Home / Horor / Rumah Kakek / Masa Kecil : Sang Pemilik Datang

Share

Masa Kecil : Sang Pemilik Datang

Author: Honey Lemon
last update Last Updated: 2021-08-17 22:26:42

“Perkenalkan ini Teh Nining, dia yang akan menjaga kalian selama ibu dan ayah bekerja. Jangan pada nakal, ya?!”

Perempuan itu tersenyum manis pada kami. Ia terlihat masih muda, umurnya sekitar dua puluh sampai dua puluh tiga tahunan. Ia mengenakan kaos polos dan celana kain, dengan rambut panjang setengah punggung yang diikat kepang.

Kami mengobrol banyak dengan teh Nining. Sejauh ini, ia terlihat baik dan ramah. Kalau dilihat dari raut wajahnya, untuk kesan pertama melihat kondisi kami dan keadaan rumah ini, ia cukup nyaman tanpa ada ekspresi ketidaksukaan.

“Ning, kamar kamu di sini, ya. Kamu tidak harus memasak, kamu hanya fokus untuk menjaga anak-anak saja dan boleh juga kalau kamu mau sedikit membersihkan rumah,” perintah ibu.

“Muhun, Bu.”

Ibu menempatkan teh Nining di kamar paviliun yang bersebelahan dengan ruangan sumur Sebenarnya, itu bukanlah kamar. Hanya saja, ruanganya cukup luas dan bisa untuk difungsikan sebagai kamar tidur.

“Hmm, Bu. Boleh tidak kalau nanti Dara tidur di kamarnya Teh Nining saja biar ada teman?”

“Boleh saja, Nak.”

Malam itu malam pertama kami ditemani teh Nining. Itu terasa sangat menyenangkan karena ia selalu menghibur kami dan mengajak kami bermain. Kami berkumpul di kamarnya dan bersenda gurau tanpa pergi ke ruangan mana pun lagi kecuali sedang ingin ke kamar mandi.

Saat sedang asik bermain, tiba-tiba terdengar suara sesuatu yang jatuh dari ruang tengah.

Brukk ….

“Kayaknya, ada mangga jatuh ke atap rumah ya, jadi terdengar bunyinya,” ucap teh Nining polos.

Mengingat, ia sama sekali tidak tau tentang apapun di rumah ini karena ini hari pertamanya bekerja, dan memang di depan rumah terdapat dua pohon mangga yang cukup rindang dan besar yang sedang berbuah banyak.

Ssshhhhh ….

Tak lama terdengar suara desisan dan lagi-lagi sumbernya dari ruang tengah.

Karena di balik lemari baju teh Nining ada celah untuk melihat ke ruang tengah, kami bertiga memutuskan untuk mengintip lewat celah itu. Sementara, Robi sudah tertidur pulas saat itu.

Betapa terkejutnya kami melihat seekor ular yang tidak terlalu besar namun tak juga kecil, sedang dalam posisi setengah berdiri di atas alas bantal yang tergeletak di lantai. Warnanya hitam legam dan memposisikan diri ke ruang tamu alias tempat di mana aku menemukan kulit ular beberapa hari yang lalu.

“Teh…. Teh …. Teh… ular, Teh!” ucapku ketakutan.

“Sstttt …. Jangan berisik, jangan panik, kita keluar lewat pintu garasi dan meminta pertolongan pada siapapun yang ada di luar rumah.”

Teh Nining menenangkan kami dengan wajah pucat dan keringatan. Aku tau dia pun panik namun berusaha menenangkan kami.

Baru saja kami mau keluar, tiba-tiba ular itu membelokan kepalanya dan menatap langsung ke arah kami!

Aku yang terkejut langsung memalingkan wajah dan segera mengikuti teh Nining. Saat itu kami hanya mengintip, tapi, mengapa ular itu seperti tau kalau kami di sini?!

