SAAT SUAMIKU MELARANG KE RUMAH IBUNYA!
[Sayang, malam ini Mas akan menginap di rumah Ibu. Kamu tidak perlu ke sini. Mas, kemungkinan tidak akan pulang.] Satu pesan masuk ke ponsel milikku, aku melihat nama yang tertera ternyata pesan itu dari suamiku, Mas Hendra.[Memang ada acara apa di rumah Ibu, Mas?] tanyaku padanya. Siapa tahu mungkin ada acara penting yang memang mengharuskan dia untuk hadir di acara tersebut. Namun, mengapa aku tak boleh ikut dalam acara tersebut. Ini aneh.[Tidak ada acara apa-apa, An. Mas hanya merindukan orang tua, Mas,] tulisnya lagi.Aku mengernyitkan kening, mengapa alasan Mas Herman tidak masuk akal. Kan dia baru kemarin-kemarin sudah bertemu dengan Ibu, lalu kenapa sekarang dia mengatakan bahwa dia merindukan Ibu. Apa Mas Hendra sedang sakit atau jangan-jangan ada sesuatu yang terjadi pada Ibu.[Oh ya, ingat kamu tidak perlu ke sini, ya. Istirahat yang cukup di rumah. Maaf harus meninggalkanmu sendiri dulu di sana.] Kembali, satu pesan masuk ke ponselku dan pesan ini memberikan perintah padaku agar tak datang ke rumah Ibu mertua.Semakin ke sini, entah kenapa kecurigaan muncul secara tiba-tiba. Ada rasa yang mengganjal di hati menyuruhku agar segera datang ke rumah Ibu mertua.Lagi-lagi pikiranku tak karuan, banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul di benak secara tiba-tiba.Mengapa dia melarangku untuk ke rumah, bukankah biasanya dia selalu mengajakku bila ingin menginap di tempat Ibu. Lantas, ada apa sekarang?[Kenapa sih, Mas? Ibu lagi sakit apa gimana, jangan bikin aku khawatir dong. Kalo kamu nggak ngajak aku, harusnya tadi nggak usah pakai kirim pesan segala macam sama aku.] Aku membalas pesan Mas Hendra dengan perasaan kesal. Sudah tahu tak mengajak, malah ngirim pesan segala, kan akunya jadi kepikiran.[Kamu nurut aja apa kata, Mas. Ibu baik-baik saja, lagipula Mas sudah bilang Mas hanya merindukan Ibu, bukan apa-apa. Wajar dong jika seorang anak merindukan orang tuanya. Sudah ya, Sayang. Ikuti apa kata Mas, jangan membangkang.]Aku mengembuskan napas dengan kasar, apa-apaan sih Mas Hendra ini. Ya sudah lah, tidak papa, mending sekarang aku kembali melanjutkan pekerjaanku yang sempat tertunda ini.Sedang sibuk-sibuknya, tiba-tiba pesan kembali masuk ke gawai milikku. Aku pikir dari Mas Hendra ternyata bukan.Ting![Ann, kamu sekarang di mana? Di rumah mertuamu, ya?]Pesan masuk dari Kak Resi membuatku mengernyitkan kening. Tumben sekali Kak Resi mengirimkan pesan padaku.[Ada di rumah kok, Kak. Nggak ke rumah Ibu. Memangnya kenapa, Kak?] tanyaku padanya. Aku penasaran mengapa Kak Resi mengirimkan pesan.[Maaf sebelumnya Ann, apa dalam minggu-minggu ini kamu sering ke rumah mertuamu?] Kembali pesan dari Kak Resi masuk. Dan pesan itu lagi-lagi membuatku bingung dengan pertanyaan yang baru saja dilontarkan Kak Resi.[Nggak ada sih, Kak, Anna sibuk banget jadi belum sempat ke rumah Ibu buat mampir. Lagipula, Mas Hendra melarang Anna untuk ke rumah Ibu. Baru saja dia mengirimkan pesan sama Anna,] balasku pada Kak Resi.