Share

SANG MENANTU HARTAWAN
SANG MENANTU HARTAWAN
Author: Ruspita Sari

BAB 1 Gadis Dekil

"Mas Jon!" panggil Puspa berlarian memanggil seorang pria berusia 40 tahunan yang sedang menyapu di depan sebuah rumah mewah.

"Pu-Puspa? Sedang apa kamu di sana?" tanya Jon keheranan. Jon pernah bertemu dengan Puspa saat Jon diperintahkan majikannya untuk berbelanja kebutuhan kebun dan Puspa menjadi kuli angkut barang saat itu. Ya, walaupun tubuh gadis itu begitu mungil, ia sangatlah kuat.

"Hehe, begini Mas Jon. Aku sedang butuh pekerjaan. Majikannya Mas Jon sedang mencari pekerjaan atau tidak?" tanya Puspa.

"Tidak. Semua posisi pembantu sudah diisi di rumah ini."

"Tapi aku sangat kuat. Aku bisa jadi juru angkat galon atau asisten tuknag kebun. Asistennya Mas Jin," bujuk Puspa.

"Tidak, tidak, tidak. Lebih baik kamu pulang. Aku tidak mau terlibat ke dalam masalah dan dipecat," tolak Jon.

Tentu saja, Puspa tidak akan mendengarkan penolakan Jon. Ia melirik sapu yang tersandar di dekat pos satpam. Ia langsung mengambilnya hendak menyapu halaman. Ia sempat tertegun untuk beberapa saat melihat keindahan halaman rumah yang rindang dan rapi. Puspa belum pernah melihat halaman serapi ini.

Namun, karena alasan itulah, keinginannya untuk bisa bekerja di rumah ini semakin meningkat drastis.

Jon bergegas menyusul Puspa untuk memperingatkan gadis itu sekali lagi.

"Apa yang kamu lakukan? Cepat keluar dari rumah ini," pinta Jon setengah berbisik. Ia tidak mau memancing perhatian satpam yang tengah tertidur di pos jaganya.

"Tidak! Aku tidak mau. Aku harus bertemu dengan pemilik rumah ini. Siapa tahu, aku bisa membujuknya untuk mempekerjakanku di rumahnya. Tolonglah, Mas Jon. Beri aku kesempatan," mohon Puspa.

Jon sempat merasa bimbang. Namun, rasa kasihannya pada Puspa membuatnya luluh dan membiarkan Puspa untuk bertemu dengan majikannya.

Tidak berselang lama, sebuah mobil sedan mewah masuk ke halaman rumah. Bunyi bel masuk mengagetkan dan membangunkan satpam yang bernama Khoiri, membuat pria muda itu bergegas membukakan gerbang untuk majikannya itu.

"Siapa manusia itu? Aku tidak ingat jika ada pembantu baru," gumamnya pelan lantas turun dari sedannya.

"Siapa kamu?" Andre melepas kaca mata hitamnya. Melihat kembali gadis yang baru dilihatnya.

Puspa semringah melihat pemilik rumah ini datang. Ia bergegas menghampiri pria tampan yang terlihat seperti majikan. Ia langsung mengulurkan tangannya dan mengatakan, "Saya Puspa, Tuan."

Andre hanya melihat uluran tangan itu dengan tatapan mencibir. Pria dengan alis tegas itu tidak sudi menjabat tangan gadis berpenampilan kumuh di hadapannya.

"Siapa dia? Apa kepentingannya di sini?" Andre malah melemparkan tanya pada Jon yang berada di belakang Puspa.

"Tidak tahu, Tuan." Dengan cepat tukang kebun itu menggelengkan kepalanya.

Mendengar jawaban itu, Puspa sontak saja protes. "Mas Jon! Kok gitu sih?"

Jon yang tidak ingin mendapatkan masalah, tentu saja mengabaikan Puspa. "Katanya, dia ingin mencari kerja di sini, Tuan," jawab Jon. "Padahal tadi saya sudah bilang kalau di sini tidak terima pekerja lagi. Tapi dia memaksa."

