Home / Pernikahan / SAAT ISTRIKU MINGGAT / Bab 5. Harapan (Emas) Palsu

Share

Bab 5. Harapan (Emas) Palsu

Author: ananda zhia
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Kini tinggal Rudi yang melongo. "Apa? Tidak mungkin! Kalau Rani tidak ikut kamu seperti yang telah disebutkan dalam suratnya, lantas dia kemana?"

Sebenarnya ada sedikit rasa lega dalam hatinya saat mengetahui fakta bahwa istrinya tidak kabur dengan laki-laki lain. Itu artinya Ranu masih mencintainya. 

Tapi hati Rudi memang masih bertanya-tanya tentang keberadaan Rani. Entah selamat atau tidakkah istrinya sekarang.

Erwin hanya mengedikkan bahu sambil menepis tangan Rudi yang mencengkeram kerah bajunya. 

"Ya saya nggak tahulah. Yang suaminya kan kamu, Pak. Kenapa justru saya yang jadi tersangkanya?"

"Kamu pasti bohong ya?! Jelas-jelas dalam surat Rani disebutkan kalau dia kabur sama petugas bank Emok. Dan satu-satunya petugas bank Emok yang ke rumahku untuk menagih hutang kan cuma kamu. Kamu enggak usah ngeles lagi. Sekarang kembalikan istri saya!"

Beberapa pengunjung mulai ricuh. Beberapa diantaranya bahkan mulai mengarahkan kamera ponsel ke arah Rudi dan Erwin. 

Seorang satpam mendekat dan melerai mereka. 

"Jangan membuat gaduh di sini! Kalau mau gelut, silakan ke tempat lain!" seru salah seorang berbadan sangar dengan seragam bertuliskan sekuriti. 

"Tunggu, Pak. Saya cuma ingin memperjelas kasus saya. Istri saya minggat sama dia!" Rudi menunjuk ke arah Erwin dengan emosi. 

Erwin segera menggelengkan kepalanya. "Jangan fitnah. Kamu tidak punya bukti. Lagipula saya sudah punya istri. Ini istri saya. Buat apa saya membawa kabur istri orang lain?" tanya Erwin seraya menatap perempuan cantik di sampingnya. 

Rudi menelan ludah. Dia memang tidak membawa kertas yang berisi tulisan tangan Rani.

"Heh, sudah. Saya tidak peduli istri siapa dan yang menculik siapa. Tapi satu hal yang pasti, kalian harus pergi dari sini. Cepat pergi dari sini kalau cuma buat kerusuhan!"

Rudi menatap Nilam yang keheranan. Tapi selintas ide muncul di kepalanya. 

"Oke. Saya akan pergi."

Rudi segera bergegas meninggalkan Nilam yang melongo di depan semua pesanannya. Sementara itu Erwin dan perempuan yang datang bersamanya tetap berada di kafe tersebut. 

Rudi segera naik ke motor dan memacunya menuju ke kantornya yang hanya berjarak 300 meter dari kantornya. 

"Huh, untung saja aku bisa kabur dari tagihan kafe. Uang kemarin aja masih dipinjam Dewi. Sekarang Nilam minta ditraktir. Huh, nggak ada pekanya sih jadi cewek. Katanya mau mentraktir, eh ada orang basa basi, dia malah mau makan gratisan. Heran."

"Cepat banget kamu makannya?" sapa Toni seraya melahap nasi kuning dan nugget yang ada di kotak bekalnya.

Rudi menelan ludah melihat bekal yang ada di hadapan Toni. Baru kali ini dia merasa iri melihat temannya makan bekal yang dibuatkan oleh istrinya.

"Enak ya bekal buatan istrimu?" tanya Rudi seraya terus melihat ke arah isi bekal Toni. 

"Apaan tuh isinya?" tanya Rudi kepo sambil melongokkan kepalanya untuk mengintip ke dalam kotak bekal milik Toni. 

Toni yang terheran tetap menjawab pertanyaan dari Rudi.

"Nasi goreng, nugget homemade yang dibuat dengan penuh cinta," sahut Toni tersenyum. 

