Sontak wajah mertua Rani memucat. "Aduh mama lupa kalau sekarang waktunya membayar hutang setelah Mama pinjam bank keliling sebanyak 20 juta untuk dikirim ke calon suami kamu, May!" seru Mama Maya. "Apa? Ada-ada saja Mama ini. Bukankah sudah Maya bilang untuk menggadaikan sertifikat rumah ini saja?" tanya Maya kesal. Mamanya mendelik. "Kok kamu nyalahin Mama sih? Kan kamu yang nyuruh Mama nyari uang untuk suami kamu. Lagipula kalau sertifikat rumah apalagi segede gini, bisanya untuk jaminan pinjaman di atas lima puluh juta di bank, May. Jadi ya Mama kemarin terpaksa pinjam ke renternir.""Berapa cicilan perbulannya, Ma?" tanya Maya. "Perbulan Mama lima juta. Mama minta waktu untuk melunasi semuanya dalam waktu 3 bulan.""Astaga! Bunganya banyak amat sih, Ma? Dari dua puluh juta menjadi dua puluh lima juta? Bunganya lima juta sendiri dalam waktu tiga bulan!"Mamanya mendelik mendengar perkataan Maya. "Lalu Mama harus gimana? Mama kan nggak punya tabungan sebanyak 20 juta. Nggak bis
Flash back on.Maya menatap ponselnya dengan berbunga-bunga. Akhirnya pangerannya telah datang. Pangeran yang datang melalui DM dari akun sosial instagramnya yang kemudian berlanjut pada pesan whatsapp. [Terima kasih sudah memberikanku nomor Hp. Salam kenal ya Mbak.]Maya segera mengetikkan pesan balasan. [Sama-sama. Mas Kelvin kerja dimana?][Di pengeboran minyak lepas pantai daerah Kalimantan.]Mata Maya terbelalak. 'Wah, sudah tampan, eh mapan pula.][Wah, keren. Boleh lihat fotonya?]Tak lama kemudian lelaki bernama Kelvin itu mengirimkan video bangunan dengan mesin-mesin yang beroperasi di tengah laut lepas. Maya melongo. Bayangan untuk mendekati Kelvin seketika muncul di pikirannya. [Wah, luar biasa. Kok dalam video itu nggak ada mas Kelvinnya sih? Aku kan penasaran.][Hahaha, iya kapan-kapan aku kirimin video yang ada akunya.] [Ehm, Mas Kelvin, boleh video call nggak?][Jangan sekarang ya May, aku sedang agak sibuk. Sebagai gantinya aku kirimin fotoku saja ya.][Mas bekerj
"Oke. Ini masih provinsi sebelah. Dekat. Aku akan segera kesana malam ini, dan akan kuseret dia sampai di hadapan kamu, May!" tandas Rudi seraya mengepalkan tangannya. Maya hanya menatapnya sendu. "Mas, semua memang salahku. Aku terlalu percaya pada Kelvin.""Sst, bukan kamu yang salah. Tapi penipu itu yang kurang ajar. Kamu jangan sedih. Mas akan mencarinya untukmu."Maya mulai terisak-isak saat dia menceritakan tentang perasaannya yang terasa sakit. "Mas, hatiku sakit banget. Rasanya seperti mau kiamat saja," tukas Maya sesenggukan. "Sst, kamu jangan terlalu sedih. Ini ujian untuk kita. Kita harus bisa melewatinya. Kamu harus fokus pada penyembuhanmu dulu."Maya terdiam. "Kenapa dia begitu tega, Mas? Aku salah apa padanya? Aku kurang apa padanya? Padahal aku sudah tulus sekali padanya.""Kamu nggak salah apa-apa May, yang jahat itu Kelvin. Dia memanfaatkan kepolosan kamu untuk berbohong. Sudahlah, jangan terlalu sedih. Mati satu tumbuh seribu," tukas Leni. Maya terdiam. "Baikla