[Serius Anna?][Iya, Kak, buat apa Anna bohong. Memangnya ada apa, kok Kak Resi tumben-tumbenan mengirimkan pesan pada Anna. Apalagi sampai menanyakan keberadaan Anna di rumah Ibu.]"Terus siapa cewek yang tiap hari ke rumah mertuamu, bahkan kadang aku melihatnya bersama dengan Hendra, suamimu. Maaf, Anna, sebenarnya Kakak sudah lama curiga karena perempuan itu sering ke rumah mertuamu baru minggu-minggu ini. Kakak pikir itu kamu, tapi setelah Kakak perhatikan entah mengapa ada kecurigaan dalam diri Kakak. Apalagi setelah Kakak lihat postur tubuh perempuan itu sangat berbeda denganmu.]Deg!Pesan yang dikirimkan Kak Resi membuat jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya.[Ini Mbak ada fotonya, coba kamu lihat sendiri.] Belum sempat aku membalas pesan Kak Resi, dia kembali mengirimkan pesan padaku. Aku meneliti foto itu dengan saksama.Kak Resi sendiri adalah tetangga depan rumah Ibu mertua. Aku memang akrab dengannya, karena sebelum pindah rumah dulu aku sempat tinggal di rumah mertua. Kami juga sering bercerita, hingga akhirnya menjadi teman.Kulirik jam tangan masih menunjukkan pukul 11 siang. Harusnya saat ini Mas Hendra masih di kantor melakukan pekerjaan.Mataku memanas melihat gambar tersebut. Bagaimana mungkin? Rasanya aku tak ingin berpikir negatif terlebih dahulu. Namun, Kak Resi tak mungkin berbohong padaku. Dia teman terdekatku untuk apa dia membohongi aku, tak akan ada manfaatnya.Aku kembali membaca pesan yang dikirimkan Mas Hendra padaku. Pesan yang dikirimkan Mas Hendra menambah kecurigaan, pasti ada sesuatu di rumah Ibu mertua. Makanya dia begitu mewanti-wanti agar aku tak ke sana. Dan benar, kecurigaanku akhirnya terjawab sudah Bahwa Mas Hendra memang menyembunyikan sebuah rahasia dariku.Semakin dilarang maka aku akan semakin melakukannya."Iya, Mas." Untuk meyakinkannya aku mengirimkan pesan padanya, sebelumnya pesan itu hanya kubaca saja. Aku sengaja membalasnya agar dia merasa aku tak akan menyusulnya ke rumah Ibu mertua.[Coba kamu ke sini deh, itu suamimu aku lihat baru sampai sama cewek yang kemaren lagi.]Pesan Kak Resi kembali masuk. Aku membalas pesannya mengatakan akan segera ke sana. Perasaanku menggebu-gebu ingin cepat sampai ke rumah Ibu mertua. Jika kecurigaanku benar, entah apa yang akan kulakukan di sana nanti. Rasanya masih tak bisa kupercaya jika faktanya Mas Hendra telah mendua.****Tidak sampai satu jam aku sudah berada dekat dengan rumah mertuaku. Namun sebelum mobilku bergerak mendekat ke pekarangan rumah Ibu mertua, aku melihat Kak Resi memanggilku."Ann, sini dulu," panggil Kak Resi. Aku buru-buru turun dari mobil dan menghampiri Kak Resi."Itu mobil suamimu, 'kan?" tanyanya.Kulihat mobil Mas Hendra terparkir rapi di sana. Aku memilih untuk memarkirkan mobil di pekarangan milik Kak Anna, agar Mas Hendra tak mengetahui bahwa aku ada di sini."Iya, Mbak. Itu mobil Mas Hendra suamiku, harusnya saat ini dia berada di kantor. Namun, sepertinya dia sangat sibuk sekali hingga akhirnya memilih lebih awal untuk ke rumah mertuaku.""Anna mau ke rumah Ibu dulu, Kak. Nanti Anna akan ke sini lagi, sebelumnya Anna mengucapkan banyak terima kasih karena Kak Resi sudah mau memberitahukan Anna, hal apa yang sudah dilakukan Mas Hendra di luaran rumah tanpa pengawasan Anna.""Sama-sama Anna, Anna jangan bertindak ceroboh yang bisa saja membuatmu dipermalukan mereka. Jika benar kecurigaanku selama ini tentang suamimu, balas mereka dengan hal yang lebih menyakitkan lagi. Semangat untuk kamu, Anna. Kakak akan selalu ada di belakangmu."Hampir saja tetes bening menetes membasahi pipi