"Saya punya pacar, Mbak." Tanpa diduga Sandra menjawab pertanyaanku.
"E-eh, udah ayo kita makan dulu." Mas Hendra menarik lenganku, menimbulkan rasa sakit."Aww!" teriakku menampilkan wajah sakit."E-eh maaf, Sayang!" Mas Hendra buru-buru meniup lenganku yang memerah. Aku menatap Sandra, kulirik tangannya mengepal.Sepertinya ada yang terbakar api cemburu nih!"Sayang kok kasar sih!" tanyaku berpura-pura kesal pada Mas Hendra. Aku melirik Sandra yang raut wajahnya berubah sangat kesal. Bodo amat lah, akan kubuar dia terbakar hingga ke akar-akar rambutnya. Sampai meledak sekali pun itu kepala, aku tak peduli."Nggak sengaja, Sayang," ujar Mas Hendra aku melihat ada raut khawatir di matanya. Entah benar-benar khawatir atau dia hanya berpura-pura saja. Karena jujur saja, setelah aku tahu kebusukan mereka, rasanya sangat susah membedakan mana serius dan juga dua rius ... eh maksudnya pura-pura saja."Kamu sengaja, ya," ucapku dengan sendu, sengaja menampilkan raut wajah seperti orang yang ingin menangis. Padahal di hati sudah sangat muak memainkan drama yang jelas-jelas menjengkelkan.Namun, di sisi lain aku juga sedang ingin membalas sedikit demi sedikit perlakuan mereka padaku. Siapa suruh mereka berani bermain api denganku."Nggak, Sayang. Beneran deh. Jangan nangis dong," bujuk Mas Hendra, ia mengusap-usap pucuk kepalaku.Aku melirik tangan Sandra yang beralih mencengkram sendok di tangannya. Tatapan matanya sangat tajam, setajam mata elang.Makin tambah panas lah pelakor itu, batinku tertawa. Masih belum puas aku balas mengusap mesra telapak tangan Mas Hendra. Dan tentu saja Mas Hendra sedikit terkejut dengan perlakuanku."Sayang, geli ah, jangan gitu." Mas Hendra melepaskan genggaman tangannya padaku."Kok dilepas sih, Mas. Ya udah deh nggak papa, lagian kita mau makan juga." Aku lalu beralih mengambil makanan yang sudah tersedia di atas meja."Oh iya, Mas, aku ada satu permintaan sama kamu," ucapku pada Mas Hendra. Tiba-tiba terlintas sebuah rencana di pikiranku."Apa, Sayang?" tanya Mas Hendra lembut."Aku capek banget, Mas, nanti setelah makan gendong ke kamar ya, Sayang. Kita udah lama nggak kayak gitu," ucapku sambil tersenyum padanya.Mas Hendra terdiam, tatapannya mengarah pada Sandra. Aku menunggu jawaban yang akan diberikan oleh Mas Hendra, antara mengiyakan atau menolak."Nggak ah, Sayang, malu loh dilihat sama Sandra," ucapnya pelan."Ngapain malu, kita mah udah halal. Malu itu kalo ngelakuinnya diam-diam apalagi sama suami orang, kan kamu suami aku. Benerkan, Sandra?" tanyaku padanya.Sandra terlihat gelagapan. "I-iya, Mbak," jawabnya."Nah, tuh, dengerkan jawaban Sandra. Kamu kalo mau digendong buru-buru nikah, San. Jangan mau digantung mulu hubungan mah. Kalo digantung mulu tu cowo berarti nggak serius sama kamu," ucapku sengaja memojokkan Mas Hendra dan juga Sandra. Sedangkan Ibu hanya memperhatikan gerak-gerik kami bertiga."Benerkan, Bu yang Anna katakan. Sandra harus benar-benar memilih lelaki yang bisa menerima dia apa adanya. Tapi jangan sampai lelaki yang dia cintai udah punya pasangan apalagi istri. Jangan sampai ya, Sandra, sesama perempuan ga boleh gitu. Masa sebagai perempuan merebut kebahagiaan perempuan lainnya," ujarku lagi membuat wajah Ibu dan Sandra pias, tak terkecuali wajah Mas Hendra."Iya, Mbak. Mungkin sebentar lagi juga aku akan menikah," jawabnya ketus. Terdengar sekali dari caranya berbicara kalo ia sedang kesal padaku. Bukan kesal sih, lebih tepatnya ada amarah terpendam yang dia simpan rapat-rapat padaku."Kita