Rupanya mangkok bakso yang sedang dibawa Maya jatuh meluncur dan pecah berkeping-keping seperti hatinya. "Nggak mungkin!" jerit Maya sambil menghambur ke arah televisi yang sedang ditonton Rani. Dia merebut remote dan menggeser tempat duduk Rani. Maya mengeraskan suara tivi lalu memperhatikan tayangan itu dengan seksama. Matanya melotot saat melihat ada seorang lelaki bermasker yang sedang diwawancarai oleh polisi. "Jadi memang kira-kira ada sepuluh perempuan yang sudah menyerahkan uang pada kami. Terakhir kali kami dapat 20 juta."Suara lelaki itu terdengar lirih. Maya meremas remote tivi dengan sekuat tenaga. "Astaga, ini tidak mungkin!"Rani hanya melihat kelakuan Maya dan menghela nafas. Mendadak mertuanya datang lalu mematikan tivi. "Ck, buat apa sih nonton berita? Yang berlalu biarlah berlalu!" tukas Mama mertuanya sambil berdecak kesal. "Ma, jadi kita memang ditipu."Maya menangis terisak seperti anak kecil dengan memeluk pinggang mamanya. Sedangkan mamanya mengelus ke
🌹Jangan membuat perempuan yang kamu cintai menangis. Karena akan sangat menyakitkan bila ada lelaki lain yang membantu mengusap air matanya. **Ada gelenyar aneh dan hawa panas saat menatap Nilam. Apalagi bagian vital milik Rudi mendadak 'mengeras'."Nilam ..." Rudi terengah memanggil Nilam. "Ada apa, Mas? Kamu kenapa?""Aku ...,""Kamu kenapa, Mas?" Rudi memeluk Nilam erat. Nilam membalasnya. Lelaki itu mendesah dan merasakan ada rasa di dalam dirinya yang ingin segera dituntaskan. Rasa yang sudah tidak bisa ditahan lagi. Suara hujan yang yang terkadang ditingkahi oleh petir menambah keinginannya untuk melakukan hal itu semakin kuat. Lelaki itu mulai mengecup Nilam. Dan Nilam pun tanpa bisa menolak, membalasnya dengan lebih liar lagi. Rudi tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Kenapa mendadak muncul hasrat ingin melakukan hal itu secara membabi buta saat ini. Bahkan perempuan itu segera menuju ke pintu dan menguncinya. Lalu menggelendot manja dalam pelukan Rudi. Nilam be
🌹Wahai para suami, kalau ingin isteri mu berperilaku seperti bidadari, buatlah rumah tangga mu seperti di syurga. Karena tidak ada bidadari yang tinggal di neraka. **Flash back on."Kamu nggak masak untuk kami?" tanya mertua Rani saat melihat Rani sedang menyantap salad buah miliknya. Rani mendongak. "Rani baru saja membuat salad buah banyak. Ada di kulkas, Ma. Ada sayur bening bayam dan tempe goreng serta pepes ikan laut kalau mau.""Ck, makanan apa seperti itu? Nggak ada ayam atau daging? Bagaimana kalau Rudi sakit setelah memakan makanan tak bergizi itu? Kamu ini pelit banget sama suami. Sudah menguasai gaji suami, sekarang pelit pula saat memasak. Sebenarnya apa yang akan kamu lakukan dengan uang gaji suami kamu itu kalau tidak untuk makan enak?" tanya mama Rudi. "Ma, uang gaji itu tidak bisa serta merta dihabiskan. Kalau uang gaji dihabiskan, aku dan mas Rudi nggak akan punya tabungan. Apalagi setelah ini aku dan mas Rudi akan punya anak, Ma. Lagipula Rani masak seperti it
Maya terlihat terdiam dan berpikir keras. "Aku ...,""Stop!" suara Mama Rudi terdengar tegas. "Kalian dari pagi bertengkar terus, kasihan Rudi yang nanti akan berangkat kerja. Bisa-bisa dia tidak fokus menyelesaikan pekerjaan kantornya. Rani, nggak usah pakai sumpah-sumpahan segala. Maya, kamu minta maaf pada Rani sekarang karena sudah iseng dan membuat suasana menjadi tidak enak. Rudi, suasana rumah masih tidak kondusif, kamu langsung saja berangkat ke kantor saja!""Baik Ma. Rudi juga lelah dicurigai terus oleh Rani. Dia pikir Rudi enggak capek di kantor kerja, dan di rumah diajakin berantem.""Iya. Mama tahu kamu capek. Karena itu Ran, kamu harus mau instrospeksi diri. Kalau kamu mau menang sendiri dan terus egois seperti ini, wajar saja kalau Rudi nanti mencari perempuan lain yang lebih lemah lembut daripada kamu.""Tapi kan sesuai perjanjian ...,""Sudahlah Ma. Rudi berangkat saja ke kantor. Biar saja Rani dengan segala buruk sangkanya pada Rudi."Rudi berdiri dari kursinya la
