Hanya ... Iya, sih, badan Nining memang terasa sedikit sakit. Ya, sudah, nggak papa ngajinya libur sehari saja Nining mau mandi dulu, badan Nining rasanya lengket dan bau," ucapnya seraya berlalu.Aji, Yasmin, Sumini, dan Danang pun saling pandang beberapa saat."Apa Nining sudah sadar?" tanya Yasmin."Kalau memang Nining sudah sadar, kita harus menjaganya, jangan sampai Nining tahu akan kejadian yang menimpa dirinya hari ini. Tahu sendiri semua orang sudah menyebarkan vidio Nining lewat ponsel. Jaga Nining, sembuyikan HP nya," pesan Bude Sum.Aji baru sadar, HP Nining ada di kamarnya. Untungnya setelah Aji memeriksa ponselnya, tak ada hal yang aneh-aneh di ponsel Nining. Mungkin semua teman-temannya mengatur privasi ke nomornya untuk menjaga perasaan Nining."Sukurlah semua sudah baik-baik saja," gumam Danang. Yasmin juga merasa lega."Kalau begitu Bude pulang dulu," pamit Sumini. "Ayo, Mas." Danang mengekor di belakangnya. ***KBM***Darsih yang mendengar kabar kalau Galih dipukuli oleh Aji pun merasa sangat gelisah. Sedangkan ia sendiri tak bisa meninggalkan lapak jualannya begitu saja."Galih, kamu nggak papa?" tanya Darsih, ia langsung menelfon adiknya."Aku nggak papa, Mbak, sudahlah Mbak jangan kawatir. Aku bisa jaga diri, kok.""Sudah Mbak bilang kan, jangan ke sana. Sebenarnya Mbak sudah menduga hal ini bakal terjadi karena Nining gila setelah kamu melamarnya. Betul firasatku, ini pastu terjadi.""Pokoknya Mbak nggak perlu kawatir. Aku baik-baik saja, kok," jawab Galih yang langsung mematikan ponselnya.Ia dibantu Raga dan Erna mengompres luka lebam ya."Kamu itu nekad banget sih, Gal. Udah tahu Mas Aji lagi emosi malah dilawan," gerutu Erna."Siapa yang melawan, aku malah pasrah aja dipukulin. Kalau aku melawan yang ada kalian malah taruhan.""Ck, ngeselin banget sih. Bukan begitu maksudnya, harusnya kamu itu pergi dari sana. Bukan malah nantangin." Erna menekan luka lebam Galih dengan sedikit keras sehingga membuat pemuda itu mengaduh."Auw, pelan-pelan donk. Nggak ikhlas banget kayaknya.""Ngeselin banget sih, temen kamu ini, Ga!" Erna cemberut, ia tidak ikut apa-apa malah dia yang mesti dibuat repot."Tahu, ini Galih. Tapi, keren sih, tadi. Apalagi adegan terakhirnya, udah kayak film india.""Bodoh amat!""Bukan begitu Er. Kalau aku lari, justru itu membuktikan kalau aku bersalah. Aku yakin, sekarang Mas akan berpikir ulang.""Ya, ya."Galih membuang napas berat. "Aku hanya nggak habis pikir, siapa yang tega berbuat seperti itu pada Nining. Kita harus berbuat sesuatu untuk Nining."Erna dan Raga berpikir sejenak."Kita harus apa?" Erna melempar tanya."Mencari Kiyai atau apa gitu? Tapi, siapa dan di mana?" tanya Raga."Entahlah." ***KBM***Usai mandi, Nining berniat membersihkan halaman rumahnya. Seperti biasanya, Nining akan menyapu halaman di sore hari."Lho, Mbak, kenapa halaman rumah kita begitu berantakan?" tanya Nining keheranan."I-itu tadi ada sapi milik tetangga lepas.""Oh." Nining pun berjalan ke halaman rumahnya sambil membawa sapu ijuk. Aji terus memperhatikan adiknya, pun juga Yasmin. Ia terus mengikuti setiap langkah Nining."Mbak Yas duduk aja. Biar aku yang