Dua hari kemudian. Pepatah tentang hari sial yang tidak pernah tercantum dalam kalender juga seiring dengan datangnya hari keberuntungan yang tidak pernah disangka. Suatu hari aku bertemu dengan teman kuliah dulu, yang ternyata adalah mantan kekasih Aruni. Kami tak sengaja berjumpa dan ia menyapaku di lorong supermarket saat diri ini sedang sibuk belanja. Kebetulan, kakiku sudah mulai membaik jadi anak-anak yang sudah lama tidak kuajak jalan ingin membeli beberapa peralatan sekolah dan mainan. "Hai, kau Hanifah kan?""Hai iya, aku Hanifah, tapi, ini siapa ya... "Aku agak blank bertemu pria berkacamata itu, kucoba untuk mengingat dan dia ternyata adalah teman kuliahku dulu. Dia Faris pria populer yang selalu jadi incaran banyak gadis di kampus. "Kamu Faris?""Iya, aku Faris, teman seangkatan kamu. Ga nyangka, kamu masih semanis dulu ya." Dia memuji sambil menjabat tanganku. "Ah aku ini sudah tua, sudah berubah dan tidak sehebat kalian.""Ah biasa saja. Oh ya, kudengar kau m
**"Aku mau pergi?" Lelaki terlihat rapi dengan setelan kemeja, rambutnya ditata dengan klimis dan aroma tubuhnya tercium hingga ke seluruh sudut rumah. Melihat ayahnya yang sudah tampan dan berpakaian necis biasanya anak-anak akan heboh bertanya dan minta ikut tapi mereka hanya duduk di depan televisi dan menatap Mas Arman dengan datar. Perbuatannya yang telah mengabaikan keluarga serta fakta yang kemudian terungkap pada anak-anak bahwa dia lebih memilih aruni daripada kami, membuat putra dan putriku terlihat canggung pada ayahnya sendiri. Segan, takut, kecewa dan kesal bercampur jadi satu dan tergambar jelas di wajah Dika dan Inayah. "Ada yang mau ikut?" Lelaki itu berkedip dan menggoda anak-anaknya tapi anak-anak hanya melihatnya lalu menghela nafas, mereka mengabaikannya lalu kembali fokus ke layar TV. "Baiklah, ayah tidak akan memaksa kalau kalian tidak mau ikut, tapi jangan menyesal karena ayah akan pergi ke pesta makan bersama tante aruni dan Gilang."Hah, ya ampun!Kini di
Dan sekarang... Setelah semuanya jadi begitu jelas, aku yakin aruni akan membutuhkan banyak usaha dan kebohongan untuk meyakinkan Mas Arman agar semua foto dan pernyataan yang lontarkan pada suamiku terdengar seperti sebuah setingan saja. Wanita itu harus berusaha keras mencari alasan atau bahkan mungkin dia harus effort membayar seorang ahli untuk menyatakan bahwa foto yang kuperlihatkan pada Arman hanya sebuah editan. Dia akan sulit untuk menutupi kebohongan, sungguh sangat sulit. Tak dipungkiri, mengingat Arman sendiri tahu sifat aruni dan bagaimana hubungan mereka telah berkembang sejauh ini. Aku rasa suamiku tak meragukan kalau apa yang kukatakan itu ada benarnya, aruni wanita yang centil, dia ambisius, licik, pandai menggoda dan dia akan lakukan apapun untuk dapatkan keinginannya. Arman pasti menyadari itu cepat atau lambat.*"Dan kenapa kau masih duduk di sini?" tanyaku pada lelaki berbaju batik itu, dilihat sekilas siluet wajahnya semakin tampan saja, hidung mancung denga