Teh Nining bergegas menggendong Robi yang tertidur pulas, kami buru-buru keluar rumah mencari pertolongan. Untung saja ruangan paviliun ini langsung terhubung dengan pintu belakang, jadi kami bisa segera menyelamatkan diri keluar.

Aku tak tau ular itu mengikuti kami atau tidak.

Saat keluar rumah, untung saja ada seorang pria yang sedang duduk sambil merokok di depan rumah pak Darman saat itu dan kami langsung meminta pertolongan nya.

“Kang, tolong kami! To-tolong! Ada ular di dalam rumah.”

“Ya Allah! Antosan sakedap, Neng. Biar saya yang cari ke dalam!!”

 Ternyata, pria itu adalah pekerja bangunan di rumah pak Darman, ia cepat-cepat memanggil temannya dan masuk ke rumahku sambil membawa batu besar di tangannya.

Kami menunggu di luar rumah dan tetangga lain pun bermunculan karena keheranan melihat kami berada di luar rumah malam-malam.

Beberapa saat kemudian, terlihat pria tadi keluar rumahku dengan menggenggam ular di bagian kepalanya. Di depan kami, ia membunuh ular tersebut dengan batu yang ia pukul berkali-kali di kepala ular itu yang membuatnya mati seketika.

“Ularnya sudah mati. Tos aman, Neng.”

“Hatur nuhun , Kang. Mudah-mudahan tidak ada kejadian seperti ini lagi, punten kalau merepotkan,” jawab teh Nining.

“Kang Duloh! Memangnya, boleh ya membunuh ular dengan cara seperti itu??” tanya salah satu tetangga.

“Tidak tau, yang jelas kalau tidak dibunuh, ular itu akan mengancam nyawa adik-adik ini,” jawab kang Duloh sambil menunjuk ke arah kami.

Akhirnya kami masuk kembali ke rumah dan mencoba untuk beristirahat.

Entah kenapa hatiku tetap tak merasa tenang menjalani hari setelah kejadian kemarin malam. Malah, sekarang terasa lebih buruk. Aku selalu dibayang-bayangi ketakutan setiap pergi ke ruangan mana pun di rumah ini. Padahal, sudah ada teh Nining yang menemani, tapi sama saja. Rasa takut itu tak pernah hilang.

Teh Nining menceritakan kejadian semalam pada ayah dan ibu. Mereka sangat terkejut dan ibu menangis mendengar kejadian mengerikan itu.

Entah mengapa, akhir-akhir ini aku selalu mendengar ayah dan ibu bertengkar, bahkan sesekali mengucapkan kata kasar. Ibu selalu berkata padaku ….

“Sabar ya, Nak. Kalau ada rejeki kita akan pindah dari rumah ini.”

Pindah? Aku sangat menantikannya. Tapi, siapa yang akan nantinya akan merawat rumah ini? Bagaimanpun juga, ini rumah peninggalan kakek dan nenekku tercinta.

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam sore. Tasya belum juga pulang ke rumah. Dari tadi siang, ia izin untuk bermain di rumah temannya. Ibu sudah mencari keluar rumah untuk menjemput Tasya. Namun, ia bahkan tak ada dirumah temannya. Ibu terlihat sangat khawatir dan mencemaskan Tasya.

“Dar, coba kamu cari di rumah Pak Darman. Barangkali, Tasya bermain disana,” perintah ibu padaku.

Karena rumah pak Darman saat itu masih tahap pembangunan, jadi terkadang sesekali kami bermain disana. Memang, cukup berbahaya, namun itu sangat menyenangkan untuk anak-anak seusia kami.

“Tidak ada di sebelah, Bu. Dara juga sudah tanya ke Kang Duloh, ia tidak melihat Tasya bermain atau berkeliaran di sana.”

“Aduh, kemana ya anak itu? Tidak biasanya jam segini belum pulang, mana mau magrib begini,” ujar ibu cemas.

“Bu, Bu! Ini Neng Tasya sudah ketemu!”