karena terharu mendengar penuturan Kak Resi untukku. Sebelum aku melangkah ke rumah Ibu mertua aku memeluk Kak Resi terlebih dahulu untuk menambah rasa semangat dalam diriku.Dengan hati-hati aku mendekat ke rumah Ibu mertua. Kulihat pintunya terbuka sedikit, aku buru-buru bersembunyi takut ketahuan oleh mereka.Belum sampai tangan ini memencet bel, aku mendengar percakapan yang benar-benar membuatku sadar bahwa selama ini mereka busuk di belakang."Jadi, kapan harta Anna jatuh ketanganmu, Hendra?" Suara mertuaku, aku sempat terkejut mendengar pertanyaan yang diberikannya pada Hendra putranya. Bagaimana mungkin beliau yang terlihat begitu menyayangiku bisa berbicara begini, padahal selama ini sikapnya begitu baik padaku. Namun, sepertinya kebaikannya selama ini hanyalah tipuan semata."Sebentar lagi, Bu. Aku hanya tinggal meyakinkannya, Ibu tenang saja, Anna begitu mencintaiku. Jadi apapun yang kuinginkan dia pasti menurutinya," ucap Mas Hendra lembut. Dadaku rasanya semakin sakit mendengar ucapan Mas Hendra yang menusuk seperti itu."Secepatnya lah, Hendra. Dari dulu kamu selalu mengatakan sebentar, sebentar terus. Sebentar ya itu kapan? Nunggu lebaran monyet begitu," ucap mertuaku terdengar kesal. Ternyata selama ini mereka benar-benar busuk, lebih busuk dari bau sampah!"Ibu tenang saja, bahkan saat ini dia menurut saat aku suruh untuk tinggal di rumah saja." Mas Herman tertawa pelan diiringi dengan kekehan yang lain."Wanita itu benar-benar bodoh! Lagipula masa dia nggak curiga suaminya jarang pulang ke rumah, kok masih dengan santainya duduk di rumah. Memang dasar anak orang kaya, terlalu manja hingga akhirnya jadi bodoh seperti itu," hina Ibu mertua padaku. Rasanya aku ingin segera melabrak mereka yang ada dalam rumah ini.Seperti ada yang menghantam di dada. Saat orang yang kukira menyayangiku, tapi ternyata malah menghina dan memburukkanku di belakang.Aku ingin membuka pintu secara kasar. Namun sebuah suara membuatku mengurungkan niat."Mas, kamu jadi kan menikahiku. Aku tidak ingin berlama-lama menjalani hubungan secara diam-diam begini. Cepatlah ceraikan istri b*dohmu itu." Terdengar suara wanita yang entah itu siapa."Pasti dong, Sayang, Mas juga tidak ingin berlama-lama membiarkan hubungan kita menggantung begini." Ucapannya membuatku ingin muntah, betapa murahnya kata sayang diobral oleh lelaki sepertinya.Aku langsung memencet bel pintu rumah. Tidak ingin masuk secara langsung ke dalamnya. Biarkan saja mereka yang datang menghampiriku.Terdengar bunyi kaki melangkah menuju pintu.Saat pintu terbuka, aku langsung berteriak dengan keras di depannya."Suprise!!!" teriakku lantang, membuat yang di depanku terkejut. Bahkan mampu membuat wajahnya pucat pasi.'Mari kita mainkan permainan ini, Mas. Kita lihat seberapa jauhnya kamu tanpa aku,' batinku geram menahan gejolak amarah.Next?"Suprise!!!" teriakku lantang, membuat orang yang berada di depanku terkejut. Bahkan, wajahnya pun menjadi pucat pasi.'Mari kita mainkan permainan ini, Mas. Kita lihat seberapa jauhnya kamu tanpa aku,' batinku menahan gejolak amarah."Mas," panggilku. Mas Hendra masih terdiam kaku. Aku lalu melambai-lambaikan tangan di depan wajahnya yang shock atas kedatanganku."Halo, Mas. Suprise!" teriakku sekali lagi, hingga membuatnya tersadar dari keterkejutan yang