Ucapanku membuat orang-orang yang ada di sekitar situ tertawa, mereka langsung tertawa dan sontak saja gundik suamiku merasa sangat malu, dia mencengkram tangannya dan wajahnya terlihat merah padam menahan amarah. "Lalu kau yang menghina kesenangan kami, Apakah kau sedang menunjukkan kecemburuanmu? Kau dengki kan?" Suamiku sontak saja memasang badan untuk kekasihnya itu. Orang-orang yang kebetulan berada di depan toko emas yang berdampingan dengan ATM, berkerumun dan penasaran atas percakapan kami. "Apa? Buat apa dengki dengan wanita obralan?""Mas, ucapannya sangat keterlaluan," bisik wanita itu sambil bersembunyi di belakang punggung suamiku, dia mengadu dan meminta agar Arman menghukum diri ini dan membalas perkataanku dengan kejam. "Dasar wanita durhaka, tak akan kutinggalkan dirimu andai kau istri yang baik!""Wwwuuuuuu!" orang-orang yang berkerumun bersorak, mereka mencibir perkataan suamiku, tapi mas Arman malah acuh tak acuh saja, justru dia semakin merasa nyaman menunjuk
Aku menangis pilu melihat jemariku yang mengeluarkan cairan merah, aku memegangnya dengan gemetar, sementara lelaki itu menjambak jilbabku, dan mengancam diri ini."Kalau kau masih mengulangi kelancanganmu, maka bukan saja akan kuceraikan kau, tapi akan kusiksa dan kucabut seluruh pakaianmu di jalan raya! Agar kau tahu bagaimana buruknya dipermalukan!" desisnya sambil mendorong kepalaku dengan keras.Sikapnya yang telah begitu keterlaluan menciptakan pijar api di hatiku. Dengan teko keramik berisi susu dingin, tiba-tiba keinginan untuk membalas perbuatan terlintas seketika, keinginan untuk menjadikan benda keras itu sebagai senjata muncul kuat di hatiku hingga aku mengikutinya. Kuraih teko itu dengan tanganku, dan selagi lelaki itu bersiul sambil berjalan terseok menuju ke kamar, aku mengikuti di belakangnya dan...Pranggg!Teko itu pecah di kepalanya, pria it tersungkur dan langsung tak sadarkan diri.*Pukul dua malam.Perlahan lelaki itu mengedipkan mata, mulai bangun dari tidur pa
Tak lama setelah mengambil video Ibuku datang, terus aja dia kaget dan terkejut melihat menantunya dalam keadaan diikat dan tangannya berdarah. "Ada apa ini?"Pertanyaannya pada menantunya itu hanya ditanggapi dengan bungkam, Ayahku juga ada di sana dan melihat semua itu, beliau nampak tidak habis pikir tapi tidak memaksa diri ini untuk menjawab lalu menceritakan apa yang terjadi. "Kenapa kalian terlihat lusuh dan berantakan? Kenapa tangan kalian?" Ayah segera melepaskan ikatan suamiku dari kursi, mengajak menantunya untuk pindah sementara Mas Arman tetap diam saja. Memberitahu keadaan dan sebab sebenarnya Kenapa kami bertengkar akan mengeruhkan suasana. Perselingkuhannya dengan aruni akan terungkap, kekejaman yang terjadi selama ini juga akan terungkap. Aku tidak mau keluargaku ikut menderita, karena kisah hidupku yang penuh dengan kesedihan dan kesengsaraan. Ayah pasti akan sedih jika tahu putrinya telah dikhianati, selain dibohongi aku juga selalu dipukuli dianiaya secara fisik
Saat Mas Arman terbelalak aku hanya tersenyum tipis sambil melambai kecil lalu masuk ke lift bersama rombongan para petinggi kami, lelaki itu bahkan tidak berkedip sedikitpun saat aku sudah masuk dan berdiri di belakang bos dengan anggun lalu pintu liftnya tertutup.Suasana rapat berlangsung dengan ramah tidak menegangkan sedikitpun, bahkan cenderung santai tapi semua orang bebas mengemukakan pendapat. Kuperhatikan prosesnya dengan seksama, kudengarkan bagaimana mereka berinteraksi dan bagaimana cara mereka menyampaikan pendapatnya kepada pemilik perusahaan dan anaknya yang memegang tampuk kepemimpinan. Diskusi berjalan dengan santun, masing-masing manajer yang memegang divisi mereka, melaporkan progres bulanan dan apa yang akan mereka rencanakan berikutnya serta visi misi mereka dalam beberapa bulan ke depan. Bos kami yang berkharisma meski sudah di usianya tua itu bernama Indra Widyatmoko, Dia Lelaki sukses dengan beberapa anak cabang perusahaan yang tersebar di seluruh Indonesia,