sebagai cewek itu harus pintar, kalo cowok cuma modal mulut doang, ngomong gombal sana sini. Terus nggak ada kasih tindakan, nggak ada kasih pembuktian itu namanya bullshit, San. Coba kamu tanya sama cowokmu itu serius nggak, jangan sampai ujung-ujungnya malah ditinggalin, kasihan kan jamunya. Udah cinta, ngarep, eh malah nggak jadi," ujarku lagi panjang lebar. Sandra menatapku tajam seperti ingin meluapkan amarahnya yang menggebu."Iya, Mbak. Nggak sok nasehatin saya, saya lebih tahu dengan kehidupan saya. Mending Mbak urus saja rumah tangga, Mbak, lelaki seperti Mas Hendra itu orangnya sempurna. Sudah ganteng, baik, perhatian idaman para wanita. Mbak Anna harus extra banget ngejaga Mas Hendra biar nggak ke lain hati." Sandra membalas ucapanku tak kalah pedas. Kentara sekali bahwa dia marah denganku."Ya Sandra sih berdoa semoga rumah tangga kalian baik-baik saja sih, ya. Tapi kalo sampai nggak baik-baik saja, berarti ada yang salah dengan diri, Mbak. Siapa tau karena mbaknya bawel, atau--""Ya kalo seandainya Mas Hendra meninggalkan aku, aku nggak akan rugi satu pun. Cintaku sama Mas Hendra juga ga sebesar cintaku pada Tuhanku. Jadi, saat dia pergi meninggalkanku karena seseorang, bukan aku yang akan kehilangan dia. Namun dia yang akan kehilangan aku, rela melepas berlian demi seonggok sampah masyarakat." Aku tersenyum sinis menatap Sandra, selanjutnya menatap Mas Hendra dengan senyuman terbaik yang kupunya."Mas, kamu harus tahu. Jika suatu saat kamu bermain api denganku, pastikan lawan yang kuhadapi adalah orang yang derajatnya setara denganku. Jangan sampai kamu malah memilih seseorang di bawahku, karena kamu tau, Mas, aku tak akan bergerak untuk melawannya secara fisik, tapi dia sendiri yang akan merasakan insecure terus menerus dengan kerja keras dan keberhasilan yang akan aku pamerkan.""Dan untuk kamu Sandra, jadilah wanita berkelas yang tak gampang mendapatkan barang bekas, apalagi hasil merampas. Bukan apa-apa, pelakor jaman sekarang banyak tak tahu diri, jika suatu saat kamu menikah. Pastikan dirimu berada di atas dan memiliki pekerjaan yang tetap, jadi saat ditinggalkan kamu tidak akan terlunta-lunta hidup di jalanan."Aku sengaja berbicara begini, seolah-olah sedang menasehati Sandra. Padahal memang sengaja membuatnya terpojokkan dan membuat dia merasa rendah diri di hadapanku. Agar dia juga tahu, bahwa dia salah memilih lawan.Sandra hanya diam tak menjawab ucapanku, suasana yang berubah hangat berubah menjadi panas karena ucapanku. Bahkan Mas Hendra pun terdiam tak berbicara. Seperti shock dengan kata-kata yang sudah kurangkai sedemikian rupa."Pacarmu masih lajang kan, San?" tanyaku setelah beberapa menit hanya keheningan yang terjadi di antara kamu. Ketika aku bertanya seperti itu mertuaku tersedak saat meminum air."Ibu kenapa?" tanyaku pada Ibu mertua. Aku bergegas memberikan tisu pada Ibu mertua.Dia tertawa pelan, eh, lebih tepatnya terpaksa. "Kamu ini aneh-aneh aja loh, Ann. Ya lajang toh, masa iya Sandra milih pacar yang nggak lajang," kilah mertuaku. Aku tau sekali dari ekspresi wajah dan segala tingkah lakunya itu menandakan bahwa dia sedang berbohong. Bahkan mungkin saat ini jantungnya pun sedang tak baik-baik saja karena ucapanku yang panjang lebar tadi."Ya bagus kalo begitu, Bu. Ibu tau nggak kemaren Anna baru aja lihat berita di tv, katanya seorang gadis b*nuh d*ri karena dijanjikan pernikahan sama pacarnya. Parahnya si pacar udah punya istri, istrinya orang terpandang pula. Terus karir si gadis itu hancur, Bu, dia