Terdengar teriakan teh Nining dari lantai dua dan ia datang menghampiri kami sambil menggendong Tasya dengan terburu-buru.

“Tadi, saya lagi angkat jemuran diatas, Bu. Saya kaget di atas ada Neng Tasya sedang duduk melamun sendirian!” seru teh Nining dengan nafas yang masih terengah-engah.

“Tas! Tasya, kok kamu bisa diatas, Nak?”

Tasya hanya menatap ibu dengan tatapan kosong. Ia tak bicara sepatah kata pun, kami semakin khawatir karena setahu kami dia tidak pernah berani ke lantai dua sendirian baik siang apalagi malam.

“Ning, tolong ambilkan air putih hangat untuk Tasya, cepat!”

“I-Iya, Bu.”

Ibu terlihat mendoakan air yang di bawakan teh Nining lalu diberikan pada Tasya, seketika ia langsung memeluk ibu dengan spontan dan menangis.

“I- buu, Ibu kemana saja dari tadi, aku panggil-panggil Ibu, Kakak, Teh Nining, semuanya tak ada yang mendengar,” ucap Tasya lirih.

“Kami semua ada di rumah Nak, kami mencarimu sepanjang hari!”

“Aku takut, Bu. Ada pe-perempuan yang mengajakku ke atas, Tasya kira Teh Nining, ternyata setelah sampai di atas, dia orang lain. Tasya takut, Bu.”

Related chapters

  • Rumah Kakek   Masa Kecil : Apa Maumu!?

    “Seperti apa wajahnya, Nak?! Jelaskan pada Ibu!” “Yang Tasya ingat, semula wajahnya seperti Teh Nining. Namun, saat sampai di atas, wajahnya berubah menjadi hi-hi-hitam dan ma-tanya merah menyala ….” Di saat Tasya menjelaskan sosok menyeramkan itu, tiba-tiba tubuhnya terkelulai lemas dan ia tak sadarkan diri. Kami semua panik, ibu segera menelepon ayah. Badan Tasya menjadi panas dan suhunya mencapai tiga puluh sembilan derajat celcius dan masih dalam keadaan pingsan. Kami masih menunggu kehadiran ayah yang tak kunjung datang. Ibu memutuskan untuk tidak memberitahu atau meminta tolong pada siapa pun karna akhir-akhir ini ia merasa sudah banyak merepotkan banyak orang. Malam itu suasana benar-benar mencekam, aku menahan tangis karena takut melihat kondisi adikku yang seperti ini. Syukurlah beberapa saat kemudian, perlahan Tasya mulai membuka matanya, gelisah yang menghampiri kami setidaknya berkurang sedikit saat ini. “Bu, to-tolong usir dia, Bu

    Last Updated : 2021-08-18
  • Rumah Kakek   Masa Kecil : Teh Nining

    Mang Danu dan ayah sudah pergi sejak tadi pagi entah kemana. Setelah tadi malam keduanya berdebat dan dilerai oleh kang Duloh, akhirnya mereka berdamai dengan sebuah kesepakatan. Kami yang masih trauma karena kejadian semalam, memutuskan untuk menginap di rumah salah satu tetangga yaitu, rumah bu Popon. “Percaya ka Danu, A Farhan. Danu siga kieu sanes dihaja. Insya Allah solusi ieu berhasil. ” Sedikitnya, itulah pembicaraan yang terdengar antara ayah dan pamanku itu. Untung saja, kondisi Tasya sudah lumayan membaik walaupun ia sempat mengigau tak jelas saat tidur. “Neng Dara, Tasya, Robi kalau ada apa-apa bilang sama Ibu dan tidur di sini, jangan sungkan,” ajak bu Popon pada kami. “I-iya, Bu. Dara nggak berani cerita karena takut merepotkan. Lagi pula sekarang udah ada teh Nining yang menjaga kami.” “Ah, siga ka saha wae atuh, Neng. Kalian kan sudah lama di sini. Terutama, Ibu juga kenal baik dengan almarhum Pak Sutrisno. Kalian sudah Ib