merapikan halaman," kata Nining.Beberapa tetangga yang melihat Nining di halaman pun berbisik-bisik dari rumah mereka. Tampak mereka sangat penasaran dengan apa yang dilakukan oleh Nining. Sesekali mata Yasmin menangkap tatapan para tetangga, Yasmin melempar sedikiy senyum kepada mereka."Heran, ada sapi mengamuk sampai seperti ini dan aku nggak dengar apa-apa," ucap Nining."Ini, sampai berdarah, ya?" tanyanya."Ning, ini udah mau surup, masuk yuk, biarin aja besok pagi kita rapikan halaman rumahnya," ajak Yasmin."Iya, lagian Mbak sedang hamil. Nggak baik kalau di luar rumaj jam-jam segini," jawab Nining. Ia pun menyuruh Yasmin masuk duluan, tak lama kemudian Nining menyusulnya.Azan magrib berkumandang. Nining bersiap salat berjamaah di musola, tetapi Aji melarangnya."Mulai sekarang kamu salat di rumah saja," kata Aji."Tapi, kenapa, Mas?" tanya Nining tak mengerti, ia sudah siap dengan mukenannya."Mbak Yasmin sering sakit perut. Kamu temenin Mbak Yasmin di rumah saja, ya. Mas takut terjadi apa-apa sama Mbak Yasmin," ucap Aji membuat alibi."Oh, begitu. Baik Mas, kalau begitu Nining salat di rumah saja," katanya menurut."Maafin Mbak Yasmin ya, Dek.""Nggak papa Mbak, tapi Mbak Yas sudah periksa?" tanya Nining kawatir."Iya.""Lalu?""Calon keponakanmu ini terlalu aktif, suka banget nendang perut Ibunya." Yasmin dan Aji pun tertawa palsu."Aku jadi nggak sabar nungguin si dedek launching. Mbak Yasmin istirahat aja kalau begitu, biar Nining yang masak buat makan malam nanti. Kalau begitu Nining salat dulu, Mas Aji juga sana buruan ke musola," usirnya."Oh, i-iya," jawab Aji sedikit gelagapan. ***KBM***Seperti malam kemarin, Nining membuat nasi goreng untuk mereka makan bertiga malam itu. Aji terus memperhatikan adiknya, pun juga Yasmin."Mas Aji sama Mbak Yas kenapa sih, gitu amat lihatin Nining," gerutunya."Nggak papa, kamu cantik," puji Aji."Dari dulu," jawab Nining asal ceplos seperti biasanya.Mereka makan sambil sesekali melempar canda. Nining juga bersikap normal.Sampai tiba-tiba saja ada seekor cecak terjatuh di atas meja makan tak jauh dari piring Nining. Mata Nining nyalang, tawa di bibirnya tiba-tiba menghilang. Dengan gerakan cepat Nining menancapkan garbu tepat di perut cecak tersebut sehingga membuat Yasmin terkejut."Astaqfirulahaladzim, Nining!" teriaknya.Nining mendelik ke arah Yasmin dan Aji bergantian. Sebelum menatap cecak itu kembali, sambil menyerigai Nining tanpa ragu memasukkan cecak itu ke dalam mulutnya dengan sekali hap. ***bersambung***SANTET CE_LA_NA DALAM 5PINDAHKAN JEMURAN KE DALAM RUMAH SEBELUM MALAM, TERUTAMA PAKAIAN DALAM! ***NANA SHAMSY***"Ning!" Aji menampik tangan Nining sehingga garbu yang ia pegang terlepas jatuh ke lantai. Namun, cecak itu sudah berada di mulut Nining. Saat ia mengunyahnya perlahan, cecak itu mengeluarkan cicit suara, kaki dan ekornya bergerak memberontak. Dengan lidahnya Nining memasukkan cecak itu ke dalam mulut.Yasmin membekap mulutnya, ia tak percaya akan apa yang dilihatnya. Seketika perut Yasmin terasa seperti diaduk-aduk., Ia bangkit dengan cepat, lalu berlari ke kamar mandi. Semua makanan dalam perutnya keluar seketika karena melihat Nining memakan cecak. Aji tak kalah kaget. Matanya melotot tajam ke arah Nining. Namun, Nining malah tertawa cekikikan. Aji berlari menyusul Yasmin ke kamar mandi, ia memijat tengkuk lehernya. "Dek, kamu nggak papa?" "Nggak papa, Mas. Aku hanya mual. Kamu jagain Nining saja," tutur Yasmin."Tapi-" "Sana Mas
