Tambah panas tuh si pelakor.
Mas Hendra lalu menggendongku di punggungnya. Sambil berjalan aku membisikkan sesuatu di telinganya. "Kau selingkuh, kuhancurkan karirmu," ucapku."D-dek," ucap Mas Hendra terdengar parau. Detak jantungnya terasa lebih cepat berdetak."Kira-kira, bagus nggak, Mas, kalo Adek buat cerita dengan judul itu?" tanyaku lagi.Mas Hendra lalu mengembuskan napasnya. Dan menarik napas lebih panjang.Nggak papa, Mas Hendra harus senam jantung siang-siang. Siapa suruh bermain-main denganku, pikirku.***"Mas, buka mulutnya," ucapku pada Mas Hendra.Saat berada di di meja makan tadi, berbagai cara kulakukan untuk membuat panas orang ke tiga dalam rumah tangga kamu. Bahkan aneka makanan yang dimasak oleh Ibu pun bermacam-macam. Rupanya tadi sambutan istimewa memang diberikan pada wanita yang duduk di depanku tadi. Aku masih memikirkan kejadian yang ada di meja makan tadi, dari perubahan Mas Hendra, kekesalan orang ke tiga sampai gugupnya wajah Ibu ketika melihatku.Benar-benar hebat mereka ini. Mampu membuat aku terlihat bodoh di depan mereka."Nggak usah ah, Dek. Mas bisa makan sendiri," tolak Mas Hendra waktu tadi. Aku tau mungkin selain karena malu, dia juga menjaga perasaan wanita yang tak tahu diri itu. Bukan hanya wanita itu sebenarnya yang tak tahu diri, tapi Mas Hendra juga."Adek mau nyuapin kok, cepetan lah, Mas," ucapku padanya dengan tatapan yang tajam.Mau tak mau Mas Hendra membuka mulutnya dan melahap makanan yang kuberikan."Enak?" tanyaku.Mas Hendra bergeming."Ya iyalah enak, orang mertua tersayang Anna yang masak," ucapku memuji masakan Ibu."Ah, Anna bisa aja kamu mujinya," ujar Ibu sambil tersenyum malu-malu. Aku tersenyum sinis mengingat kejadian di meja makan tadi, memuakkan!Kuperhatikan Ibu ini tipe orang yang mudah terhasut. Mudah berpindah komitmen. Di sisi lain dia terlihat begitu menyayangiku, akan tetapi di sisi lain ia akan sangat membenciku.Entah apa yang harus disebut untuk orang yang seperti ini. Ular berkepala dua, atau berwajah dua? Sebenarnya sama saja, sama-sama dua jumlahnya.Kami lalu meneruskan makanan saat itu, tak sengaja aku melihat kalung di leher Sandra.Kalung itu persis seperti milikku."Sandra!" panggilku sedikit keras, hingga membuatnya tersedak.Mas Hendra buru-buru memberikan minuman. Namun karena tempat duduknya lebih jauh dari Sandra, minuman itu masih berada di genggamannya.Tak ingin mereka mengetahui bahwa aku sudah tau sifat asli mereka.Jadi aku memilih untuk memainkan drama kembali."Makasih, Sayang," ucapku sambil mengambil gelas di tangannya, lalu meminum air itu."Kamu tau aja aku lagi haus," ucapku tanpa memedulikan Sandra yang tersedak.Mas Hendra tersenyum paksa, sedangkan Sandra wajahnya cemberut dan ingin mengambil minuman sendiri. Karena Ibu yang berada di sebelahnya seperti tak memedulikan Sandra."Eh, maaf ya, Sandra." Aku lalu memberikan gelas yang bekasku kepadanya.Sandra menerimanya ragu-ragu."Minum aja, nggak ada sianida kok di situ," ucapku padanya.Sandra tersenyum, senyumnya terlihat kecut."Makasih, Mbak," ucapnya padaku."Oke, sama-sama," jawabku padanya, lalu menatap Sandra intens, "kalungmu bagus ya.""Uhuk!" Kali ini giliran Mas Hendra yang tersedak."Iya, Mbak, pacar saya yang memberikannya," ucap Sandra."Wah, banyak uang ya pacarmu. Oh ya, kalo boleh tau pacarmu sekarang di mana?" tanyaku padanya."Anna, habiskan makananmu dulu. Jangan banyak bicara," tegur Ibu sambil