    Last Updated : 2021-08-21
  • Rumah Kakek   Masa Kecil : Benda Pelindung Diri

    “Selamat malam para pendengar setia Radio Gordan FM, kembali lagi dengan saya, Rizki Alamsyah dalam siaran ‘Cerita Misteri' . Pada malam jum'at kali ini, cerita akan berasal dari salah satu rumah di daerah Bandung Timur. Bersama kami, telah hadir Bapak Farhan selaku pemilik rumah dan juga Pak Haji Asep sebagai tetangga sekaligus saksi dari beberapa kejadian misteri di rumah ini. “ Suara sang penyiar yang cukup familiar di telingaku terdengar lebih bagus saat mendengarkannya langsung. Sebenarnya, sesekali aku pernah mendengar siaran ini bersama mang Danu tetapi tak pernah selesai karena takut. Aku tak menyangka kalau saat ini rumahku sendirilah yang akan diangkat ceritanya. “Bu, aku kaya lihat teh Nining di luar,” bisikku pada ibu di sebelahku. “Mungkin kamu salah lihat, Nak. Ibu sudah sms bu Popon untuk menjaga adik-adikmu. Kamu jangan berisik, ya? Banyak berdoa saat siaran berlangsung,” tegas ibu. Setengah jam berlalu ayah sudah menceritakan semua ke

    Last Updated : 2021-08-26
  • Rumah Kakek   Masa Kecil : Jambrong

    “Akhirnya, ketemu juga jimat sialan ini!” racau ayah yang suaranya terdengar olehku. “Eh, tong asal ngomong, Farhan! Pamali!” tegur pak Asep. Aku paham mengapa ayah sangat kesal sekaligus senang saat menemukan jimat itu. Aku pun tak menyangka jika teh Nining ada hubungannya dengan semua ini. Seseorang yang ku anggap sebagai malaikat penjaga, ternyata menyimpan keburukan di baliknya. Setidaknya, itulah yang ada dalam benakku pada wanita yang menjaga aku dan kedua adikku itu. “Baiklah. Sekarang, kita hanya perlu bicara pada Nining. Ia pasti lebih tau tentang jimat ini. Bu Ambar, bisa tolong panggilkan Nining ke sini?” papar kyai Usman. “Ba-baik, Kyai. Dara, kamu tunggu di sini sebentar sama Mang Danu, ya? Ibu jemput teh Nining sebentar,” ucap ibu pada kyai Usman beriringan dengan bicara padaku. “Oh ya, Pak Farhan. Para kru akan pulang duluan, saya di sini ditemani oleh Rizki saja, dia membawa kamera pribadi untuk dokumentasi bilamana nantinya di

    Last Updated : 2021-08-31
  • Rumah Kakek   Masa Kecil : Pengaruh Buruk

    “Solusi Danu semalam nggak ada gunanya, kan? Nining pergi, tapi kita tetap seperti ini dan sudah jelas kalau akar semua ini bukan hanya dari Nining saja! Mau sampai kapan kita begini, Yah?! Kasihan anak-anak! ” Suara bising membangunkanku pagi ini. Aku pergi mengintip dari sela-sela pintu kamar untuk melihat keadaan. Dan benar saja, yang kudengar tadi adalah suara ibu yang kini sedang berdebat dengan ayah. Ibu duduk di sofa sambil menutup wajah dengan kedua tangannya, ayah mondar-mandir terlihat kebingungan sambil sesekali mengusap wajahnya dengan kasar. “Kyai Usman dan Pak Asep hanya menyarankan kita untuk pengajian dulu. Kegiatan itu tidak butuh banyak pengeluaran, yang penting niatnya saja. Insya Allah keadaan kita akan segera membaik,” jelas ayah menenangkan. “Niat sih niat, Yah. Tapi, nggak mungkin juga kalau kita mengadakan penganian tanpa konsumsi. Sedangkan saat ini kita nggak punya uang sama sekali,” gumam ibu kesal. “Setidaknya, Ayah bisa pi