dipecat dari pekerjaannya. Bukan cuma ceweknya, cowoknya juga ikut hancur lho, Bu.""Anna nggak kasihan, malah Anna makin seneng, Bu, siapa suruh mereka bermain api, makanya langsung dikasih hukuman sama Tuhan."Aku menghela napas sebentar, setelah selesai mengarang cerita. Tujuanku ya hanya ingin bermain-main dan menakuti mereka."Bentar, Bu, Anna haus mau minum dulu," ucapku langsung bergegas berjalan mendekati meja makan dan menuangkan segelas air, lalu meminumnya hingga tandas."Terus gimana selanjutnya, Ann?" tanya Ibu mertuaku lagi. Dia terlihat sangat penasaran dengan cerita karangan milikku.Wah, ternyata kepo juga ini mertuaku. Kayaknya suka gosip sama ibu-ibu komplek nih, batinku."Terus orang tua si gadis nggak nerima anaknya lagi. Habis itu, orang-orang di sekitarnya dia juga menghakimi dia. Sampai akhirnya dia putus asa, Bu. Tragis lah pokoknya," ucapku lagi."Wah, terus nasib cowok sama keluarganya gimana?" tanya mertuaku lagi."Si cowok juga parah, Bu. Semua aset yang diberikan keluarga istri buat dia ditarik kembali, parahnya mertuanya juga tau perselingkuhan itu. Si mertua kena stroke, habis tu si cowok jadi gelandangan. Terus ...."Aku menatap wajah Mas Hendra dan Sandra yang terlihat pias. Sedangkan mertuaku masih serius menghayati cerita karangan yang kubuat."Terus apa, Ann?" tanya Ibu tak sabar."Terus selesai deh, Bu. Sebentar doang ditampilkannya," ucapku lagi."Eh, kok jadi malah bahas berita sih, ayok makan. Hendra udah lapar, Bu," ucap Mas Hendra, selanjutnya dia membersihkan mulutnya dan bergegas beranjak dari duduknyaTak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk membuat panas pelakor, aku berlari kecil menghampiri Mas Hendra dan langsung loncat ke belakang punggungnya."Gendong ya, Mas," ujarku langsung, sambil menoleh ke belakang tempat Sandra berdiri.Sedangkan Sandra berjalan terlebih dahulu, aku melihat kakinya yang dihentak-hentakkan di lantai. Sepertinya Sandra juga baru saja selesai makan. Kelihatan sekali dia sedang kesal, apalagi tadi baru saja mendapatkan ceramah gratis yang menohok.Dalam hati aku senang bisa membuat mereka skak mat, tambah panas tuh si pelakor. Namun di sisi lain, aku merasa kecewa, marah, dan sedih yang bercampur aduk menjadi satu.Masih tak menyangka, tak menyangka dengan sandiwara mereka selama ini. Dan aku terhanyut ke dalam bualan serta sikap manis yang diberikan Ibu mertua dan suamiku.Mas Hendra lalu menggendongku di punggungnya. Mungkin dengan terpaksa juga. Apalagi saat ini selingkuhannya ada di sini."Ikhlas-ikhlas dong, Mas, gendong istrimu ini," ucapku sambil menarik rambut Mas Hendra sedikit kasar."Aduh, sakit, Dek! Ini Mas sudah ikhlas gendong kamu tau," ujarnya dengan nada kesal menjawab."Maaf, Mas, kelepasan tadi narik rambutnya padahal niatnya cuma bercanda. Maaf ya sayang aku," ujarku padanya sambil mengusap rambutnya pelan."Iya nggak papa," jawabnya ketus. Sepertinya Mas Hendra masih terngiang-ngiang dengan kata-kataku waktu di meja makan tadi. Biarlah, biar dia tahu dengan siapa dia berhadapan sekarang.Tiba-tiba ide jahil terlintas di benakku. Sambil berjalan menuju kamar, aku sengaja membisikkan sesuatu di telinga Mas Hendra. "Kau selingkuh, kuhancurkan karirmu," ucapku sambil tersenyum jahil di belakang punggung Mas Hendra. Mas Hendra berhenti berjalan."D-dek," ucap Mas Hendra terdengar parau. Detak jantungnya terasa lebih cepat berdetak. Dalam hati aku tertawa girang karena berhasil mengerjai Mas Hendra, padahal hanya bercanda."Kira-kira, bagus nggak, Mas, kalo Adek buat cerita dengan judul itu?" tanyaku lagi.Mas Hendra lalu mengembuskan napasnya. Dan menarik napas lebih panjang. Seperti baru pertama kali merasakan nikmatnya oksigen. Padahal baru saja aku perlakukan begitu, dia sudah ketakutan setengah mati.Nggak papa deh, ya, Mas Hendra harus senam jantung siang-siang. Biar sambil olahraga juga, jarang-jarang kan ada yang senam jantung, biasanya senam aerobik. Siapa suruh dia bermain-main denganku, jadi nikmati saja permainan dalam sandiwara yang dia lakukan.