"Hm, pret. Kamu pasti hanya melebih-lebihkan istrimu saja ya? Biar terlihat harmonis gitu." Ridu terlihat manyun. 

"Sembarangan. Kamu benar-benar saling mencintai."

"Kok bisa sih kalian saling mencintai? Emang berapa gaji yang kamu berikan pada istri kamu sehingga dia mencintaimu?"

Toni menghentikan suapannya dan menatap ke arah temannya itu. 

"Seluruh gajiku langsung masuk ke dalam rekening istriku, Rud. Jadi semua pengeluaran istriku yang mengaturnya."

Rudi mendelik. "Apa kamu bilang? Kamu kok bo doh banget sih Ton? Kamu kan yang kerja kok istri kamu yang nerima hasilnya? Nggak masuk akal itu!"

Toni tersenyum melihat keterkejutan Rudi. "Kamu itu yang nggak masuk akal. Kamu ngambil anak orang, kamu nikahin dia, dia ngurusin kamu, anak kamu, bahkan mungkin merawat keluarga kamu dengan ikhlas padahal kamu nggak ikut membiayai hidupnya sejak kecil, tapi kamu masih itung-itungan sama istri kamu? Wah otak kamu nggak beres, Rud!"

Rudi mendelik mendengarkan perkataan temannya. 

"Apa kamu bilang? Kalau istri kamu yang mengatur semua gaji kamu, bagaimana dengan uang untuk orang tua kamu? Bagaimana dengan kebutuhan kamu di luar rumah?" tanya Rudi penasaran. 

"Ibuku hanya tinggal seorang diri di samping rumahku. Beliau nggak mau ikut kami. Kata ibuku enggak mungkin ada dua ratu dalam satu rumah. Kebutuhan ibuku aku dan kakak lelaki ku yang menanggung. Aku bilang istriku kalau ingin memberikan uang pada ibuku. 

Dan dia dengan senang hati memberikan sebagian gajiku pada ibuku. Istriku bahkan mengumpulkan modal dari sisa uang belanjanya untuk membuat frozen food lalu dijual secara online maupun offline. Ibuku pun juga tidak mau berpangku tangan meminta uang pada anaknya. Ibuku ikut membantu istriku jualan makanan beku itu, Rud. Aku bahagia sekali. Karena mereka sangat rukun."

Tampak binar bahagia wajah Toni saat menceritakan tentang isteri dan ibunya. 

"Trus kamu nongkrongnya gimana dong kalau uang kamu semua kamu berikan pada istrimu?"

"Rud, kita kan sudah punya istri. Alangkah bagusnya kalau kita jangan mementingkan ego sendiri. Kalau mau nongkrong, ya nongkrong sama anak istrilah. Kan di kantor sudah ketemu sama teman-teman. Masa mau nongkrong terus sama teman. Terus gunanya nikah apa dong?"

Rudi terdiam. Bukan karena dia sadar atau merenungi kata-kata Toni barusan, tapi lelaki itu kehilangan kalimat untuk membela diri.

"Kan kalau sama istri terus bosen, Ton. Kamu emang nggak bosen di rumah lihat istri pakai daster terus? Bolong lagi!"

"Heh, Rud. Kalau kamu ingin istri kamu punya badan atau wajah bagus, ya modalin. Belikan baju atau skin care lah. Nggak akan bosen kok. Kalau memang mau nongkrong sama teman ya jangan sering-sering lah. Makanya kamu harus pintar membuat suasana rumah tangga yang hidup biar betah, Rud."

Rudi hendak membantah kata-kata Toni saat mendadak terdengar jam istirahat kantor telah habis. 

*

Rudi baru saja membuka pintu kamar saat ponselnya menjerit melengking. 

"Halo, Ma. Ada apa?"

"Halo Rud, apa uangnya masih belum siap juga?"

"Aduh, Ma. Belum ada. Ini Rudi sedang nyari BPKB tapi ilang. Mungkin dibawa Rani."

"Astaga, istrimu itu benar-benar keterlaluan. Apa kamu tidak punya simpanan gaji sih, Rud? Apa cari perhiasan Rani yang mungkin saja tertinggal di sana. Mama benar-benar butuh banget nih!"