    Last Updated : 2021-09-11
  • Rumah Kakek   Masa Kecil : Pindah Tempat

    “Ya Allah, Tasya! Kok kamu bisa di sini, sih?!” seru ibu terkejut. Alih-alih mencari Tasya di tempat lain, kami justru menemukannya tertidur di salah satu anak tangga yang menuju lantai dua rumah ini. Padahal, aku, ayah dan ibu sempat mondar mandir melewati tangga itu tapi tak mengira kalau Tasya akan berada di sana karena kita semua tau, area itu selalu gelap. Mendengar ibu berteriak cukup keras dan ayah yang segera menggendongnya ke kamar, tentunya Tasya terbangun sdengan tatapan bingung melihat kami yang panik. “A-ada apa, Bu? “ tanyanya polos sambil masih memegang erat boneka kesayangannya. “Ngapain sih kamu tidur di tangga?” ucapku mendahului bertanya. “Ng-nggak tau, Kak. Emangnya, kenapa? Dari tadi aku tidur di kamar, kok,” jawab Tasya yakin. “Kalau dia mengigau, dia pasti akan jatuh saat menaiki tangga. Lagi pula, Tasya kan nggak berani ke atas sendirian,” ujar ayah. “Lalu, bagaimana Tasya bisa tiba-tiba tidur di tangga?

    Last Updated : 2021-09-15
  • Rumah Kakek   Masa Kecil : Dijual

    Tak terasa, sudah satu minggu kami menempati kontrakan mungil ini. Saking nyamannya dengan suasana baru, kami hampir lupa mengecek bagaimana keadaan rumah kakek sekarang. “Dara, pulang sekolah nanti, kamu ikut ayah ke rumah kakek, ya? Sekalian bawa panci yang ibu bilang kemarin. Lagian ibu ini ada-ada aja, kok bisa sih panci itu ketinggalan?!” canda ayah geleng-geleng kepala. “Siap, Yah. Sekalian aku juga mau bawa baju tidurku yang ketinggalan di jemuran, hehe.” Saat jam pulang sekolah tiba, ayah sudah menungguku di gerbang. Ia melambaikan tangannya kepadaku dan aku langsung berlari ke arahnya stepat saat bel sekolah berbunyi. Kami berjalan kaki menuju rumah kakek. Dari ujung jalan, tampak depan rumah kakek sudah mulai terlihat. Namun, ada sesuatu yang berbeda dari rumah itu. Apa mungkin aku salah lihat? “Bentar-bentar. Kok , itu ….” Langkah ayah terhenti. Sepertinya, ia melihat sesuatu yang janggal sama sepertiku tadi. “Yy-Yah, kok ….

    Last Updated : 2021-09-18
  • Rumah Kakek   Masa Kecil : Artis

    Waktu menunjukkan pukul 5:00 pagi, aku tak melihat ayah dirumah. Ibu bilang ia sudah menuju rumah Kakek untuk beres beres disana. “Dara, nanti pulang sekolah ibu jemput, ya? Biar kita bisa bantu ayah membereskan rumah Kakek,” ujar ibu padaku. “Loh, bukannya kata Mang Danu, yang mau liat rumah itu pagi-pagi, Bu?” tanyaku. “Nggak jadi. Katanya, dia datang jam satu siang, Dar,” jawab ibu. ‘Yeay!’ ucapku dalam hati kegirangan. Karena aku penasaran siapa sih artis yang akan datang itu? Aku berharap, ia tertarik untuk membeli rumah Kakek.Karena sangat senang, aku memberi tau pada teman-teman sekolahku tentang kabar ini. Mereka yang sama antusiasnya denganku, terus bertanya-tanya siapakah artis itu. “Beneran, Dara? Rumah aku kan deket sama rumahmu, nanti aku mampir, ah. Pengen foto bareng sama artis,” celetuk Yuni teman sebangkuku. Waktu berlalu akhirnya waktu yang dinanti pun tiba. Jam menunjukkan saatnya pulang dan aku langsung bergegas