SANTET CE LA NA DALAM 6 PINDAHKAH JEMURAN KE DALAM RUMAH SEBELUM MALAM, TERUTAMA PAKAIAN DALAM! ***Nana Shamsy***"Mak, aku bawa Kuyang!" teriak Raga. Mak Lidya pun tergopoh ke belakang. Di dapur Nining duduk dengan anteng. Wajahnya sudah bersih, tetapi bajunya penuh dengan darah. "Nining," pekiknya. "Iya, Mak. Ternyata yang Mak lihat tadi itu Nining. Mak, janji ya, jangan bilang sama siapa-siapa kalau Nining sudah makan ayam-ayam Emak." "Apa?" "Iya, Mak. Ayam-ayam Emak dimakan habis oleh Nining. Kalau orang-orang sampai tahu, aku takut Nining akan semakin menjadi bahan gunjingan," kata Raga. "Benar sekali, Emak setuju dengan kamu. Ya, sudah, Nining biar Emak yang urus, kamu urus bangkai ayam di belakang. Setelah itu kita kembalikan Nining ke rumahnya." Lidya memandikan Nining, menyisir rambutnya, memakaian baju bekasnya sewaktu ia masih kurus. Ya, Mak Lidya juga pernah kurus sebelum akhirnya ia mengembang sempurna. Raga sibuk mengumpulkan p
SANTET CELANA DALAM 7Sekitar sepuluh menit kemudian, Bu Sundari--istri dari Mbah Harjo datang. Penampilannya sedikit berbeda dengan Mbah Harjo, wanita itu tampak angun meski dengan pakaian sederhananya. Ia melempar senyum kepada tamu suaminya."Maaf, sudah lama?" sapanya sambil menyalami Aji dan keluarganya."Baru saja," jawab Sumi."Bapak?" tanya Sundari menanyakan keberadaan suaminya. "Di belakang, sedang meruwat keponakan saya," jawab Sumi lagi. "Oh, saya buatkan minum dulu," ujarnya. "Ndak usah repot-repot, Bu," kata Sumini. "Ndak repot, kok. Sudah selayaknya saya menjamu tamu," jawabnya dengan senyum ramah. "Maaf, Bu. Boleh numpang ke belakang?" tanya Ita. "Boleh, silakan." Sundari pun mengajaknya ke belakang, "Itu lurus saja, lalu belok kiri paling ujung," tukasnya memberi petunjuk. "Terima kasih, Bu," kata Ita sambil pura-pura memegangi perutnya. Rumah Mbah Harjo memang cukup besar, meski tergolong bangunan lama dengan ukuran jendela dan pintu yang cukup besar dan
SANTET CELANA DALAM 8 "Ta, kamu nggak papa?" tanya Erna kawatir, sedangkan Galih masih tertegun melihat lelaki Gila itu pergi."Gal." Raga menyentuh pundak Galih yang terdiam bak orang ketempelan. "Aku nggak papa, aku hanya heran, bagaimana lelaki itu bisa tahu kalau air yang kubawa tadi adalah air yang sudah aku ruqyah sebelumnya," terang Galih. "Jadi, beneran air itu mengandung doa?" tanya Raga. Galih mengangguk. "Kalian ini kok, malah gobrol berdua, tolongin Ita donk!" gerutu Erna yang sedari tadi membantu Ita mengeringkan wajahnya dengan tisu. Tak lama kemudian karyawan cafe memberikan handuk kecil kepada Ita, mereka juga merapikan meja dan kursi yang berantakan. Suasana pun kembali tenang. "Ta, sebaiknya kamu pulang duluan, kamu bisa masuk angin kerena bajumu basah. Aku akan mengantarmu," saran Galih. "Iya bener, besok kita ketemuan di sini lagi," kata Erna. "Baiklah," jawab Ita singkat. Ita dan Galih pun pulang bersama. ***Pagi harinya Galih menemui Ita di rumahnya,
