Sorakan penyemangat bergema dari pinggir lapangan. Meskipun pertandingan basket ini bukan pertandingan resmi, tapi anak-anak Banzare Gakuen tetap bersemangat mengikutinya. Mereka memberikan sorakan penyemangat untuk tim yang mereka unggulkan. Ah, bukan tim, tapi pertandingan perorangan. Rin dan Go sedang berebut bola basket di lapangan membuat hampir seluruh siswa, terutama adik kelas, menyaksikan pertandingan itu. Para penggemar Rin yang kebanyakan dari anak-anak cewek, berteriak-teriak, mengelu-elukan nama Rin setiap kali dia berhasil merebut atau memasukkan bola ke keranjang milik Go.
Di antara anak-anak cewek itu, terdapat Ry dan Mina. Mereka berdua bergabung bersama para adik kelas dan siswa lainnya untuk memberikan semangat pada Rin. Pokoknya Rin harus menang, itu yang dilafalkan Ry dalam hati sejak pertandingan unik ini berlangsung. Dia masih dendam pada Go yang tidak memperhatikan pelajaran Bu Mizuno. Pertandingan ini juga tercipta karena dendam itu. Ry mencerit
"Go traktir kita juga, dong!" pinta Ry saat mereka memasuki Mobieus. Dia tersenyum lebar dan mengedipkan matanya beberapa kali, merayu Go agar ditraktir juga. Dia mendengar dari Rin soal taruhan adiknya itu dengan Go, dan meminta cowok itu untuk mentraktir dirinya juga.Pada dasarnya setiap orang itu sama. Mereka akan langsung menyerbu dan bertingkah seperti seorang hamba jika ada yang memberikan sesuatu secara gratis. Dalam kasus Ry, dia tidak seperti yang sudah disebutkan tadi. Dengan gaya polos dan manjanya dia merayu untuk minta ditraktir juga."Masa cuman Rin doang." Ry manyun. Dia menoleh pada Mina yang berjalan di belakangnya bersama Shoun dan Keiya. "Iya, nggak, Mina?"Cewek yang ditanya mennagangguk."Tuh, 'kan, Mina juga minta ditraktir." Ry memeluk lengan Rin, menariknya agar berjalan lebih cepat. "Boleh, ya, Go?" tanyanya kencang. Dia sudah berada di depan meja bar yang dijaga oleh Ruu. Sementara Go masih berjarak beber
Candaan dan tawa di meja dekat meja bar sangat menarik perhatian Ikki. Seandainya saja bisa, ia ingin sekali bergabung bersama mereka. Bercanda dan tertawa bersama Ry adalah impiannya dalam dua tahun terakhir. Setelah ke pindahannya ke Hokkaido, ditambah kehilangan ponsel beserta data-data dan semua nomor di dalamnya, ia berubah menjadi cowok pendiam. Apalagi di sekolah tak ada satu pun cowok yang mau berteman dengannya. Masa-masa awal kepindahannya adalah yang tersulit. Ia sempat terpuruk, tapi tak ada seorang pun yang tahu. Ia terlalu pandai merahasiakannya. Kedua orang tuanya pun tidak menyadari perubahannya, aktingnya terlalu hebat.Masuk ke perguruan tinggi, ia mulai bisa membuka diri, perlahan mulai bangkit dari keterpurukan. Tidak sama seperti masa SMA, di perguruan tinggi ia memiliki beberapa orang teman cowok. Salah satu dari mereka bersahabat dengannya. Sahabatnya juga yang menyarankan padanya untuk kembali ke kota ini jika ia memang benar-benar menyayangi cew
"Ruu, hari ini pulang bareng lagi mau nggak?"Ruu hanya mengangguk, tidak bisa menjawab dengan bersuara. Ia fokus pada pesanan pelanggan yang disodorkan Na padanya. Ia khawatir akan salah menyiapkan es krim jika menyahuti Ry."Na, ini pesanannya banyak banget." Ry mengamati memo yang diletakkan Ruu tepat di depannya. "Ada berapa orang yang mesan?" tanyanya sambil terus mengamati kertas kecil berisi tulisan Na. Kertas kecil itu hampir penuh, padahal Na menulisinya dengan huruf kecil-kecil.Na memggeleng. "Nggak, kok, Ry. Yang beli cuman dua orang." Na menoleh, mengintip pelanggan yang memesan banyak es krim melalui bahunya. "Itu, mereka cuman dua orang, tapi mesannya empat mangkuk varian rasa yang beda-beda setiap mangkuk."Ry mengikuti arah pandang Na. Dia memutar tubuh, sepasang alisnya terangkat melihat sepasang pelanggan yang duduk berseberangan. Dilihat dari interaksi dan cara m