"sombong sekali kau?" Desis suami laknatku itu. "Tidak, aku tidak sombong karena kenyataannya memang begitu. Kalau kau terus menantangku, maka akan kuajukan ke bagian personalia agar kau digantikan oleh orang yang lebih kompeten!" ancamku yang membuat dia langsung menjauh dari hadapanku, dia pergi begitu saja membawa kekesalannya yang memuncak. Tepat di jam istirahat kerja semua orang berkumpul dan aku mulai berkenalan dengan mereka, entah mereka akan baik atau tidak kedepannya tapi kurasa semua orang bersikap baik dan menjabat tangan ini dengan tulus. Mereka memperkenalkan diri dan menyebutkan nama-nama mereka, ada yang terlihat manis dari awal dan ramah senyum, ada yang terus menjelaskan tentang keadaan perusahaan dan di mana letak-letak ruangan penting, ada juga yang wajahnya jutek dan sedikit bicara. Nampak sangat sombong, tak suka dengan kedatangan orang baru, tapi tidak mengapa! Menemui orang dengan berbagai tingkah yang beragam, tak terlalu membuatku terganggu. Kurasa aku
*Menjelang liburan ke Eropa, intensitas kesibukanku semakin meningkat, aku harus memberikan pembekalan pada tim marketing dari orang-orang yang ada di toko agar menjaga kinerja mereka selama aku tidak berada di Indonesia. Aku juga melatih asisten rumah tangga dan penjaga anak-anak agar mereka tetap disiplinkan seperti biasa. Hanya libur di hari Sabtu dan Minggu dan tetap melakukan les tambahan belajar di hari biasa. Tak lupa juga kutekankan agar para pengasuh tetap menyuruh anak-anak disiplin beribadah, juga kuberitahu asisten rumah tangga baru untuk mengurusi obat herbal mertuaku. Mereka harus minum itu setiap pagi sebelum sarapan, jadi asisten harus menyiapkannya dalam keadaan hangat. *Keberangkatanku ke Eropa adalah hal yang paling membuatku antusias. Setelah tujuh bulan menikah, untuk pertama kalinya aku dan Mas Renaldi akan punya waktu berdua saja tanpa kehadiran anak-anak dan kerabat lainnya. Benar-benar hanya aku dan dia saja tanpa asisten atau bodyguard yang mengikuti ka
*"Kulihat-lihat usahamu maju ya," ucap Lorena saat dia berkunjung ke butik tempat mendesain produk dan menjual barang. Aku yang cukup kaget dengan kedatangannya hanya bisa tersenyum sambil mengangguk tipis. "Iya, Alhamdulillah.""Aku tahu kau tak senang aku datang ke sini.""Tidak juga, hanya saja... tumben." Aku sedikit bingung kenapa dia mengunjungiku, ada kecanggungan di antara kami yang membuat aku dan dia hanya saling menatap tanpa bicara lagi."Apa kau senang dengan bisnis ini.""Aku senang, merasa beruntung ada tim marketing dan support yang memadai. Mas Renaldi memberiku kesempatan dan dukungan, tanpa dia mustahil merkku terjual dengan cepat.""Aku yang memberinya saran untuk menggunakan tim marketing dan orang-orang yang terpilih.""Kalau begitu terimakasih," balasku pada wanita berambut panjang itu."Ya kau pantas mendapatkannya."Aku tertawa karena untuk pertama kalinya dia bilang aku pantas mendapatkan sesuatu. "Tumben.""Dipikir-pikir kau memang pantas mendapatkanny
