Home / Pernikahan / Rumah Kedua Suamiku / Bab 7 Insiden di Jalanan

Share

Bab 7 Insiden di Jalanan

Author: Arumi Nazra
last update Last Updated: 2024-03-04 09:49:50

"Bisa kan ditransferkan sekarang?" ulangnya setelah tak kunjung mendapat sahutan dariku.

Tidak salah lagi, uang lima juta itu pasti akan dia gunakan untuk tambahan biaya dekorasi gundiknya. Safira pasti terus merengek padanya untuk mengabulkan semua keinginan wanita yang penuh dengan gengsi itu.

"Uang lima juta, untuk apa, Mas?" tanyaku berpura-pura terkejut. Mas Gandhi memang terbiasa menggunakan uangku tapi tidak pernah sampai sebanyak ini.

Lelaki itu kerap meminta bantuanku untuk sekedar mengisi bahan bakar mobilnya tapi tidak sampai jutaan. Paling tidak hanya dua ratus ribu dan polosnya aku karena tidak pernah pula menagih uang itu kembali. Jika aku tahu uang untuk membeli bahan bakar itu digunakannya untuk mendatangi Safira, maka akan aku bakar sekalian dia dengan mobilnya.

"Hhmm, untuk beli oleh-oleh buat kalian!" ujarnya setelah terdiam cukup lama.

Cih, oleh-oleh apa lagi yang dia maksud jika saat ini saja dia sudah kembali dari luar kota dan berada di kota yang sama denganku. Bukankah aku sudah mencicipi oleh-oleh yang dia beli di rumah Safira tadi?

"Oleh-oleh? Gak usah, Mas. Kamu gak perlu belikan oleh-oleh untuk kami. Asal kamu pulang dengan selamat, aku sudah senang! Lagipula, aku tidak punya uang sebanyak itu," ujarku beralasan.

"Hah? Masa' tidak ada!" ucapnya terkaget-kaget. Entah bagaimana ekspresi wajahnya di sana, pasti ia sedang kebingungan.

Laki-laki macam apa yang sudah menikah denganku ini. Dia sudah mengkhianati aku tapi malah meminta modal dariku untuk membahagiakan gundiknya.

"Kan sudah aku bilang, kalau aku tidak ada job sampai seminggu ini, Mas. Uang yang aku punya sudah habis untuk membeli perlengkapan ulang tahun Melisa besok dan uang yang tersisa untuk makan sehari-hari. Apa kamu lupa kalau kamu ke luar kota tanpa meninggalkan uang belanja di rumah?" ucapku menggerutu walau sebenarnya saldo di rekeningku cukup melimpah. Namun bukan hari ini saja, aku sudah merahasiakan hal itu sedari dulu.

Sebagai istri yang mandiri, aku tidak mau menunjukkan semua penghasilanku pada suami karena berdasarkan pengalaman orang terdahulu, suami akan semakin lepas tangan jika mengetahui istri punya banyak uang. Dan aku tidak salah melakukannya.

"Hanya lima juta, Sayang. Masa' kamu gak bisa usahain?" Bukannya menyadari kesalahannya, dia malah semakin memaksa.

"Beneran gak bisa. Lagipula untuk apa beli oleh-oleh jika malah memberatkan. Memangnya kamu mau bawa oleh-oleh apa dengan uang sebanyak itu?" cecarku. Aku semakin malas bicara padanya. Tak masalah jika Safira tidak jadi menggunakan jasaku, toh aku sudah menerima uang mukanya. Jika dibatalkan artinya uang itu akan hangus.

"Aku kan mau bikin kalian senang!" ucap Mas Gandhi terdengar putus asa. Dia mungkin telah kehabisan cara untuk membujukku.

"Sudah, Mas. Aku mau makan. Kamu pulang lah, tak perlu bawa oleh-oleh. Jangan memaksakan diri jika tidak mampu!"

Aku putus panggilan begitu saja karena aku sungguh merasa lapar. Cacing di perutku semakin berteriak hebat kala berbicara dengan pria itu. Rasa lapar ini membuatku semakin emosi. Untungnya, pramusaji sudah mengantar pesanan kami.