menatapku dengan tatapan yang mengulit."Anna sudah kenyang, Bu." Jawabanku mendapatkan tatapan tajam dari Ibu mertua.Saking semangatnya mengorek informasi, aku sampai melupakan kebiasaan makan di tempat Ibu. Yaitu tak boleh mengeluarkan suara.Selesai makan, aku lalu membantu Ibu membersihkan piring."Sandra sepupu Mas Hendra darimana, Bu?" tanyaku padanya."Anu ... Bandung, Ann," jawab Ibu tergagap."Lumayan jauh ya, Bu, dia ke sini ngapain?" tanyaku pada Ibu."Dia mau liburan sekalian cari kerjaan di sini," jawab Ibu ketus. Selesai mencuci piring tak sengaja mataku menatap Sandra."Sandra!" teriakku saat melihat dia yang buru-buru ingin melangkah pergi."E-eh iya, Mbak," ucap Sandra. Ia lalu menghampiriku."Nggak papa manggil aja. Aku duluan ya sama Mas Hendra ke kamar, tau dong suami istri gimana kalo udah di kamar," ucapku sengaja memancing emosinya bodi amat lah jika dia tambah kepanasan karena aku sengaja melakukannya."Oh i-iya, Mbak," jawabnya. Aku menatapnya yang terlihat polos.Rupanya polos-polos begini, sekali main langsung kena.***"Sayang, jangan melamun. Ayo kita ke kamar tamu, kasihan Sandra diasingkan," ucap Mas Hendra padaku."Kamu kenapa di saat jam kerja malah ke rumah Ibu, Mas?" tanyaku padanya tanpa menatap Mas Hendra."L-loh, kan Mas bilang Mas kangen Ibu Ann.""Bukannya harusnya selesai dari kerja baru ke sini, kok saat jam kerja sudah di sini. Mau kamu apakah perusahaan milik Ayah, sebenarnya aku ke sini juga mau menjenguk Ibu memastikan terlebih dahulu bagaimana kondisi Ibu, tapi saat sampai di rumah Ibu, aku sedikit terkejut karena kamu juga ada di sini. Padahal kan saat ini masih jam kerja kamu," ucapku padanya panjang lebar, lalu menatapnya dengan tajam."E-em, anu, Dek ... entah kenapa akhir-akhir ini Mas merasa sangat merindukan Ibu, oleh sebab itu Mas sering berkunjung ke rumah Ibu. Lagipula pekerjaanku sudah disuruh oleh sekretaris.""Nggak bisa gitu dong, Mas, di mana tanggung jawabmu sebagai pengurus perusahaan. Ayah sudah memberikan kepercayaan sama kamu untuk menghandle-nya, jadi jangan menyia-nyiakan kepercayaan Ayah. Kalo sampai Ayah tahu kamu lalai dalam bekerja, Ayah tak akan segan-segan mengambil kembali perusahaan itu."Nampak keterkejutan dari wajah Mas Hendra, ia mendekat lalu memegang tanganku."Jangan dong, Dek, ya sudah Mas minta maaf tapi kamu jangan bilang sama Ayah, ya. Ayo kita pulang saja kalo begitu," ujarnya."Nggak ah, kan tadi kamu bilang kasihan Sandra kalo tak kita hiraukan. Jadi lebih baik sekarang kita ke ruang tamu saja, kalo kita pulang Sandra pasti semakin merasa tak nyaman berada di sini." Aku lalu berjalan mendahului Mas Hendra. Terdengar gumaman yang keluar dari mulut Mas Hendra, tapi tak terlalu jelas apa yang diucapkannya.Saat melangkah ke ruang tamu, kulihat Sandra sedang berbincang-bincang dengan Ibu. Sangat kecil volume suara mereka berdua, hingga membuatku sulit untuk mendengar apa yang sedang mereka bicarakan."Eh Sandra, duduk sini," ucap Ibu saat melihatku yang berjalan mendekat ke arahnya. Kulihat Mas Hendra lebih dulu duduk di sofa. Aku memilih duduk di sebelah Mas Hendra.Keheningan menyelimuti kami yang berada di dalam ruangan ini, Mas Hendra sendiri lebih memilih untuk memainkan ponselnya. Iseng tak sengaja aku membaca pesan dari Kak Resi.[Ann, are you oke?] tanyanya.