Share

Pertanggungjawaban

Penulis: YuRa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-03 19:23:01

Esti menatap layar ponselnya dengan mata nanar. Pesan dari Indah terpampang jelas.

[Kenapa nggak mau menemuiku? Takut ya?]

Ia menghela napas panjang, jari-jarinya mencengkeram erat ponsel. Bukan takut. Lebih tepatnya, ia lelah. Indah selalu mencari celah untuk menerobos batas yang sudah ia tegaskan berkali-kali.

Di kamar, Haris masih terlelap, nafasnya teratur. Sejenak, Esti menatap suaminya, laki-laki yang mengkhianatinya, bermain hati dengan Indah.

Esti tetap tak bergeming. Ia tahu, membalas hanya akan memperburuk keadaan. Namun, ponselnya terus bergetar di atas meja. Satu pesan masuk. Lalu satu lagi. Dan lagi.

[Kenapa diam? Aku tahu kamu baca pesanku.]

[Jangan pura-pura tidak peduli, Mbak.]

Pesan terakhir membuat dadanya mencengkeram. Jemarinya mengepal erat di sisi meja. Indah tahu. Tapi dari mana?

Tatapannya beralih ke Haris yang masih tertidur lelap. Ia terlihat begitu tenang, seolah tak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi Esti tahu, jika ini terus berlanjut, ketenangan yang sela
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Emi Susanti
blm up lagi Thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Perdebatan Panjang

    Indah masih tersedu, bahunya bergetar hebat menahan tangis. Ejekan Esti tadi menusuk hatinya seperti belati yang ditancapkan berkali-kali.“Nggak usah banyak drama, dasar murahan,” suara Esti terdengar tajam, dingin, dan tanpa belas kasihan.Haris yang sejak tadi menahan diri, akhirnya kehilangan kesabarannya. Matanya menyala, rahangnya mengeras, dan tangannya mengepal erat, siap meledak kapan saja."Kenapa, Mas? Nggak terima gundikmu aku panggil murahan?" Esti menyeringai penuh kebencian. "Kalau bukan murahan, apa? Perempuan baik-baik? Mana ada perempuan baik-baik yang mau dengan suami orang?"Indah menunduk, menggigit bibirnya sendiri, mencoba menahan gejolak di dadanya.Esti melangkah mendekat, matanya menatap Haris dengan tatapan penuh amarah dan penghinaan. "Mas, kalau kamu sudah kere, miskin, perempuan itu juga akan meninggalkanmu. Percaya aku, dia hanya mau hartamu!"Jari telunjuknya teracung ke arah Indah, seolah-olah menudingnya sebagai makhluk paling hina di dunia ini.Henin

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-04
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Mencari Solusi

    Esti menatap Haris dengan mata penuh amarah. Dadanya naik turun menahan emosi yang sejak tadi membakar hatinya."Sudah aku bilang dari dulu, nggak usah punya orgen tunggal! Tapi kamu tetap ngeyel!" suaranya tajam, menusuk setiap kata dengan kemarahan yang tak terbendung.Haris menunduk, tak sanggup menatap istrinya.Esti mendekat, suaranya bergetar antara marah dan kecewa. "Lihatlah, Mas! Apa yang aku takutkan benar-benar terjadi! Sekarang rumah tangga kita hancur! Kamu puas?!”Hening sejenak. Hanya suara napas berat yang terdengar di antara mereka.Esti menghela napas panjang, mencoba menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. "Kalau kamu nggak puas dengan pelayananku, bilang sama aku! Aku akan memperbaiki semuanya!" suaranya sedikit melemah, tapi tetap penuh ketegasan.Haris masih diam, menggigit bibirnya sendiri."Jangan malah mencari kesenangan di luar, Mas!" lanjut Esti, suaranya mulai bergetar. "Ingat, anak kita perempuan semua!”Matanya menatap Haris dengan penuh luka

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-05
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Memilih Jalan Sendiri

    Esti menghapus air matanya dengan cepat. Ia menarik nafas panjang, mencoba menetralkan emosinya yang masih bergemuruh di dada.Lalu, dengan suara yang dingin namun tegas, ia berkata, "Baiklah. Kalau itu keputusanmu."Haris mendongak, menatapnya dengan cemas, tapi Esti tidak lagi ingin melihat matanya. Ada luka yang terlalu dalam di sana, dan ia tidak ingin tenggelam lebih jauh dalam kesedihan."Aku akan menyiapkan semua pakaian dan barang-barangmu," lanjutnya, suaranya stabil, nyaris tanpa emosi. "Jangan tinggal di rumah ini. Kamu sudah memilih jalurmu sendiri."Ruangan terasa semakin sunyi, semua orang menahan napas mendengar kata-kata Esti yang begitu tegas."Esti, kamu nggak bisa begitu!" suara Dewi terdengar tegas, matanya menatap tajam ke arah Esti. "Ini rumah Haris juga. Dia berhak tinggal di sini."Esti, yang masih sibuk memasukkan pakaian Haris ke dalam koper, mendadak berhenti. Ia menarik napas dalam, mencoba menahan emosinya, lalu menoleh perlahan ke arah Dewi."Oh, jadi men