    Last Updated : 2021-09-22

Latest chapter

  • Rumah Kakek   Seseorang Di Lorong

    Saat ini, aku memutuskan untuk menambah list tentang hal-yang paling kubenci di dunia ini yaitu, lampu sensor. Benci, sangat benci, di rumah ini hanya ada aku, mang Danu dan Gina saja. Om Agung sedangberada di rumah temannya yang berbeda blok dari sini. Lalu, mengapa lampu sensor di lorong itu masih menyala hingga kini?! ‘Bodo Amat!’ dalam benakku saat itu. Aku memalingkan wajah dan tak mau lagi menoleh ke belakang walaupun sangat ingin. Saat sedang asik-asiknya menonton tv dan sesekali berbincang dengan yang lain. Sesuatu mengalihkan perhatian kami secara bersamaan. Bruk …. Klontang …. Pranggg …. Kami bertiga saling melempar pandang dalam diam. Suara itu …. Seperrti ada seseorang yang melakukan aktifitas di dapur. “Saha eta, Dar?” tanya mang Danu. “Nggak tau, Mang. Jangan nanya ke aku lah, kita the di sini kan Cuma bertiga. Jadi degdegan gini,” jawabku resah seakan tau ada sesuatu yang tak beres berkaca dari kejadian lampu tad

  • Rumah Kakek   Amanah

    Malam itu, Gina bercerita padaku kalau sebenarnya ia mendengar percakapan antara aku dan paman Danu. Hanya saja, Gina tak terlalu merasa takut akan hal itu. Memang, waktu kecil Gina dikenal sebagai anak yang penakut dan hampir tidak pernah mau menginap di rumah kakek saat acara keluarga besar, terkecuali orang tuanya, yaitu Tante Eva ikut menginap juga."Akan kubuktikan kalau aku tak sepenakut dulu! Hahaha." ucapnya padaku.Keesokan harinya, Paman agung dan istrinya sudah pergi pagi-pagi meninggalkan rumah karena suatu urusan. Agenda kami bertiga hari ini adalah menanyakan beberapa hal mengenai perkembangan rumah ini setelah aku dan keluarga tak lagi tinggal disana. Ditambah dengan Pak Haji Asep yang kini telah tiada, kami berencana akan silaturahmi pada keluarga beliau."Mulai dari siapa dulu, Paman?" tanya Gina."Sebaiknya, rumah Bu Popon. Terakhir kemarin kita datang kesini, beliau sedang diluar kota. Kebetulan tadi paman li

  • Rumah Kakek   Menjalankan Misi

    “Hoaam …. Nggak kerasa udah mau subuh aja. Soalnya, cerita Kak Dara nggak seru, sih,” ucap Gina yang nampaknya mulai mengantuk. “Tidur, yuk? Aku juga udah ngantuk, nih. Kapan-kapan lanjut lagi, oke?” jawabku. “Lah, Emangnya, masih ada cerita lain, Kak?” “Kalau berdasarkan pengalaman aku dulu ya cuma itu aja, sih. Cuma, kalau mau tau cerita dengan versi lain, bisa tanya Mang Danu gitu.” Kami semua akhirnya tertidur karena waktu sudah menunjukkan pukul 02.00. Tiga jam bercerita tanpa henti membuat mulutku seakan berbusa. Sebenarnya, ada satu hal yang belum aku ceritakan pada Gina karena alasan takut di bilangnya kepedean. Cerita itu adalah, sedikitnya mungkin aku bisa merasakan kehadiran makhluk halus hingga saat ini. “Pagi semua! Bangun, bangun euy, bangun! Yang merasa cucu kakek Soetrisno berkumpul di sini,” seru mang Danu dengan membawa kertas dan pulpen di tangannya. “Aya naon, Mang Danu?” tanya Gina heran. “Tadi malem, mang

