Suasana bising Mobieus tidak berpengaruh pada Ry. Semua itu berbanding terbalik dengan apa yang ada di hatinya. Keramaian itu tidak dirasakan olehnya. Dia justru merasa sepi. Dadanya terasa seperti diremas, sangat sakit sampai-sampai membuatnya sulit untuk bernapas. Cowok yang paling dihindarinya sekarang duduk di depannya, menatapnya dengan sinar mata penuh kerinduan. Iya, Ikki Megumi merindukannya. Dia memang polos, juga kekanak-kanakan, tapi bukan berarti dia bodoh. Dia masih bisa membedakan mana sinar mata tulus dan mana yang berbohong, dan Ikki tidak sedang berbohong padanya.
"Ry, aku ...."
"Ngapain Ikki ke sini lagi?" Ry memotong pertanyaan cowok di depannya. Dia tidak perlu alasan Ikki lagi, dia sudah tak ingin mendengarnya. Dia tahun sudah cukup membuat hatinya membeku untuk cowok ini. "Kudengar Ikki nyari-nyari rumahku, ngapain?" Meskipun tidak ingin mendengar apa pun dari Ikki, Ry tetap menanyakan hal itu. Dia tak dapat membuang rasa penasarannya.
Rin mengambil langkah lebar, menghampiri Ruu yang berada di belakang meja bar. Cowok itu sepertinya tidak melihat kedatangan Ry, mungkin tadi saat Ry memasuki Mobieus dia sedang mengantarkan pesanan sehingga tidak melihatnya. Ruu terus memperhatikan pintu masuk."Ruu!" Rin menghentakkan tangan di meja bar di depan Ruu. Wajahnya memerah. "Kenapa, sih, bengong mulu sampai nggak liat Ry datang!""Hah?"Dugaan Rin benar, Ruu tidak menyadari kedatangan Ry. Sebenarnya ekspresi terkejut Ruu sangat lucu. Seandainya tidak sedang dalam masalah seperti sekarang ini, dia pasti akan mentertawakannya. Namun, berhubung sedang kacau karena khawatir yang berlebihan terhadap kakaknya, Rin justru mendengkus kesal."Jadi, benar Ruu nggak tau Ry udah datang?""Beneran?" tanya Ruu dengan alis terangkat. Ia berdiri tegak, memanjangkan leher, menatap ke segala penjuru kedai es krim mencari keberadaan Ry. Di sudut sana Ruu menemukannya, Ry sedang bersama
"Ry mau nungguin aku pulang nggak?" tanya Ruu sambil meletakkan gelas es krim kedua di depan Rin. "Aku traktir Rin," katanya cepat melihat tatapan gadis itu yang mengerutkan alisnya.Ruu tersenyum, kembali mengalihkan tatapan pada Ry yang mencongkel-congkel es krimnya. Dia mencari potongan kecil cokelat madu kesukaannya yang diletakkan di dalam es krim. Selain porsi besar, es krim Ry juga spesial. Terdapat potongan kecil cokelat madu di dalamnya, bukan dijadikan toping. "Biar kita pulang bareng."Ry menganggukkan kepala tanpa mendengarkan apa yang dikatakan Ruu. Dia terlalu berkonsentrasi untuk mencari cokelat madu. Cokelat itu bagaikan harta karun baginya."Ry denger nggak, sih, apa yang Ruu bilang tadi?" tanya Rin gemas. Dia yakin jika kakaknya tidak mendengarnya.Ry tidak menjawab. Dia masih fokus pada penggalian harta karunnya. Beberapa detik kemudian dia memekik karena berhasil menemukan sebuah potongan cokelat yang dicarinya. "Liha
Di sudut sana, di deretan meja paling pojok, Ikki menatap semuanya dengan tangan terkepal. Ia tidak suka cara Ruu menatap Ry, tidak suka Ry tertawa karena lelucon dari cowok itu, tidak suka interaksi mereka. Pokoknya ia tidak suka dengan semua yang dilihatnya. Ini tidak benar. Kedatangannya ke kota ini adalah untuk mendapatkan kembali cintanya yang telah hilang, bukan melihatnya bahagia bersama cowok lain. Ia tidak dapat menerima jika Ry tertawa bersama yang lain. Ry harus melakukan semua bersamanya. Hanya dirinya yang boleh mengukirkan tawa di wajah Ry, tidak boleh cowok lain.Entah apa yang telah terjadi pada Ry dalam dua tahun mereka tidak bertemu. Namun, apa yang dirasakan Ry, juga dirasakannya. Dari sinar matanya yang dingin dan beku, ia dapat merasakan kesakitan yang diraskannya dulu karena ia juga merasakannya. Ia juga sakit, berusaha bertahan dengan segenap kekuatan dan keyakinan jika suatu saat mereka pasti akan bertemu lagi. Apa yang ia alami juga tidak mudah.