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-06
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Tidak Mau Pulang

    "Jadi bagaimana, Mas?" suara Indah terdengar tenang, tapi penuh harapan.Haris menelan ludah. Ia tahu tak ada jalan keluar yang mudah. Dengan suara pelan, ia akhirnya menjawab, "Aku akan bertanggung jawab."Indah tersenyum puas. Senyum yang bagi Esti terasa seperti belati yang menusuk jantungnya. Dengan percaya diri, Indah melirik ke arahnya, tatapannya penuh kemenangan."Kapan akan menikahnya?" suara ayah Indah terdengar tegas, menuntut kepastian.Ibunya Indah mengangguk setuju. "Secepatnya." Lalu ia melanjutkan dengan nada yang lebih tenang, tapi tetap menusuk, "Nanti setelah menikah, Indah tinggal di sini, kan?"Belum sempat Haris menjawab, suara Esti langsung memotong, keras dan tajam seperti pisau."Enak saja!"Semua mata langsung tertuju pada Esti. Napasnya memburu, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. "Kalian pikir aku akan membiarkan perempuan ini tinggal di rumahku?" Suaranya bergetar oleh kemarahan dan sakit hati. "Tidak akan pernah!"Haris menunduk, tak bisa membantah. Ind

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-07
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Bertanggung Jawab

    Ibunya Indah terlihat lega, sementara ayahnya menatapnya dengan tajam. "Indah, jangan mempermalukan diri sendiri. Kita sudah cukup dipermalukan."Indah menggeleng keras, lalu menatap Haris dengan mata memohon. "Mas Haris, aku nggak mau pergi. Aku mau tetap di sini bersamamu. Aku nggak peduli menikah siri atau resmi, aku cuma ingin kita tetap bersama!"Esti, yang sejak tadi menahan emosinya, akhirnya tertawa sinis. "Indah, kamu nggak punya malu, ya? Masih ngotot mau tinggal di rumah ini, setelah semua yang terjadi?”"Aku mengandung anaknya! Aku berhak tinggal di sini!" Indah berteriak.PLAK!Tiba-tiba, ayahnya Indah menampar pipi Indah dengan keras. Semua orang terkejut."Diam, Indah!" Ayahnya berseru, suaranya bergetar karena emosi. "Kamu sudah membuat kami malu! Jangan tambah lagi! Kamu pikir bisa datang ke rumah istri sah, merebut suaminya, lalu seenaknya menginjak harga diri orang lain?”Indah memegang pipinya yang memerah. Tangisnya semakin pecah, tapi kali ini bukan hanya karena

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-08
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Disalahkan

    "Ibu kalian yang egois." Dewi berkata dengan sinisnya. " Lihatlah, Esti. Anak-anakmu yang menjadi korban keegoisanmu.”Esti mendongak, menatap Dewi dengan tajam. Matanya sudah cukup bengkak karena menangis, tapi kini bukan kesedihan yang terpancar, melainkan kemarahan."Egois? Aku yang egois, Mbak?" Esti tertawa kecil, getir. "Aku yang diselingkuhi, aku yang dikhianati, dan sekarang aku juga yang disalahkan?"Dewi mendengus. "Kalau kamu lebih sabar, lebih mengalah, mungkin rumah tangga ini masih bisa dipertahankan."Mei menoleh ke budenya dengan ekspresi bingung. "Jadi Ibu yang salah, Bude?”Esti mengelus kepala Ais yang masih memeluknya erat. "Nak, kalian dengar baik-baik. Ibu sudah berusaha bertahan selama ini, tapi Ayah kalian yang tidak memilih kita."Haris menghembuskan napas berat. "Ayah tetap ingin jadi ayah buat kalian."Mei menatap ayahnya dengan mata yang berkilat karena air mata. "Tapi Ayah juga ayah untuk anaknya Tante Indah, kan?"Haris terdiam. Tak ada jawaban yang bisa

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-09
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Menemui Keluarga Indah