"gimana aku nggak marah kalau kamu nggak adil. Kamu juga membiayai wanita yang unik itu untuk membuka usaha dan memberikan sekolah terbaik untuk anak-anak mereka. Jomplang sekali dengan pelayananmu pada anak kita.""Kalau begitu biarkan clarra bersamaku, biar dia tinggal denganku maka akan kuberikan perusahaan itu untuknya!"Wanita itu terdiam sepertinya dia keberatan untuk menyerahkan clarra kepada Mas Rinaldi karena jika Clara pindah bersama kami maka wanita itu tak akan punya cara lagi untuk mendapatkan uang bulanan dari Mas Renaldi. Hebat sekaligus licik sekali, saat dia sendiri sudah punya suami tapi masih mendapatkan nafkah dari mantan suaminya. Lima ratus juta perbulan, untuk uang sekolah dan kebutuhan Clara yang sebenarnya tidak akan sebanyak itu. Tapi aku tidak punya hak untuk keberatan pada pemberian suamiku untuk anaknya, itu adalah urusan pribadi yang tidak boleh diganggu gugat."Pulang dan nikmati hidup dengan suamimu, bukankah kau sangat mencintainya! Selagi aku masih m
Sesuai dengan janji Mas Renaldi yang akan pergi ke sekolah anak-anak demi menegur orang-orang yang telah mengganggu mereka dan meminta kepada gurunya agar lebih berhati-hati. Suamiku mengunjungi tempat itu pukul 10.00 pagi dan dikabarkan padaku oleh asisten pribadinya Pak Dedi. Pria yang sudah 15 tahun jadi asisten Suamiku itu bilang kalau Mas Renaldy mengancam kepala sekolahnya, dia bilang tidak boleh Ada kesenjangan di sekolah tersebut, meski muridnya berasal dari latar belakang yang berbeda. "Bukan cuma anak orang kaya atau indo saja yang boleh menikmati fasilitas bagus, bahkan anak-anak dari kalangan menengah ke bawah dan latar belakang biasa saja mereka bisa menikmati pendidikan yang lebih baik dari sekolah umum.""Oh dia bilang begitu ya pak?""Iya Bu, Bapak juga bilang kalau tindakan bullying ini masih berlanjut maka beliau akan melaporkan ini ke dinas pendidikan dan mengadakan rapat pertemuan wali murid yang bisa berujung pada penutupan sekolah.""Wah, itu menakutkan juga Pa
Kilau matahari menerangi kamarku, desir angin meniupkan tirai kamar yang terbuat dari kain satin, pintu balkon meniupkan hawa dingin ke arahku.Lembut gaun satin yang membungkus tubuh seakan memanjakanku, ditambah dengan nyamannya tempat tidur dan mewahnya kamar kami, aku seperti seorang ratu di istana sendiri. "Kalau pintunya terbuka berarti Mas Renaldi sudah pergi," gumamku sambil bangun dari tempat tidur dan menyibak selimut.Saat membuka pintu kamar, asisten rumah tangga yang kebetulan lewat menyapa dan membungkuk hormat. "Selamat pagi Nyonya l, mau sarapan apa pagi ini? Mau dibawakan ke kamar atau sarapan bersama mertua nyonya. ""Tidak apa, saya akan ambil sendiri," balasku. Terbiasa mengurus diriku sendiri sedikit membuatku canggung saat seseorang menawariku hendak makan apa dan diantar ke mana. "Nyonya ada kegiatan hari ini, kalau ada kami akan siapkan pakaiannya.""Tidak ada Mba, terima kasih atas bantuannya.""Dengan senang hati Nyonya," balasnya sambil tersenyum dan mela
Setelah menenangkan anak-anak atas insiden yang terjadi di meja makan, aku langsung menemui suamiku yang sedang menghibur putrinya di ruang keluarga lantai dua. Gadis cantik dengan gaun berwarna peach itu, nampak begitu murung dan menundukkan kepalanya. "Maafin papa ya, kamu baru berkunjung ke sini dan sudah menyaksikan keributan kami.""Ga apa Pa, aku sudah lama mau ketemu papa juga.""Keadaannya sekarang Papa sudah punya istri kamu nggak papa kan?""Iya.""Kamu sudah kenalan sama tante Hanifah?""Belum sempat.""Kalau begitu mari kita berkenalan," ucapku kepada anak itu sambil mendekat dan berjongkok di hadapannya. "Namaku Hanifah, namamu siapa?""Clarissa putri," balasnya. "Kamu cantik sekali, garis wajahmu sangat mirip dengan kedua orang tuamu," pujiku sambil membelai perlahan di pipi gadis kecil itu, mata indah dan hidungnya yang mancung mirip ayahnya, sementara garis bibir dan wajahnya mirip ibunya. Dia tak bosan dilihat, fitur wajahnya seperti perpaduan antara orang Indonesi