Rudi menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Sedang capek baru pulang kerja, sudah diributkan dengan masalah uang.

"Enggak ada, Ma. Mama kan tahu sendiri smua gaji sudah kuberikan pada Mama, Rani, dan sebagian untuk healing."

Rudi langsung merebahkan diri di ranjangnya tanpa berganti baju maupun cuci tangan. 

"Ck, gimana sih ini! Mama butuh banget nih, Rud. Masa iya Mama minta duit lagi ke Agus? Mana Maya juga nggak punya tabungan."

"Ya minta saja ke calon suami Maya lah, bisa juga ke mas Agus. Dia kaya kan dibandingkan Rudi," tukas Rudi akhirnya. 

"Tapi kan Agus itu mantu Mama. Kamu yang anak lelaki Mama, Rud. Kata Maya, gaji calon suaminya masih didepositokan. Kan dia kerja di lepas pantai migas dan belum habis masa kontrak. Coba kamu pinjam ke kantormu dulu. Nanti biar suaminya Maya yang bayar ke kamu."

"Aduh, Ma, nggak a .... Eh, apa ini?"

Tangan Rudi mendadak menarik benda panjang dari bawah bantal yang biasa digunakan Rani untuk tidur. Mata Rudi membelalak saat melihat benda apa yang keluar dari dalam bantal.

"Ma, ini ada kalung, gelang, dan cincin. Melihat bentuknya, mungkin bisa lebih dari lima juta! Bo doh banget sih Rani menyimpan emasnya di sini dan ditinggal," tukas Rudi sambil mengelus emas di tangannya.

"Wah, bagus kalau begitu! Langsung jual saja, Rud. Nggak usah nyari Rani lagi. Biar kapok tuh si Rani. Beraninya kok minggat ninggalin suami. Istri macam apa itu!!" Mama Rudi terdengar mengompori. 

"Oke. Tenang saja, Ma. Aku akan langsung menjualnya besok."

**

Rudi dengan ruang membawa perhiasan yang ditemukannya di bantal Rani ke toko emas dengan riang. Namun begitu kagetnya dia setelah perhiasan milik Rani diperiksa.

"Maaf, Pak. Tapi semua perhiasan ini palsu. Imitasi. Tidak ada harganya," tukas pemilik toko emas itu seakan membuat dunia Rudi yang cerah menjadi kelam.

"Apa?"

Next?

Related chapters

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    Bab 6. Kedatangan Uda Aris

    "Maaf, Pak. Tapi semua perhiasan ini palsu. Imitasi. Tidak ada harganya," tukas pemilik toko emas itu seakan membuat dunia Rudi yang cerah menjadi kelam."Apa?""Iya Pak, semua perhiasan emas ini imitasi." Pemilik toko emas itu mengulangi jawabannya. "Tidak mungkin. Pasti Mas nya salah periksa. Ayo periksa lagilah!" Rudi bersikeras untuk memaksa. Pemilik toko emas itu hanya bisa menghela nafas. "Saya sudah memeriksanya berulang kali. Dan hasilnya tetap sama. Perhiasan emas ini palsu. Kalau Bapak tidak percaya, silakan bawa perhiasan ini ke toko lain."Rudi tercengang dan dengan terpaksa dia mengambil perhiasan itu dari penjual emasnya.Rudi terpekur dalam hati. 'Jadi perhiasan ini palsu? Apa perhiasan ini yang dulu menjadi warisan ibunya Rani?! Kalau benar perhiasan ini adalah bagian dari warisan ibunya Rani, berarti perhiasan Rani selama ini palsu juga. Tapi kalau perhiasan ini berbeda dengan warisan ibunya Rani, buat apa Rani memiliki perhiasan palsu ini? Apa perhiasan ini untuk