[Baik-baik saja, Mbak. Ternyata benar, perempuan itu adalah pengambil setengah cinta Mas Hendra dariku.][Mas Hendra dan Ibu, sangat pandai melakukan permainan yang busuk ini. Bahkan mereka adalah ular kepala dua, tega mengkhianati dan menikam aku dari belakang.]Kulihat centang satu, itu artinya Kak Resi sedang tidak aktif. Aku menghela napas dengan kasar. Kutatap Mas Hendra yang sedari tadi masih tak lepas dari ponsel miliknya. Kulirik Sandra dengan diam, dia sendiri sepertinya sedang bertukar pesan, kulihat dirinya senyum-senyum sendiri. Entah apa pesan yang sedang dibacanya, tapi dapat kutebak pesan itu berasal dari Mas Hendra."Oh ya Sandra, aku mau bertanya?"Sandra mengalihkan pandangan dari ponselnya, lalu menatapku."Iya, Mbak, mau bertanya apa?" katanya menatapku tanpa malu.Tak ingin membuang waktu, aku langsung saja memancingnya dengan pertanyaan. "Apakah pacarmu baik?""Dia sangat baik, Mbak," jawabnya langsung to the point tanpa ragu-ragu. Bahkan senyuman pun terbit menghiasi wajahnya."Kira-kira lebih baik mana, pacarmu atau suamiku?" tanyaku padanya."Pertanyaan apa itu Anna," ucap Mas Hendra seperti tak terima. Ia yang sedari tadi hanya sibuk dengan ponsel langsung ikut nimbrung ke dalam permainan yang dibuatnya sendiri."Mas Hendra itu lelaki sempurna, berbeda dengan pacar saya. Makanya saya begitu iri dengan Mbak," ucapnya yang membuat darahku berdesir hebat. Walaupun aku tahu hubungan yang terjadi di antara mereka, tetap saja hati ini merasa tak terima atas jawaban yang diberikan oleh Sandra."Sifat irimu itulah yang kadang menghancurkan kebahagiaan orang lain. Saranku jangan iri dengan kebahagiaan orang lain, jika ingin bahagia carilah kebahagiaanmu sendiri tanpa merusaknya." Aku menjawab dengan tegas dan menampilkan senyum termanis.Wajah Sandra yang semula tersenyum berubah menjadi sinis. Terlihat sekali ia tak terima dengan jawaban yang kukeluarkan."Oh ya, Mas, Anna mau ke toko dulu ya, mau periksa barang," ucapku padanya. Aku lalu menghidupkan rekaman suara dari ponsel."Oh ya, iya, Sayang. Buruan gih ke toko," jawab Mas Hendra cepat. Aku mengangkat alis sebelah mendengar jawabannya."Lho, kamu kok kayak ngusir aku, Mas," ucapku menatapnya dengan pura-pura curiga. Tak sengaja sempat kulihat senyuman meremehkan dari Sandra.Raut wajah Mas Hendra berubah pias. Iya kelabakan sendiri karena sudah menyuruhku untuk segera pergi dari sini."Apa aku membuatmu risih datang ke sini?" tanyaku seperti sedang mengintimidasi Mas Hendra."E-eh, nggak gitu, Sayang. Maksud Mas, takut kamu kesorean, nanti sampai rumahnya kemalaman," cetusnya lagi sambil memegang telapak tanganku dan mengelusnya."Oh, begitu ya sudah. Aku pamit dulu ya. Kamu juga jangan lupa balik ke kantor, Mas. Ingat perusahaan yang kamu pimpin sekarang, masih murni milikku. Jangan sampai Ayah mengetahui kecerobohanmu." Segera kucium punggung tangannya, selanjutnya punggung tangan Ibu."Anna, kenapa bicara begitu pada suamimu?" tanya Ibu seperti tak terima dengan fakta yang baru saja kulontarkan."Anna hanya mengingatkan, Bu, takut Mas Hendra lupa. Bahwa sekarang apa yang dia punya itu adalah murni dari diriku. Jadi, jangan melakukan kesalahan fatal yang bisa menghancurkan dirinya sendiri termasuk ... Ibu." Aku tersenyum lalu membenarkan tas milikku. Ibu langsung melepaskan tanganku yang sempat ditahannya tadi wajahnya berubah menjadi cemberut karena jawaban yang sudah kuberikan untuknya.