Home / Horor / Rumah Angker Warisan Bapak / Bab 38. Bertemu Alfian

Share

Bab 38. Bertemu Alfian

Author: Eliyona
last update Last Updated: 2024-12-08 08:10:00

Esok Paginya yang Dipenuhi Ketegangan. Ayu terbangun dengan tubuh lelah, dengan pikiran terusik. Ia langsung teringat dengan shift pagi di tempat kerjanya. Ayu segera bangun dan mandi, ingatan tentang Dyah dan Alfian masih membebani pikirannya. Setelahnya, ia kembali ke kamar dan meraih ponsel di meja samping tempat tidur, diambilnya sebuah foto dari kotak yang diberikan Dyah, lalu memotret foto Alfian dan Dyah yang ditemukan semalam.

“Aku harus menemukan Alfian,” gumamnya lirih, sembari menyembunyikan ponsel ke dalam tasnya. Tepat saat itu, pintu kamar terbuka mendadak.

“Yu, aku ada janjian dengan seorang teman,” suara Rita memecah keheningan. Ayu tersentak, dengan cepat ia memasukkan foto ke dalam kotak.

“Ke rumah teman?” Ayu bertanya, mencoba menyembunyikan kegelisahan.

“Iya,” Rita mengangguk. “Nanti kuncinya titip ke Pak RT saja. Nanti yang pulang duluan, minta aja ke dia.”

Selesai berbicara, Rita berlalu begitu saja. Ayu hanya bisa menatap kep

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 39. Amukan Dyah

    Ayu menatap langit yang mulai gelap dengan rasa tidak tenang. Waktu sudah mendekati Maghrib ketika ia tiba di rumah teman Ira. Setelah mengetuk pintu, seorang wanita muda keluar dan tersenyum ramah.“Maaf, Kak. Ira sudah pulang tadi sore,” ucap wanita itu santai.Ayu terkejut. “Pulang? Tapi dia bilang mau tunggu saya di sini.”Wanita itu menggeleng. “Dia bilang ada urusan mendesak, makanya buru-buru pergi. Mungkin ada saudaranya yang berkunjung."Hati Ayu mulai gelisah. Segera ia mengirim pesan kepada Rita. Balasannya singkat: “Aku pulang jam 8 malam. Kunci masih sama pak RT, coba tanya dia."Ayu terhenyak. Mungkin Ira menunggu di rumah pak RT karena merasa tidak enak dengan temannya, atau mungkin benar kata temannya, ada saudara jauh yang berkunjung. Tak mau membuang waktu, Ayu melajukan motornya menuju ke rumah pak RT.Ia merasakan firasat buruk. Segera ia mempercepat laju motornya, saat rumah pak Iman mulai terlihat. Begitu tiba, ia langsung bertanya, “Pak, kunci rumah ada sama pak

    Last Updated : 2024-12-09
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 40. Ayu Dan Ira Pamit, Rita Bertahan

    Pagi yang seharusnya tenang berubah menjadi hiruk pikuk di depan kontrakan. Rita yang baru pulang, berdiri di ambang pintu dengan wajah merah padam. Matanya menyapu keadaan rumah yang berantakan, pintu yang terbuka lebar dan rumah yang dalam keadaan kosong, membuatnya tak bisa lagi menahan emosi.“INI APA-APAAN?!” bentaknya keras, menggema di ruang tamu. Rita mulai membersihkan rumah yang berserak dengan tali dan air yang menggenang.Beberapa menit kemudian, Ayu dan Ira muncul bersama Pak Iman dan dua hansip kampung Sidodadi. Wajah mereka tampak lelah, terutama Ayu yang masih terengah-engah. Begitu melihat Rita, mereka langsung menghentikan langkah."Kau dari mana saja?" Rita berkacak pinggang memandang Ayu dengan tatapan marah.