Ponselku terus berdering sesaat setelah panggilan dihentikan. Mas Gandhi terus menelponku dan akhirnya ia menyerah pada panggilan ketiga.

Memang seharusnya begitu. Dia tak pantas mendesak ku seperti ini. Ingin sekali ku maki dirinya agar lelaki itu sadar bahwa aku telah mengetahui semua kebusukannya. Aku jadi tak sabar menunggu lusa untuk menunjukkan permainanku padanya.

Nikmat sekali rasanya makan dalam keadaan lapar seperti ini. Nasi di piring kami sama-sama tandas tak bersisa. Mungkin setelah ini, kami akan terbiasa makan berdua saja tanpa kehadiran Mas Gandhi lagi.

Ya, akan ada banyak kebiasaan yang berubah kala semua kebenaran terungkap. Walau dia bersimpuh dan meminta maaf sekali pun. Namun semua tidak akan sama lagi.

Selesai makan, aku dan Melisa lalu keluar mall untuk menempuh perjalan pulang. Barang belanjaan yang banyak cukup menyulitkan aku untuk berkendara. Semua barang aku letakkan di depan karena Melisa harus tetap berpegangan di pinggangku. Dengan bismillah, aku mulai mengemudikan motor di tengah keramaian kota.

Melisa yang lelah dan kekenyangan sepertinya sudah mulai diserang rasa kantuk. Apalagi jam segini merupakan jam tidur siangnya setiap hari. Untungnya aku punya belt khusus untuk berkendara sepeda motor sehingga meskipun mengantuk, Melisa tetap aman duduk di belakangku. Sesekali aku akan memanggil namanya untuk menyadarkan anak itu agar tidak terlalu lelap dalam tidurnya.

Perjalanan ini terasa semakin berat karena selain barang bawaan yang cukup banyak, panas mentari terasa begitu terik hingga menembus sampai ke dalam tulang. Aku jadi menggerutu dalam hati kala mengingat betapa nyamannya hidup Safira yang difasilitasi sebuah mobil oleh Mas Gandhi.

Jika aku punya mobil maka aku dan Melisa tidak akan kepanasan seperti ini setiap hari. Bahkan aku tidak perlu khawatir jika Melisa tertidur selama perjalanan. Anak gadisku ini akan tetap nyaman sampai kembali ke rumah.

Aku sungguh tidak bisa terima dengan semua ketidak adilan yang dilakuan Mas Gandhi. Padahal jika dilihat, aku lah yang paling membutuhkan mobil bukan pelakor berwajah tua itu.

Ketika di perempatan yang agak sunyi dan dipenuhi pepohonan, aku hendak membelok ke area tempat tinggalku. Namun aku kesulitan untuk mengendalikan stang motor karena penuhnya barang bawaan di depanku. Aku berhasil membelok namun sayangnya aku malah kehilangan kendali dan menabrak seorang pengendara motor sport di hadapanku.

Braakk!

Aku dan sepeda motorku terjatuh setelah menabrak bagian belakang motor sport itu. Posisi kami terjatuh ke sebelah kanan bersamaan barang belanjaan yang turut terlempar ke aspal dan dan sebagian tertimpa body motor. Untungnya, sebelah tungkaiku dapat sedikit menopang bobot kendaraan matic ini sehingga Melisa yang duduk di belakangku tidak sempat terjatuh ke aspal. Ia tetap bersandar di balik punggungku. Anak itu hanya berteriak kaget karena semua terjadi begitu cepat.

Aku lantas melepaskan belt yang menyatu antara Melisa dan perutku. Lalu memeluk Melisa yang tampak shock dan ketakutan.

"Maaf, Pak. Saya tidak sengaja, saya akan mengganti rugi kerusakan pada sepeda motor Bapak!" ucapku pada pria berjaket hitam di hadapanku. Pakaiannya yang serba hitam membuatku menjadi gugup dan ketakutan. Dia mungkin seorang preman jalanan yang sepertinya tidak terima dan ingin memarahiku.