  • Rumah Kakek   Masa Kecil : Artis

    Waktu menunjukkan pukul 5:00 pagi, aku tak melihat ayah dirumah. Ibu bilang ia sudah menuju rumah Kakek untuk beres beres disana. “Dara, nanti pulang sekolah ibu jemput, ya? Biar kita bisa bantu ayah membereskan rumah Kakek,” ujar ibu padaku. “Loh, bukannya kata Mang Danu, yang mau liat rumah itu pagi-pagi, Bu?” tanyaku. “Nggak jadi. Katanya, dia datang jam satu siang, Dar,” jawab ibu. ‘Yeay!’ ucapku dalam hati kegirangan. Karena aku penasaran siapa sih artis yang akan datang itu? Aku berharap, ia tertarik untuk membeli rumah Kakek.Karena sangat senang, aku memberi tau pada teman-teman sekolahku tentang kabar ini. Mereka yang sama antusiasnya denganku, terus bertanya-tanya siapakah artis itu. “Beneran, Dara? Rumah aku kan deket sama rumahmu, nanti aku mampir, ah. Pengen foto bareng sama artis,” celetuk Yuni teman sebangkuku. Waktu berlalu akhirnya waktu yang dinanti pun tiba. Jam menunjukkan saatnya pulang dan aku langsung bergegas

  • Rumah Kakek   Masa Kecil : Dijual

    Tak terasa, sudah satu minggu kami menempati kontrakan mungil ini. Saking nyamannya dengan suasana baru, kami hampir lupa mengecek bagaimana keadaan rumah kakek sekarang. “Dara, pulang sekolah nanti, kamu ikut ayah ke rumah kakek, ya? Sekalian bawa panci yang ibu bilang kemarin. Lagian ibu ini ada-ada aja, kok bisa sih panci itu ketinggalan?!” canda ayah geleng-geleng kepala. “Siap, Yah. Sekalian aku juga mau bawa baju tidurku yang ketinggalan di jemuran, hehe.” Saat jam pulang sekolah tiba, ayah sudah menungguku di gerbang. Ia melambaikan tangannya kepadaku dan aku langsung berlari ke arahnya stepat saat bel sekolah berbunyi. Kami berjalan kaki menuju rumah kakek. Dari ujung jalan, tampak depan rumah kakek sudah mulai terlihat. Namun, ada sesuatu yang berbeda dari rumah itu. Apa mungkin aku salah lihat? “Bentar-bentar. Kok , itu ….” Langkah ayah terhenti. Sepertinya, ia melihat sesuatu yang janggal sama sepertiku tadi. “Yy-Yah, kok ….

  • Rumah Kakek   Masa Kecil : Pindah Tempat

    “Ya Allah, Tasya! Kok kamu bisa di sini, sih?!” seru ibu terkejut. Alih-alih mencari Tasya di tempat lain, kami justru menemukannya tertidur di salah satu anak tangga yang menuju lantai dua rumah ini. Padahal, aku, ayah dan ibu sempat mondar mandir melewati tangga itu tapi tak mengira kalau Tasya akan berada di sana karena kita semua tau, area itu selalu gelap. Mendengar ibu berteriak cukup keras dan ayah yang segera menggendongnya ke kamar, tentunya Tasya terbangun sdengan tatapan bingung melihat kami yang panik. “A-ada apa, Bu? “ tanyanya polos sambil masih memegang erat boneka kesayangannya. “Ngapain sih kamu tidur di tangga?” ucapku mendahului bertanya. “Ng-nggak tau, Kak. Emangnya, kenapa? Dari tadi aku tidur di kamar, kok,” jawab Tasya yakin. “Kalau dia mengigau, dia pasti akan jatuh saat menaiki tangga. Lagi pula, Tasya kan nggak berani ke atas sendirian,” ujar ayah. “Lalu, bagaimana Tasya bisa tiba-tiba tidur di tangga?