---Next?Tambah panas tuh si pelakor.Mas Hendra lalu menggendongku di punggungnya. Sambil berjalan aku membisikkan sesuatu di telinganya. "Kau selingkuh, kuhancurkan karirmu," ucapku."D-dek," ucap Mas Hendra terdengar parau. Detak jantungnya terasa lebih cepat berdetak."Kira-kira, bagus nggak, Mas, kalo Adek buat cerita dengan judul itu?" tanyaku lagi.Mas Hendra lalu mengembuskan napasnya. Dan menarik napas lebih panjang.Nggak papa, Mas Hendra harus senam jantung siang-siang. Siapa suruh bermain-main denganku, pikirku. ***"Mas, buka mulutnya," ucapku pada Mas Hendra.Saat berada di di meja makan tadi, berbagai cara kulakukan untuk membuat panas orang ke tiga dalam rumah tangga kamu. Bahkan aneka makanan yang dimasak oleh Ibu pun bermacam-macam. Rupanya tadi sambutan istimewa memang diberikan pada wanita yang duduk di depanku tadi. Aku masih memikirkan kejadian yang ada di meja makan tadi, dari perubahan Mas Hendra, kekesalan orang ke tiga sampai gugupnya wajah Ibu ketika melihatku.Bena
Mas Hendra lalu mengantarkanku ke luar rumah."Mau Mas antar, Sayang?" tanyanya padaku. Aku menggelengkan kepala."Nggak usah, Mas, aku pakai taksi saja," ucapku padanya. Aku baru ingat bahwa saat ini mobilku berada di rumah Kak Resi. Aku berharap dia tak curiga."Oh baiklah, hati-hati ya, Sayang," katanya. Aku mengangguk lalu melambaikan tangan padanya sampai ia kembali menutup pintu rumah.Mereka tidak tau, bahwa di sana hapeku tertinggal. Kita lihat saja, mereka akan hancur dengan sendirinya. Aku bergegas pergi ke rumah Kak Resi."Anna, bagaimana?" tanya Kak Resi saat aku baru saja sampai ke dalam rumahnya."Mereka pintar memainkan akting mereka, Kak. Namun mereka salah bermain-main dengan seorang Anna. Saat ini saja mereka sudah masuk dalam perangkap Anna.""Maksudmu bagaimana, Anna?" tanya Kak Resi. Saat ini hanya kamu berdua yang ada di rumah ini, suami Kak Resi sedang pergi bekerja dan anaknya masih tidur siang."Aku sengaja meninggalkan ponselku di tempat Ibu, serta aku juga m
***Setelah selesai melakukan ritual mandi, aku baru ingat dengan rekaman suara tadi. Hampir saja aku melupakan itu.Bergegas aku mengambil ponsel yang berada di atas kasur dan memutar rekaman suara mereka.[Mas.] Suara mulai terdengar. Suara ini milik Sandra.Sambil mengoleskan krim wajah aku juga fokus dengan pembicaraan mereka.[Gimana, aku ngerasa Mbak Anna mulai curiga.] Ini adalah suara Sandra. Ternyata benar, mereka sudah mulai curiga bahwa aku mengetahui permainan busuk mereka bertiga.[Bicara apa kamu ini, Sayang. Anna itu bodoh, dia tak akan mungkin tahu bahwa kita adalah sepasang kekasih. Lagipula, ucapannya tadi tak perlu diambil pusing, orang yang berpendidikan tinggi sepertinya memang pandai berbicara karena merasa diri lebih pintar daripada orang lain.]Kurang ajar! Bisa-bisanya Mas Hendra menjelek-jelekkan aku. Dasar suami tidak tau diri, sudah numpang hidup diberi nyaman malah semena-mena terhadapku.Amarah dalam hatiku terasa menggebu-gebu mendengar rekaman suara ini.