"Hah? Apaan?"Pekik terkejut itu tak hanya berasal dari Keiya seorang saja, tapi juga ketiga temannya yang lain. Sementara Mina dan Shoun sudah duduk di salah satu sofa yang ada di tempat itu. Sofa itu bukan sofa baru, tapi sofa yang sudah usang. Ada banyak lubang di bantalan tempat duduknya. Meskipun begitu, sofa tersebut masih bisa diduduki."Maksud Sie apa, sih?" tanya Rin kurang paham. Dia merapikan rambutnya yang tertiup angin. "Apanya yang nggak mau nyakitin? Aku nggak paham, deh!" Kepalanya menggeleng."Aku udah ngejelasin, ya, Rin." Sie menatap Rin malas. "Ngulang itu nggak gratis, lho."Rin menatapnya dengan mata memicing. Sejak dulu sampai sekarang, ternyata Sie tetap saja menyebalkan."Astaga, minta ditraktir cewek!" Go menjitak kepala Sie. "Apa nggak malu tuh?" tanyanya menyindir. Dirangkulnya bahu Sie, menyeretnya menuju lapangan basket di pojok sana.Tak hanya Go, tetapi Keiya juga ikut-ikutan mend
Ry tersenyum lebar, memejamkan mata menikmati usapan hangat Ruu di puncak kepalanya.Kemesraan Ry dan Ruu hanya ditanggapi dengan senyum oleh semuanya yang duduk mengelilingi meja tersebut. Begitu juga beberapa pengunjung yang melihat. Namun, tidak demikian bagi cowok yang duduk di depan meja bar. Cowok itu menempelkan punggung pada sisi meja, menatap ke arah meja Ry dan teman-temannya dengan wajah mengeras. Kedua tangannya terkepal kuat menyaksikan Ruu yang mengacak rambut Ry.Seharusnya ia yang berada di sana. Seharusnya dirinya yang duduk di sebelah Ry, bukan cowok menyebalkan sok tampan yang bernama Ruu. Sayangnya tadi ia terlambat beberapa detik. Ruu lebih cepat menghampiri meja Ry dibandingkan dirinya. Ia sedang mengantarkan pesanan pelanggan tadi ketika Ry memasuki Mobieus sehingga Ruu yang menghampiri meja Ry lebih dulu. Ruu yang mencatat pesanan Ry dan teman-temannya, Ruu juga yang membawakan pesanan mereka. Ia kalah cepat. Sialan!"Ikki ken
Sebenarnya hari ini Ry tidak berniat untuk pergi ke Mobieus. Dia sudah memberitahu Ruu jika sepulang sekolah akan langsung pulang ke rumah saja. Nanti malam, setelah Ruu tiba di rumah sepulang dari bekerja mereka berencana untuk berhubungan melalui panggilan video. Namun, itu semua hanya rencana yang gagal setelah Rin menyeretnya ke dalam kereta yang akan mengantarkan mereka ke prefektur di mana Mobieus berada. Alasan Rin sangat klise, mereka menghibur Mina yang seharian ini tampak manyun.Memang benar apa yang dikatakan Rin, Mina memang terlihat tidak ceria seperti biasa hari ini. Saat di kelas tadi juga dia terlihat lebih banyak melamun. Diajak bicara tidak menyahut, begitu juga saat istirahat. Seperti biasa, setiap istirahat mereka akan menghabiskan waktu di atap gedung sekolah. Setelah memakan bekal mereka akan bercanda seperti biasa. Namun, hari ini tanggapan Mina sangat dingin, dia tidak tertawa mendengar lawakan Sie yang super receh, tidak menegur saat Rin berdeb