---Bantu follow akun saya dan jangan lupa subscribe ya teman-teman, sehat selalu untuk kalian. Semoga dilancarkan Allah SWT urusan dan rezekinya ya aamiin ya rabbal alamiin 🤍🙏Mas Hendra lalu mengantarkanku ke luar rumah."Mau Mas antar, Sayang?" tanyanya padaku. Aku menggelengkan kepala."Nggak usah, Mas, aku pakai taksi saja," ucapku padanya. Aku baru ingat bahwa saat ini mobilku berada di rumah Kak Resi. Aku berharap dia tak curiga."Oh baiklah, hati-hati ya, Sayang," katanya. Aku mengangguk lalu melambaikan tangan padanya sampai ia kembali menutup pintu rumah.Mereka tidak tau, bahwa di sana hapeku tertinggal. Kita lihat saja, mereka akan hancur dengan sendirinya. Aku bergegas pergi ke rumah Kak Resi."Anna, bagaimana?" tanya Kak Resi saat aku baru saja sampai ke dalam rumahnya."Mereka pintar memainkan akting mereka, Kak. Namun mereka salah bermain-main dengan seorang Anna. Saat ini saja mereka sudah masuk dalam perangkap Anna.""Maksudmu bagaimana, Anna?" tanya Kak Resi. Saat ini hanya kamu berdua yang ada di rumah ini, suami Kak Resi sedang pergi bekerja dan anaknya masih tidur siang."Aku sengaja meninggalkan ponselku di tempat Ibu, serta aku juga m
***Setelah selesai melakukan ritual mandi, aku baru ingat dengan rekaman suara tadi. Hampir saja aku melupakan itu.Bergegas aku mengambil ponsel yang berada di atas kasur dan memutar rekaman suara mereka.[Mas.] Suara mulai terdengar. Suara ini milik Sandra.Sambil mengoleskan krim wajah aku juga fokus dengan pembicaraan mereka.[Gimana, aku ngerasa Mbak Anna mulai curiga.] Ini adalah suara Sandra. Ternyata benar, mereka sudah mulai curiga bahwa aku mengetahui permainan busuk mereka bertiga.[Bicara apa kamu ini, Sayang. Anna itu bodoh, dia tak akan mungkin tahu bahwa kita adalah sepasang kekasih. Lagipula, ucapannya tadi tak perlu diambil pusing, orang yang berpendidikan tinggi sepertinya memang pandai berbicara karena merasa diri lebih pintar daripada orang lain.]Kurang ajar! Bisa-bisanya Mas Hendra menjelek-jelekkan aku. Dasar suami tidak tau diri, sudah numpang hidup diberi nyaman malah semena-mena terhadapku.Amarah dalam hatiku terasa menggebu-gebu mendengar rekaman suara ini.
*Tok! Tok! Tok!Terdengar bunyi ketukan pintu.Aku bergegas menyelesaikan rajutanku, setelah hampir satu jam lamanya, akhirnya topi rajut itu sudah kuselesaikan.Aku bergegas membukakan pintu, dan menghampiri Mas Hendra yang berdiri di depanku."Sayang!". Ia lalu mencium pipi kiri dan memeluk pinggang ini. Ada perasaan berbeda saat Mas Hendra menyentuhku. Entahlah, ada rasa tak suka saat bibir itu mendarat di pipi ini."Aku samperin di toko, kamunya nggak ada. Eh ternyata udah di rumah," ucap Mas Hendra."Pulang duluan aku tadi, Mas," ucapku tersenyum.Kami berdua lalu duduk di sofa ruang tamu."Bagus banget topinya, bikinan kamu lagi ya, Yang?" tanyanya padaku."Iya, Mas. Cantik nggak?" tanyaku padanya."Cantik banget, istriku emang serba bisa. Jadi tambah sayang," ucapnya yang hanya kusambut dengan senyum kecil di bibir. Serba bisa dia bilang, padahal dia baru saja menjelek-jelekkan aku di depan selingkuhannya. Mas Hendra memang pandai menebar kata-kata manis untuk memikat korbannya