Lelaki itu masih belum merespon. Ia lebih memilih turun dan menghampiriku. Karena kejadian ini mengakibatkan lampu belakang motornya pecah dan rusak. Itu lah sebabnya aku berinisiatif untuk meminta maaf terlebih dahulu dan akan mengganti kerugian yang ia alami.

Sementara kulihat tidak ada kerusakan yang berarti pada sepeda motorku. Hanya bagian sebelah kanan yang sedikit lecet karena berciuman dengan aspal.

Lelaki itu semakin mendekat, tubuh tinggi dengan langkah tegap itu sukses membuat nyaliku menciut. Preman jalanan di kota ini terkenal bengis, mereka tidak akan peduli meski berurusan dengan wanita sekalipun. Jika mereka tidak senang, mereka akan membalas hingga puas.

Ah ... Kenapa aku sial sekali hari ini. Berbagai masalah datang secara beruntun seperti bom waktu yang diledakkan tanpa aba-aba.

"Tidak apa-apa, Mbak. Saya yang seharusnya minta maaf karena saya tadi tiba-tiba ngerem mendadak," ujar pria yang tidak kelihatan wajahnya karena mengenakan penutup kepala dan masker. Aku sedikit terkejut kala mendengar suaranya. Terdengar tenang dan kharismatik, bukan seperti suara para preman kebanyakan yang terdengar bengis dan kasar.

"Ti-tidak, Pak. Saya lah yang salah karena membawa terlalu banyak barang bawaan. Maafkan saya, Pak. Saya akan mengganti rugi semuanya!" ujarku menekan rasa takut yang mulai hilang karena suara yang menghanyutkan itu.

Sepertinya pria ini bukan preman, hanya penampilannya saja yang mirip seorang preman karena menaiki motor sport dan berpakaian serba hitam.

"Mama ... lihat itu, Ma. Semuanya sudah rusak, bagaimana ini, Ma? Huuaaaa!"

Tiba-tiba Melisa menangis saat melihat pernak pernik ulang tahunnya rusak akibat terlindas sebuah mobil.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
makanya sama suami itu jgn terlalu pengertian demi predikat istri terbaik. klu merasa dirimu secantik itu kenapa bisa diduakan?? sebagai istri kau juga tololnya kebangetan.
goodnovel comment avatar
Isna Ni
baik sangat mengi spurasi, ganti suami tak tahu diri
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 8 Pria Asing

    Lelaki yang tidak aku tahu asal usulnya itu lantas mendekat pada Melisa kala menyadari buah hatiku itu menangis karena benda yang sudah berserakan dan tidak lagi berbentuk itu. Semua pernak-pernik ulang tahunnya sudah tidak layak pakai."Cup cup cup anak cantik, maaf ya, Om tidak sengaja! Kamu mau ulang tahun, ya?" Lelaki itu berjongkok untuk mensejajarkan diri dengan putriku. Ia mengusap air bening yang berjatuhan dari sudut netra Melisa.Bukan hanya anak itu, aku juga merasakan kesedihan yang sama. Bahkan aku lelah. Aku dan Melisa sudah mengitari mall, mengantri dan bersusah payah membawa semuanya namun harus berakhir seperti ini. Rasanya aku pun ingin menangis tetapi malu pada pria di depanku."Iya, Om. Aku mau rayain ulang tahunku di sekolah besok. Tapi semuanya sudah rusak, huaaa!" Melisa menangis semakin kencang. Harapannya untuk merayakan ulang tahun yang berkesan bersama teman-teman sekelasnya pupus sudah. Yang tertinggal hanya kue tanpa kemeriahan yang lain."Maafin Om, ya, S

    Last Updated : 2024-03-15
  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 9 Ulang Tahun yang Meriah