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    Bab 7. Pembelaan Rudi

    "Uda? Kok nggak memberi kabar dulu kalau mau datang?" tanya Rudi kaget melihat kakak lelaki Rani sedang berdiri di depan rumahnya. Wajahnya tampak tak bersahabat. "Mana adikku?" tanya Aris langsung masuk ke dalam ruang tamu rumah Rudi. "Ran! Rani!" Aris memanggil-manggil adiknya dan beranjak menuju ruang tengah. Rudi segera berlari mengejar kakak iparnya."Tunggu, Da. Rani tidak ada di sini!"Aris menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya menatap ke arah Rudi."Kalau Rani tidak ada di sini, kenapa kamu nggak nyari adikku? Kenapa kamu justru membiarkan Rani menghilang? Apa kamu sudah lapor polisi, hah?" tanya Aris sambil mencengkram kerah baju Rudi. Rudi merinding melihat tangan kanan Aris terkepal ke arahnya. Tapi dikuat-kuatkan hatinya lalu dia menatap ke arah kakak iparnya. "Uda, seharusnya bukan Uda yang marah. Tapi aku!" tukas Rudi. Matanya menatap tajam ke arah Aris. "Apa maksud kamu? Katakan?!""Uda duduk dulu. Akan kuambilkan kertas berisi pesan terakhir Rani," tuk

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    Bab 8. Siapa Agus

    POV Rani Flash back on."Rani, semua sudah makan. Piringnya jangan lupa dicuci ya?" tukas ibu mertuaku. Aku yang sedang membaca novel online favoritku mau tidak mau harus berhenti dan menoleh pada Mas Rudi.Meskipun pintu kamar tertutup tapi suara mertuaku yang di dekat ruang makan seolah bisa menembus dinding kamar kami. "Mas.""Apa?" Aku memanggil mas Rudi tapi suami ku masih asyik dengan ponselnya."Mas!""Apa sih?" tanya Mas Rudi sambil tetap bermain dengan ponselnya. "Kenapa sih kok aku terus yang disuruh nyuci piring dan nyapu-nyapu? Apa mentang-mentang karena aku paling miskin di sini jadi aku bisa disuruh apa saja?"Mas Rudi meletakkan ponselnya dan menatapku."Sudahlah, jangan lebay. Mamaku berarti kan ibumu juga. Kamu sudah enggak punya ibu dari lama kan? Wajar kan kalau mamaku menyuruh anaknya, yaitu kamu untuk membantunya dalam urusan pekerjaan rumah?" tanya mas Ardi membuatku tercengang. Dia selalu mempunyai alasan untuk memojokkanku atau membenarkan tindakannya dan

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    Bab 9. Pertemuan Kembali

    Flash back On :Aku mendelik. "Kamu boleh melupakan aku. Tapi kamu pasti tidak akan melupakan sapu tangan ini kan?""Bagaimana ini bisa ada padamu? Bukankah sapu tangan ini kuberikan pada ..,""Widuri. Teman sepermainan kamu saat masih SMP.""Mas Agus, kok bisa kenal Widuri?" tanyaku bingung. Mas Agus tertawa lalu menggembungkan pipinya dan melingkarkan jempol dan telunjuknya ke mata, seakan menjadi sebuah kacamata.Aku mendelik. "Mas Donat? Mas Agus itu mas Donat?" tanyaku kaget. Mas Agus tertawa. "Ya, nama lengkapku Agus Doni Kurniawan."Aku melongo tak henti-hentinya takjub pada metamorfosis mas Agus, dari gemuk menjadi kurus. "Aku rindu padamu, Ran," tukas mas Agus hampir memelukku.Dengan cepat aku menahan dadanya yang hendak menarikku ke dalam pelukannya. "Maaf Mas, kamu sudah punya istri. Aku nggak ingin ada fitnah di sini."Mas Agus terlihat kecewa dan menurunkan tangannya. "Apa kabar Widuri, Mas? Sejak pindah ke ibu kota, kami tidak pernah berkontak lagi.""Widuri sehat