    Haris duduk di kursi dengan kepala tertunduk, jari-jarinya saling meremas, seolah mencoba mencari pegangan di tengah badai yang ia ciptakan sendiri. "Apa yang akan kamu lakukan sekarang?" tanya Deni dingin. Suasana ruang tamu terasa menyesakkan. Haris menghela napas berat sebelum menjawab dengan suara lirih, "Besok aku akan ke rumah Indah." "Kalau ibunya memaksa pesta pernikahan, bagaimana?" Deni melipat tangan di dada, ekspresinya tajam seperti pisau. Sebelum Haris sempat bicara, Dewi memutar bola matanya dan menyela dengan suara ketus. "Lebih baik uang untuk pesta kamu gunakan untuk kehidupanmu nanti. Gajimu sudah di bank, kan?" Haris mengangguk pelan. "Iya... Bahkan ATM-ku masih dipegang sama Esti." "Mas... Mas... Gimana sih? ATM dipegang Mbak Esti? Ya jelas buat biaya Mei dan Ais!" Erlin terkekeh sinis. "Kamu pikir Mbak Esti bakal diam aja setelah tahu suaminya selingkuh dan punya anak sama perempuan lain?" Haris terdiam. Nafasnya terasa berat. "Makanya, kalau mau berbuat

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-10
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Dipermalukan

    Ruangan kembali sunyi. Semua orang tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Tapi kali ini, Syaiful, kakak Indah yang sejak tadi hanya diam dan mengamati, akhirnya membuka suara. "Tadi kamu bilang menikah siri nggak apa-apa, asalkan bersama Haris.” Syaiful tampak mengejek Indah.“Bagaimana dengan kandunganmu? Lama-lama akan semakin membesar." Suaranya tenang, tapi ada ketegasan di dalamnya. Indah terdiam. Ia mengelus perutnya yang mulai membuncit, wajahnya masih dipenuhi kesedihan.Pak Burhan menghela nafas panjang. Wajahnya penuh kekecewaan, sorot matanya tajam menatap Indah yang masih terisak. "Ayah sudah mengingatkanmu, Indah, jangan mengganggu suami orang. Ya, begini akibatnya." Indah meremas ujung dasternya, bibirnya bergetar, seolah ingin membela diri tapi tak ada kata yang sanggup ia keluarkan. Air matanya jatuh satu per satu, membasahi pipinya yang pucat. "Ayah, aku nggak pernah mau begini..." suaranya lirih. "Aku cuma mencintai Mas Haris..." "Cinta?" Bu Ratna mendengus

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-11

Bab terbaru

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Pilihan Ada Konsekuensinya

    Hari ini, suasana di rumah sakit terasa lebih ringan. Setelah beberapa hari dirawat, akhirnya Siti diperbolehkan pulang. Di dalam kamar rawatnya, Esti dan Dewi sibuk merapikan barang-barang. Sementara itu, Ais dan Mei duduk di tepi ranjang, memperhatikan nenek mereka dengan senyum lega. “Nenek sudah sehat, kan?” tanya Ais riang. Siti tersenyum lembut, mengusap kepala cucunya. “Alhamdulillah, sudah lebih baik.” Mei yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara. “Nenek istirahat yang banyak di rumah, ya.” Suaranya tenang, tapi sorot matanya masih menyimpan banyak pikiran. Siti menatap cucunya yang lebih dewasa dari usianya itu dan mengangguk penuh kasih. “Iya, Sayang. Nenek akan jaga kesehatan.” Deni masuk ke ruangan, membawa hasil administrasi rumah sakit. “Semua sudah beres. Kita bisa pulang sekarang,” ujarnya. Esti menoleh ke arah pintu, berharap melihat seseorang masuk. Namun, Harapannya pupus. Haris belum juga muncul. Siti tampaknya menyadari itu. Ia menatap Esti sejenak, l

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Bertemu Anak-anak

    Cahaya matahari pagi menyelinap melalui celah gorden, menerangi kamar dengan sinar hangat. Indah membuka matanya perlahan, lalu menoleh ke samping. Kosong. Haris sudah tidak ada di tempat tidur. Ia segera bangkit, matanya mencari-cari sosok suaminya. Namun, yang tersisa hanya kasur yang dingin dan sisa keheningan semalam. Dengan perasaan gelisah, Indah bangkit dan keluar dari kamar. Dari dapur, terdengar suara piring beradu pelan. Ia melangkah ke sana dan mendapati Bu Ratna sedang menyiapkan sarapan. “Bu… Mas Haris mana?” tanyanya langsung. Bu Ratna menoleh, lalu tersenyum tipis. “Dia sudah pergi dari tadi pagi.” Jantung Indah berdegup kencang. “Pergi? Pergi ke mana?” Bu Ratna mengangkat bahu. “Dia hanya pamit mau pergi. Mungkin ke rumah sakit.” Indah menggigit bibir, berlari kecil kembali ke kamar. Ia mengambil ponselnya dan membuka layar. Tidak ada pesan, tidak ada panggilan dari Haris. Tangannya mengepal. Semalam Haris menolak dirinya, dan sekarang dia pergi begitu saja tanp