    Untuk pertama kalinya aku membentak dan bicara sekeras ini pada Melisa. Ia pasti sangat terkejut dengan sikapku yang dianggap telah berubah kasar padanya.Aku sungguh dilema. Kurasa hari terberat dalam hidupku selama berumah tangga adalah hari ini. Bahkan ini lebih berat dari pada ketika aku kebingungan saat beras dan gas habis secara bersamaan. Atau ketika tak bisa beli baju lebaran.Mengetahui Mas Gandhi telah membagi cinta dan materi dengan wanita bernama Safira membuatku jadi hampir setengah gila. Sakit karena materi itu bisa digantikan. Tapi jika sakit karena patah hati rasanya tak ada ganti. Walau Mas Gandhi akan datang dan membawa seribu maaf untukku. Itu tidak akan cukup mengobati luka menganga akibat menikamku dari belakang.Sakit, benci dan sedih membaur ke dasar jiwa sehingga aku tak bisa mengendalikan emosi. Aku malah melampiaskannya pada Melisa dengan bentakan kasar dan menyakitkan. Bukannya merasa puas. Aku sungguh merasa semakin bersalah.Kulihat Melisa masih tertunduk

    Last Updated : 2024-03-22
  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 10 Terpesona

    Rumah Kedua SuamikuSetelah sedikit berbasa-basi. Akhirnya, kami pun saling memperkenalkan diri. Sesuai dugaanku. Ternyata Rozi bukan lah orang sembarangan. Dia adalah seorang direktur dari sebuah perusahaan asuransi di Jakarta dan ke sini untuk melaksanakan tugasnya, yaitu mengunjungi anak cabang dari perusahaannya untuk memeriksa kinerja para karyawan serta keuangan di sana.Apalagi ada laporan jika di beberapa anak perusahaannya mengalami ketimpangan dalam masalah keuangan.Kebetulan semalam dia memang terburu-buru. Rozi yang biasanya ke mana-mana mengendarai mobil, menjadi kaku saat harus mengendarai sepeda motor di jalanan beraspal. Tapi kali ini dia datang mengendarai mobi ditemani sang sopir.Rozi mengaku padaku bahwa dia adalah seorang duda yang ditinggal mati oleh anak dan istrinya. Istrinya meninggal ketika melahirkan anak pertama mereka sedangkan putrinya menyusul sebelas bulan setelahnya. Dan ketika melihat Melisa. Pria itu langsung teringat akan mendiang putrinya. Apa lag

    Last Updated : 2024-04-16
  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 11 Glow Up

    "Wah ... mama cantik sekali!" puji Melisa saat memindai penampilan baruku. Aku baru selesai mengambil tiga paket perawatan sekaligus. Rambut, wajah dan badan di salon terpercaya di kota ini. Walau harus merogoh kocek yang cukup dalam. Namun usahaku ini tidak sia-sia. Aku tampil glow up dengan kulit yang lebih cerah dan bersih.Rambutku yang ikal telah mendapat perawatan keratin sehingga tampil lurus dan bersinar."Beneran?" godaku lagi pada Puteri semata wayangku. Melisa kubawa juga ke salon untuk menemaniku karena aku tak mungkin meninggalkannya sendirian di rumah. Anak itu menungguku di tempat bermain khusus anak yang memang disediakan oleh pihak salon."Benar, Ma. Mama cantik sekali," celotehnya dengan tatapan kagum melihat tampilan ibunya. Senyum merekah tak lepas dari wajahku sedari tadi, karena sejak mematut diri di cermin, aku menyadari bahwa aku masih sangat cantik dan memikat.Aku masih lebih cantik ketimbang Safira yang pandai berpoles make up itu.Setelah melakukan semua pe

    Last Updated : 2024-04-27
  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 12