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    bab 10. Hamil

    *Terkadang ada sebuah nama yang tertulis di hati, tapi tidak tertulis di buku nikah.***"Apa?! Kamu minta berpisah? Aku enggak mau!""Kenapa?" "Kok tanya kenapa? Karena aku mencintai kamu lah!"Rani tersenyum kecut. "Mencintai? Tapi kamu jelas memanfaatkanku, Mas. Kamu tidak usah mengelak lagi. Aku sudah muak dengan semua yang dianggap wajar olehmu dan keluargamu!"Rudi segera turun dari motornya dan mendekati Rani. Wajahnya tampak memelas."Oke, kalau kamu tidak mau pulang. Kita bicara di sini. Setidaknya pinggirkan dulu motor kamu agar kita tidak menghalangi orang lewat."Beberapa pengguna jalan memperhatikan mereka. Karena jalan yang mereka lalui masih dalam area pasar, mau tidak mau banyak mata yang melihat percekcokan suami istri itu.Rani pun hanya menghela nafas dan akhirnya meminggirkan motornya."Tolong berikan aku kesempatan untuk membuktikan bahwa aku mencintaimu. Aku akan membahagiakan kamu dengan cara apapun," tukas Rudi sambil mendekat pada Rani. Perempuan itu menatap

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    bab 11. Perjanjian

    Rudi dan Rani serentak menoleh ke sumber suara. "Mama?!"Mama Rudi menyeringai dan masuk ke dalam rumah. "Kamu benar-benar istri durhaka, Ran!" tunjuk mertuanya.Rani melirik tajam pada mertuanya. "Maaf, Ma. Kalau dulu mungkin Rani akan manut-manut saja. Tapi saat ini Rani tidak akan pasrah begitu saja. Rani akan membenahi apapun yang Rani pikir tidak adil," tukas Rani membuat mertuanya mendelik. "Kamu berani sekali ya sekarang?! Pantas dari dulu Mama sudah tidak sreg dengan kamu. Ternyata kamu memang bukan istri yang baik untuk Agus. Mama benar-benar kecewa dengan kamu, Ran!" sembur Mama. Tangan Rani terkepal. Ingin marah tapi ditahannya sekuat tenaga karena dia sadar bahwa dia berhadapan dengan orang yang lebih tua.Rani menghela napas panjang, mencoba mengumpulkan kesabaran. "Ma, apa Mama pikir Mama saja yang menyesal. Saya juga menyesal.""Apa kamu bilang? Kamu benar-benar istri yang tidak berbakti. Nggak tahu malu! Istri yang tahunya cuma makan dan tidur saja dan nggak perlu

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    bab 12. Ditagih Utang

    "Len, duduk! Itu bukan salah Rani. Aku hanya ingin kamu hamil. Apa itu salah? Atau begini saja, bagaimana kalau Rani saja yang jadi istriku?" tanya Agus dengan wajah serius. "Mas, kamu jangan suka bercanda. Ini sama sekali tidak lucu. Lagipula, apa katamu, Mas? Kamu mau meninggalkanku demi bersama Rani? Mas Agus sudah nggak waras atau kamu kesurupan?" tanya Leni dengan pandangan mengejek terhadap adik iparnya. "Mas Agus, jangan ngeprank kami dong. Kami tahu kalau mas Agus akhir-akhir ini sering membuat video di YouTube tentang kiat-kiat sukses menjadi pengusaha. Tapi nggak bikin acara tentang prank kan?" ujar Maya seraya tertawa. "Iya nih Gus, kalau kamu memang ingin mengejutkan kami, jangan seperti ini caranya. Kamu kan bisa mengejutkan kami dengan mendadak membelikan rumah, mobil, atau sekalian penthouse tanpa kami tahu. Jangan bikin panik dengan prank kamu deh?!" sahut Mama Rudi sambil menatap wajah menantunya itu. "Mas, kamu pasti ngomong kayak gini karena kamu cuma ingin aku

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    bab 13. Tertipu Scammer Cinta

    Sontak wajah mertua Rani memucat. "Aduh mama lupa kalau sekarang waktunya membayar hutang setelah Mama pinjam bank keliling sebanyak 20 juta untuk dikirim ke calon suami kamu, May!" seru Mama Maya. "Apa? Ada-ada saja Mama ini. Bukankah sudah Maya bilang untuk menggadaikan sertifikat rumah ini saja?" tanya Maya kesal. Mamanya mendelik. "Kok kamu nyalahin Mama sih? Kan kamu yang nyuruh Mama nyari uang untuk suami kamu. Lagipula kalau sertifikat rumah apalagi segede gini, bisanya untuk jaminan pinjaman di atas lima puluh juta di bank, May. Jadi ya Mama kemarin terpaksa pinjam ke renternir.""Berapa cicilan perbulannya, Ma?" tanya Maya. "Perbulan Mama lima juta. Mama minta waktu untuk melunasi semuanya dalam waktu 3 bulan.""Astaga! Bunganya banyak amat sih, Ma? Dari dua puluh juta menjadi dua puluh lima juta? Bunganya lima juta sendiri dalam waktu tiga bulan!"Mamanya mendelik mendengar perkataan Maya. "Lalu Mama harus gimana? Mama kan nggak punya tabungan sebanyak 20 juta. Nggak bis