    Last Updated : 2024-12-10
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 41. Dihantui

    Rita berdiri kaku, lututnya hampir tak sanggup menopang tubuhnya yang gemetar hebat. Sosok menyeramkan di hadapannya perlahan menampakkan wujudnya. Rambut panjang acak-acakan menutupi sebagian wajahnya yang pucat pasi, dengan mata yang cekung dan menatap tajam ke arah Rita. Bibirnya menyeringai menyeramkan, memperlihatkan gigi yang tampak kusam, runcing dan hitam.“Hihihi... Kau tidak akan bisa pergi!" suara serak sosok menyeramkan itu, terdengar seperti berasal dari dua tempat sekaligus, memenuhi ruangan yang gelap.Rita memekik, tubuhnya bergetar. “Apa… apa mau Kamu?!” tanyanya dengan suara tersendat, hampir tak keluar dari tenggorokannya. Rita tiba-tiba, teringat cerita Ayu dan Ira tentang sosok 'Dyah' penghuni rumah angker warisan bapak, yang ia tempati."Dyah..," lirih Rita terperangah. Sosok itu menunjukan eksistensinya, beranjak melayang menuju ke arahnya.Sosok Dyah menunjuk ke arah sudut ruangan. Rita mengikuti arahannya dengan pandangan penuh teror, melihat tali tambang yang

    Last Updated : 2024-12-11
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 42. Tak Tahan Lagi

    Amin kembali ke teras dengan seorang pria tua berpakaian lurik jawa. Pak Iman mengenalkan dengan penuh hormat. “Ini Mbah Kanjim, sesepuh kampung. Dia orang yang paham soal hal-hal seperti ini.”Mbah Kanjim mengangguk pelan, lalu mendekati tubuh Rita yang terbaring lemas. Ia menatap pelipis yang memar dan darah yang mengering, lalu mendesah. “Bawa dia ke ruang yang lebih luas. Kita perlu tempat untuk ritual,” ucapnya dengan nada tenang.Amin dan Ayu segera mengangkat tubuh Rita ke ruang tengah rumah Pak Iman. Mbah Kanjim duduk bersila di lantai, mengeluarkan beberapa benda dari tas kainnya—kemenyan, botol kecil berisi air, dan bunga kamboja.“Rupanya arwah yang menghuni rumah itu tidak membiarkannya pergi,” jawab Mbah Kanjim sambil menyalakan kemenyan. Asap mulai memenuhi ruangan, menambah suasana mencekam. "Padahal sudah aku bilang kepada pemiliknya untuk merubuhkan saja rumah angker mlik Gatot itu." Mbah Kanjim menghela nafas.“Aku akan mencoba masuk ke dunia mereka, mengajak jiwanya

    Last Updated : 2024-12-12
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 43. Pertemuan Pertama Rita Kartika

    Matahari pagi belum sepenuhnya terbit ketika Rita tiba di Desa Kenikir. Perjalanannya yang panjang melelahkan tidak mampu meredakan rasa kesalnya. Dengan alamat yang diberikan oleh Pak Bambang, ia akhirnya menemukan sebuah rumah sederhana bercat putih kusam. Seorang wanita paruh baya, yang belakangan Rita ketahui bernama Anis, membuka pintu dengan ekspresi bingung."Saya mencari mbak Kartika!" ucap Rita lantang. Wanita tua itu, segera beranjak masuk ke ruang lebih dalam. Tak lama seorang wanita muda keluar dari kamar dan menatap Rita dengan kening mengkerut."Maaf, Anda siapa?" Wanita itu bertanya sambil menunjuk ke arah Rita dengan ekspresi bingung.Rita langsung menjelaskan tujuannya. “Saya Rita, penghuni rumah warisan milik mbak Kartika, yang ada di kota. Saya datang ke sini setalah saya berdiskusi dengan Pak Bambang. Katanya, Mbak Kartika ini adalah salah satu ahli warisnya. Juga karena uang kontrakan sudah diserahkan kepada Mbak."Kartika mempe