    Tiba lah hari yang aku tunggu-tunggu. Di mana aku telah mempersiapkan kejutan istimewa untuk Safira dan juga Mas Gandhi. Aku akan menjadikan kejutan manis ini sebagai hadiah spesial di hari bahagia mereka. Mereka tak akan bisa melupakan momen itu sampai kapan pun. Bahkan kejutan ini akan menjadi mimpi buruk di setiap malam keduanya."Belajar yang benar ya, Sayang. Mama sudah penuhi janji untuk merayakan ulang tahunmu bersama teman-teman. Jadi, kamu gak boleh bikin Mama kecewa!" ujarku pada Melisa di sela acara sarapan kami.Anak gadisku itu tersenyum riang dan mengangguk mengiyakan. Melisa terlihat sangat bahagia hari ini. Selain karena pesta ulang tahunnya yang berjalan sempurna, juga karena ia tahu bahwa papanya akan pulang dari luar kota besok. Akan tetapi, sebelum Mas Gandhi menginjakkan kaki di rumah ini. Aku akan lebih dahulu mengejutkannya sehingga kakinya itu akan merasa berat untuk datang ke rumah yang sudah ia tinggalkan selama sepekan ini. Biar saja ia tak kembali ke sini

    Last Updated : 2024-04-30
  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 13 Kacau dan Berantakan

    "S-shanum!" ucap Mas Gandhi kaget. Jarak kami tidak terlalu jauh, sehingga aku masih bisa mendengar suara Mas Gandhi dan bisa melihat bagaimana raut wajah yang pias itu.Mas Ghandi melihatku seperti melihat hantu. Bibirnya bergerak ingin mengucapkan sesuatu namun urung dilakukan karena Safira telah memotong ucapannya."Shanum? Mbak Lisya?!" Safira kaget. Ia masih mengenaliku sebagai Lisya--pemilik dekorasi yang ia pakai jasanya.Mata Safira tak bisa diam, ia menatap aku dan Mas Gandhi bergantian dengan sorot tajam penuh tanda tanya."Jadi, itu istrimu, Mas?" Safira menyentak lengan Mas Gandhi, tetapi yang ditanya hanya diam tak bersuara."Ya, Safira. Aku Alisya Shanum, pemilik sweet decoration sekaligus istri dari lelaki yang kau sebut sebagai suami," ucapku karena Mas Gandhi urung berkata apapun. Lelaki pengkhianat itu pasti masih shock berat.Aku menjelaskan dengan tatapan yang lurus pada wanita itu. Safira terperangah dengan mulut yang terbuka lebar.Sama halnya Mas Gandhi, Safira

    Last Updated : 2024-05-08
  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 14 Kedatangan Mama Mahira

    Plak, Plak!Sebagai istri yang selalu patuh, aku tak pernah berani melakukan ini sebelumnya. Sekedar memukul nyamuk di pipinya pun aku tak sanggup. Tetapi apa balasan yang ia berikan atas baktiku ini? Ia malah menghadiahi luka batin yang mungkin tak akan bisa sembuh."Shanum!" sentaknya dengan mata yang memerah. Pria itu berhasil memegangi pergelangan tanganku tetapi aku lekas menepisnya. Jijik sekali rasanya disentuh oleh pria ini lagi."Lepaskan!" Aku mendorong bahunya hingga Mas Gandhi mundur beberapa langkah ke belakang. Tak ingin menyerah begitu saja, ia berlari ke hadapanku untuk mencegah langkah kakiku. "Mau apa lagi?" hardikku. Hatiku yang panas semakin terbakar oleh tingkahnya yang terus saja menghalangi kepergianku. "Jangan pergi, Shanum. Aku akan jelaskan semuanya!" rengeknya memelas iba dariku. "Tidak ada yang perlu dijelaskan, Mas. Karena semuanya sudah sangat jelas. Kau punya perempuan lain selain aku dan kau akan memiliki dua anak sebentar lagi! Jadi, urus saja istr

    Last Updated : 2024-05-13
  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 15 Anak Buah Rentenir