Latest chapter

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    bab 46. Melamar Rani (Ending)

    Rani baru saja pulang dari kuliah dan melihat tivi sejenak, tapi tak lama kemudian dia tercengang. Sebuah kebakaran rumah yang dulu sangat dikenalnya terpampang dalam berita itu. Perempuan itu menelan ludah. 'Kebakaran itu berlangsung semalam. Berarti kejadiannya setelah pulang dari pernikahan Mas Agus,' batin Rani. Dan kamera tivi mengekspos wajah tiga bersaudara yang dulu pernah membuat hatinya sangat terluka."Kini aku sudah puas dengan apa yang terjadi pada kalian. Bukankah kehilangan itu sakit rasanya?" tanya Rani dengan tersenyum puas. *Rudi, Leni dan Maya menerima amplop dari beberapa tetangga dan bantuan dari pemerintah daerah dengan perasaan campur aduk. Selama tiga hari ini mereka tinggal di kos sederhana di dekat rumah yang terbakar itu. Mereka berjanji pada pemilik kos untuk membayar tepat waktu dengan uang yang didapat dari bantuan tetangga. Dan beberapa wartawan tivi mencarinya lalu menanyakan penyebab kebakaran di rumahnya. Walaupun sangat sedih, tapi Rudi menc

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    bab 45. Kebakaran di Rumah Rudi

    Rudi, Maya dan Leni terkejut mendengar penuturan Agus. "Mas, mbak Leni itu jauh seribu kali lipat daripada Nilam. Kok mau-maunya sih kamu menikah dengan Nilam. Dia itu mantan sugar baby lho. Anak dalam perutnya itu bukan anakku. Pasti anak haram, Mas. Sadar Mas Agus!" seru Rudi berapi-api. Agus hanya tersenyum. "Betul, kalau Nilam dulu memang sugar baby. Dia mengakui nya dan ingin bertobat. Selama ini dia menjadi lebih baik. Dan aku saksinya. Dia menjadi lebih terhormat. Lalu apa kamu yakin kalau Mbakmu lebih baik dari Nilam? Aku tidak ingin menjelekkan mantan istri. Tapi hatiku merasakan lebih nyaman saat bersama Nilam daripada bersama Leni. Dan yang terakhir, tidak ada yang namanya anak haram. Yang ada hanyalah perbuatan kedua orang tuanya yang haram. Semua anak sejak lahir dalam kondisi suci."Agus tersenyum lalu meletakkan undangan pernikahannya di atas meja tempat jualan milik ketiga bersaudara itu. Leni menatap tajam ke arah Agus. "Jadi kamu hanya bisa pamer seperti ini, Ma

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    bab 44. Surat Undangan Pernikahan

    🌹Kamu tahu enggak apa bedanya kamu dan hantu?Kalau hantu datang dan perginya nakutin, kalau kamu datang dan perginya nyakitin. *Pov Rudi Hari Sabtu pagi, dengan berbekal SIM C yang kebetulan kutinggal karena aku hanya membawa SIM B, aku bergegas ke polsek terdekat dan melaporkan tentang kehilanganku. Aku sedikit lega karena sudah mengantongi surat kehilangan dan polisi juga berjanji akan melacaknya. Hanya aku tidak bisa mengurus ke bank langsung, karena menunggu hari Senin dua hari lagi. Lagipula aku lupa nomor rekeningku kalau mau telepon CS. Selama dua hari itu, rasanya hidup segan mati tak mau. Aku benar-benar merasa tercekik dan seolah-olah akan ma ti esok hari. Ponselku yang ikutan hilang tidak bisa digunakan untuk mentransfer saldo ke rekening Maya ataupun mbak Leni.Ibarat kanker, sungguh aku sudah mengidap kanker stadium empat. Serba salah dan serba repot. "Mas, besok sudah hari Senin. Kamu seharusnya mulai mengurus kartu ATM dan buku tabungan kamu." Terdengar suara