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Menginap

    Sementara itu, Indah menyadari ada yang memperhatikan mereka. Tatapan orang-orang itu terasa menusuk, membuatnya sedikit gelisah. Namun, bukannya mundur, ia malah tersenyum tipis dan bersikap seolah-olah tidak ada yang salah.Sebaliknya, Haris tampak lebih kaku. Ia bisa merasakan bisik-bisik dari orang-orang di sekitar mereka, tapi ia memilih untuk tetap fokus pada makanannya.Indah menyesap jus alpukatnya pelan, lalu berbisik pada Haris, “Kita diperhatikan, Mas.”Haris mengangkat wajahnya, melihat sekilas ke sekeliling. Ia tahu beberapa dari mereka, orang-orang yang pernah mengenalnya dan Esti sebagai pasangan suami istri.Namun, Haris hanya menghela napas, lalu kembali menatap Indah dengan sorot dingin. Indah tersenyum samar. Ia tahu, setelah ini pasti akan ada gosip yang beredar. Tapi anehnya, ia tidak peduli. Yang ada di pikirannya saat ini hanya satu hal, Haris ada di sini bersamanya, bukan bersama Esti.Setelah selesai makan, Haris dan Indah kembali ke mobil. Perjalanan pulang t

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Mulai Berubah

    Siti menatapnya dengan penuh kasih. “Ibu minta maaf?” katanya lirih. Esti terdiam, sementara Haris menundukkan wajahnya. Kata-kata ibunya seakan menyiratkan sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang membuat hatinya terasa berat.“Maaf untuk apa, Bu?”“Ibu tidak bisa mendidik Haris dengan baik.” Air mata Siti mengalir perlahan. Haris terdiam, hatinya sedih mendengar ucapan ibunya.Esti menatap perlahan wajah Siti. “Ibu jangan banyak bicara dulu, istirahat saja ya? Saya akan disini menemani Ibu.”Terdengar suara pintu dibuka. Begitu pintu terbuka, semua orang di dalam ruangan sontak terkejut melihat Indah berdiri di ambang pintu.Siti yang tengah berbaring menatapnya dengan bingung, sementara Deni dan Umi yang baru datang ke rumah sakit, saling bertukar pandang. Erlin, yang duduk di sudut ruangan, ikut menatap dengan ekspresi tak terbaca.Namun, yang paling bereaksi adalah Haris. Begitu menyadari siapa yang datang, wajahnya langsung menegang. Ia segera bangkit dan berjalan cepat menghampi

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Hampir Pergi

    Dewi terus mondar-mandir di depan ruang ICU, sementara Haris hanya duduk diam, menatap kosong ke lantai rumah sakit. Sudah dua jam sejak ibunya dibawa masuk ke dalam.Pintu ICU akhirnya terbuka. Dokter keluar dengan ekspresi serius. Haris dan Dewi langsung bergegas mendekat."Bagaimana keadaan Ibu saya, Dok?" suara Dewi bergetar.Dokter menarik napas panjang. "Bu Siti mengalami serangan jantung akibat tekanan emosional yang terlalu besar. Untungnya, kami berhasil menstabilkan kondisinya. Namun, beliau masih dalam masa kritis."Haris menelan ludah. "Apa maksudnya, Dok? Ibu bisa sembuh?"Dokter mengangguk pelan. "Saat ini, beliau masih lemah. Kami akan terus memantau kondisinya dalam 24 jam ke depan. Kalian harus bersiap untuk segala kemungkinan."Bersiap untuk segala kemungkinan…Kata-kata dokter itu menusuk dada Haris seperti belati.Dewi menutup wajahnya, bahunya bergetar menahan tangis. Sementara Haris hanya bisa berdiri dengan tubuh kaku dan kepala tertunduk.Jika ibunya tidak sela