    Seusai kepergian mama, aku lantas memesan taksi sebab waktu sudah menunjukkan pukul 12.30. Aku harus segera pergi untuk menyusul Melisa di sekolahnya. Sambil menunggu taksi yang aku pesan tiba, aku pergunakan waktuku untuk mengeluarkan barang-barang Mas Gandhi yang kukemas tadi dan meletakkannya di depan pintu. Jika pria itu datang, ia bisa langsung mengambil semuanya tanpa harus menungguku kembali.Rupanya tak lama setelah itu, Mas Gandhi menghubungiku melalui panggilan video. Aku yang sudah bertekad untuk tidak ingin membicarakan apapun lagi segera memblokir kontaknya agar ia tak bisa lagi menghubungiku.Tak berselang lama, muncul pula panggilan masuk dari Kak Duma. Aku tersentak, sebab baru terpikir tentang bagaimana nasibnya setelah aku tinggal pergi dari acara baby shower Safira tadi.[Oh, jadi begitu, ya, Kak? Kasihan sekali dia, ya!] ucapku setelah Kak Duma menjelaskan apa yang terjadi seusai kepergianku.Safira mendapat banyak cemoohan dari para tamu undangan yang datang ke r

    Last Updated : 2024-05-22

Latest chapter

  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 18 Pria Asing yang Baik

    Aku dan Bu Elfita menoleh menuju sumber suara. Kakiku sedikit berjengit saat mengetahui siapa lelaki yang memanggilku dengan begitu akrab. Senyuman manis ia tunjukkan pada kami berdua.Ia adalah Rozi. Lelaki itu tersenyum sambil mendekatiku yang masih berusaha menekan irama jantung yang tidak beraturan sebab tidak menyangka, jika aku akan bertemu dengannya untuk yang kesekian kali.Mau apa dia ke sini? "R-Rozi ...."Pria itu mendekat sambil membuka kaca mata hitamnya."Di mana Melisa? Aku membawa sesuatu untuknya," sosor pria itu yang kemudian mengambil posisi di antara aku dan Bu Elfita.Pria itu mengangguk sopan pada wali kelas Melisa yang nampak menyoroti kami secara bergantian. Wajah tampan yang dihiasi senyuman menawan itu sempat membuat Bu Elfita salah tingkah sebentar.Ya, kurasa perempuan mana yang tidak akan terpesona dengan penampilan paripurna yang dimiliki lelaki ini. Wajahnya yang tampan dengan gesture tubuh yang menawan membuat siapa saja enggan mengalihkan pandang dari

  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 17 Mobil Baru

    "Aku benci Mama, aku mau ikut papa saja. Mama jahat, mama kejam!"Tubuhku merosot di depan pintu kamar putriku. Buliran kristal jatuh membasahi pipi. Tidak ada yang sanggup aku lakukan untuk saat ini, kecuali hanya memukul-mukul daun pintu, berharap agar anak itu keluar lalu meminta maaf padaku. Sakit sekali. Kata-kata Melisa barusan seperti sebuah godam yang menghantam ulu hati. Aku bisa berdiri tegar ketika Mas Gandhi menyakiti hati ini dengan pengkhianatan yang ia lakukan, tetapi hati ini tidak bisa menahan sakitnya mendapat bentakan dari darah daging yang aku besarkan.Melisa ... kenapa anak itu ikut-ikutan menyakitihatiku? Padahal ia lah satu-satunya alasan untukku kuat dan tetap bertahan. Hampir setengah bulan ia menjalani hari tanpa sosok seorang ayah, hatinya jadi membatu. Bagaimana jika selamanya? Sudah menjadi hal yang lumrah jika seorang anak perempuan lebih lengket kepada ayahnya, dan hal itu terjadi pada Melisa.Ya Tuhan, apa salahku, kenapa putri yang aku didik sejak

  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 16 Harta Karun di atas Laci

    Selepas kepergian dua orang yang merupakan suruhan rentenir tersebut, aku masuk ke dalam rumah dan menggeledah isi lemari. Ya, aku baru sadar bahwa laci di mana berkas-berkas penting itu tersimpan sudah tidak ada di tempatnya. Terlalu sibuk mengurus anak, suami, dan rumah membuatku tak pernah memeriksa berkas dan aset yang kupunya. Rasa percaya pada suami yang terlalu besar pun membuat aku tidak memiliki rasa curiga sama sekali."Keterlaluan sekali kamu, Mas. Kau gadaikan rumah ini demi perempuan matre itu!" desisku tak habis pikir. Tak ingatkah ia bagaimana perjuangan mendapatkan rumah ini dulu? Matanya sudah benar-benar dibutakan oleh nafsu dunia. Mas Gandhi bahkan tak ingat lagi bahwa ia masih punya Melisa di sini.Pikiran yang kalut membawa langkah kaki ini menuju sebuah meja kerja yang biasa digunakan mas Gandhi untuk duduk sembari menekuri layar laptop setiap malam. Meja itu telah aku kosongkan. Di atasnya kususun beberapa majalah dan katalog milikku. Sedetik kemudian aku bar