Dengan santai aku duduk di meja makan, masih terngiang jelas pembicaraan mereka di dalam kamar mandi tadi. Di dalam rumah pun, mereka tak segan saling mengabari.Sepertinya ini akan sangat menyenangkan, dua manusia yang sedang di mabuk asmara akan kubuat mereka hancur.Kuambil ponsel di sebelah piringku. Lalu menekan nomor seseorang."Halo."[ .... ]"Ya, selamat malam. Aku memang perlu bantuanmu, tolong cek apakah ada jejak digital yang buruk tentang Mas Hendra di perusahaan Papa?" tanyaku pada orang di seberang sana.[ .... ]"Oh begitukah, baiklah besok kita atur jam pertemuan kita. Jangan sampai Mas Hendra tau. Oh satu lagi, ya, Arga, tolong nonaktifkan seluruh ATM yang diberikan perusahaan pada Mas Hendra, ya," ucapku padanya.[ .... ]"Tidak perlu banyak bertanya, jika dia marah nanti. Tinggal bilang saja, itu sudah ketentuan perusahaan." Kujelaskan pada Arga, karena dia yang banyak tanya.[ .... ]"Kalo banyak kartunya, ya nonaktifkan saja semua. Ini perintahku, kamu tau bukan
"Mas, aku udah selesai nih belanja. Yuk pulang," ucap Sandra kekasihku beberapa bulan ini. Umurku dengannya terpaut 10 tahun. Dia gadis manis yang mampu meluluhkan perasaanku.Pertama kali melihat wajahnya aku sudah mulai jatuh cinta. Kami bertemu saat tak sengaja temanku Andre mengajak untuk bertemu dengan gadis-gadis kuliahan yang cantik.Karena saat itu aku terdorong rasa penasaran, jadi kuiyakan apa katanya. Kami bertemu di sebuah club malam, tentunya istriku Anna tak tahu. Tahu apa dia, orang dia saja sangat bucin akut padaku.Jadi menutupi ini semua adalah hal mudah bagiku. Aku menyembunyikan perselingkuhanku bersama dengan Sandra.Lanjut lagi, malam itu Sandra terlihat sangat cantik dengan dres merah selutut. Terlihat sangat anggun, aku saja sampai tak berkedip menatapnya."Bro! Jangan terlalu ditatap nanti lu naksir tau," ujar Andre kala itu. Aku lalu mengalihkan tatapanku pada Sandra yang terlihat menyilaukan mata.Dari teman-temannya kulihat Sandra yang paling pemalu. Dia du
"S-sayang." Hendra berucap dengan gugup saat mengetahui Anna datang. Tatapan matanya menggambarkan ketakutan."Kekasih apa maksudnya?" tanya Anna berpura-pura tak tahu."Kalian sepasang kekasih?" tanya Anna lagi sambil tertawa mengejek."Anna, ini nggak seperti apa yang kamu pikirkan. San-""Memangnya apa yang sedang aku pikirkan, Mas. Kamu seperti sedang tahu saja apa yang kupikirkan. Mana mungkin aku akan berpikir bahwa kalian sepasang kekasih. Bukankah kalian itu saudara, benar 'kan, Sandra?" tanya Anna sambil memiringkan kepalanya menatap Sandra dengan senyuman yang tak dapat diartikan."B-benar, Mbak." Sandra menjawab tak tentu arahnya. Daritadi dia masih setia memegang pergelangan tangan Hendra suami Anna."Nah itu, Sandra aja bilang benar, Mas. Kamu tak perlu khawatir begitu, seperti kucing yang ketahuan mencuri ikan saja," ujar Anna pada Hendra. Perkataan Anna malah membuat Hendra semakin menegang."Iya, Sayang. Aku pikir kamu akan berpikir yang bukan-bukan tentang kami berdua
"Kau tau, sampah tetaplah sampah. Sedangkan kau tempat penampungannya. Tidak ada yang lebih menjijikan daripada wanita yang berselingkuh dengan suami orang lain!""Apa kamu bilang, Mbak? Tidak salah, pantas saja wanita sepertimu tak dikarunia seorang anak. Ternyata kau wanita yang licik, mulutmu juga sangat pedas tak bisa menghargai keberadaan suamimu!""Kau terlalu angkuh untuk seorang perempuan. Mentang-mentang kau orang kaya, jadi dengan seenak hatimu menghina orang lain?" ujar Sandra dengan meledek. Bahkan tak segan menunjuk wajah Anna."Jauhkan tangan kotormu dari wajahku, murahan! Apa kau bilang, aku angkuh, darimananya? Aku tak akan sombong jika lawanku tak bermain-main.""Kamu berani memasuki rumah tanggaku, itu artinya kamu juga harus siap menanggung resiko yang akan kamu hadapi ke depannya!" ucap Anna menghempaskan tangan Sandra."Bersiaplah untuk kejutan-kejutan yang akan kuberikan padamu." Anna mendorong bahu Sandra dengan kasar, lalu ia pergi meninggalkan Sandra yang ter