Rin hanya memutar mata melihat pemandangan itu. Gaya pacaran romantis Ry begitu berbeda dengan gaya pacaran antara dia dan Go. Mereka berdua lebih banyak menghabiskan waktu di lapangan basket. Bertanding basket lebih menyenangkan daripada harus terus mengobrol sampai mulut berbusa. Lalu, bagaimana dengan gaya pacaran anak pintar seperti Mina dan Shoun? Rin melirik sahabatnya, berdecak melihat Mina yang kembali melamun. Dia semakin yakin jika Mina memang memiliki masalah."Mina." Rin memanggilnya sambil mencolek bahunya. "Tuh, 'kan,.Mina bengong lagi!" Dia mendengkus kesal melihat Mina berjengit.Mina meringis. Dia melamun lagi. "Maaf, Rin," katanya kikuk. Dia bergerak serba salah. Sungguh, Mina tidak bermaksud untuk membuat sahabat-sahabatnya terlibat dalam masalahnya, karena itu dia tidak memberitahu mereka. Namun, sepertinya dia salah, mereka memiliki naluri yang tajam sehingga dapat mengetahui apa yang terjadi padanya."Mina ada masalah sama
Tiga mangkuk besar es krim dengan tiga warna berbeda sudah tersedia di atas meja, tepat di depan tiga orang cewek yang menatap mangkuk es krim dengan mata berbinar. Es krim itu mereka dapatkan secara percuma. Kak Sento yang baik memberikannya sebagai hadiah atas prestasi yang diperoleh Rin dan tim basketnya. Meskipun hanya berhasil meraih juara kedua, tapi itu adalah hasil yang sangat gemilang untuk tim yang baru pertama kali ikut pertandingan antar sekolah."Selamat menikmati!" Ruu tersenyum, duduk di samping Ry setelah mengatakan itu. Ia mengantarkan pesanan mereka, Kak Sento langsung yang memintanya. Kak Sento ingin memberikan pelayanan khusus pada Rin dan teman-temannya. Oleh karena itu, ia yang disuruh untuk melayani mereka. Hadiah yang sangat istimewa bagi pelanggan yang juga istimewa."Ruu, kok, tau kalo aku mau pesan es krim ini?" tanya Ry setelah menelan es krim yang tadi memenuhi mulutnya. Dia mengerjap beberapa kali merasakan dingin di pangkal li
Pagi datang lebih cepat dari biasanya bagi Ruu. Suara kicau sekumpulan burung yang bertengger di pagar balkon jendela kamarnya yang membangunkannya. Suara itu lebih dahsyat dari suara jam alarm yang dipasangnya tadi malam. Jam itu terus berbunyi nyaris selama dua jam, tidak berhenti jika ia tidak mematikannya, dengan mata yang masih terpejam. Tadi malam ia tidur lewat tengah malam. Bukan karena begadang, melainkan karena mengerjakan pekerjaan kantornya. Setelah mengantarkan Ry pulang pada pukul sepuluh malam, dan tiba kembali di apartemennya tiga puluh menit kemudian, ia langsung mengerjakannya. Ada beberapa pekerjaan yang belum sempat ia kerjakan. Ia baru mengingatnya setelah berbaring di atas tempat tidur tadi malam. Dengan malas Ruu bangun. Rasanya masih belum puas tidur meskipun sekarang sudah pukul delapan pagi. Ruu sadar jika ia terlambat, dan itu bukan merupakan contoh yang baik bagi bawahannya. Namun, mau bagaimana lagi, walaupun ia bersiap dengan tergesa tetap saja tidak
Ruu mengembuskan napas mendengar pertanyaan itu. Tangannya terangkat mengusap tengkuk, dan meneguk ludah susah payah. "Aku ... ancam dia biar nggak ganggu Ry lagi " Mata bulat Ry melebar. "Kok, Ruu gitu?" tanyanya memprotes. "Habisnya dia nyebelin!" Ruu membela diri. "Masa mau sama cewek aku?" Sepasang alis Ry terangkat. "Dia nggak nolak dijodohin sama Ry pas udah liat foto Ry. Dia sampai mutusin ceweknya yang satu fakultas sama aku. Ya, udah, aku hajar aja!" Ry mengerjapkan mata beberapa kali. Apa kata Ruu tadi, menghajar seseorang yang mau dijodohkan dengannya? Astaga! Ry memencet pangkal hidung. Meskipun kesal, tapi dia tidak bisa marah. Hati kecilnya justru menganggap apa yang dilakukan Ruu sangat manis. "Astaga!" Ry menutup mulut dengan kedua tangan. "Maaf, Ry!" kata Ruu cepat, ia tak ingin mendapatkan kemarahan dari ceweknya. Mereka baru saja bertemu sore tadi setelah enam tahun berpisah, akan sangat tidak lucu jika mereka kemudian langsung bertengkar. "Aku cuman berusaha
Mata bulat Ry masih berkaca-kaca, tak percaya jika dia benar-benar bertemu dengan cowok yang selama ini dirindukannya . Semua seperti mimpi saja, Ruu datang ke kedai es krim tempatnya bekerja, memesan es krim yang tidak ada dalam daftar menu. Tak ada kedai es krim yang menjual es krim dengan rasa yang tawar, dan Ruu memesannya karena tidak menyukai makanan manis. Konyol memang, tapi Ruu melakukannya hanya ingin dia mengetahui keberadaannya. "Maafin aku, Ry." Ruu menggenggam tangannya erat. "Harusnya sejak awal aku udah tau kalo Ikki pengen kisahin kita, tapi aku nggak tau kalo dia bisa selicik itu."Ry menggeleng. Dia masih belum dapat berbicara. "Aku nyari Ry ke mana-mana selama beberapa bulan awal itu, tapi nggak ketemu. Hampir seluruh Tokyo aku cari, tapi Ry nggak ada. Sampai Papa nawarin aku bantuan dengan satu syarat." Ruu menundukkan kepala. "Aku harus mau lanjutin pendidikan aku."Ry mengangguk. Dia percaya dengan semua yang dikatakan Ruu. Cowok yang duduk di sebelahnya, seda
Osaka sekarang sama berartinya dengan Tokyo bagi Ruu. Jika dulu ia hanya menganggap Tokyo yang terpenting karena keluarganya tinggal di sana, sejak Papa memberi tahu keberadaan Ry di Osaka, kota ini juga menjadi yang penting untuknya. Ruu bahkan tak menyangka jika ia akan menjadi bagian dari kota ini. Mulai besok ia akan memimpin perusahaan cabang yang berada di sini. Perusahaan cabang yang diberikan Papa padanya seratus persen. Jadi, mulai besok perusahaannya akan berdiri sendiri. Meskipun begitu, ia tetap menggunakan nama perusahaan yang lama. Toh, Papa tidak keberatan dengan itu, malah Papa yang memintanya untuk tidak mengubah nama agar tidak merepotkan. Ruu sedang duduk di sofa ruang tamu di apartemennya setelah menempuh perjalanan lebih dari setengah hari mengendarai mobil. Rencana ia akan beristirahat beberapa jam sebelum menemui Ry nanti sore di tempatnya bekerja. Menurut informasi dari Rin, Ry tidak mengambil cuti dan tetap bekerja meskipun di akhir pekan. Satu perubahan y
Satu bulan ternyata tidak selama yang dipikirkan Ruu, waktu tiga puluh hari justru berjalan sangat cepat. Apalagi diselingi dengan celotehan Rin melalui setiap pesan yang dikirimkannya. Terkadang cewek yang sekarang sudah dekat kembali dengan Go itu mengiriminya video Ry saat mereka sedang mengobrol berdua, terkadang hanya mengirimkan suara Ry saja. Tiga tahun lagi dilalui dan Ry tetap tak berubah. Wajahnya masih menggemaskan dengan pipi yang masih saja sebulat bakpao. Seandainya saja bisa –Ry berada di dekatnya– akan dicubitnya pipi itu. Mungkin ia akan melakukannya nanti saat mereka bertemu.Omong-omong soal pertemuan mereka, ia tidak memberi tahu siapa-siapa. Yang pasti ia akan menemui Ry saat masa tiga tahun terakhir, berakhir. Untuk tempat, ia masih belum menentukannya. Ia memang memiliki nomor ponsel Ry, Rin yang memberikannya. Awalnya cewek itu tidak mau memberitahunya, Rin malah meminta pertukaran, nomor ponsel Ry dengan alasan kenapa ia tak ingin Ry melihatnya. Namun, setel
Benda pipih persegi panjang itu sudah sejak beberapa menit yang lalu berada di tangan Ruu. Ia menggunakannya untuk berbalas pesan dengan Rin. Setelah makan malam dan sesi penjatuhan hukuman selesai, Ruu langsung masuk ke kamar tidurnya dan menghubungi Rin. Ia mengirimkannya pesan melalui sebuah aplikasi. Ruu tidak menggunakan laptop, ia menggunakan benda itu untuk kepentingan belajarnya. Untuk hal lain, ia selalu menggunakan ponsel, termasuk berkirim pesan dengan Rin. [Pokoknya Rin jangan kasih tau Ry dulu, atau aku akan kena masalah] - RuuBerulangkali Ruu memberikan alasan pada Rin agar tidak memberikan nomor ponselnya pada Ry. Cewek yang sekarang juga sudah kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Osaka itu ingin memberikan nomornya kepada kakaknya. Kata Rin, sampai sekarang Ry masih berusaha mencari informasi tentangnya. Kabar yang membuatnya nyaris melompat-lompat tadi saling senangnya. Ry masih mencintai dan masih mengharapkannya, perasaan mereka masih sama. Sekarang,
Ruu menundukkan kepala, pasrah dengan hukuman yang diberikan Papa. Ia ketahuan Rin, itu sudah cukup buruk baginya. Beruntung bukan Ry yang mengenalinya, bisa-bisa hukumannya jauh lebih berat dari sekarang. Ia tidak diperbolehkan lagi pergi ke Osaka, tidak sebelum ia lulus kuliah dan membuktikan jika dirinya mampu memimpin salah satu cabang perusahaan Papa yang berada di Tokyo sini. Jika berhasil maka Papa akan memberikan perusahaannya yang berada di Osaka, dan membiarkannya bertemu dengan Ry. Kedengarannya sangat tidak adil memang, tetapi ia tetap menerimanya. Semua memang salahnya yang menatap terlalu lama, tanpa sadar. Ia lupa jika Rin orangnya terlalu curiga, Rin bukan Ry yang tidak peka. Waktu tiga tahun bukanlah waktu yang lama, ia hanya harus lebih bersabar lagi. Ia bisa menggunakan waktu tiga tahun tambahan hukuman tanpa dapat melihat Ry secara langsung lagi, dengan lebih giat belajar. Ia yakin dapat melakukannya, ia harus lulus dengan nilai cumlaude terbaik sebagai pembukti
Paman gendut membawa nampan berisi dua buah mangkuk ramen ke meja Ry dan Rin. Sepertinya dia sangat tahu kapan kedua cewek itu datang sehingga membuatkan pesanan mereka bersamaan dengan miliknya. Diam-diam Ruu mengaguminya dalam hati."Untuk Ry tanpa narutomaki!" Paman gendut meletakkan mangkuk pertama di depan Ry. Mangkuk itu tanpa kue ikan yang tidak disukai Ry. Paman gendut sudah mengingatnya, seminggu ini ia selalu menyajikan ramen untuk Ry tanpa narutomaki. "Ini untuk Rin!" Ia meletakkan sebuah mangkuk lagi tepat di depan Rin. "Terima kasih, Paman!" Kedua cewek itu berkata bersamaan. Ruu tersenyum mendengarnya. Sengaja ia tidak melirik ataupun menatap mereka secara langsung lagi, ia tak ingin menimbulkan kecurigaan. Rin beberapa kali memergokinya tengah menatap mereka. Ia tak ingin ketahuan, atau semua akan semakin sulit. Ruu semakin menurunkan topinya, ia merasa sedang diawasi. Terpaksa ia mempercepat makannya, dan meninggalkan kedai lebih cepat dari minggu sebelumnya. Ia jug
Udara pagi memang lebih bersih bila dibandingkan pada siang hari. Sinar matahari yang hangat semakin menambah kesan sehat. Di dalam Shinkansen yang akan membawanya ke Osaka, Ruu memilih menghabiskan waktu untuk membaca. Bukan buku komik seperti yang biasa dibaca Ry, melainkan buku tentang bisnis. Ini adalah saran Papa agar ia tidak merasa bosan berada di dalam kereta cepat ini selama lebih dari dua jam. Bukan ide yang buruk karena waktu dua jam perjalanan seperti tak terasa, tahu-tahu kereta sudah berhenti di stasiun Shin-Osaka, tempat perhentiannya. Ruu turun bersama dengan para penumpang yang mempunyai tujuan yang sama.Ini adalah hari Minggu di pekan kedua ia diperbolehkan menemui Ry oleh Papa. Bukan menemui dalam artian sebenarnya, ia hanya diperbolehkan melihatnya dari jauh saja. Ia tidak boleh terlihat apalagi sampai bertegur sapa, sebagai salah satu syarat agar Papa tetap membantunya. Jika ia sampai melanggar sekali saja, maka Papa akan membiarkan laki-laki mana pun untuk mend