"Jadi, Ikki mantan cowok Ry?"Ry mengangguk tanpa berani menatap Ruu. Kepalanya terus tertunduk sejak dua menit yang lalu. Padahal Ruu tidak menyalahkannya, tapi dia merasa bersalah karena sudah mendiamkan dan tidak jujur padanya. Perasaan bersalah itu semakin dalam karena Ruu tidak terlihat menghakimi. Cowok itu hanya bertanya dengan nada yang lembut."Pantas dia sok kenal banget sama Ry." Ruu duduk tepat di samping Ry, mengusap pucuk kepalanya.Mereka sudah meninggalkan Mobieus, dan sekarang sedang dalam perjalanan pulang. Kereta akan tiba beberapa menit lagi. Sambil menunggu mereka makan malam di sebuah kafe yang terletak di dekat stasiun.Sementara Rin sudah pulang lebih dulu, Go menjemputnya. Awalnya Rin menolak, dia juga ingin pulang bersama kakaknya. Namun, Ry berhasil membujuknya untuk pulang saat itu juga, dengan alasan kasihan pada Go yang sudah susah payah menjemput.Mereka tidak duduk berseberangan seperti
Awal pekan selalu menjadi momok yang tidak menyenangkan bagi setiap orang. Termasuk Ry dan Rin. Kedua kakak-beradik Yamazuki itu terlihat ogah-ogahan menghabiskan sarapan mereka, keduanya masih mengantuk. Rin menyeruput susunya sekali-sekali, sedangkan Ry mengaduk omelette di atas piringnya, menjadikannya potongan-potongan kecil yang menjadi satu. Sarapan Ry sekarang terlihat seperti bubur berwarna kuning pucat, bukan sepiring omelette lagi."Astaga, ada apa sama kalian berdua?"Pertanyaan mengguntur dari Mama membuat keduanya berjengit –kaget. Dengan cepat Ry memperbaiki posisi duduknya, setelah menguap sekali dia langsung menguap sesendok omelette ke mulutnya. Bentuknya memang sudah seperti bubur, tapi rasanya tidak berubah. Ry mengagumi masakan Mama, rasanya tak pernah mengecewakan, selalu enak meskipun sudah berubah bentuk. Rin juga mempercepat acara minum susunya, dia tak ingin kena omel Mama yang memang terkenal galak –sifat yang menurun padanya
Sorakan penyemangat bergema dari pinggir lapangan. Meskipun pertandingan basket ini bukan pertandingan resmi, tapi anak-anak Banzare Gakuen tetap bersemangat mengikutinya. Mereka memberikan sorakan penyemangat untuk tim yang mereka unggulkan. Ah, bukan tim, tapi pertandingan perorangan. Rin dan Go sedang berebut bola basket di lapangan membuat hampir seluruh siswa, terutama adik kelas, menyaksikan pertandingan itu. Para penggemar Rin yang kebanyakan dari anak-anak cewek, berteriak-teriak, mengelu-elukan nama Rin setiap kali dia berhasil merebut atau memasukkan bola ke keranjang milik Go.Di antara anak-anak cewek itu, terdapat Ry dan Mina. Mereka berdua bergabung bersama para adik kelas dan siswa lainnya untuk memberikan semangat pada Rin. Pokoknya Rin harus menang, itu yang dilafalkan Ry dalam hati sejak pertandingan unik ini berlangsung. Dia masih dendam pada Go yang tidak memperhatikan pelajaran Bu Mizuno. Pertandingan ini juga tercipta karena dendam itu. Ry mencerit
"Go traktir kita juga, dong!" pinta Ry saat mereka memasuki Mobieus. Dia tersenyum lebar dan mengedipkan matanya beberapa kali, merayu Go agar ditraktir juga. Dia mendengar dari Rin soal taruhan adiknya itu dengan Go, dan meminta cowok itu untuk mentraktir dirinya juga.Pada dasarnya setiap orang itu sama. Mereka akan langsung menyerbu dan bertingkah seperti seorang hamba jika ada yang memberikan sesuatu secara gratis. Dalam kasus Ry, dia tidak seperti yang sudah disebutkan tadi. Dengan gaya polos dan manjanya dia merayu untuk minta ditraktir juga."Masa cuman Rin doang." Ry manyun. Dia menoleh pada Mina yang berjalan di belakangnya bersama Shoun dan Keiya. "Iya, nggak, Mina?"Cewek yang ditanya mennagangguk."Tuh, 'kan, Mina juga minta ditraktir." Ry memeluk lengan Rin, menariknya agar berjalan lebih cepat. "Boleh, ya, Go?" tanyanya kencang. Dia sudah berada di depan meja bar yang dijaga oleh Ruu. Sementara Go masih berjarak beber
Candaan dan tawa di meja dekat meja bar sangat menarik perhatian Ikki. Seandainya saja bisa, ia ingin sekali bergabung bersama mereka. Bercanda dan tertawa bersama Ry adalah impiannya dalam dua tahun terakhir. Setelah ke pindahannya ke Hokkaido, ditambah kehilangan ponsel beserta data-data dan semua nomor di dalamnya, ia berubah menjadi cowok pendiam. Apalagi di sekolah tak ada satu pun cowok yang mau berteman dengannya. Masa-masa awal kepindahannya adalah yang tersulit. Ia sempat terpuruk, tapi tak ada seorang pun yang tahu. Ia terlalu pandai merahasiakannya. Kedua orang tuanya pun tidak menyadari perubahannya, aktingnya terlalu hebat.Masuk ke perguruan tinggi, ia mulai bisa membuka diri, perlahan mulai bangkit dari keterpurukan. Tidak sama seperti masa SMA, di perguruan tinggi ia memiliki beberapa orang teman cowok. Salah satu dari mereka bersahabat dengannya. Sahabatnya juga yang menyarankan padanya untuk kembali ke kota ini jika ia memang benar-benar menyayangi cew