Dengan nada sungkan penjaga itu menjelaskan. Wajahnya seketika terlihat pucat. Dia takut majikannya yang terkenal galak itu murka karena ia memberikan orang asing masuk ke wilayah pribadinya.

"Tuhan, semoga Tuan Andre tidak marah. Jika dia marah, habislah aku dipecatnya." Seutas doa melintas dalam hati Jon.

Seragam yang terdapat tulisan Jon tersemat di bagian dada kanannya, seketika basah diguyur keringat yang bercucuran. Akan tetapi, kali ini nasib baik sedang berpihak pada Jon, Andre yang terkenal seenaknya saja dalam mengambil keputusan rupanya kali ini sedang berbaik hati. Dia hanya menepuk bahu Jon, kemudian pergi meninggalkannya. Berjalan memasuki istananya yang besar.

Jon bernapas lega. "Syukurlah."

Baru saja Jon menghela napas lega. Andre berbalik badan."Jon, antarkan dia ke ruang kerjaku."

"Ba-baik, Tuan," Jawab Jon terbata.

Jon lantas menoleh ke arah Puspa. "Kamu sudah dengar apa yang dikatakan, Tuan. Sekarang ikut aku ke ruangannya Tuan Andre."

"Itu artinya aku diterima bekerja?" decak senang Puspa.

"Belum tentu. Lebih baik kamu bicara langsung dengan Tuan Andre saja."

Puspa mengacungkan jempolnya. "Siap!"

Detik kemudian gadis itu mengekor Jon masuk ke istana megah itu. Ketika memasuki rumah, mata gadis itu terbelalak melihat sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

"Waoa!" serunya.

Mulutnya berdecak kagum. Kelopak matanya membulat lebar. Sorot maniknya berbinar melihat barang-barang mewah yang tertata rapi di setiap sudut ruang.

"Orang kaya. Barang-barangnya pasti mahal-mahal semua harganya ya, Mas Jon?"

Jon tak menjawab pertanyaan gadis itu. wajah Jon malah tampak tegang. Jujur ia kesal jika harus mendapatkan masalah karena kehadiran Puspa.

Gadis itu berjalan sambil mengedarkan pandangan. Tubuhnya berputar-putar. Seakan tak ingin melewati pandangan dari benda-benda yang membuatnya terpaku.

"Kapan ya aku bisa punya rumah seperti ini? Jadi, aku dan Nenek tak harus berpindah-pindah jika kami tak sanggup membayar kontrakan." Mata gadis itu seketika meredup.

"Cih! Membayar kontrkana? Bisa beli makan setiap hari saja kami sudah sangat bersyukur, walau harus tidur di bawah kolong jembatan. Menyedihkan." Dalam hati gadis itu merutuk.

"Kira-kira harganya berapa ya?" Gadis itu mengelus sebuah kristal berbentuk kuda yang diletakkan di atas nakas panjang yang dia lewati.

"Jangan sembarangan menyentuh benda-benda yang ada di rumah ini!" Tiba-tiba Jon menghardik. Bola matanya seakan ingin keluar menatap tajam gadis itu.

"Kenapa?" Gadis itu membalas polos tatapan Jon tanpa sedikit pun merasa bersalah.

"Jika rusak, uangmu tidak akan pernah bisa mengganti benda itu, sekali pun kamu mencicilnya. Tidak akan pernah bisa kamu lunasi. Sampai kapan pun," terang Jon.

Puspa langsung menarik tangannya. Ia tidak bisa mengambil resiko memecahkan barang di rumah ini karena ia masih ingin mendapatkan pekerjaanl

Di depan sebuah ruangan dengan pintu kayu yang besar, Jon berhenti dan mengetuk pintu.