"A-apa maksudmu, Anna? Aku tak mengerti, mengapa kau terlihat menakutkan seperti ini," ujar Anna masih tak bisa mengontrol detak jantungnya yang berdetak lebih cepat dari biasanya."Aku kira kau tak sebodoh itu, Hendra. Bukankah selama ini kau dan mamamu mengatakan bahwa akulah orang bodoh itu. Bagaimana rasanya bermain-main bersama dengan orang bodoh? Pasti sangat menyenangkan, bukan?" tanya Anna lagi. Ia menatap Hendra dengan tatapan yang tajam. "Anna, kau pasti bukan Anna. Annaku tak seperti ini, dia sangat anggun. Bahkan tak pernah memanggilku dengan sebutan nama saja. Siapa kau sebenarnya? Apa yang kau inginkan dari tubuh istriku!" bentak Hendra pada Anna.Anna mengernyitkan dahinya, bisa-bisanya Hendra mengira bahwa Anna sedang kerasukan. Namun Anna saat ini tak ingin bermain-main."Aku memang Anna, tapi bukan lagi sebagai istrimu. Sebentar lagi surat cerai akan aku siapkan untukmu, Hendra." Ucapan Anna membuat Hendra membeku. Ia menatap Anna dengan tatapan yang sulit untuk di
"Pergilah ... memang itu yang kuinginkan, aku memang sudah lama ingin berakhir dari laki-laki bodoh sepertimu, Zoe ...." tutur Sandra setelah punggung Zoe tak nampak lagi di pandangan mata.Bahkan Sandra sama sekali tak merasa kehilangan saat Zoe pergi begitu saja. Padahal selama ini, tak Sandra temukan laki-laki yang begitu mencintainya. Sandra malah membuangnya begitu saja dan mungkin saja setelah ini Sandra akan merasakan penyesalan dan juga kehilangan yang sangat mendalam.***"Bagaimana, Bu, apakah ada perkembangan? Apa Hendra akan segera ke luar dari penjara yang menyebalkan ini?" tanya Hendra pada sang Ibu yang saat ini mengunjungi dirinya."Ibu masih mencari cara Hendra, masalahnya bukti yang diberikan Anna memang sangatlah kuat hingga membuat Ibu sangat sulit untuk mengeluarkanmu dari sini. Lagipun, jika Ibu menggunakan kekuasaan justru Anna lebih memiliknya. Dia lebih kaya dari kita, Ibu saat ini benar-benar sangat bingung tak tahu harus bagaimana lagi caranya agar kamu bisa
"Bawa sekalian komplotanmu itu! Jangan membuat emosiku habis karena harus berhadapan dengan kalian yang tak tau diri itu!" teriak Bagaskara mengiri langkah kaki Ibu Hendra yang ke luar dari rumah milik Anna.***"Masih berani rupanya dia menunjukkan wajahnya di depan kita. Sudah bersalah, tidak mau mengaku malah membuat karangan cerita seolah-olah dia yang paling tersakiti. Ayah sangat-sangat heran dengan tingkah manusia yang seperti Hendra dan ibunya itu."Biarlah, Ayah, Anna berharap Hendra mendapatkan hukuman yang setimpal atas kesalahannya. Jangan sampai uang yang bekerja untuk membuat Hendra bebas." Anna berucap, dia khawatir jika Hendra dengan sangat mudah akan ke luar dari penjara.Karena Anna tau, keluarga Hendra juga banyak yang termasuk keluarga terpandang. Bisa dibilang berpengaruh di dalam dunia kerja kepolisian.Bisa saja mereka melakukan segala cara agar tuduhan malah berbalik kepada Anna dan keluarganya."Tenang saja, mereka bisa bermain curang. Kita bisa lebih curang d