🌹 Walaupun untuk saat ini kamu sering bertemu dengan orang yang membuatmu bersedih, percayalah suatu saat kamu akan bertemu dengan seseorang yang tak pandai pergi dan takut menyakiti. ***Rudi menelan ludah dan menarik nafas panjang. Lalu selintas ide muncul di hadapannya. "Lha mas Agus ngapain juga kesini? Padahal rumah mas Agus kan di luar kota? Bisa-bisanya mas Agus kelayapan di hotel! Mana mbak Leni? Atau jangan-jangan mas Agus ...?! Wah, aku tidak terima ya kalau kakak perempuan ku satu-satunya dikhianati."Agus tertawa. "Rud, Rud. Kamu kayak maling teriak maling deh. Aku ke kota ini jelas tujuannya. Untuk peninjauannya proyek baru. Perusahaan properti tempatku kerja bekerja sama dengan hotel ini untuk pembangunan dan perluasan lahan. Ini lho, aku bawa semua bukti dan proposal nya. Apa kamu mau lihat?" tanya Agus mengangsurkan tas tenteng hitamnya ke arah Rudi. Rudi diam sesaat. "Oke. Aku percaya Mas."'Mana mungkin aku memeriksa semua yang ada di tas mu itu? Oh ya, gimana c
Rani baru saja pulang dari kuliah dan melihat tivi sejenak, tapi tak lama kemudian dia tercengang. Sebuah kebakaran rumah yang dulu sangat dikenalnya terpampang dalam berita itu. Perempuan itu menelan ludah. 'Kebakaran itu berlangsung semalam. Berarti kejadiannya setelah pulang dari pernikahan Mas Agus,' batin Rani. Dan kamera tivi mengekspos wajah tiga bersaudara yang dulu pernah membuat hatinya sangat terluka."Kini aku sudah puas dengan apa yang terjadi pada kalian. Bukankah kehilangan itu sakit rasanya?" tanya Rani dengan tersenyum puas. *Rudi, Leni dan Maya menerima amplop dari beberapa tetangga dan bantuan dari pemerintah daerah dengan perasaan campur aduk. Selama tiga hari ini mereka tinggal di kos sederhana di dekat rumah yang terbakar itu. Mereka berjanji pada pemilik kos untuk membayar tepat waktu dengan uang yang didapat dari bantuan tetangga. Dan beberapa wartawan tivi mencarinya lalu menanyakan penyebab kebakaran di rumahnya. Walaupun sangat sedih, tapi Rudi menc
Rudi, Maya dan Leni terkejut mendengar penuturan Agus. "Mas, mbak Leni itu jauh seribu kali lipat daripada Nilam. Kok mau-maunya sih kamu menikah dengan Nilam. Dia itu mantan sugar baby lho. Anak dalam perutnya itu bukan anakku. Pasti anak haram, Mas. Sadar Mas Agus!" seru Rudi berapi-api. Agus hanya tersenyum. "Betul, kalau Nilam dulu memang sugar baby. Dia mengakui nya dan ingin bertobat. Selama ini dia menjadi lebih baik. Dan aku saksinya. Dia menjadi lebih terhormat. Lalu apa kamu yakin kalau Mbakmu lebih baik dari Nilam? Aku tidak ingin menjelekkan mantan istri. Tapi hatiku merasakan lebih nyaman saat bersama Nilam daripada bersama Leni. Dan yang terakhir, tidak ada yang namanya anak haram. Yang ada hanyalah perbuatan kedua orang tuanya yang haram. Semua anak sejak lahir dalam kondisi suci."Agus tersenyum lalu meletakkan undangan pernikahannya di atas meja tempat jualan milik ketiga bersaudara itu. Leni menatap tajam ke arah Agus. "Jadi kamu hanya bisa pamer seperti ini, Ma