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Tidak Mau Disalahkan

    Tanpa berpikir panjang, Indah meneruskan pesan itu dan langsung menelpon Haris."Mas, lihat pesan dari Esti! Dia mengancam akan melaporkan pernikahan kita ke atasanmu! Dia ingin Mas dipecat!" suaranya penuh kemarahan.Haris, yang masih di rumah sakit menjaga ibunya, menghela napas berat. "Aku sudah baca.""Lalu Mas mau diam aja?!" bentak Indah. "Dia pikir dia siapa sampai bisa mengancam kita seperti ini?!"Haris memijit pelipisnya. "Indah, aku sedang di rumah sakit. Bisa kita bicara nanti?"Indah mendengus kesal. "Mas! Kalau Mas sampai kehilangan pekerjaan, gimana dengan aku dan anak kita?!"Haris menarik napas panjang, mencoba tetap tenang. "Aku akan bicara dengan Esti. Aku akan minta dia untuk tidak membawa masalah ini lebih jauh."Indah tertawa sinis. "Oh, jadi Mas masih peduli sama dia?! Aku istrimu sekarang, Mas! Aku nggak akan biarkan perempuan itu menang!"Haris mulai kehilangan kesabaran. "Aku cuma mau menyelesaikan ini dengan baik, Indah. Kalau kita terus memperkeruh suasana,

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Dipaksa Menikah

    Malam itu, di rumah Indah yang sederhana, Haris duduk di hadapan penghulu dengan wajah kosong. Para saksi sudah berkumpul. Indah duduk tak jauh darinya, mengenakan kebaya putih sederhana. Tapi tak ada kebahagiaan di mata Haris, hanya keterpaksaan.Ketika penghulu mulai membaca akad nikah, tangan Haris gemetar."Haris Maulana bin Karim, apakah Anda menerima Indah Astuti binti Burhan sebagai istri Anda dengan mas kawin yang sudah disepakati?"Haris menelan ludah. Tenggorokannya terasa kering. Sekilas, ia teringat wajah Esti dan anak-anaknya. Haris mengangguk.Kemudian Pak Burhan bertindak sebagai wali nikah, menggenggam tangan Haris. Dengan suara bergetar, Haris mengucapkan kata yang mengubah hidupnya selamanya."Saya terima nikahnya Indah Astuti binti Burhan dengan mas kawin yang emas lima gram, tunai.""Sah!" ujar para saksi bersamaan.Indah tersenyum tipis, meski air mata jatuh dari sudut matanya. Bu Ratna tampak puas, sementara ayahnya mengangguk lega. Sepertinya memang ini sudah di

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Terpojok

    Haris terdiam sejenak, matanya kosong menatap layar ponselnya yang baru saja dimatikan. Suara Dewi yang tiba-tiba menyapanya membuatnya terbangun dari lamunannya."Kenapa wajahmu kusut kayak gitu?" tanya Dewi yang baru keluar dari ruangan ibunya. Dewi menatapnya dengan cemas, merasa ada sesuatu yang mengganggu Haris.Haris menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri sebelum menjawab. "Indah... dia makin nekat. Dia nggak mau dengar alasan, Mbak. Dia tetap bersikeras mau datang ke rumah sakit, bertemu Ibu."Dewi mengerutkan kening, tampak terkejut. "Haris, ini bukan waktu yang tepat. Ibu baru aja, kamu nggak ingin keadaan makin parah, kan?"Haris baru saja hendak kembali ke kamar ibunya ketika tiba-tiba suara langkah cepat terdengar di lorong rumah sakit."Mas Haris!"Haris menoleh dan terkejut. Indah sudah ada di sana.Ia berdiri dengan tangan di pinggang, napasnya memburu. Matanya menyapu ruangan dengan tajam, lalu berhenti tepat pada Haris dan Dewi."Aku sudah bilang aku akan da

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Sandiwara Terbongkar

    Bu Siti mengerutkan kening, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Apa maksudmu, Esti?"Haris menunduk, tak sanggup menatap ibunya. Dewi segera meraih tangan Bu Siti, berusaha menenangkannya."Ibu, maafkan kami karena tidak memberi tahu lebih awal," ujar Dewi hati-hati. "Kami hanya tidak ingin Ibu kaget dan sakit lagi."Bu Siti masih terdiam. Matanya mulai berkaca-kaca. "Jadi... selama ini kalian hanya berpura-pura di depan Ibu?" suaranya bergetar.Erlin ikut bicara, "Ibu, kami hanya ingin Ibu bahagia. Kami takut kalau Ibu tahu ini saat masih belum pulih, kondisinya malah memburuk."Bu Siti menatap mereka satu per satu. Matanya dipenuhi luka dan kekecewaan. Ia merasa telah dibohongi oleh anak-anaknya sendiri."Tapi Ibu tetap mengetahuinya, kan?" ujar Bu Siti lirih. "Seandainya kalian memberitahu sejak awal, mungkin Ibu bisa lebih siap.""Maafkan aku, Ibu. Aku harus menikahi Indah, bertanggung jawab atas kehamilannya. Esti mengusirku dari rumah," kata Haris perlah

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status