Di sudut sana, di deretan meja paling pojok, Ikki menatap semuanya dengan tangan terkepal. Ia tidak suka cara Ruu menatap Ry, tidak suka Ry tertawa karena lelucon dari cowok itu, tidak suka interaksi mereka. Pokoknya ia tidak suka dengan semua yang dilihatnya. Ini tidak benar. Kedatangannya ke kota ini adalah untuk mendapatkan kembali cintanya yang telah hilang, bukan melihatnya bahagia bersama cowok lain. Ia tidak dapat menerima jika Ry tertawa bersama yang lain. Ry harus melakukan semua bersamanya. Hanya dirinya yang boleh mengukirkan tawa di wajah Ry, tidak boleh cowok lain.
Entah apa yang telah terjadi pada Ry dalam dua tahun mereka tidak bertemu. Namun, apa yang dirasakan Ry, juga dirasakannya. Dari sinar matanya yang dingin dan beku, ia dapat merasakan kesakitan yang diraskannya dulu karena ia juga merasakannya. Ia juga sakit, berusaha bertahan dengan segenap kekuatan dan keyakinan jika suatu saat mereka pasti akan bertemu lagi. Apa yang ia alami juga tidak mudah.
"Jadi, Ikki mantan cowok Ry?"Ry mengangguk tanpa berani menatap Ruu. Kepalanya terus tertunduk sejak dua menit yang lalu. Padahal Ruu tidak menyalahkannya, tapi dia merasa bersalah karena sudah mendiamkan dan tidak jujur padanya. Perasaan bersalah itu semakin dalam karena Ruu tidak terlihat menghakimi. Cowok itu hanya bertanya dengan nada yang lembut."Pantas dia sok kenal banget sama Ry." Ruu duduk tepat di samping Ry, mengusap pucuk kepalanya.Mereka sudah meninggalkan Mobieus, dan sekarang sedang dalam perjalanan pulang. Kereta akan tiba beberapa menit lagi. Sambil menunggu mereka makan malam di sebuah kafe yang terletak di dekat stasiun.Sementara Rin sudah pulang lebih dulu, Go menjemputnya. Awalnya Rin menolak, dia juga ingin pulang bersama kakaknya. Namun, Ry berhasil membujuknya untuk pulang saat itu juga, dengan alasan kasihan pada Go yang sudah susah payah menjemput.Mereka tidak duduk berseberangan seperti
Awal pekan selalu menjadi momok yang tidak menyenangkan bagi setiap orang. Termasuk Ry dan Rin. Kedua kakak-beradik Yamazuki itu terlihat ogah-ogahan menghabiskan sarapan mereka, keduanya masih mengantuk. Rin menyeruput susunya sekali-sekali, sedangkan Ry mengaduk omelette di atas piringnya, menjadikannya potongan-potongan kecil yang menjadi satu. Sarapan Ry sekarang terlihat seperti bubur berwarna kuning pucat, bukan sepiring omelette lagi."Astaga, ada apa sama kalian berdua?"Pertanyaan mengguntur dari Mama membuat keduanya berjengit –kaget. Dengan cepat Ry memperbaiki posisi duduknya, setelah menguap sekali dia langsung menguap sesendok omelette ke mulutnya. Bentuknya memang sudah seperti bubur, tapi rasanya tidak berubah. Ry mengagumi masakan Mama, rasanya tak pernah mengecewakan, selalu enak meskipun sudah berubah bentuk. Rin juga mempercepat acara minum susunya, dia tak ingin kena omel Mama yang memang terkenal galak –sifat yang menurun padanya
Sorakan penyemangat bergema dari pinggir lapangan. Meskipun pertandingan basket ini bukan pertandingan resmi, tapi anak-anak Banzare Gakuen tetap bersemangat mengikutinya. Mereka memberikan sorakan penyemangat untuk tim yang mereka unggulkan. Ah, bukan tim, tapi pertandingan perorangan. Rin dan Go sedang berebut bola basket di lapangan membuat hampir seluruh siswa, terutama adik kelas, menyaksikan pertandingan itu. Para penggemar Rin yang kebanyakan dari anak-anak cewek, berteriak-teriak, mengelu-elukan nama Rin setiap kali dia berhasil merebut atau memasukkan bola ke keranjang milik Go.Di antara anak-anak cewek itu, terdapat Ry dan Mina. Mereka berdua bergabung bersama para adik kelas dan siswa lainnya untuk memberikan semangat pada Rin. Pokoknya Rin harus menang, itu yang dilafalkan Ry dalam hati sejak pertandingan unik ini berlangsung. Dia masih dendam pada Go yang tidak memperhatikan pelajaran Bu Mizuno. Pertandingan ini juga tercipta karena dendam itu. Ry mencerit