🌹Kamu tahu enggak apa bedanya kamu dan hantu?Kalau hantu datang dan perginya nakutin, kalau kamu datang dan perginya nyakitin. *Pov Rudi Hari Sabtu pagi, dengan berbekal SIM C yang kebetulan kutinggal karena aku hanya membawa SIM B, aku bergegas ke polsek terdekat dan melaporkan tentang kehilanganku. Aku sedikit lega karena sudah mengantongi surat kehilangan dan polisi juga berjanji akan melacaknya. Hanya aku tidak bisa mengurus ke bank langsung, karena menunggu hari Senin dua hari lagi. Lagipula aku lupa nomor rekeningku kalau mau telepon CS. Selama dua hari itu, rasanya hidup segan mati tak mau. Aku benar-benar merasa tercekik dan seolah-olah akan ma ti esok hari. Ponselku yang ikutan hilang tidak bisa digunakan untuk mentransfer saldo ke rekening Maya ataupun mbak Leni.Ibarat kanker, sungguh aku sudah mengidap kanker stadium empat. Serba salah dan serba repot. "Mas, besok sudah hari Senin. Kamu seharusnya mulai mengurus kartu ATM dan buku tabungan kamu." Terdengar suara
🌹 Salah beli baju, bisa menyesal sehari. Salah potong rambut bisa menyesal seminggu. Salah memilih suami, bisa menyesal seumur hidup. **Flash back on. PV Rani"Ini bayaran kamu. Kerja bagus telah membuat Maya dipecat." Aku tersenyum puas pada sepasang suami istri yang terlihat glamor itu. Tak lupa kuulurkan amplop berisi sisa uang pembayaran. Suami istri di depanku melihat isi amplop coklat yang diberikan padaku dengan mata berbinar. "Terimakasih banyak, mbak Rani." Sang istri menerima amplop itu. "Jaga rahasia kita, Bu. Saya tidak mau ada keributan setelah ini.""Jangan khawatir, mbak. Kami profesional kok. Kami memang benar-benar membutuhkan uang ini untuk pengobatan anak kami."Suaminya lalu mengulurkan paper bag yang sedari tadi ada di pangkuannya. "Ini mbak, baju yang mbak belikan untuk kami. Kostum saat makan di restoran kemarin. Saya kembalikan pada Mbak. Saya kira, harganya pasti mahal."Lelaki itu lalu memberikan paper bag yang dipegangnya padaku. Aku mendesah. Kala
🌹 Aku memang manusia biasa. Tapi percayalah, cintaku untukmu itu luar biasa. **Pov Rani. Dering telepon membangunkanku dari tidur. Tanpa melihat nama penelepon, aku menekan layar hijau. "Halo.""Hei, pembunuh! Kamu sudah puas dengan apa yang terjadi?" Bukannya menjawab dengan baik, suara diseberang telepon terdengar nyolot. "Ini siapa sih?" tanyaku masih dengan rasa mengantuk. "Semudah itu kamu melupakan aku? Bagus ya? Lagipula aku juga tidak butuh untuk kamu inget lagi. Karena kamu lah yang membuat kondisi keluarga ku bangkrut dan mama harus kehilangan nyawa."Seketika rasa kantukku menghilang. Ini jelas suara Maya. "Mama mu meningga?" tanyaku. Tak munafik aku merasakan dua macam rasa. Senang dan prihatin dalam waktu yang bersamaan. "Sudah puas kamu membuat apes aku dan keluargaku?"Aku mengerutkan dahi. "Kamu," sahutku dingin. "Sudah puas kamu kalau anakku meninggal karena perbuatan ayah kandungnya sendiri?" "Apa maksud kamu?" tanya Maya. "Kamu jangan play victim."Aku t
🌹Aku mencintaimu seperti salat tarawih. Bukan siapa yang datang di awal, tapi siapa yang bertahan di akhir.**Rani melihat layar ponsel dengan puas. "Apa kamu sudah puas?" tanya Rudi saat melihat ekspresi wajah mantan istrinya. Rani hanya terdiam dan melihat wajah Rudi serta Maya dalam diam. "Jangan lupa, Mbak. Kamu harus menepati janji untuk mencabut laporan ke polisi."Rani tersenyum. "Tentu saja. Jangan khawatir. Aku bukan tipe orang yang suka mengingkari janji," sindir Rani. Rudi hanya mendengus kesal. "May, ayo kita pulang saja. Urusan kita sama dia sudah selesai.""Iya, Mas."Rudi dan Maya berdiri lalu tanpa berpamitan, mereka berlalu dari hadapan Rani. Rani menekan nomor telepon Nilam, dan tak lama kemudian langsung tersambung dengan sang empunya. "Halo, Nilam.""Ada apa, Ran?""Aku minta nomor rekening kamu dong.""Untuk apa?" Nada suara Nilam terdengar bingung. "Mas Rudi baru saja kesini dengan Maya. Tapi sekarang mereka sudah pulang.""Hah? Ke kos kamu? Ngapain? Apa