  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 15 Anak Buah Rentenir

    Seusai kepergian mama, aku lantas memesan taksi sebab waktu sudah menunjukkan pukul 12.30. Aku harus segera pergi untuk menyusul Melisa di sekolahnya. Sambil menunggu taksi yang aku pesan tiba, aku pergunakan waktuku untuk mengeluarkan barang-barang Mas Gandhi yang kukemas tadi dan meletakkannya di depan pintu. Jika pria itu datang, ia bisa langsung mengambil semuanya tanpa harus menungguku kembali.Rupanya tak lama setelah itu, Mas Gandhi menghubungiku melalui panggilan video. Aku yang sudah bertekad untuk tidak ingin membicarakan apapun lagi segera memblokir kontaknya agar ia tak bisa lagi menghubungiku.Tak berselang lama, muncul pula panggilan masuk dari Kak Duma. Aku tersentak, sebab baru terpikir tentang bagaimana nasibnya setelah aku tinggal pergi dari acara baby shower Safira tadi.[Oh, jadi begitu, ya, Kak? Kasihan sekali dia, ya!] ucapku setelah Kak Duma menjelaskan apa yang terjadi seusai kepergianku.Safira mendapat banyak cemoohan dari para tamu undangan yang datang ke r

  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 14 Kedatangan Mama Mahira

    Plak, Plak!Sebagai istri yang selalu patuh, aku tak pernah berani melakukan ini sebelumnya. Sekedar memukul nyamuk di pipinya pun aku tak sanggup. Tetapi apa balasan yang ia berikan atas baktiku ini? Ia malah menghadiahi luka batin yang mungkin tak akan bisa sembuh."Shanum!" sentaknya dengan mata yang memerah. Pria itu berhasil memegangi pergelangan tanganku tetapi aku lekas menepisnya. Jijik sekali rasanya disentuh oleh pria ini lagi."Lepaskan!" Aku mendorong bahunya hingga Mas Gandhi mundur beberapa langkah ke belakang. Tak ingin menyerah begitu saja, ia berlari ke hadapanku untuk mencegah langkah kakiku. "Mau apa lagi?" hardikku. Hatiku yang panas semakin terbakar oleh tingkahnya yang terus saja menghalangi kepergianku. "Jangan pergi, Shanum. Aku akan jelaskan semuanya!" rengeknya memelas iba dariku. "Tidak ada yang perlu dijelaskan, Mas. Karena semuanya sudah sangat jelas. Kau punya perempuan lain selain aku dan kau akan memiliki dua anak sebentar lagi! Jadi, urus saja istr

  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 13 Kacau dan Berantakan

    "S-shanum!" ucap Mas Gandhi kaget. Jarak kami tidak terlalu jauh, sehingga aku masih bisa mendengar suara Mas Gandhi dan bisa melihat bagaimana raut wajah yang pias itu.Mas Ghandi melihatku seperti melihat hantu. Bibirnya bergerak ingin mengucapkan sesuatu namun urung dilakukan karena Safira telah memotong ucapannya."Shanum? Mbak Lisya?!" Safira kaget. Ia masih mengenaliku sebagai Lisya--pemilik dekorasi yang ia pakai jasanya.Mata Safira tak bisa diam, ia menatap aku dan Mas Gandhi bergantian dengan sorot tajam penuh tanda tanya."Jadi, itu istrimu, Mas?" Safira menyentak lengan Mas Gandhi, tetapi yang ditanya hanya diam tak bersuara."Ya, Safira. Aku Alisya Shanum, pemilik sweet decoration sekaligus istri dari lelaki yang kau sebut sebagai suami," ucapku karena Mas Gandhi urung berkata apapun. Lelaki pengkhianat itu pasti masih shock berat.Aku menjelaskan dengan tatapan yang lurus pada wanita itu. Safira terperangah dengan mulut yang terbuka lebar.Sama halnya Mas Gandhi, Safira