SANTET CE LA NA DALAM 9"Masih jauh, Ga?" tanya Galih kerena sudah tak sabar ingin bertemu dengan keluarga Ambar. Gadis yang katanya menjadi korban Mbah Harjo. Lima tahun silam. "Nggak, tuh, udah kelihatan atap rumahnya yang gentengnya berwarna merah itu," tunjuk Raga. "Oh." Mereka masih harus melewati area persawanan. Meskipun begitu deretan rumah penduduk sudah kelihatan. Akhirnya Raga dan Galih sampai juga di depan rumah Ambar. Namun, keadaan rumahnya begitu sepi. "Semoga mereka ada di rumah," gumam Galih. Setelah memarkirkan motornya di samping rumah tersebut. Galih merapikan bajunya, kemudian mengambil napas dalam-dalam sebelum akhirnya mengetuk pintu ber-cat cokelat tersebut.Tok! Tok! Tok! "Assalamualaikum." Tok! Tok! Tok! "Assalamualaikum." "Waalaikumsalam," sahut seseorang dari dalam. Galih pun menunggu sampai pintu rumah itu terbuka."Ya, mau cari siapa, ya?" tanya wanita berkerudung navy tersebut."Maaf, apa benar ini rumah Ambarwati?" tanya Galih.Wajah Lidra
SANTET CELANA DALAM 10 "Aku nggak menyangka kalau nasib Ambar setragis itu. Tapi, kenapa dia bunuh diri?" Galih mencoba menelaah cerita Lidra."Hanya Ambar yang bisa menjawab, kenapa dia sampai nekad bunuh diri. Hari ini kita menginap di rumah Mas Rendra saja. Aku capek banget, besok baru kita pergi ke rumah Ustad Ilham, bagaimana?" Raga meminta pendapat pada Galih. "Boleh, aku juga capek. Kita cari makan dulu warung depan itu sepertinya ramai," tunjuk Galih. Mereka pun memutuskan untuk mampir ke warung tersebut. Perut mereka sudah keroncongan sejak tadi. Baru saja makanan Galih datang, ia melihat lelaki tua yang kemarin mengguyur Ita di cafe. Galih pun tak jadi makan, ia membawa piringnya lalu menghampiri lelaki gila itu yang sedang duduk sendirian di seberang jalan."Gal, mau kemana?" panggil Raga."Sebentar," jawabnya. Galih menengok ke kiri dan ke kanan sebelum menyeberang jalan. "Pak," panggil Galih, lelaki gila itu sama sekali tak menyahuti. Lelaki gila itu sedang men
SANTET PAKAIAN DALAM 11 Tepat tengah malam, Ita duduk di kursi menghadap jendela kamar Nining. Ia menaruh meja kecil di depan jendela kamarnya, menempelkannya ke tembok. Di atasnya Ita menaruh cawan yang telah ia isi dengan air, di atas permukaan cawan itu ia taburi bunga. Lalu dengan silet Ita melukai ujung jari telunjuk dan jari tengahnya. Darah menetes ke dalam cawan. Kemudian Ita mengaduk-aduk isi cawan tersebut, sehingga air yang tadinya bening seketika berubah warna menjadi merah. Secuil kemenyan ia bakar, baunya menguar menusuk indra penciuman. Asap itu meliuk-liuk disapu angin. Setelah Itu Ita menutup matanya, menangkupkan kedua tangannya di atas kepala. Mulutnya berkomat-kamit membaca mantra yang sudah diajarkan oleh Ki Darma. Ita memanggil prewangannya. Fuh! Ita meniup kepulan asap kemenyan ke arah jendela kamar Nining. Kemudian menciprat-cipratkan air bunga tadi ke sana. Karena jendela kamar mereka yang berjarak tak lebih dari dua meter membuat Ita mudah melakukannya.