    Last Updated : 2024-12-13
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 44. Kampung Sidodadi

    Malam itu, Hendra duduk di ruang tamu sambil menyeruput teh hangat. Di hadapannya, Anis, istrinya, menatapnya dengan ekspresi ragu. Hendra baru saja mengungkapkan niatnya untuk mendiami rumah warisan Kartika di kota. Rumah itu, yang menurut cerita, dihuni oleh sosok gaib bernama Dyah."Jadi, kamu benar-benar mau ke sana, Pak?" tanya Anis dengan suara pelan. "Aku tidak yakin kalau itu adalah ide yang bagus."Hendra mengangguk mantap. "Aku cuma ingin membuktikan ucapan gadis bernama Rita itu, Bu. Semula kita juga mengira kalau rumah warisan bapakku ini angker, tapi ternyata demit yang kita kira ada, adalah Kartika, hehe. Aku ingin lihat sendiri, apa benar rumah warisan bapak Kartika itu angker seperti yang dibilang."Anis meremas ujung pakaiannya, gugup. "Aku tahu Kamu nggak percaya hal-hal begitu, tapi entah kenapa Aku merasa takut kalau yang dikatakan Rita itu benar. Kalau rumah ini kan pernah diberi pagar gaib, Pak. Kalau rumah warisan bapak Kartika

    Last Updated : 2024-12-14
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 45. Sssst... Jangan Ganggu!

    Kartika berdiri terpaku. Bayang-bayang sosok perempuan semakin jelas di depannya. Dyah. Wajahnya yang pucat dengan mata cekung dan rambut panjang kusut terlihat menyeramkan di antara kegelapan. Hawa dingin seketika menusuk kulit Kartika, membuat tubuhnya menggigil."Hihihi... Kartika," suara lirih itu terdengar lagi, kini lebih dekat. "Lama kita tidak berjumpa..."Kartika menelan ludah, tubuhnya gemetar hebat. Ia memeluk Cakra lebih erat, berusaha meredam tangis bayinya yang mulai mereda namun masih tersendat-sendat. "Tidak.., tidak.., Mbak Dyah kenapa Kau masih ada di rumah warisan bapakku? Apa maumu?" tanyanya dengan suara bergetar.Sosok Dyah tersenyum tipis, lalu mengulurkan tangannya ke arah Kartika. "Aku tidak bisa pergi Kartika.., jiwaku masih tertahan. Aku baru bisa pergi kalau keluargaku mengembalikan rumah ini padamu atau ada yang melunasi hutangku!" Sosok Dyah menyeringai, menampakan giginya yang runcing tajam, bola matanya menonjol keluar, menyisakan urat dan darah. "Bayi i

    Last Updated : 2024-12-15
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 46. Pertarungan Dua Dunia: Lasmini vs Dyah

    Hawa dingin semakin menusuk, membuat semua orang di ruangan itu seperti membeku. Sosok Dyah yang penuh dendam melayang di udara, matanya merah menyala. Namun, dari tubuh Anis, sosok lain perlahan muncul. Tubuh Anis terguncang hebat, hingga akhirnya bayangan seperti kabut putih keluar dan berdiri kokoh di hadapan Dyah. Itu adalah Lasmini, sosok gaib yang selama ini bersemayam dalam diri Anis."jadi kau Lasmini?" Hendra terperengah sama seperti Kartika yang takjub dengan kecantikan sang ibu.Lasmini mengangguk tersenyum, lalu ia kembali mengalihkan pandangan kepada Dyah, yang hampir saja berhasil membuat Anis beralih dunia."Dyah, aku sudah memperingatkanmu," suara Lasmini menggema, tegas dan penuh wibawa. "Pergi dari sini, atau kau akan binasa!"Dyah tertawa sinis, suaranya parau dan menggema di seluruh ruangan. "Kau pikir aku takut padamu, Lasmini? Aku tidak akan pergi! Karena aku tidak bisa pergi! Rumah ini seakan mengurungku! Maka dari itu, sekalian saja aku jadikan milikku!" Sosok