"Go traktir kita juga, dong!" pinta Ry saat mereka memasuki Mobieus. Dia tersenyum lebar dan mengedipkan matanya beberapa kali, merayu Go agar ditraktir juga. Dia mendengar dari Rin soal taruhan adiknya itu dengan Go, dan meminta cowok itu untuk mentraktir dirinya juga.Pada dasarnya setiap orang itu sama. Mereka akan langsung menyerbu dan bertingkah seperti seorang hamba jika ada yang memberikan sesuatu secara gratis. Dalam kasus Ry, dia tidak seperti yang sudah disebutkan tadi. Dengan gaya polos dan manjanya dia merayu untuk minta ditraktir juga."Masa cuman Rin doang." Ry manyun. Dia menoleh pada Mina yang berjalan di belakangnya bersama Shoun dan Keiya. "Iya, nggak, Mina?"Cewek yang ditanya mennagangguk."Tuh, 'kan, Mina juga minta ditraktir." Ry memeluk lengan Rin, menariknya agar berjalan lebih cepat. "Boleh, ya, Go?" tanyanya kencang. Dia sudah berada di depan meja bar yang dijaga oleh Ruu. Sementara Go masih berjarak beber
Candaan dan tawa di meja dekat meja bar sangat menarik perhatian Ikki. Seandainya saja bisa, ia ingin sekali bergabung bersama mereka. Bercanda dan tertawa bersama Ry adalah impiannya dalam dua tahun terakhir. Setelah ke pindahannya ke Hokkaido, ditambah kehilangan ponsel beserta data-data dan semua nomor di dalamnya, ia berubah menjadi cowok pendiam. Apalagi di sekolah tak ada satu pun cowok yang mau berteman dengannya. Masa-masa awal kepindahannya adalah yang tersulit. Ia sempat terpuruk, tapi tak ada seorang pun yang tahu. Ia terlalu pandai merahasiakannya. Kedua orang tuanya pun tidak menyadari perubahannya, aktingnya terlalu hebat.Masuk ke perguruan tinggi, ia mulai bisa membuka diri, perlahan mulai bangkit dari keterpurukan. Tidak sama seperti masa SMA, di perguruan tinggi ia memiliki beberapa orang teman cowok. Salah satu dari mereka bersahabat dengannya. Sahabatnya juga yang menyarankan padanya untuk kembali ke kota ini jika ia memang benar-benar menyayangi cew
"Ruu, hari ini pulang bareng lagi mau nggak?"Ruu hanya mengangguk, tidak bisa menjawab dengan bersuara. Ia fokus pada pesanan pelanggan yang disodorkan Na padanya. Ia khawatir akan salah menyiapkan es krim jika menyahuti Ry."Na, ini pesanannya banyak banget." Ry mengamati memo yang diletakkan Ruu tepat di depannya. "Ada berapa orang yang mesan?" tanyanya sambil terus mengamati kertas kecil berisi tulisan Na. Kertas kecil itu hampir penuh, padahal Na menulisinya dengan huruf kecil-kecil.Na memggeleng. "Nggak, kok, Ry. Yang beli cuman dua orang." Na menoleh, mengintip pelanggan yang memesan banyak es krim melalui bahunya. "Itu, mereka cuman dua orang, tapi mesannya empat mangkuk varian rasa yang beda-beda setiap mangkuk."Ry mengikuti arah pandang Na. Dia memutar tubuh, sepasang alisnya terangkat melihat sepasang pelanggan yang duduk berseberangan. Dilihat dari interaksi dan cara m
"Hah? Apaan?"Pekik terkejut itu tak hanya berasal dari Keiya seorang saja, tapi juga ketiga temannya yang lain. Sementara Mina dan Shoun sudah duduk di salah satu sofa yang ada di tempat itu. Sofa itu bukan sofa baru, tapi sofa yang sudah usang. Ada banyak lubang di bantalan tempat duduknya. Meskipun begitu, sofa tersebut masih bisa diduduki."Maksud Sie apa, sih?" tanya Rin kurang paham. Dia merapikan rambutnya yang tertiup angin. "Apanya yang nggak mau nyakitin? Aku nggak paham, deh!" Kepalanya menggeleng."Aku udah ngejelasin, ya, Rin." Sie menatap Rin malas. "Ngulang itu nggak gratis, lho."Rin menatapnya dengan mata memicing. Sejak dulu sampai sekarang, ternyata Sie tetap saja menyebalkan."Astaga, minta ditraktir cewek!" Go menjitak kepala Sie. "Apa nggak malu tuh?" tanyanya menyindir. Dirangkulnya bahu Sie, menyeretnya menuju lapangan basket di pojok sana.Tak hanya Go, tetapi Keiya juga ikut-ikutan mend
Ry tersenyum lebar, memejamkan mata menikmati usapan hangat Ruu di puncak kepalanya.Kemesraan Ry dan Ruu hanya ditanggapi dengan senyum oleh semuanya yang duduk mengelilingi meja tersebut. Begitu juga beberapa pengunjung yang melihat. Namun, tidak demikian bagi cowok yang duduk di depan meja bar. Cowok itu menempelkan punggung pada sisi meja, menatap ke arah meja Ry dan teman-temannya dengan wajah mengeras. Kedua tangannya terkepal kuat menyaksikan Ruu yang mengacak rambut Ry.Seharusnya ia yang berada di sana. Seharusnya dirinya yang duduk di sebelah Ry, bukan cowok menyebalkan sok tampan yang bernama Ruu. Sayangnya tadi ia terlambat beberapa detik. Ruu lebih cepat menghampiri meja Ry dibandingkan dirinya. Ia sedang mengantarkan pesanan pelanggan tadi ketika Ry memasuki Mobieus sehingga Ruu yang menghampiri meja Ry lebih dulu. Ruu yang mencatat pesanan Ry dan teman-temannya, Ruu juga yang membawakan pesanan mereka. Ia kalah cepat. Sialan!"Ikki ken