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    bab 43. Dompet yang Menghilang

    🌹 Salah beli baju, bisa menyesal sehari. Salah potong rambut bisa menyesal seminggu. Salah memilih suami, bisa menyesal seumur hidup. **Flash back on. PV Rani"Ini bayaran kamu. Kerja bagus telah membuat Maya dipecat." Aku tersenyum puas pada sepasang suami istri yang terlihat glamor itu. Tak lupa kuulurkan amplop berisi sisa uang pembayaran. Suami istri di depanku melihat isi amplop coklat yang diberikan padaku dengan mata berbinar. "Terimakasih banyak, mbak Rani." Sang istri menerima amplop itu. "Jaga rahasia kita, Bu. Saya tidak mau ada keributan setelah ini.""Jangan khawatir, mbak. Kami profesional kok. Kami memang benar-benar membutuhkan uang ini untuk pengobatan anak kami."Suaminya lalu mengulurkan paper bag yang sedari tadi ada di pangkuannya. "Ini mbak, baju yang mbak belikan untuk kami. Kostum saat makan di restoran kemarin. Saya kembalikan pada Mbak. Saya kira, harganya pasti mahal."Lelaki itu lalu memberikan paper bag yang dipegangnya padaku. Aku mendesah. Kala

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    bab 42. Terjebak Rencana Rani

    🌹 Aku memang manusia biasa. Tapi percayalah, cintaku untukmu itu luar biasa. **Pov Rani. Dering telepon membangunkanku dari tidur. Tanpa melihat nama penelepon, aku menekan layar hijau. "Halo.""Hei, pembunuh! Kamu sudah puas dengan apa yang terjadi?" Bukannya menjawab dengan baik, suara diseberang telepon terdengar nyolot. "Ini siapa sih?" tanyaku masih dengan rasa mengantuk. "Semudah itu kamu melupakan aku? Bagus ya? Lagipula aku juga tidak butuh untuk kamu inget lagi. Karena kamu lah yang membuat kondisi keluarga ku bangkrut dan mama harus kehilangan nyawa."Seketika rasa kantukku menghilang. Ini jelas suara Maya. "Mama mu meningga?" tanyaku. Tak munafik aku merasakan dua macam rasa. Senang dan prihatin dalam waktu yang bersamaan. "Sudah puas kamu membuat apes aku dan keluargaku?"Aku mengerutkan dahi. "Kamu," sahutku dingin. "Sudah puas kamu kalau anakku meninggal karena perbuatan ayah kandungnya sendiri?" "Apa maksud kamu?" tanya Maya. "Kamu jangan play victim."Aku t

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    bab 41 Agus dan Nilam

    🌹Aku mencintaimu seperti salat tarawih. Bukan siapa yang datang di awal, tapi siapa yang bertahan di akhir.**Rani melihat layar ponsel dengan puas. "Apa kamu sudah puas?" tanya Rudi saat melihat ekspresi wajah mantan istrinya. Rani hanya terdiam dan melihat wajah Rudi serta Maya dalam diam. "Jangan lupa, Mbak. Kamu harus menepati janji untuk mencabut laporan ke polisi."Rani tersenyum. "Tentu saja. Jangan khawatir. Aku bukan tipe orang yang suka mengingkari janji," sindir Rani. Rudi hanya mendengus kesal. "May, ayo kita pulang saja. Urusan kita sama dia sudah selesai.""Iya, Mas."Rudi dan Maya berdiri lalu tanpa berpamitan, mereka berlalu dari hadapan Rani. Rani menekan nomor telepon Nilam, dan tak lama kemudian langsung tersambung dengan sang empunya. "Halo, Nilam.""Ada apa, Ran?""Aku minta nomor rekening kamu dong.""Untuk apa?" Nada suara Nilam terdengar bingung. "Mas Rudi baru saja kesini dengan Maya. Tapi sekarang mereka sudah pulang.""Hah? Ke kos kamu? Ngapain? Apa