SANTET PAKAIAN DALAM 12 Pagi-pagi setelah mandi dan sarapan Galih dan Raga langsung bersiap ke rumah Ustad Ilham. "Mas, kami permisi dulu," pamit Raga."Iya, hati-hati. Salam sama Emak dan Bapak," balas Rendra."Assalamualaikum.""Waalaikum salam." Setelah berpamitan mereka pun melanjutkan perjalanan. Di jalan Galih lebih banyak melamun. Di kepalanya hanya ada Ita, ia terus saja memikirkan Ita, Ita, dan Ita."Gal, kamu kenapa? Dari tadi diem aja, kesambet?" canda Raga karena sedari tadi ia melihat Galih senyam-senyum sendiri dari spion motornya."Apaan, sih." "Serius, kamu dari tadi tak lihatin kek, orang gila. Senyum-senyum sendiri, ngapain?" tukas Raga."Nggak tahu, Ga. Aku sendiri juga bingung. Percaya nggak sejak tadi malam aku terus kepikiran Ita. Aku melihat Ita di mana-mana. Kira-kira kenapa, ya? Apa iya, aku jatuh cinta padanya?" Uhuk! Uhuk! Raga seketika tersedak. "Yang bener aja kamu?!" "Beneran Ga, suer aku nggak bohong. Aku aja binggung dengan perasaanku sendiri. A
SANTET CELANA DALAM 48Di dalam mobil, Nining tak henti berdoa agar Galih baik-baik saja. "Tenang Ning. Galih pasti akan baik-baik saja," kata Erna. "Mbak Darsih juga tenang, ya. Sebaiknya kita semua berdoa untuk Galih," ujar Erna lagi. Meski ia juga sangat kawatir akan keadaan Galih, tetapi Erna tetap berusaha tenang.Keluarga Ustad Ilham pun turut serta di belakang mobil Arkan. Sesampainya di rumah sakit, Galih langsung dilarikan ke ruang UGD. Mereka semua menunggu di luar dengan perasaan cemas. Aji sejak tadi mondar-mandir berjalan ke kiri dan ke kanan.Yasmin terus berusaha menenangkan Darsih. Sementara itu, Erna dan Nazwa mengapit Nining yang terus menangis sejak tadi.Begitu pintu ruang UGD dibuka. Darsih segera bangkit dan berlari menghampiri Sang Dokter. "Bagaimana keadaan adik saya, Dok?" "Adik Anda baik-baik saja, tapi ia mengalami luka bakar yang cukup serius. Kemungkinan besar separuh wajah adik Anda akan rusak akibat luka bakar tersebut. Ini saja yang bisa kami sampai
Santet Celana dalam 47"Galih?" "Iya," tegas Erna."Kamu jangan bercanda Er. Ini tidak mungkin." "Kalau tidak percaya, kamu bisa lihat sendiri," tentang Erna. Nining pun bangkit dari duduknya. Ia berjalan cepat dan mengintip ke arah ruang tamu. Terlihat Galih duduk di depan Pak Penghulu. Ia menjawab pertanyaan dari Abbah Udin dengan tenang. Namun, tiba-tiba tatapan mata mereka bertemu. "Dia sangat cantik, dia baik, dia tabah menghadapi takdir hidupnya yang pahit. Dia wanita paling kuat dan sederhana yang pernah ku kenal, Bah." "Galih ...." ucap Nining lirih. Di sebelahnya Arkan duduk dengan santainya sambil tersenyum ke arah Nining."Arkan." "Arkan tak mau mengambil kebahagianmu, Ning." Yasmin tiba-tiba muncul di belakang Nining memegang pundak kirinya.."Bagaimana ini bisa terjadi?" "Aku memberitahukan semuanya kepada Bu Aya dan Pak Ismu. Aku memang berjanji tak akan memberitahukan perihal kesalahpahaman itu kepada Galih dan Arkan, tapi aku nggak berjanji untuk diam kepada ke