*Tok! Tok! Tok!Terdengar bunyi ketukan pintu.Aku bergegas menyelesaikan rajutanku, setelah hampir satu jam lamanya, akhirnya topi rajut itu sudah kuselesaikan.Aku bergegas membukakan pintu, dan menghampiri Mas Hendra yang berdiri di depanku."Sayang!". Ia lalu mencium pipi kiri dan memeluk pinggang ini. Ada perasaan berbeda saat Mas Hendra menyentuhku. Entahlah, ada rasa tak suka saat bibir itu mendarat di pipi ini."Aku samperin di toko, kamunya nggak ada. Eh ternyata udah di rumah," ucap Mas Hendra."Pulang duluan aku tadi, Mas," ucapku tersenyum.Kami berdua lalu duduk di sofa ruang tamu."Bagus banget topinya, bikinan kamu lagi ya, Yang?" tanyanya padaku."Iya, Mas. Cantik nggak?" tanyaku padanya."Cantik banget, istriku emang serba bisa. Jadi tambah sayang," ucapnya yang hanya kusambut dengan senyum kecil di bibir. Serba bisa dia bilang, padahal dia baru saja menjelek-jelekkan aku di depan selingkuhannya. Mas Hendra memang pandai menebar kata-kata manis untuk memikat korbannya
Dengan santai aku duduk di meja makan, masih terngiang jelas pembicaraan mereka di dalam kamar mandi tadi. Di dalam rumah pun, mereka tak segan saling mengabari.Sepertinya ini akan sangat menyenangkan, dua manusia yang sedang di mabuk asmara akan kubuat mereka hancur.Kuambil ponsel di sebelah piringku. Lalu menekan nomor seseorang."Halo."[ .... ]"Ya, selamat malam. Aku memang perlu bantuanmu, tolong cek apakah ada jejak digital yang buruk tentang Mas Hendra di perusahaan Papa?" tanyaku pada orang di seberang sana.[ .... ]"Oh begitukah, baiklah besok kita atur jam pertemuan kita. Jangan sampai Mas Hendra tau. Oh satu lagi, ya, Arga, tolong nonaktifkan seluruh ATM yang diberikan perusahaan pada Mas Hendra, ya," ucapku padanya.[ .... ]"Tidak perlu banyak bertanya, jika dia marah nanti. Tinggal bilang saja, itu sudah ketentuan perusahaan." Kujelaskan pada Arga, karena dia yang banyak tanya.[ .... ]"Kalo banyak kartunya, ya nonaktifkan saja semua. Ini perintahku, kamu tau bukan
"Mas, aku udah selesai nih belanja. Yuk pulang," ucap Sandra kekasihku beberapa bulan ini. Umurku dengannya terpaut 10 tahun. Dia gadis manis yang mampu meluluhkan perasaanku.Pertama kali melihat wajahnya aku sudah mulai jatuh cinta. Kami bertemu saat tak sengaja temanku Andre mengajak untuk bertemu dengan gadis-gadis kuliahan yang cantik.Karena saat itu aku terdorong rasa penasaran, jadi kuiyakan apa katanya. Kami bertemu di sebuah club malam, tentunya istriku Anna tak tahu. Tahu apa dia, orang dia saja sangat bucin akut padaku.Jadi menutupi ini semua adalah hal mudah bagiku. Aku menyembunyikan perselingkuhanku bersama dengan Sandra.Lanjut lagi, malam itu Sandra terlihat sangat cantik dengan dres merah selutut. Terlihat sangat anggun, aku saja sampai tak berkedip menatapnya."Bro! Jangan terlalu ditatap nanti lu naksir tau," ujar Andre kala itu. Aku lalu mengalihkan tatapanku pada Sandra yang terlihat menyilaukan mata.Dari teman-temannya kulihat Sandra yang paling pemalu. Dia du
"S-sayang." Hendra berucap dengan gugup saat mengetahui Anna datang. Tatapan matanya menggambarkan ketakutan."Kekasih apa maksudnya?" tanya Anna berpura-pura tak tahu."Kalian sepasang kekasih?" tanya Anna lagi sambil tertawa mengejek."Anna, ini nggak seperti apa yang kamu pikirkan. San-""Memangnya apa yang sedang aku pikirkan, Mas. Kamu seperti sedang tahu saja apa yang kupikirkan. Mana mungkin aku akan berpikir bahwa kalian sepasang kekasih. Bukankah kalian itu saudara, benar 'kan, Sandra?" tanya Anna sambil memiringkan kepalanya menatap Sandra dengan senyuman yang tak dapat diartikan."B-benar, Mbak." Sandra menjawab tak tentu arahnya. Daritadi dia masih setia memegang pergelangan tangan Hendra suami Anna."Nah itu, Sandra aja bilang benar, Mas. Kamu tak perlu khawatir begitu, seperti kucing yang ketahuan mencuri ikan saja," ujar Anna pada Hendra. Perkataan Anna malah membuat Hendra semakin menegang."Iya, Sayang. Aku pikir kamu akan berpikir yang bukan-bukan tentang kami berdua