    Last Updated : 2024-12-16

Latest chapter

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 102. Finish

    "Sudah jangan bertanya. Tolong kalian urus jenazah ini. Semua sudah berakhir," ucap Mbah Kanjim santai. "Anakku! Seorang wanita tua histeris saat melihat salah satu jasad yang lengkap dengan pakaiannya, terbujur kaku diantara jasad yang lain. "Ini, Suci, Pak." Wanita tua itu mulai menangis. Mendengar nama ibunya disebut, Ratih mendekatkan diri. "Nenek," ucapnya lirih. Sepasang lansia itu mengalihkan pandangan kepada Ratih. Pandangan takjub dan haru menjadi satu. "Ini Ratih. Saya anak dari ibu Suci." Ucapan Ratih hampir membuat dua orang tua itu tidak percaya. Bagaimana mungkin anaknya yang sudah mati bisa melahirkan anak. Sampai Mbah Kanjim menceritakan semuanya. Wajah Ratih yang mirip dengan Suci, membuat dua lansia itu menangis tersedu sambil memeluk Ratih. Si wanita tua itu langsung percaya kalau Ratih adalah cucunya. "Berarti mimpi ibu selama ini benar, Pak." Wanita itu terus terisak. " Ratih menjadi tumbal susuk Bu Dewi, huu... huu...."Para warga mulai saling berbisik, merek

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 101. Hampir Finish

    Ratna mendadak terhuyung masuk ke dalam rumah, seperti ada kekuatan tak kasat mata yang menariknya. Melihat sang putri terdorong masuk, Dewi berteriak keras, ia berlari masuk ke dalam. "Lilis!!!!" Dewi berteriak sambil mengetuk pintu kasar. "Ratna tidak ada urusan denganmu, musuhmu adalah aku!"Tiba-tiba pintu terbuka, tak mau kecolongan Mbah Kanjim segera masuk, ia dan Dewi langsung terdorong masuk ke dalam. Sementara Hendra, Anis, dan Ratih hanya memandang dari jauh. Dalam kepanikannya, Anis mulai tersadar kalau Ayu tidak ada bersama mereka. "Ayu ke mana dia?" tanya Anis.Sementara itu di dalam rumah. Ayu terperangah melihat sosok wanita dengan tubuh yang menggerikan. "Kenapa kamu ikut masuk?" Suara Mbah Kanjim membuat Ayu tersentak. "Di sini berbahaya.""Iya, maaf, habisnya aku khawatir kalau ....""Sudah, kau tunggu saja di sini? Ingat apapun yang kau lihat, jangan kau ceritakan pada siapapun." Mbah Kanjim segera bergabung dengan Ratna dan Dewi yang ketakutan, apalagi sosok Lilis

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 100. Terpaksa

    Dewi menggeram, matanya menatap tajam penuh amarah. Ratih mencoba menenangkan ibunya, menyentuh lengannya dengan lembut, tetapi Dewi malah menepis tangan itu dengan kasar."Aku sudah muak dengan semua ini, Ratih! Kenapa kalian terus membahas Lilis? Apa tidak ada hal lain yang bisa dibicarakan?" bentaknya, suaranya bergetar dengan emosi.Ratih mundur selangkah, jelas merasa canggung dengan reaksi Dewi. Sementara itu, Hendra dan yang lainnya saling bertukar pandang, mulai menyadari ada sesuatu yang Dewi takutkan.Mbah Kanjim hanya mendesah pelan, matanya menatap Dewi seolah bisa menembus ketakutan wanita itu. "Kau tak perlu takut. Aku menjamin putrimu.""Apa kau bilang?" Dewi berjalan mendekat ke arah Mbah Kanjim, netranya menatap tajam seakan bersiap memangsa pria tua itu. "Aku tidak mengizinkan putriku ke sana, demit Lilis terkutuk itu bisa saja membuat putriku celaka!" Suara Dewi mulai meninggi. Dewi menatap Hendra dengan sinis, kedua tangannya terlipat di dada, seolah dia adalah se