SANTET CELANA DALAM 46"Mas. Kita harus bicara," kata Yasmin setelah keluarga Arkan pergi dan Budenya pulang. "Mbak Yas, sudah nggak papa," ucap Nining. Ia menarik lengan tangan kakaknya mengiba. "Ning.""Mbak Yas, sudahlah." "Ada apa?" tanya Aji tak mengerti melihat sikap adik dan istrinya. Yasmin melihat ke arah luar. Mobil Arkan sudah melaju pergi. "Mas, sebenarnya apa yang terjadi. Mas bilang sudah mendengar semua percakapanku dengan Nining. Kenapa Mas bisa salah begini?" protes Yasmin."Salah? Apanya yang salah?""Nining memilih Galih, bukan Arkan." Akhirnya Yasmin mengatakannya juga. Nining memejamkan matanya mencoba mengambil napas dalam-dalam lalu ia hembuskan perlahan. Nining takut akan terjadi masalah besar. "Bukankah kamu bilang kalau Arkan pasti akan senang dengan keputusan Nining. Dia sudah lama menunggu jawaban ini dari Nining?" ungkap Aji. "Iya, memang benar Arkan sudah menunggu lama jawaban dari Nining. Tapi apa Mas tahu apa jawaban Nining?!" "Arkan, kan?" "B
SANTET CELANA DALAM PART 45"Galih." "Galih?" "Iya, Galih. Menurutku ... dia yang lebih pantas menjadi ayahnya Gilang. Galih tanpa pamrih menjagaku selama ini meskipun aku pernah menolaknya. Ia juga tak pernah memaksakan kehendaknya padaku. Aku rasa, tak ada kata yang bisa kuungkapkan untuk mengambarkan bagaimana kebaikan Galih dan selain itu juga aku punya alasan lain." Nining pun tertunduk malu. "Apa itu?" "Kurasa ... aku mencintai Galih, Mbak," ucap Nining kemudian. Yasmin pun tersenyum, kemudian memeluk adik iparnya itu dengan gemas. "Mbak Bahagia banget mendengar keputusanmu ini, Ning. Aku yakin kamu akan bahagia bersamanya." "Benarkah, Mbak?" "Ya, Arkan pasti akan senang dengan keputusanmu ini. Mbak bahagia akhirnya kamu mau menikah juga. Dia sudah tak sabar menunggu jawaban darimu," ucap Yasmin. Di saat itulah secara tak sengaja Aji mendengar ucapan Yasmin ketika hendak kembali ke belakang usai mengambil dedak di samping rumah untuk campuran minum ternak kambing merek
SANTET CELANA DALAM PART 44Nining dirujuk ke rumah sakit bersama dengan bayinya. Hari bahagia itu seketika menjadi petaka. Entah apa yang terjadi mereka belum tahu pasti. Yang jelas detak jantung Nining semakin lemah. Sudah hampir satu jam Nining berada di dalam ruangan UGD. Yasmin menggendong putra Nining yang bahkan belum memiliki nama. Mereka semua menunggu kabar dari dokter dengan cemas. Begitu pintu dibuka. Aji langsung menghampiri Sang Dokter."Bagaimana keadaan adik saya, Dok?" "Maaf, kami sudah berusaha." "Apa?! Apa maksud dokter dengan meminta maaf?" bentak Aji."Pasien sudah tiada, kami sudah melakukan segala upaya, tapi Tuhan berkehendak lain." Bagai disambar petir. Aji terpaku di depan ruang UGD. Ia berjalan pelan menuju pintu, lalu melonggok ke dalam. Kain putih sudah menutupi seluruh tubuh Nining. Yasmin membekab mulutnya. Ia menangis tanpa suara. Bayi yang ada dalam gendongannya pun menangis, seakan ia ikut merasakan apa yang terjadi. Betapa malang nasibnya, ia
SANTET CELANA DALAM PART 43Tak mendapatkan jawaban yang pasti dari Nining, Arkan pun tak ingin memaksanya. Dari tempat Dokter, Nining diajak Arkan ke baby shop. Begitu masuk, mereka disuguhkan berbagai macam keperluan bayi.. Mulai dari baju, sepatu, sampai acsesoris. Nining berjalan ke deratan baju-baju bayi bermotif otomotif, lalu mengambil setelan baju anak bergambar pesawat terbang berwarna biru. "Lucu, ya?" tanyanya pada Arkan."Ya." Nining pun memasukannya ke dalam keranjang belanja. Pertama satu, hingga tanpa sadar keranjang belanja itu mulai penuh. "Ini bagus, ya?" "Iya," jawab Arkan. Ia terus memandangi Nining dan buru-buru memalingkan wajah ketika Nining memandangnya. Seperti pasangan suami istri, Arkan dengan sabar menemaninya. Sepatu-sepatu lucu turut masuk ke dalam keranjang, topi, kaos kaki, sampai mainan. "Total semuanya empat juta tiga ratus enam puluh dua, Mas," kata Mbak Kasir. "Hah, yang benar? Coba hitung lagi, Mbak. Siapa tahu salah," ucap Nining kaget