"Kau tau, sampah tetaplah sampah. Sedangkan kau tempat penampungannya. Tidak ada yang lebih menjijikan daripada wanita yang berselingkuh dengan suami orang lain!""Apa kamu bilang, Mbak? Tidak salah, pantas saja wanita sepertimu tak dikarunia seorang anak. Ternyata kau wanita yang licik, mulutmu juga sangat pedas tak bisa menghargai keberadaan suamimu!""Kau terlalu angkuh untuk seorang perempuan. Mentang-mentang kau orang kaya, jadi dengan seenak hatimu menghina orang lain?" ujar Sandra dengan meledek. Bahkan tak segan menunjuk wajah Anna."Jauhkan tangan kotormu dari wajahku, murahan! Apa kau bilang, aku angkuh, darimananya? Aku tak akan sombong jika lawanku tak bermain-main.""Kamu berani memasuki rumah tanggaku, itu artinya kamu juga harus siap menanggung resiko yang akan kamu hadapi ke depannya!" ucap Anna menghempaskan tangan Sandra."Bersiaplah untuk kejutan-kejutan yang akan kuberikan padamu." Anna mendorong bahu Sandra dengan kasar, lalu ia pergi meninggalkan Sandra yang ter
"Pergilah ... memang itu yang kuinginkan, aku memang sudah lama ingin berakhir dari laki-laki bodoh sepertimu, Zoe ...." tutur Sandra setelah punggung Zoe tak nampak lagi di pandangan mata.Bahkan Sandra sama sekali tak merasa kehilangan saat Zoe pergi begitu saja. Padahal selama ini, tak Sandra temukan laki-laki yang begitu mencintainya. Sandra malah membuangnya begitu saja dan mungkin saja setelah ini Sandra akan merasakan penyesalan dan juga kehilangan yang sangat mendalam.***"Bagaimana, Bu, apakah ada perkembangan? Apa Hendra akan segera ke luar dari penjara yang menyebalkan ini?" tanya Hendra pada sang Ibu yang saat ini mengunjungi dirinya."Ibu masih mencari cara Hendra, masalahnya bukti yang diberikan Anna memang sangatlah kuat hingga membuat Ibu sangat sulit untuk mengeluarkanmu dari sini. Lagipun, jika Ibu menggunakan kekuasaan justru Anna lebih memiliknya. Dia lebih kaya dari kita, Ibu saat ini benar-benar sangat bingung tak tahu harus bagaimana lagi caranya agar kamu bisa
"Bawa sekalian komplotanmu itu! Jangan membuat emosiku habis karena harus berhadapan dengan kalian yang tak tau diri itu!" teriak Bagaskara mengiri langkah kaki Ibu Hendra yang ke luar dari rumah milik Anna.***"Masih berani rupanya dia menunjukkan wajahnya di depan kita. Sudah bersalah, tidak mau mengaku malah membuat karangan cerita seolah-olah dia yang paling tersakiti. Ayah sangat-sangat heran dengan tingkah manusia yang seperti Hendra dan ibunya itu."Biarlah, Ayah, Anna berharap Hendra mendapatkan hukuman yang setimpal atas kesalahannya. Jangan sampai uang yang bekerja untuk membuat Hendra bebas." Anna berucap, dia khawatir jika Hendra dengan sangat mudah akan ke luar dari penjara.Karena Anna tau, keluarga Hendra juga banyak yang termasuk keluarga terpandang. Bisa dibilang berpengaruh di dalam dunia kerja kepolisian.Bisa saja mereka melakukan segala cara agar tuduhan malah berbalik kepada Anna dan keluarganya."Tenang saja, mereka bisa bermain curang. Kita bisa lebih curang d