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 99. Kembali Ke Rumah Dewi

    Ayu langsung bersemangat. "Apa aku boleh ikut? Mungkin aku bisa membantu, aku ingin mengasah kemampuan ku," katanya dengan antusias.Ira yang sedang menggendong Cakra langsung menoleh dengan wajah tak percaya. "Kamu yakin, Yu? Jangan sampai nyesel lho. Udah, mending di rumah aja, nemenin aku jagain bocah-bocah," bujuknya.Namun, Ayu tetap bersikeras. "Tidak! Aku harus membiasakan diriku dengan hal gaib, atau aku akan terus ketakutan setiap kali melihat sosok gaib," katanya penuh tekad.Anis yang mendengar percakapan mereka hanya tersenyum kecil. "Ya udah, kalau Ayu mau ikut, nggak masalah. Kebetulan juga Ira bisa bantu momong Sandra dan Cakra." katanya sambil melirik ke arah Ira yang hanya bisa menghela nafas pasrah. "Uti nanti yang akan menjaga Ayu, kau tak perlu khawatir." Anis memandang Ira yang khawatir dengan senyum."Terimakasih, Uti. Aku berharap bisa membantu," ucap Ayu penuh semangat.Anis lalu menatap Ayu dengan tatapan penuh arti. "Tapi kita akan ke kota dulu untuk meyakink

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 98. Mencari Cara

    Ayu dan Ira, meski masih syok, seakan bisa menangkap kode dari hendra. Ayu segera memacu motor, menyalip makhluk yang tengah bergelut dengan bayangan misterius. Sesaat sebelum mereka benar-benar meninggalkan area itu, Rasya melirik ke kaca spion, melihat genderuwo itu tersungkur ke tanah, lalu lenyap ditelan kegelapan.---Begitu keluar dari gapura hutan larangan, suasana mencekam perlahan mereda. Namun, ketegangan belum sepenuhnya hilang ketika gawai Hendra tiba-tiba bergetar di dashboard mobil."Rasya, tolong angkat telepon ayah," ujar Hendra tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan. Rasya dengan sigap meraih ponsel Hendra dan melihat layar yang menampilkan nomor tak dikenal."Halo?" Rasya menjawab dengan hati-hati.Di ujung telepon, terdengar suara berat dan dengan nada serius. "Halo, Nak."Dahi Rasya berkerut. "Ada apa Mbah? Tumben telepon ayah.Namun, sebelum bisa mendapatkan jawaban, suara itu berubah menjadi gumaman aneh, seperti seseorang yang berbicara dalam bahasa yang tida

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 97. Sosok Yang Belum Tenang

    Anis merinding. Ia tidak merasakan apa pun, tapi muncul dengan serius Ayu membuatnya mulai merasa tidak nyaman.Hendra melirik Anis, mencoba mencari tanda-tanda aneh. Sementara itu, Ira yang sejak tadi diam ikut bicara, "Ayu, jangan bicara sembarangan. Kamu memang bisa melihat sosok gaib, tapi ini bukan saat yang tepat."Ayu menggeleng kuat, "Tidak, Ra. Sosok itu seperti menempel padanya. Aku takut, nanti dia akan menguasai tubuh Uti. Ini tidak boleh, tidak boleh....!"Ketegangan makin terasa. Rasya yang masih duduk di sampingnya sambil tertawa, sementara Kartika mencengkeram tangan suaminya dengan cemas.Anis menggigit bibirnya, dengan gemetar ia mulai jika suara, "apa yang kau lihat adalah sosok hantu perempuan?""Bukan. Dia arwah seorang pria," ujar Ayu. Ia lalu menegakkan tubuhnya, mengumpulkan keberanian. Dengan suara pelan namun tegas, ia berkata, "Siapa kamu? Kenapa mengikuti Uti Anis?"Udara di dalam ruangan tiba-tiba terasa berat. Hening. Tak ada yang menjawab, tapi ekspresi