"Kau tidak pantas berkata seperti itu Pricilla! Beraninya wanita yang kabur dari suaminya mengomentari wanita lain!" balas suamiku yang mencoba membela diri ini. "Kupikir istrimu adalah anak pengusaha dari Singapura tapi ternyata hanya wanita kampungan ini. Ya ampun, apa Kau terlalu putus asa untuk move on dariku ataukah ini hanya sekedar aksi balas dendam?" tanya Pricilla yang sudah membuat keadaan makin memanas dan tidak nyaman. "Sebaiknya mari kita makan," ucap ibu mertua sambil memberi isyarat pada semua orang agar bergabung ke meja makan, di meja panjang itu koki dapur telah menyiapkan aneka hidangan, ada sup rumput laut dan makanan herbal khas Tiongkok khusus dibuat untukku. Ada kue dan penganan lain yang juga tak kalah menggugah selera. "Ayo jangan bicara saja, mari kita rayakan momen baik ini dengan makan bersama dan saling membuka hati untuk berdamai.""Mi, apa Mami yakin? Apa yang membuat Mami tiba-tiba membuka hati pada orang miskin. Bukankah standar Mami selama ini sa
Aku tahu ada besar resiko yang kuambil setelah memberi pelajaran kepada Lorena. Andai wanita itu mengadu, pasti ada pertarungan antara aku dan Mas Renaldi, lalu jika suamiku disuruh memilih, dia pasti akan mengutamakan kerabat dibandingkan istrinya yang baru saja bergabung dalam keluarganya.Baru masuk dalam keluarga kaya dan harus beradaptasi dengan kebiasaan mereka yang agak feodal membuatku sedikit kesulitan tapi aku mampu belajar. Sebenarnya tidak ada masalah dengan kehidupanku di antara orang-orang kaya ini, tapi satu-satunya hal menyebalkan hanyalah Lorena. Entah apa yang akan dia katakan pada suamiku, bagaimana pula ia menjelaskan pada keluarganya mobilnya rusak karena apa, boleh jadi ini ada pelajaran yang akan membuatnya berhenti menggangguku atau bisa juga itu adalah batu loncatan untuk membuatku diusir dari tempat ini."Kau sudah pulang?" tanya suamiku, agak kaget diri ini mendapatinya pulang lebih cepat dariku. "Iya, Mas.""Aku menunggumu dari tadi.""Aku keluar sebentar
*Kutunggu lelaki itu sampai dia pulang dari kantornya, setelah makan malam kami duduk bersantai di balkon rumah, kubawakan segelas kopi untuknia dan suamiku tersenyum senang menerima itu. "Gimana hari ini, apa semuanya lancar?""Iya, Alhamdulillah. Akhir-akhir ini aku senang pulang ke rumah karena seseorang selalu menunggu dan menanyakan hari-hariku. Terima kasih sudah jadi istri yang menyenangkan.""Sama sama, tapi ada hal yang membuatku sedikit tak senang.""Apa itu.""Maafkan aku, tapi aku keberatan Mas melibatkan Lorena dalam semua urusanku. Aku ingin mengatur usahaku sendiri dan tolong percayakan semuanya padaku.""Dia hanya mengelola modal untukmu." "Bila semua harus melewati dia, maka aku memilih untuk tidak memiliki bisnis dari modal perusahaanmu. Aku akan menabung pelan-pelan dan mengembangkan bisnis sendiri."Lelaki itu tertawa sambil menggelengkan kepalanya, dia memandangku sambil tersenyum."Sebenarnya ada apa? Jangan terlalu ambil hati masalah Lorena, kau tahu sendiri