kuberikan. Kulihat dia menampilkan senyum terpaksa. Aku hampir saja tertawa melihat wajah munafiknya itu."S-sayang, kok kemari?" tanyanya tergagap. Dia celingak-celinguk ke dalam rumah Ibu, aku tahu sebenarnya dia sedang khawatir takut kebohongannya selama ini akan segera terbongkar olehku."Lho, kenapa?" Aku pura-pura memasang wajah sedih. Padahal dalam hati sudah sangat jengkel sekali melihat wajah Mas Hendra."Aku kan cuma mau kasih kejutan sama kamu. Kamu juga sih, ke rumah Ibu nggak ngajak-ngajak. Kamu kan tau aku di rumah ke
"Saya punya pacar, Mbak." Tanpa diduga Sandra menjawab pertanyaanku."E-eh, udah ayo kita makan dulu." Mas Hendra menarik lenganku, menimbulkan rasa sakit."Aww!" teriakku menampilkan wajah sakit."E-eh maaf, Sayang!" Mas Hendra buru-buru meniup lenganku yang memerah. Aku menatap Sandra, kulirik tangannya mengepal.Sepertinya ada yang terbakar api cemburu nih!"Sayang kok kasar sih!" tanyaku berpura-pura kesal pada Mas Hendra. Aku melirik Sandra yang raut wajahnya berubah sangat kesal. Bodo amat lah, akan kubuar dia terbakar hingga ke akar-akar rambutnya. Sampai meledak sekali pun itu kepala, aku tak peduli."Nggak sengaja, Sayang," ujar Mas Hendra aku melihat ada raut khawatir di matanya. Entah benar-benar khawatir atau dia hanya berpura-pura saja. Karena jujur saja, setelah aku tahu kebusukan mereka, rasanya sangat susah membedakan mana serius dan juga dua rius ... eh maksudnya pura-pura saja."Kamu sengaja, ya," ucapku dengan sendu, sengaja menampilkan raut wajah seperti orang yang
Tambah panas tuh si pelakor.Mas Hendra lalu menggendongku di punggungnya. Sambil berjalan aku membisikkan sesuatu di telinganya. "Kau selingkuh, kuhancurkan karirmu," ucapku."D-dek," ucap Mas Hendra terdengar parau. Detak jantungnya terasa lebih cepat berdetak."Kira-kira, bagus nggak, Mas, kalo Adek buat cerita dengan judul itu?" tanyaku lagi.Mas Hendra lalu mengembuskan napasnya. Dan menarik napas lebih panjang.Nggak papa, Mas Hendra harus senam jantung siang-siang. Siapa suruh bermain-main denganku, pikirku. ***"Mas, buka mulutnya," ucapku pada Mas Hendra.Saat berada di di meja makan tadi, berbagai cara kulakukan untuk membuat panas orang ke tiga dalam rumah tangga kamu. Bahkan aneka makanan yang dimasak oleh Ibu pun bermacam-macam. Rupanya tadi sambutan istimewa memang diberikan pada wanita yang duduk di depanku tadi. Aku masih memikirkan kejadian yang ada di meja makan tadi, dari perubahan Mas Hendra, kekesalan orang ke tiga sampai gugupnya wajah Ibu ketika melihatku.Bena
Mas Hendra lalu mengantarkanku ke luar rumah."Mau Mas antar, Sayang?" tanyanya padaku. Aku menggelengkan kepala."Nggak usah, Mas, aku pakai taksi saja," ucapku padanya. Aku baru ingat bahwa saat ini mobilku berada di rumah Kak Resi. Aku berharap dia tak curiga."Oh baiklah, hati-hati ya, Sayang," katanya. Aku mengangguk lalu melambaikan tangan padanya sampai ia kembali menutup pintu rumah.Mereka tidak tau, bahwa di sana hapeku tertinggal. Kita lihat saja, mereka akan hancur dengan sendirinya. Aku bergegas pergi ke rumah Kak Resi."Anna, bagaimana?" tanya Kak Resi saat aku baru saja sampai ke dalam rumahnya."Mereka pintar memainkan akting mereka, Kak. Namun mereka salah bermain-main dengan seorang Anna. Saat ini saja mereka sudah masuk dalam perangkap Anna.""Maksudmu bagaimana, Anna?" tanya Kak Resi. Saat ini hanya kamu berdua yang ada di rumah ini, suami Kak Resi sedang pergi bekerja dan anaknya masih tidur siang."Aku sengaja meninggalkan ponselku di tempat Ibu, serta aku juga m