SANTET CELALAN DALAM PART 42 "Om, Galih. Tolongin donk." Seoarang Gadis kecil tiba-tiba datang dan meminta bantuan kepada Galih meniup sebuah balon untuknya. Ia menyodorkan balon berwarna merah kepada Galih. "Sini." Galih mengambil balon tersebut kemudian meniupnya. Tak lama kemudian teman si gadis kecil itu datang. Tiba-tiba saja Galih dan Nining sudah di kerumuni oleh mereka yang meminta bantuan untuk meniup balon."Bu Nining, kenapa tidak mengajar ngaji lagi? Kan, Bu Nining sudah sembuh?" tanya Fredi salah satu murid mengaji Nining. "Nanti ya. Nanti Bu Nining pasti akan mengajar kembali. Fredi udah sampai mana ngajinya?" tanya Nining ramah."Aku sudah iqro lima, Bu." "Wah, hebat donk." "Nanti Bu Nining mengajar lagi ya? Kami kangen," kata Fredi kemudian. "Iya, nanti Bu Nining mengajar lagi." "Bu Nining nggak akan lari-larian di jalan tanpa pakai baju lagi, kan? Itu kan, aurat, Bu?" tanya fredi dengan polosnya. "Iya, benar. Itu kan nggak boleh, Bu," sahut Kanaya."Eh, kata a
SANTET CELANA DALAM PART 41"Ini." Galih melepas cincin pernikahannya dan memberikannya kepada Arkan. "Aku kembalikan Nining padamu dalam keadaan utuh. Tolong kamu jaga dia baik-baik karena dia sudah banyak menderita." "Aku pasti akan menjaganya," janji Arkan."Aku percaya padamu, semoga kalian berdua bahagia." "Terima kasih," jawab Arkan. Mereka berdua pun berpelukan. Meski berat rasanya harus melepas Nining untuk Arkan, tetapi itu tak mengapa. Galih hanya ingin melihat Nining bahagia hidup dengan lelaki pilihan hatinya. "Bisakah aku bicara empat mata dengan Nining," tanya Arkan sopan. "Silakan, tapi apa tidak sebaiknya kamu ajak Nining pulang saja. Akan lebih baik kalau kalian gobrol di rumah Mas Aji. Di sana kalian akan bisa bicara lebih santai dan tenang," kata Galih memberi ide. "Benar juga," jawab Arkan. Kurang sopan rasanya kalau ia harus membahas tentang masa depannya bersama Nining di rumah Galih. "Kalau begitu, aku izin mengajak Nining pulang. Ning, ayo," ajak Arkan.
SANTET CELANA DALAM PART 40 Kokok ayam jago menandakan hari sudah pagi. Galih mengerjabkan matanya, sesekali ia menguap karena kantuk. Dengan baju yang masih basah ia segera pulang. Seperti biasa, meski masih pagi buta lampu dapur rumahnya sudah menyala. Darsih pasti sudah ke pasar menjajakan dagangannya. Galih mengambil kunci yang tergantung di sudut belakang rumahnya. Ia dan kakaknya biasa menaruh kunci di sana. Galih masuk, kemudian segera mandi. Usai mandi, Galih langsung menuju ke kamarnya karena rasa ngantuk yang sudah tak bisa ia tahan. Hampir semalaman ia tidak tidur. Ia menjatuhkan diri di kasurnya, dalam sekejap saja ia sudah tertidur lelap dengan rambut yang masih basah. ***Di rumah Aji. Nining sudah bangun mendahului Yasmin. Ia memasak masakan kesukaan Aji, kebetulan stok bahan makanan itu ada di kulkas. "Dek, kamu mencium sesuatu nggak?" bisik Aji pagi itu. "Iya, sedep banget. Kayaknya dari dapur Mas," jawab Yasmin. Mereka berdua lantas turun dari tempat tidur.