"Jaga mulutmu, jalang kecil. Anakku dalam masalah itu juga karenamu, jangan membuatku buta dan langsung menghabisimu di sini," ancam Ibu Hendra yang membuat Sandra terdiam dengan penyesalan yang amat banyak.'Seharusnya dari awal aku tak usah ikut campur permasalahan mereka. Ternyata keluarga Hendra sejahat ini,' batin Sandra meringis menahan ketakutan di dalam dirinya yang sekarang sedang bergejolak."M-maafkan aku, Ibu," ucap Sandra. Ia lalu menundukkan kepalanya."Kamu tenang saja Hendra, Ibu akan mencari segala cara untuk bisa mengeluarkanmu. Keluarga kita banyak, Om Rezamu adalah seorang polisi, dia pasti bisa membantumu untuk ke luar dari sini." Ibu Hendra berucap sambil tersenyum sinis.Setelah beberapa menit berbicara, Hendra kembali dibawa masuk oleh petugas polisi. Sandra dan Ibu Hendra lalu memilih untuk segera pulang ke rumah."Sandra, jangan pernah berpikir untuk bisa pergi begitu saja dari masalah ini. Kamu harus tahu, kamu juga masuk dalam permasalahan yang sudah terjad
"Peluk aku, Zoe, setidaknya untuk terakhir kalinya," kata Sandra lirik. Zoe dengan cepat membawa Sandra ke dalam pelukannya. Mereka menangis dan saling menguatkan."Maafkan aku," kata Sandra di dalam pelukan Zoe. Dia menangis semakin kencang, merasakan sesak yang tak kunjung redanya.Setelah dirasa tenang, Sandra melepaskan pelukannya dari Zoe. Dia menghapus air matanya yang masih membasah di pipi."Berbahagialah, kau lelaki baik, Zoe. Aku beruntung bisa dicintaimu dengan begitu dalam. Aku juga beruntung sudah menjadi sosok wanita yang kau banggakan dan lindungi.""Sandra ....""Maafkan aku, karena selama ini sudah banyak mengecewakanmu. Maafkan aku, karena sudah membuatmu merasakan sakit yang berkali-kali. Sekali lagi, aku minta maaf, Zoe.""Aku titip Mama dan adikku. Tolong sampaikan nanti saat kamu pulang, bahwa aku baik-baik saja. Aku akan selalu ada dalam hati mereka. Terima kasih Zoe, sudah menjadi lelaki terbaik. Menjadi tameng di saat aku rapuh dan terpuruk. Aku tak pernah m
“San ….” Zoe mengejar Sandra yang mulai menjauh. Sandra menghempaskan tangan Zoe dengan kasar. Saat ini dia benar-benar sangat marah dengan Zoe yang tak memahami posisi dirinya.“Apalagi? Aku capek tau nggak, Zoe. Kamu nggak pernah ngertiin posisi aku. Nggak pernah sekalipun menjadi penyemangat dalam hidup aku. Aku sama kamu itu Cuma nambah pikiran, karena kamu orang yang sangat egois. Pengennya dimengerti tapi nggak pernah mau ngerti posisi aku. Coba kamu pikir pernh nggak sekali aja kamu jangan ngehakimin aku!”“Kamu sebenarnya pacarku apa bukan sih? Ke mana peranmu sebagai seorang kekasih. Aku Cuma mau saat aku terpuruk seperti ini, kamu harusnya selalu ngedukung aku sekalipun aku salah!”“Nggak bisa lah, San. Gimana maksudnya aku harus ngedukung kamu di situasi apa saja, Itu saja sudah salah. Aku nggak janji bakalan terus jadi yang terbaik buat kamu, tapi setidaknya aku pengen buktiin kalo aku selalu ada untuk kamu.” Zoe yang daritadi hanya diam langsung angkat bicara di kala Sandr
Hari ini Sandra berangkat ke kampusnya setelah tiga hari tak masuk kelas. Sepanjang jalan, mata para mahasiswa dan siswi tak lepas darinya.Padahal selama ini, Sandra bukanlah mahasiswi yang terkenal. Bisa juga dibilang tak terlalu populer. Jadi, sekarang dia heran mengapa dirinya menjadi pusat perhatian."Aneh, emang ada yang salah ya dengan penampilanku, kok daritadi mereka ngelihatin aku terus," ujarnya pada diri sendiri. Ia berjalan dengan cepat untuk sampai ke dalam kelas.Sama halnya di dalam kelas, baru saja sampai tatapan tajam langsung dilayangkan padanya."Wih, yang baru esek-esek sama banyak om-om dan suami-suami orang. Masih punya muka ternyata muncul di kampus, nggak malu apa, ya udah bikin nama kampus tercoreng.""Iya lho, sampai kesebar gitu beritanya. Apa nggak malu gitu, 'kan, dengan sengaja dia nyebarin dirinya sendiri sebagai penggoda lelaki yang sudah beristri. Kalo aku sih malu, ya, saking pengennya dia kuliah sampai harus ngorbanin harga diri.""Bener banget! Ngg