***Setelah selesai melakukan ritual mandi, aku baru ingat dengan rekaman suara tadi. Hampir saja aku melupakan itu.Bergegas aku mengambil ponsel yang berada di atas kasur dan memutar rekaman suara mereka.[Mas.] Suara mulai terdengar. Suara ini milik Sandra.Sambil mengoleskan krim wajah aku juga fokus dengan pembicaraan mereka.[Gimana, aku ngerasa Mbak Anna mulai curiga.] Ini adalah suara Sandra. Ternyata benar, mereka sudah mulai curiga bahwa aku mengetahui permainan busuk mereka bertiga.[Bicara apa kamu ini, Sayang. Anna itu bodoh, dia tak akan mungkin tahu bahwa kita adalah sepasang kekasih. Lagipula, ucapannya tadi tak perlu diambil pusing, orang yang berpendidikan tinggi sepertinya memang pandai berbicara karena merasa diri lebih pintar daripada orang lain.]Kurang ajar! Bisa-bisanya Mas Hendra menjelek-jelekkan aku. Dasar suami tidak tau diri, sudah numpang hidup diberi nyaman malah semena-mena terhadapku.Amarah dalam hatiku terasa menggebu-gebu mendengar rekaman suara ini.
*Tok! Tok! Tok!Terdengar bunyi ketukan pintu.Aku bergegas menyelesaikan rajutanku, setelah hampir satu jam lamanya, akhirnya topi rajut itu sudah kuselesaikan.Aku bergegas membukakan pintu, dan menghampiri Mas Hendra yang berdiri di depanku."Sayang!". Ia lalu mencium pipi kiri dan memeluk pinggang ini. Ada perasaan berbeda saat Mas Hendra menyentuhku. Entahlah, ada rasa tak suka saat bibir itu mendarat di pipi ini."Aku samperin di toko, kamunya nggak ada. Eh ternyata udah di rumah," ucap Mas Hendra."Pulang duluan aku tadi, Mas," ucapku tersenyum.Kami berdua lalu duduk di sofa ruang tamu."Bagus banget topinya, bikinan kamu lagi ya, Yang?" tanyanya padaku."Iya, Mas. Cantik nggak?" tanyaku padanya."Cantik banget, istriku emang serba bisa. Jadi tambah sayang," ucapnya yang hanya kusambut dengan senyum kecil di bibir. Serba bisa dia bilang, padahal dia baru saja menjelek-jelekkan aku di depan selingkuhannya. Mas Hendra memang pandai menebar kata-kata manis untuk memikat korbannya
Dengan santai aku duduk di meja makan, masih terngiang jelas pembicaraan mereka di dalam kamar mandi tadi. Di dalam rumah pun, mereka tak segan saling mengabari.Sepertinya ini akan sangat menyenangkan, dua manusia yang sedang di mabuk asmara akan kubuat mereka hancur.Kuambil ponsel di sebelah piringku. Lalu menekan nomor seseorang."Halo."[ .... ]"Ya, selamat malam. Aku memang perlu bantuanmu, tolong cek apakah ada jejak digital yang buruk tentang Mas Hendra di perusahaan Papa?" tanyaku pada orang di seberang sana.[ .... ]"Oh begitukah, baiklah besok kita atur jam pertemuan kita. Jangan sampai Mas Hendra tau. Oh satu lagi, ya, Arga, tolong nonaktifkan seluruh ATM yang diberikan perusahaan pada Mas Hendra, ya," ucapku padanya.[ .... ]"Tidak perlu banyak bertanya, jika dia marah nanti. Tinggal bilang saja, itu sudah ketentuan perusahaan." Kujelaskan pada Arga, karena dia yang banyak tanya.[ .... ]"Kalo banyak kartunya, ya nonaktifkan saja semua. Ini perintahku, kamu tau bukan