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 96. Keturunan Sakti

    Ira dan rekan perawatnya saling pandang. Keduanya tidak menyangka kalau Kartika juga seperti mereka. "Iya, Mbak," jawab Ira, setelah melakukan tugasnya, ia beranjak mendekat ke arah Kartika, lalu berbisik, "Mbak Kartika pura-pura gak dengar saja ya, sama jangan buka pintu kalau ada yang mengetuk sambil bilang kulo nuwun."Kartika mengernyit mendengar ucapan aneh Ira. "Jangan buka pintu, ada yang bilang ‘kulo nuwun’?" tanyanya, sedikit bingung.Ira hanya tersenyum tipis. "Iya, Mbak. Apalagi kalau sudah lewat jam sepuluh malam. Pokoknya jangan.""Memangnya kenapa?" Kartika masih belum mengerti, tetapi perasaan was-was merayapi hatinya.Ira tidak langsung menjawab, hanya melirik jam dinding sejenak sebelum akhirnya berkata, "Pokoknya nurut aja, Mbak. Kalau butuh sesuatu, hubungi aku ya."Sebelum Kartika sempat bertanya lebih jauh, Ira dan rekannya sudah melangkah keluar dari kamar, meninggalkannya dengan sejuta pertanyaan.Kartika menarik nafas dalam, menatap Rasya yang masih belum sada

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 95. Reuni

    Suasana di lokasi kecelakaan begitu riuh dan panik. Beberapa warga sekitar yang mendengar benturan keras segera berlari ke arah mobil Rasya yang ringsek di pinggir jalan. Kaca depan pecah, pintu penyok, dan darah terlihat menodai kemudi.“Cepat, bantu dia keluar!” teriak seseorang.Beberapa pria dengan sigap menarik pintu mobil yang sudah sulit dibuka. Nafas Rasya lemah, kepalanya bersandar di jok dengan luka di pelipis yang terus mengeluarkan darah.Sementara itu, sirene mobil polisi terdengar mendekat. Seorang petugas segera turun dan mengamati situasi. Dia berjalan mendekat, melihat kondisi Rasya, lalu segera menghubungi ambulans.Di sela-sela kepanikan, seorang polisi lainnya melihat sesuatu di lantai mobil. Sebuah ponsel tergeletak dengan layar yang masih menyala. Dia mengambilnya dan segera mengamankannya ke dalam kantongnya.“Ambulans datang! Cepat angkat dia!” teriak seorang pria yang berdiri di pinggir jalan.Beberapa orang dengan hati-hati mengangkat Rasya ke atas tandu. Dara

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 94. Kedatangan Sosok Lilis

    "Anis tolong saya ... saya sudah tidak kuat lagi ... tolong, demit peliharaan Dewi menyiksaku."Sosok Lilis mengulurkan tangan, sementara kepalanya menengadah ke atas."Aku tersiksa, Anis ...." Sosok Lilis mulai menampakan wajahnya yang menyeramkan. Kepalanya patah ke kanan dan dia berjalan dengan menyeret satu kakinya. "Anis ... Anis ... Bukankah suamimu adalah teman baik suamiku?" Sosok Lilis terus berjalan mendekat membuat Anis semakin ketakutan. "Mbak, Mas Hendra sudah berangkat ke rumah orang yang bisa menolongmu." Ucapan Anis berhasil membuat sosok Lilis menghentikan langkahnya. "Benarkah?" Lilis memutar kepalanya menghadap ke arah Anis. Kali ini wajahnya hanya pucat, ia tak terlihat semenyeramkan sebelumnya. "Terimakasih Anis, terimakasih." Tubuh Lilis perlahan memudar meninggalkan asap pekat.Anis akhirnya bisa menghela nafas lega. