Yudith mendengus akan tetapi rona wajahnya tidak dapat ia sembunyikan. Ia segera berdiri dan meraih kruk untuk kembali melangkah ke teras rumah. Rajendra meletakan kembali pakan ikan ke tempatnya sebelum menyusul Yudith ke teras. “Kamu sudah makan belum? kita makan dulu bagaimana? sebelum aku kembali ke kantor? Mama kamu pasti akan seharian di rumah Galuh kan? nanti kamu bisa kelaparan sendirian dengan kaki sakit.” Rajendra mengambil jas yang ia sampirkan ke kursi besi. “Memangnya aku enggak ada makanan di rumah? ada mbak yang masak selama aku sakit,” gerutu Yudith.Rajendra terkekeh kecil. “Iya maksud aku, aku mengajak kamu makan di luar bukan berarti di rumah kamu enggak ada makanan. Ayo, aku tunggu kalau mau ganti baju.” Yudith diam sebentar, kemudian mengangguk kembali masuk ke dalam rumah dengan langkah perlahan. Sementara Rajendra menunggu dengan membuka pintu mobilnya terlebih dahulu dan meletakan jas di bangku belak
“Hei hei hei, apa-apaan ini dempet-dempetan?” Galuh mendorong dua bahu yang saling menempel dengan kepala menunduk dari belakang. Yudith memukul lengan Galuh dengan tawa saat ia beserta kursi yang diduduki di dorong sekaligus oleh sepupunya agar menjauh dari kursi Rajendra. “Ini loh Bang, aku lagi kasih lihat chat Maharani ke Rajendra. Belum aku temui tentu saja,” jawab Yudith. “Siapa Maharani? Untuk apa kamu menemuinya? Kamu belum cerita, Dek.” Galuh duduk di antara Yudith dan Rajendra usai menarik sebuah kursi.Yudith meringis. “Istrinya Xander, makanya ini aku panggil Abang. Mau bicarakan dia, Maharani maksudnya.” “Istrinya Xander? Ngapain dia chat kamu? mana sini aku lihat.” Galuh mengambil ponsel Yudith dan membaca isinya dengan cepat. “’Wah ... gila ... ini gila .... “ “Tidak mengerti hukum, dia panik dan frustasi kalau menurut aku.” Rajendra menjawab ringan.
“Jangan terlalu percaya diri, urusan saya di sini adalah sebagai pengacara bapak Xander dan ibu maharani. Bukan Anda yang ingin kami temui, melainkan ibu Yudith.” Clara berbicara dengan ketenangan, seolah ia tidak ada urusan sama Galuh. “Lebih tepatnya pengacara kantor kami, bukan Yudith seorang. Jika Anda tahu bagaimana prosedurnya, tidak mungkin seorang pengacara meminta bertemu orang yang memberikan tuntutan tanpa di dampingi pengacaranya. Kalian mau melakukan pengancaman? Mau melakukan tindakan penyerangan lagi?” desak Galuh. Clara mendengus tanpa menjawab, sementara istri Xander hanya terdiam mendengarkan di samping pengacara. “Sepertinya saya buang-buang waktu saja ke sini. Kita bertemu dua hari lagi jangan cemas Ibu Maharani, di pengadilan tentu saja dan saya bisa pastikan semua tuntutan dari kamu akan dikabulkan hakim. Selamat siang.” Galuh yang bahkan belum duduk sedari datang menemui Maharani segera membalikkan ba
“Sumpah aku enggak tahan kamu pakai lipstik baby pink. Tolong maafkan aku, aku tahu aku seharusnya .... “ Perkataan Rajendra terputus mana kala kerah kemejanya ditarik dan kini ia yang melebarkan mata dengan apa yang dilakukan Yudith setelahnya. Prediksinya akan apa yang ia lakukan adalah paling jauh akan mendapatkan tamparan kemudian caci maki akan keluar dari mulut Yudith. Namun ternyata bukan hal itu yang dilakukan Yudith. Yudith membalas kecupannya dengan sebuah ciuman, bukan hanya menempelkan bibir namun ciuman seorang dewasa yang sesungguhnya. “Jangan jadi pengecut.” Yudith melepas ciuman sepihak mereka saat merasa Rajendra hendak membalasnya, ia sengaja melakukannya dengan membisikkan satu peringatan. “Aku bukan pengecut, aku takut kamu masih membenci aku,” desah Rajendra sebal karena ia belum sempat membalas sentuhan bibir Yudith namun sudah harus merelakannya. Yudith menahan tangan Rajendra yang hen