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    bab 40. Kematian Mama Rudi

    Rudi mendelik saat merasakan mamanya tidak lagi bernafas. "May, mama May!" seru Rudi panik."Kita bawa ke rumah sakit sekarang!""Tapi duitnya?""Duit kamu gadai sertifikat rumah kan masih ada?""Itu untuk usaha karena saat ini aku kan di PHK, May!""Jangan gila, Mas. Kamu mau mementingkan duit daripada Mama?""Ck, oke!""Bawa mobil mbak Leni saja!"Mendadak Rudi tersenyum saat teringat bahwa Leni masih mempunyai mobil. "Oke. Aku gendong mama dan kamu ambilkan kunci mobil ya?!"**"Ada masalah pada jantungnya. Pasien sempat mengalami apneu*. Untung cepat dibawa ke sini. Apa pasien jarang olahraga dan makannya selalu tinggi kolesterol?"Maya dan Rudi berpandangan. "I-iya, Dok. Mama suka santan dan jerohan ayam."Dokter di hadapan Maya dan Rudi hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. "Pasien harus dirawat di ruang ICU dan melihat perkembangannya.""Ba-baik, Dok."Rudi dan Maya berjalan dengan gontai di koridor rumah sakit. "Mas, apa yang harus kita lakukan? Mama nggak pernah ikut

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    bab 39. Dipermalukan Saat Menikah

    Flash back on. Rani merenggangkan otot tubuhnya saat baru saja menyiapkan peralatan massagesnya di spa khusus perempuan. Dia memang mengambil mata kuliah khusus tata rias dan massages spa serta bekerja part time dalam bidang yang sama pula. Klinting. Suara denting lonceng berbunyi dan masuklah seorang perempuan setengah baya. "Silakan masuk. Ingin treatment apa?" tanya Rani ramah. Lalu beberapa saat kemudian, baik Rani maupun calon pelanggannya saling berpandangan. "Bu Dewi kan?""Lha kamu Rani kan?""Apa kabar, Ran? Kamu tambah cantik sekarang. Ya Tuhan, glowing!"Rani tersenyum. "Apa kabar, Bu? Kok di Malang? Sedang ada acara di kota ini?" tanya Rani pada tetangganya Rudi itu. "Iya. Aku sedang mengunjungi anak. Eh, sama anakku dibawa ke salon dan spa. Katanya di sini pelayanan bagus dan harga miring," tukas Dewi sambil mengulurkan nota pemilihan treatment. "Iya Bu. Bisa dicoba." Rani tersenyum dan membaca pilihan layanan treatmen lalu mulai menyiapkan peralatan. "Silakan k

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    Bab 38. Syarat Pernikahan

    🌹 Kadang orang jahat itu berawal dari orang baik yang tersakiti. **Flash back on."Ada apa lagi, Ran? Bukankah kamu sudah bertekad untuk tidak mau menerima lamaranku?""Ya Mas. Sekali lagi aku minta maaf.""Katakan saja apa yang ada di hatimu dan jangan buang-buang waktu!""Baik. Aku cuma ingin bertanya pada Mas Agus, apa mas tidak merasa sakit hati pada perbuatan mbak Leni yang dengan semena-mena mempermalukan orang tua mas Agus saat acara perayaan ulang tahun pernikahan?""Memang ada apa? Apa ada urusannya denganmu?""Mas Agus, kumohon. Jangan dendam seperti ini. Aku tahu mungkin mas Agus masih sakit hati karena aku tidak bisa menerima perasaanmu, tapi tak bisakah mas juga memperlakukanku sebagai adik seperti Mas memperlakukan Widuri?" tanya Rani dengan tatapan memohon. "Aku yakin dengan apa yang mas miliki sekarang, mas pasti akan mendapatkan pengganti yang lebih baik dariku. Aku mohon, Mas. Maafkan aku. Aku ingin kita bekerja sama."Mau tak mau Agus menjadi iba. "Sebenarnya a

DMCA.com Protection Status