Sandra merebahkan dirinya di ranjang, sesaat setelah memasuki apartemen. Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah selama ini uang yang diberikan untuknya adalah uang Anna juga. Jika ia, berarti dia sudah salah mengambil lawan.Padahal sebelum-sebelumnya, Anna sudah terbiasa menghadapi pria yang beristri tapi tak sampai serumit ini. Masalahnya sekarang dia sudah ketahuan menjadi simpanan suami orang lain.Drrrt ... drrrt ... drrrt ....Ponsel Sandra tiba-tiba berbunyi, Sandra mengembuskan napas dengan kesal."Perasaan baru aja ngerasain rebahan, udah ada yang ganggu aja. Pasti ini Tante Agnes nih," omelnya sambil berjalan mendekati meja dan mengambil ponsel."Halo." Dengan malas Sandra mengangkat telepon, ia kembali merebahkan diri di atas ranjang.[Kapan kau mengirimkan uangnya, Sandra. Ingat, kalo bukan karena aku, kamu tak akan bisa bertemu dengan Hendra. Jangan mentang-mentang sekarang hidupmu enak dipngkosi, jadi lupa sama aku yang sudah berjasa,] omel seseorang di seberang sana denga
Anna memandang jalanan yang terlihat lenggang. Dibukanya sedikit kaca mobil, lalu menghirup udara malam dalam-dalam. Kejadian tadi terus saja terulang dalam pikirannya.Tak menyangka dengan Hendra yang bisa-bisanya memberikan luka di dalam fisik dan juga hatinya. Lelaki yang dulu ia kira begitu tulus mencintainya, ternyata hanya mengincar hartanya saja. Anna mengembuskan napas dengan berat.Rasanya ini sangat tak bisa lagi diceritakan, bahkan ia ingin secepatnya pisah dengan Hendra yang dulu ... dulu sangat-sangat dicintainya."Arga," panggil Anna pada Arga yang sedang fokus menyetir."Ya, Bu," jawab Hendra lalu melihat Anna dari kaca di depan. Anna tak menatap Hendra, matanya masih terus fokus pada pemandangan dari luar kaca mobil."Tolong jangan beritahu Papa masalah ini. Aku tak ingin membebani pikiran Papa, aku masih bisa menyelesaikan masalahku sendirian," kata Anna, pandangannya lalu beralih menatap Arga yang hanya diam tanpa menjawab."Apa kau mendengar ucapanku, Arga? Tolong s
POV Sandra*Aku terkejut bukan main saat mendapatkan panggilan telepon dari Tante Agnes. Kuhembuskan napas dengan kasar, rasanya baru saja aku berduduk santai."Halo Tante," sapaku dari sini. [Halo, Sandra. Bisakah kamu datang ke sini, Hendra tiba-tiba tergeletak tak sadarkan diri. Badannya penuh dengan bekas tamparan sepertinya.]Aku mengernyitkan kening heran, tergeletak tak sadarkan diri. Bagaimana bisa?"Bagaimana maksudnya Tante? Sandra tak mengerti dengan apa yang Tante bicarakan," ucapku pada Tante Agnes lagi.[Ah, kau tak perlu banyak bertanya, Sandra. Cepatlah kemari, jangan tanyakan hal yang hanya membuatku semakin pusing saja. Cepat ke sini!] perintahnya tanpa segan. Aku mengerucutkan bibir kesal. Anak sama Mama ternyata sama saja, sama-sama merepotkan aku.Heran, bisa-bisanya aku bertemu dengan mereka ini. Bukannya meringankan bebanku dia malah membuat pikiranku bertambah banyak saja."Iya, Tante. Secepatnya Sandra akan ke rumah Tante," kataku. Belum selesai bicaraku Tan