"Mas, aku udah selesai nih belanja. Yuk pulang," ucap Sandra kekasihku beberapa bulan ini. Umurku dengannya terpaut 10 tahun. Dia gadis manis yang mampu meluluhkan perasaanku.Pertama kali melihat wajahnya aku sudah mulai jatuh cinta. Kami bertemu saat tak sengaja temanku Andre mengajak untuk bertemu dengan gadis-gadis kuliahan yang cantik.Karena saat itu aku terdorong rasa penasaran, jadi kuiyakan apa katanya. Kami bertemu di sebuah club malam, tentunya istriku Anna tak tahu. Tahu apa dia, orang dia saja sangat bucin akut padaku.Jadi menutupi ini semua adalah hal mudah bagiku. Aku menyembunyikan perselingkuhanku bersama dengan Sandra.Lanjut lagi, malam itu Sandra terlihat sangat cantik dengan dres merah selutut. Terlihat sangat anggun, aku saja sampai tak berkedip menatapnya."Bro! Jangan terlalu ditatap nanti lu naksir tau," ujar Andre kala itu. Aku lalu mengalihkan tatapanku pada Sandra yang terlihat menyilaukan mata.Dari teman-temannya kulihat Sandra yang paling pemalu. Dia du
"Pergilah ... memang itu yang kuinginkan, aku memang sudah lama ingin berakhir dari laki-laki bodoh sepertimu, Zoe ...." tutur Sandra setelah punggung Zoe tak nampak lagi di pandangan mata.Bahkan Sandra sama sekali tak merasa kehilangan saat Zoe pergi begitu saja. Padahal selama ini, tak Sandra temukan laki-laki yang begitu mencintainya. Sandra malah membuangnya begitu saja dan mungkin saja setelah ini Sandra akan merasakan penyesalan dan juga kehilangan yang sangat mendalam.***"Bagaimana, Bu, apakah ada perkembangan? Apa Hendra akan segera ke luar dari penjara yang menyebalkan ini?" tanya Hendra pada sang Ibu yang saat ini mengunjungi dirinya."Ibu masih mencari cara Hendra, masalahnya bukti yang diberikan Anna memang sangatlah kuat hingga membuat Ibu sangat sulit untuk mengeluarkanmu dari sini. Lagipun, jika Ibu menggunakan kekuasaan justru Anna lebih memiliknya. Dia lebih kaya dari kita, Ibu saat ini benar-benar sangat bingung tak tahu harus bagaimana lagi caranya agar kamu bisa
"Bawa sekalian komplotanmu itu! Jangan membuat emosiku habis karena harus berhadapan dengan kalian yang tak tau diri itu!" teriak Bagaskara mengiri langkah kaki Ibu Hendra yang ke luar dari rumah milik Anna.***"Masih berani rupanya dia menunjukkan wajahnya di depan kita. Sudah bersalah, tidak mau mengaku malah membuat karangan cerita seolah-olah dia yang paling tersakiti. Ayah sangat-sangat heran dengan tingkah manusia yang seperti Hendra dan ibunya itu."Biarlah, Ayah, Anna berharap Hendra mendapatkan hukuman yang setimpal atas kesalahannya. Jangan sampai uang yang bekerja untuk membuat Hendra bebas." Anna berucap, dia khawatir jika Hendra dengan sangat mudah akan ke luar dari penjara.Karena Anna tau, keluarga Hendra juga banyak yang termasuk keluarga terpandang. Bisa dibilang berpengaruh di dalam dunia kerja kepolisian.Bisa saja mereka melakukan segala cara agar tuduhan malah berbalik kepada Anna dan keluarganya."Tenang saja, mereka bisa bermain curang. Kita bisa lebih curang d