"Jaga mulutmu, jalang kecil. Anakku dalam masalah itu juga karenamu, jangan membuatku buta dan langsung menghabisimu di sini," ancam Ibu Hendra yang membuat Sandra terdiam dengan penyesalan yang amat banyak.'Seharusnya dari awal aku tak usah ikut campur permasalahan mereka. Ternyata keluarga Hendra sejahat ini,' batin Sandra meringis menahan ketakutan di dalam dirinya yang sekarang sedang bergejolak."M-maafkan aku, Ibu," ucap Sandra. Ia lalu menundukkan kepalanya."Kamu tenang saja Hendra, Ibu akan mencari segala cara untuk bisa mengeluarkanmu. Keluarga kita banyak, Om Rezamu adalah seorang polisi, dia pasti bisa membantumu untuk ke luar dari sini." Ibu Hendra berucap sambil tersenyum sinis.Setelah beberapa menit berbicara, Hendra kembali dibawa masuk oleh petugas polisi. Sandra dan Ibu Hendra lalu memilih untuk segera pulang ke rumah."Sandra, jangan pernah berpikir untuk bisa pergi begitu saja dari masalah ini. Kamu harus tahu, kamu juga masuk dalam permasalahan yang sudah terjad
"Peluk aku, Zoe, setidaknya untuk terakhir kalinya," kata Sandra lirik. Zoe dengan cepat membawa Sandra ke dalam pelukannya. Mereka menangis dan saling menguatkan."Maafkan aku," kata Sandra di dalam pelukan Zoe. Dia menangis semakin kencang, merasakan sesak yang tak kunjung redanya.Setelah dirasa tenang, Sandra melepaskan pelukannya dari Zoe. Dia menghapus air matanya yang masih membasah di pipi."Berbahagialah, kau lelaki baik, Zoe. Aku beruntung bisa dicintaimu dengan begitu dalam. Aku juga beruntung sudah menjadi sosok wanita yang kau banggakan dan lindungi.""Sandra ....""Maafkan aku, karena selama ini sudah banyak mengecewakanmu. Maafkan aku, karena sudah membuatmu merasakan sakit yang berkali-kali. Sekali lagi, aku minta maaf, Zoe.""Aku titip Mama dan adikku. Tolong sampaikan nanti saat kamu pulang, bahwa aku baik-baik saja. Aku akan selalu ada dalam hati mereka. Terima kasih Zoe, sudah menjadi lelaki terbaik. Menjadi tameng di saat aku rapuh dan terpuruk. Aku tak pernah m
“San ….” Zoe mengejar Sandra yang mulai menjauh. Sandra menghempaskan tangan Zoe dengan kasar. Saat ini dia benar-benar sangat marah dengan Zoe yang tak memahami posisi dirinya.“Apalagi? Aku capek tau nggak, Zoe. Kamu nggak pernah ngertiin posisi aku. Nggak pernah sekalipun menjadi penyemangat dalam hidup aku. Aku sama kamu itu Cuma nambah pikiran, karena kamu orang yang sangat egois. Pengennya dimengerti tapi nggak pernah mau ngerti posisi aku. Coba kamu pikir pernh nggak sekali aja kamu jangan ngehakimin aku!”“Kamu sebenarnya pacarku apa bukan sih? Ke mana peranmu sebagai seorang kekasih. Aku Cuma mau saat aku terpuruk seperti ini, kamu harusnya selalu ngedukung aku sekalipun aku salah!”“Nggak bisa lah, San. Gimana maksudnya aku harus ngedukung kamu di situasi apa saja, Itu saja sudah salah. Aku nggak janji bakalan terus jadi yang terbaik buat kamu, tapi setidaknya aku pengen buktiin kalo aku selalu ada untuk kamu.” Zoe yang daritadi hanya diam langsung angkat bicara di kala Sandr
Hari ini Sandra berangkat ke kampusnya setelah tiga hari tak masuk kelas. Sepanjang jalan, mata para mahasiswa dan siswi tak lepas darinya.Padahal selama ini, Sandra bukanlah mahasiswi yang terkenal. Bisa juga dibilang tak terlalu populer. Jadi, sekarang dia heran mengapa dirinya menjadi pusat perhatian."Aneh, emang ada yang salah ya dengan penampilanku, kok daritadi mereka ngelihatin aku terus," ujarnya pada diri sendiri. Ia berjalan dengan cepat untuk sampai ke dalam kelas.Sama halnya di dalam kelas, baru saja sampai tatapan tajam langsung dilayangkan padanya."Wih, yang baru esek-esek sama banyak om-om dan suami-suami orang. Masih punya muka ternyata muncul di kampus, nggak malu apa, ya udah bikin nama kampus tercoreng.""Iya lho, sampai kesebar gitu beritanya. Apa nggak malu gitu, 'kan, dengan sengaja dia nyebarin dirinya sendiri sebagai penggoda lelaki yang sudah beristri. Kalo aku sih malu, ya, saking pengennya dia kuliah sampai harus ngorbanin harga diri.""Bener banget! Ngg