Rudi mendelik saat merasakan mamanya tidak lagi bernafas. "May, mama May!" seru Rudi panik."Kita bawa ke rumah sakit sekarang!""Tapi duitnya?""Duit kamu gadai sertifikat rumah kan masih ada?""Itu untuk usaha karena saat ini aku kan di PHK, May!""Jangan gila, Mas. Kamu mau mementingkan duit daripada Mama?""Ck, oke!""Bawa mobil mbak Leni saja!"Mendadak Rudi tersenyum saat teringat bahwa Leni masih mempunyai mobil. "Oke. Aku gendong mama dan kamu ambilkan kunci mobil ya?!"**"Ada masalah pada jantungnya. Pasien sempat mengalami apneu*. Untung cepat dibawa ke sini. Apa pasien jarang olahraga dan makannya selalu tinggi kolesterol?"Maya dan Rudi berpandangan. "I-iya, Dok. Mama suka santan dan jerohan ayam."Dokter di hadapan Maya dan Rudi hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. "Pasien harus dirawat di ruang ICU dan melihat perkembangannya.""Ba-baik, Dok."Rudi dan Maya berjalan dengan gontai di koridor rumah sakit. "Mas, apa yang harus kita lakukan? Mama nggak pernah ikut
Flash back on. Rani merenggangkan otot tubuhnya saat baru saja menyiapkan peralatan massagesnya di spa khusus perempuan. Dia memang mengambil mata kuliah khusus tata rias dan massages spa serta bekerja part time dalam bidang yang sama pula. Klinting. Suara denting lonceng berbunyi dan masuklah seorang perempuan setengah baya. "Silakan masuk. Ingin treatment apa?" tanya Rani ramah. Lalu beberapa saat kemudian, baik Rani maupun calon pelanggannya saling berpandangan. "Bu Dewi kan?""Lha kamu Rani kan?""Apa kabar, Ran? Kamu tambah cantik sekarang. Ya Tuhan, glowing!"Rani tersenyum. "Apa kabar, Bu? Kok di Malang? Sedang ada acara di kota ini?" tanya Rani pada tetangganya Rudi itu. "Iya. Aku sedang mengunjungi anak. Eh, sama anakku dibawa ke salon dan spa. Katanya di sini pelayanan bagus dan harga miring," tukas Dewi sambil mengulurkan nota pemilihan treatment. "Iya Bu. Bisa dicoba." Rani tersenyum dan membaca pilihan layanan treatmen lalu mulai menyiapkan peralatan. "Silakan k
🌹 Kadang orang jahat itu berawal dari orang baik yang tersakiti. **Flash back on."Ada apa lagi, Ran? Bukankah kamu sudah bertekad untuk tidak mau menerima lamaranku?""Ya Mas. Sekali lagi aku minta maaf.""Katakan saja apa yang ada di hatimu dan jangan buang-buang waktu!""Baik. Aku cuma ingin bertanya pada Mas Agus, apa mas tidak merasa sakit hati pada perbuatan mbak Leni yang dengan semena-mena mempermalukan orang tua mas Agus saat acara perayaan ulang tahun pernikahan?""Memang ada apa? Apa ada urusannya denganmu?""Mas Agus, kumohon. Jangan dendam seperti ini. Aku tahu mungkin mas Agus masih sakit hati karena aku tidak bisa menerima perasaanmu, tapi tak bisakah mas juga memperlakukanku sebagai adik seperti Mas memperlakukan Widuri?" tanya Rani dengan tatapan memohon. "Aku yakin dengan apa yang mas miliki sekarang, mas pasti akan mendapatkan pengganti yang lebih baik dariku. Aku mohon, Mas. Maafkan aku. Aku ingin kita bekerja sama."Mau tak mau Agus menjadi iba. "Sebenarnya a