"Jaga mulutmu, jalang kecil. Anakku dalam masalah itu juga karenamu, jangan membuatku buta dan langsung menghabisimu di sini," ancam Ibu Hendra yang membuat Sandra terdiam dengan penyesalan yang amat banyak.'Seharusnya dari awal aku tak usah ikut campur permasalahan mereka. Ternyata keluarga Hendra sejahat ini,' batin Sandra meringis menahan ketakutan di dalam dirinya yang sekarang sedang bergejolak."M-maafkan aku, Ibu," ucap Sandra. Ia lalu menundukkan kepalanya."Kamu tenang saja Hendra, Ibu akan mencari segala cara untuk bisa mengeluarkanmu. Keluarga kita banyak, Om Rezamu adalah seorang polisi, dia pasti bisa membantumu untuk ke luar dari sini." Ibu Hendra berucap sambil tersenyum sinis.Setelah beberapa menit berbicara, Hendra kembali dibawa masuk oleh petugas polisi. Sandra dan Ibu Hendra lalu memilih untuk segera pulang ke rumah."Sandra, jangan pernah berpikir untuk bisa pergi begitu saja dari masalah ini. Kamu harus tahu, kamu juga masuk dalam permasalahan yang sudah terjad
"Peluk aku, Zoe, setidaknya untuk terakhir kalinya," kata Sandra lirik. Zoe dengan cepat membawa Sandra ke dalam pelukannya. Mereka menangis dan saling menguatkan."Maafkan aku," kata Sandra di dalam pelukan Zoe. Dia menangis semakin kencang, merasakan sesak yang tak kunjung redanya.Setelah dirasa tenang, Sandra melepaskan pelukannya dari Zoe. Dia menghapus air matanya yang masih membasah di pipi."Berbahagialah, kau lelaki baik, Zoe. Aku beruntung bisa dicintaimu dengan begitu dalam. Aku juga beruntung sudah menjadi sosok wanita yang kau banggakan dan lindungi.""Sandra ....""Maafkan aku, karena selama ini sudah banyak mengecewakanmu. Maafkan aku, karena sudah membuatmu merasakan sakit yang berkali-kali. Sekali lagi, aku minta maaf, Zoe.""Aku titip Mama dan adikku. Tolong sampaikan nanti saat kamu pulang, bahwa aku baik-baik saja. Aku akan selalu ada dalam hati mereka. Terima kasih Zoe, sudah menjadi lelaki terbaik. Menjadi tameng di saat aku rapuh dan terpuruk. Aku tak pernah m
“San ….” Zoe mengejar Sandra yang mulai menjauh. Sandra menghempaskan tangan Zoe dengan kasar. Saat ini dia benar-benar sangat marah dengan Zoe yang tak memahami posisi dirinya.“Apalagi? Aku capek tau nggak, Zoe. Kamu nggak pernah ngertiin posisi aku. Nggak pernah sekalipun menjadi penyemangat dalam hidup aku. Aku sama kamu itu Cuma nambah pikiran, karena kamu orang yang sangat egois. Pengennya dimengerti tapi nggak pernah mau ngerti posisi aku. Coba kamu pikir pernh nggak sekali aja kamu jangan ngehakimin aku!”“Kamu sebenarnya pacarku apa bukan sih? Ke mana peranmu sebagai seorang kekasih. Aku Cuma mau saat aku terpuruk seperti ini, kamu harusnya selalu ngedukung aku sekalipun aku salah!”“Nggak bisa lah, San. Gimana maksudnya aku harus ngedukung kamu di situasi apa saja, Itu saja sudah salah. Aku nggak janji bakalan terus jadi yang terbaik buat kamu, tapi setidaknya aku pengen buktiin kalo aku selalu ada untuk kamu.” Zoe yang daritadi hanya diam langsung angkat bicara di kala Sandr
Hari ini Sandra berangkat ke kampusnya setelah tiga hari tak masuk kelas. Sepanjang jalan, mata para mahasiswa dan siswi tak lepas darinya.Padahal selama ini, Sandra bukanlah mahasiswi yang terkenal. Bisa juga dibilang tak terlalu populer. Jadi, sekarang dia heran mengapa dirinya menjadi pusat perhatian."Aneh, emang ada yang salah ya dengan penampilanku, kok daritadi mereka ngelihatin aku terus," ujarnya pada diri sendiri. Ia berjalan dengan cepat untuk sampai ke dalam kelas.Sama halnya di dalam kelas, baru saja sampai tatapan tajam langsung dilayangkan padanya."Wih, yang baru esek-esek sama banyak om-om dan suami-suami orang. Masih punya muka ternyata muncul di kampus, nggak malu apa, ya udah bikin nama kampus tercoreng.""Iya lho, sampai kesebar gitu beritanya. Apa nggak malu gitu, 'kan, dengan sengaja dia nyebarin dirinya sendiri sebagai penggoda lelaki yang sudah beristri. Kalo aku sih malu, ya, saking pengennya dia kuliah sampai harus ngorbanin harga diri.""Bener banget! Ngg