  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 12

    Tiba lah hari yang aku tunggu-tunggu. Di mana aku telah mempersiapkan kejutan istimewa untuk Safira dan juga Mas Gandhi. Aku akan menjadikan kejutan manis ini sebagai hadiah spesial di hari bahagia mereka. Mereka tak akan bisa melupakan momen itu sampai kapan pun. Bahkan kejutan ini akan menjadi mimpi buruk di setiap malam keduanya."Belajar yang benar ya, Sayang. Mama sudah penuhi janji untuk merayakan ulang tahunmu bersama teman-teman. Jadi, kamu gak boleh bikin Mama kecewa!" ujarku pada Melisa di sela acara sarapan kami.Anak gadisku itu tersenyum riang dan mengangguk mengiyakan. Melisa terlihat sangat bahagia hari ini. Selain karena pesta ulang tahunnya yang berjalan sempurna, juga karena ia tahu bahwa papanya akan pulang dari luar kota besok. Akan tetapi, sebelum Mas Gandhi menginjakkan kaki di rumah ini. Aku akan lebih dahulu mengejutkannya sehingga kakinya itu akan merasa berat untuk datang ke rumah yang sudah ia tinggalkan selama sepekan ini. Biar saja ia tak kembali ke sini

  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 11 Glow Up

    "Wah ... mama cantik sekali!" puji Melisa saat memindai penampilan baruku. Aku baru selesai mengambil tiga paket perawatan sekaligus. Rambut, wajah dan badan di salon terpercaya di kota ini. Walau harus merogoh kocek yang cukup dalam. Namun usahaku ini tidak sia-sia. Aku tampil glow up dengan kulit yang lebih cerah dan bersih.Rambutku yang ikal telah mendapat perawatan keratin sehingga tampil lurus dan bersinar."Beneran?" godaku lagi pada Puteri semata wayangku. Melisa kubawa juga ke salon untuk menemaniku karena aku tak mungkin meninggalkannya sendirian di rumah. Anak itu menungguku di tempat bermain khusus anak yang memang disediakan oleh pihak salon."Benar, Ma. Mama cantik sekali," celotehnya dengan tatapan kagum melihat tampilan ibunya. Senyum merekah tak lepas dari wajahku sedari tadi, karena sejak mematut diri di cermin, aku menyadari bahwa aku masih sangat cantik dan memikat.Aku masih lebih cantik ketimbang Safira yang pandai berpoles make up itu.Setelah melakukan semua pe

  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 10 Terpesona

    Rumah Kedua SuamikuSetelah sedikit berbasa-basi. Akhirnya, kami pun saling memperkenalkan diri. Sesuai dugaanku. Ternyata Rozi bukan lah orang sembarangan. Dia adalah seorang direktur dari sebuah perusahaan asuransi di Jakarta dan ke sini untuk melaksanakan tugasnya, yaitu mengunjungi anak cabang dari perusahaannya untuk memeriksa kinerja para karyawan serta keuangan di sana.Apalagi ada laporan jika di beberapa anak perusahaannya mengalami ketimpangan dalam masalah keuangan.Kebetulan semalam dia memang terburu-buru. Rozi yang biasanya ke mana-mana mengendarai mobil, menjadi kaku saat harus mengendarai sepeda motor di jalanan beraspal. Tapi kali ini dia datang mengendarai mobi ditemani sang sopir.Rozi mengaku padaku bahwa dia adalah seorang duda yang ditinggal mati oleh anak dan istrinya. Istrinya meninggal ketika melahirkan anak pertama mereka sedangkan putrinya menyusul sebelas bulan setelahnya. Dan ketika melihat Melisa. Pria itu langsung teringat akan mendiang putrinya. Apa lag

DMCA.com Protection Status