Sandra merebahkan dirinya di ranjang, sesaat setelah memasuki apartemen. Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah selama ini uang yang diberikan untuknya adalah uang Anna juga. Jika ia, berarti dia sudah salah mengambil lawan.Padahal sebelum-sebelumnya, Anna sudah terbiasa menghadapi pria yang beristri tapi tak sampai serumit ini. Masalahnya sekarang dia sudah ketahuan menjadi simpanan suami orang lain.Drrrt ... drrrt ... drrrt ....Ponsel Sandra tiba-tiba berbunyi, Sandra mengembuskan napas dengan kesal."Perasaan baru aja ngerasain rebahan, udah ada yang ganggu aja. Pasti ini Tante Agnes nih," omelnya sambil berjalan mendekati meja dan mengambil ponsel."Halo." Dengan malas Sandra mengangkat telepon, ia kembali merebahkan diri di atas ranjang.[Kapan kau mengirimkan uangnya, Sandra. Ingat, kalo bukan karena aku, kamu tak akan bisa bertemu dengan Hendra. Jangan mentang-mentang sekarang hidupmu enak dipngkosi, jadi lupa sama aku yang sudah berjasa,] omel seseorang di seberang sana denga
Anna memandang jalanan yang terlihat lenggang. Dibukanya sedikit kaca mobil, lalu menghirup udara malam dalam-dalam. Kejadian tadi terus saja terulang dalam pikirannya.Tak menyangka dengan Hendra yang bisa-bisanya memberikan luka di dalam fisik dan juga hatinya. Lelaki yang dulu ia kira begitu tulus mencintainya, ternyata hanya mengincar hartanya saja. Anna mengembuskan napas dengan berat.Rasanya ini sangat tak bisa lagi diceritakan, bahkan ia ingin secepatnya pisah dengan Hendra yang dulu ... dulu sangat-sangat dicintainya."Arga," panggil Anna pada Arga yang sedang fokus menyetir."Ya, Bu," jawab Hendra lalu melihat Anna dari kaca di depan. Anna tak menatap Hendra, matanya masih terus fokus pada pemandangan dari luar kaca mobil."Tolong jangan beritahu Papa masalah ini. Aku tak ingin membebani pikiran Papa, aku masih bisa menyelesaikan masalahku sendirian," kata Anna, pandangannya lalu beralih menatap Arga yang hanya diam tanpa menjawab."Apa kau mendengar ucapanku, Arga? Tolong s
POV Sandra*Aku terkejut bukan main saat mendapatkan panggilan telepon dari Tante Agnes. Kuhembuskan napas dengan kasar, rasanya baru saja aku berduduk santai."Halo Tante," sapaku dari sini. [Halo, Sandra. Bisakah kamu datang ke sini, Hendra tiba-tiba tergeletak tak sadarkan diri. Badannya penuh dengan bekas tamparan sepertinya.]Aku mengernyitkan kening heran, tergeletak tak sadarkan diri. Bagaimana bisa?"Bagaimana maksudnya Tante? Sandra tak mengerti dengan apa yang Tante bicarakan," ucapku pada Tante Agnes lagi.[Ah, kau tak perlu banyak bertanya, Sandra. Cepatlah kemari, jangan tanyakan hal yang hanya membuatku semakin pusing saja. Cepat ke sini!] perintahnya tanpa segan. Aku mengerucutkan bibir kesal. Anak sama Mama ternyata sama saja, sama-sama merepotkan aku.Heran, bisa-bisanya aku bertemu dengan mereka ini. Bukannya meringankan bebanku dia malah membuat pikiranku bertambah banyak saja."Iya, Tante. Secepatnya Sandra akan ke rumah Tante," kataku. Belum selesai bicaraku Tan