Sandra merebahkan dirinya di ranjang, sesaat setelah memasuki apartemen. Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah selama ini uang yang diberikan untuknya adalah uang Anna juga. Jika ia, berarti dia sudah salah mengambil lawan.Padahal sebelum-sebelumnya, Anna sudah terbiasa menghadapi pria yang beristri tapi tak sampai serumit ini. Masalahnya sekarang dia sudah ketahuan menjadi simpanan suami orang lain.Drrrt ... drrrt ... drrrt ....Ponsel Sandra tiba-tiba berbunyi, Sandra mengembuskan napas dengan kesal."Perasaan baru aja ngerasain rebahan, udah ada yang ganggu aja. Pasti ini Tante Agnes nih," omelnya sambil berjalan mendekati meja dan mengambil ponsel."Halo." Dengan malas Sandra mengangkat telepon, ia kembali merebahkan diri di atas ranjang.[Kapan kau mengirimkan uangnya, Sandra. Ingat, kalo bukan karena aku, kamu tak akan bisa bertemu dengan Hendra. Jangan mentang-mentang sekarang hidupmu enak dipngkosi, jadi lupa sama aku yang sudah berjasa,] omel seseorang di seberang sana denga
Anna memandang jalanan yang terlihat lenggang. Dibukanya sedikit kaca mobil, lalu menghirup udara malam dalam-dalam. Kejadian tadi terus saja terulang dalam pikirannya.Tak menyangka dengan Hendra yang bisa-bisanya memberikan luka di dalam fisik dan juga hatinya. Lelaki yang dulu ia kira begitu tulus mencintainya, ternyata hanya mengincar hartanya saja. Anna mengembuskan napas dengan berat.Rasanya ini sangat tak bisa lagi diceritakan, bahkan ia ingin secepatnya pisah dengan Hendra yang dulu ... dulu sangat-sangat dicintainya."Arga," panggil Anna pada Arga yang sedang fokus menyetir."Ya, Bu," jawab Hendra lalu melihat Anna dari kaca di depan. Anna tak menatap Hendra, matanya masih terus fokus pada pemandangan dari luar kaca mobil."Tolong jangan beritahu Papa masalah ini. Aku tak ingin membebani pikiran Papa, aku masih bisa menyelesaikan masalahku sendirian," kata Anna, pandangannya lalu beralih menatap Arga yang hanya diam tanpa menjawab."Apa kau mendengar ucapanku, Arga? Tolong s
POV Sandra*Aku terkejut bukan main saat mendapatkan panggilan telepon dari Tante Agnes. Kuhembuskan napas dengan kasar, rasanya baru saja aku berduduk santai."Halo Tante," sapaku dari sini. [Halo, Sandra. Bisakah kamu datang ke sini, Hendra tiba-tiba tergeletak tak sadarkan diri. Badannya penuh dengan bekas tamparan sepertinya.]Aku mengernyitkan kening heran, tergeletak tak sadarkan diri. Bagaimana bisa?"Bagaimana maksudnya Tante? Sandra tak mengerti dengan apa yang Tante bicarakan," ucapku pada Tante Agnes lagi.[Ah, kau tak perlu banyak bertanya, Sandra. Cepatlah kemari, jangan tanyakan hal yang hanya membuatku semakin pusing saja. Cepat ke sini!] perintahnya tanpa segan. Aku mengerucutkan bibir kesal. Anak sama Mama ternyata sama saja, sama-sama merepotkan aku.Heran, bisa-bisanya aku bertemu dengan mereka ini. Bukannya meringankan bebanku dia malah membuat pikiranku bertambah banyak saja."Iya, Tante. Secepatnya Sandra akan ke rumah Tante," kataku. Belum selesai bicaraku Tan