“Kamu tegang ya, Bang?” Yudith menyenggol lengan Galuh, mereka baru sampai di pengadilan untuk menghadiri hasil keputusan kasus Xander. “Sedikit, aku sangat berharap dia dapatkan hukuman sesuai tuntutan kita. Itu saja belum dihitung biaya pengobatan kamu, kenapa sih kamu enggak menuntut juga yang itu?” Galuh merapikan lengan kemejanya sebelum melangkah berdampingan dengan Yudith. Yudith dan Galuh sudah ditunggu Rajendra dan pengacara kantor mereka yang datang lebih dulu. Yudith akhirnya memutuskan datang, ia akan melihat bagaimana tampang dua wanita ular di sana saat hakim mengetuk palu memberikan keputusan final. “Biar tahun penjaranya makin lama,” kelakar Yudith. “Mana ada seperti itu jalannya hukum.” Galuh akhirnya ikut tertawa. Mereka mendengarkan jalannya sidang dengan seksama, Yudith duduk di antara Galuh dan Rajendra. “Enggak perlu saling melotot, Dek. Nanti gampar saj
“Suka enggak?” Rajendra bertanya usai mereka menyelesaikan makanan pertama mereka berupa pasta. “Suka, enak enggak meninggalkan rasa melekat di lidah. Tapi bukan untuk yang dikonsumsi harian. Seminggu sekali ok lah. Pemiliknya memang berkecimpung di dunia makanan?” Yudith mengangkat gelas tingginya. “Dia pemilik Odyssey Restauraant di Italia,” jawab Rajendra. “Oh ya? pantas kental sekali sama rasa restoran di sana. Yang di sana ditinggal? Besar sekali padahal,” timpal Yudith. “Tentu saja enggak, istrinya yang pegang sementara dia melancarkan yang di sini satu dua tahun dulu katanya. Nanti baru adiknya yang meneruskan, adiknya sedang pendidikan di bidang sama di Perancis. Keluarga besarnya berkecimpung didunia kuliner semua, hebat sekali mereka. Katanya sedang dalam perjalanan ke sini tadi pas aku beri tahu aku datang.” Rajendra bersandar dengan pandangan tertuju pada Yudith. “I see ... amazin
“Yes, yang mengejutkan lainnya adalah Celie menyimpan uang cash satu koper penuh. Aku pakai itu untuk membayar rumah sakitnya. Kemungkinan dia menghindari pemakaian kartu atau sejenisnya agar tidak terlacak, mungkin ya? Ya sudah pas hari kedua belum juga siuman, aku dihubungi papa kenapa belum pulang apa ada masalah dan sebagainya. Sudah ada niatan meninggalkan dia tanpa siapa-siapa saat tiba-tiba sebuah pesan di ponselnya masuk, pesannya singkat sekali. Honey sudah cukup ya waktu sendirinya, kamu di mana. Langsung aku telepon dong. Dia Arayan, aku enggak sempat bertemu dia karena Galuh mengirimi aku tiket pesawat satu jam kemudian harus terbang. Dia marah aku keluyuran setelah selesai urusan dengan klien. Aku titipkan semua barang Celie pada rumah sakit sebelum Arayan datang. Sudah sampai sana saja,” desah Yudith. “Celie bilang kamu bagai momy untuknya, kalai kalian berpisah saat dia belum sadar lalu bagaimana ceritanya sahabatan?” tanya Rajendra.
“Aku enggak menghindari kamu, kamu bisa dilaporkan orang nanti memotong jalan. Minggirkan mobilnya sebelum kamu di geruduk mobil belakang.” Yudith menoleh ke belakangnya, takut tiba-tiba macet karena mereka. “Kita bicara dulu,” tegas Rajendra. “Iya awas dulu, cari tempat buat bicara.” Yudith melebarkan mata pada Rajendra untuk segera menyingkirkan Rajendra mengangguk menuju mobilnya dan menjalankan kembali, Yudith hanya mengirimkan pesan singkat mengenai tempat mana yang akan ia tuju untuk berbicara. “Bicara apa sih?” tanya Yudith setelah meneguk air dinginnya. “Kamu menghindari aku karena di larang mama kamu berhubungan sama aku? mama kamu bilang memang beliau melarang aku dekati kamu apa pun alasannya. Aku memang berterus terang sama mama kamu mengenai maksud aku dan mama kamu melarang keras. Tapi aku sudah bilang enggak akan berhenti berusaha yakinkan beliau. Aku tahu aku punya kesempatan