  • Rumah Kakek   Masa Kecil : Pengaruh Buruk

    “Solusi Danu semalam nggak ada gunanya, kan? Nining pergi, tapi kita tetap seperti ini dan sudah jelas kalau akar semua ini bukan hanya dari Nining saja! Mau sampai kapan kita begini, Yah?! Kasihan anak-anak! ” Suara bising membangunkanku pagi ini. Aku pergi mengintip dari sela-sela pintu kamar untuk melihat keadaan. Dan benar saja, yang kudengar tadi adalah suara ibu yang kini sedang berdebat dengan ayah. Ibu duduk di sofa sambil menutup wajah dengan kedua tangannya, ayah mondar-mandir terlihat kebingungan sambil sesekali mengusap wajahnya dengan kasar. “Kyai Usman dan Pak Asep hanya menyarankan kita untuk pengajian dulu. Kegiatan itu tidak butuh banyak pengeluaran, yang penting niatnya saja. Insya Allah keadaan kita akan segera membaik,” jelas ayah menenangkan. “Niat sih niat, Yah. Tapi, nggak mungkin juga kalau kita mengadakan penganian tanpa konsumsi. Sedangkan saat ini kita nggak punya uang sama sekali,” gumam ibu kesal. “Setidaknya, Ayah bisa pi

  • Rumah Kakek   Masa Kecil : Jambrong

    “Akhirnya, ketemu juga jimat sialan ini!” racau ayah yang suaranya terdengar olehku. “Eh, tong asal ngomong, Farhan! Pamali!” tegur pak Asep. Aku paham mengapa ayah sangat kesal sekaligus senang saat menemukan jimat itu. Aku pun tak menyangka jika teh Nining ada hubungannya dengan semua ini. Seseorang yang ku anggap sebagai malaikat penjaga, ternyata menyimpan keburukan di baliknya. Setidaknya, itulah yang ada dalam benakku pada wanita yang menjaga aku dan kedua adikku itu. “Baiklah. Sekarang, kita hanya perlu bicara pada Nining. Ia pasti lebih tau tentang jimat ini. Bu Ambar, bisa tolong panggilkan Nining ke sini?” papar kyai Usman. “Ba-baik, Kyai. Dara, kamu tunggu di sini sebentar sama Mang Danu, ya? Ibu jemput teh Nining sebentar,” ucap ibu pada kyai Usman beriringan dengan bicara padaku. “Oh ya, Pak Farhan. Para kru akan pulang duluan, saya di sini ditemani oleh Rizki saja, dia membawa kamera pribadi untuk dokumentasi bilamana nantinya di

  • Rumah Kakek   Masa Kecil : Benda Pelindung Diri

    “Selamat malam para pendengar setia Radio Gordan FM, kembali lagi dengan saya, Rizki Alamsyah dalam siaran ‘Cerita Misteri' . Pada malam jum'at kali ini, cerita akan berasal dari salah satu rumah di daerah Bandung Timur. Bersama kami, telah hadir Bapak Farhan selaku pemilik rumah dan juga Pak Haji Asep sebagai tetangga sekaligus saksi dari beberapa kejadian misteri di rumah ini. “ Suara sang penyiar yang cukup familiar di telingaku terdengar lebih bagus saat mendengarkannya langsung. Sebenarnya, sesekali aku pernah mendengar siaran ini bersama mang Danu tetapi tak pernah selesai karena takut. Aku tak menyangka kalau saat ini rumahku sendirilah yang akan diangkat ceritanya. “Bu, aku kaya lihat teh Nining di luar,” bisikku pada ibu di sebelahku. “Mungkin kamu salah lihat, Nak. Ibu sudah sms bu Popon untuk menjaga adik-adikmu. Kamu jangan berisik, ya? Banyak berdoa saat siaran berlangsung,” tegas ibu. Setengah jam berlalu ayah sudah menceritakan semua ke

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status