"Permisi, Tuan." ucap Jon sebelum membuka gagang pintu itu lalu masuk. Puspa seketika mengkor di belakang Jon.

"Maaf, Tuan Andre. Saya mengantarkan gadis ini. Masih adakah perintah tugas yang harus saya kerjakan?" Jon bertanya.

"Oh, namanya Andra," ujar Puspa dalam hati.

Andre mamutar pelan kursinya. Pria itu langsung menatap Jon dengan mata elangnya yang sontak membuat Jon menunduk ketakutan. Ia lantas terdiam sesaat, mengamati gadis yang kini berdiri di hadapannya.

"Kamu boleh pergi, Jon," ujar Andre.

Jon pun membungkukkan badannya sebelum pergi dari ruangan itu. di situasi seperti ini, Puspa merasa aura mengintimidasi yang menyeruak dengan sangat pekat dari sorotan pandangan Andre. Namin, ia masih mencoba untuk menegakkan badannya.

"Tuan" Apa aku boleh duduk?" tanya Puspa meminta izin duduk di kursi yang berada di hadapan Andre saat ini.

"Tentu saja tidak. Kamu logka sendiri saja, bagaimana bisa aku menizinkan pantat kotormu itu menyentuh kursi mahalku?" jawab Andre dengan entengnya.

Puspa menarik napas panjang untuk menahan emosinya. Dalam hatinya ia ingin sekali mengeluarkan ratusan sumpah serapah pada pria itu. Memang dirinya orang miskin tapi bukan berarti ia jorok.

"Siapa namamu?"

"Puspa, Tuan."

"Katakan, apa tujuanmu datang di rumah ini?" tanya Andre.

"Saya sedang butuh uang, Tuang. Dan saya ingin mencari pekerjaan," jawab Puspa.

"Pekerjaan? apa kamu bodoh? Aku tidak akan mempekerjakan orang asing. Semua karyawan di sini, sudah terlatih dan aku mendapatkan mereka dari agen tenaga kerja. Katakan tujuanmu yang sebenarnya. Daerah sekitar sini sedang marak dengan maling dan perampikkan. Apa kamu salah satunya? Masuk ke rumah orang tanpa izin untuk menandai denah rumah," tuduh Andre.

"Tidak, Tuan. Tidak. Saya memang butuh uang. Tapi saya masih ingin uang halal. Yang saya inginkan hanyalah bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Menyapu, mengepel, dan lainnya. Walaupun badan saya kecil, tapi saya kuat. Saya bisa membuktikan," jelas Puspa meyakinkan.

Andre lantas bangkit dari duduknya, berjalan mengampiri Puspa. Dengan wajah datar dan dingin ia mengangkat dagu Puspa dengan jemarinya yang sudah dilapisi tusu agar tidak langsung dengan kulit wajah Puspa yang berkeringat, untuk mendapatkan visual yang lebih jelas dari wajah Puspa. Dari sudut itu, Andre bisa melihat jelas patahan wajah Puspa yang menawan. Hidung yang lancip, bulu mata yang lentik dan kulitnya yang putih merona tapi dekil dan kotor.

ia menghela napas panjang dan melepaskan jemarinya dari dagu Puspa, tapi masih berdiri tepat di hadapan Puspa. Jantung Puspa nyaris terhenti saat pria muda dan tampan itu menyentuhnya.

"Tidak buruk, hanya dekil dan kotor. Sedikit sentuhan perawatan kulit bisa membuatmu bersinar. Sejujurnya aku tidak butuh karyawan baru di rumah ini. Tapi, aku bisa memberikan selusi jika kamu memang butuh uang," ucap Andre.

"Solusi apa itu, Tuan?" Wajah Puspa kembali semringah saat mendengar tentang uang.

"Apa kamu sudah pernah berhubungan denga pria sebelumnya?"

Puspa mengerutkan keningnya heran. "Maksudnya?"

"Maksud saya berhubungan badan!" tegas Andre.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status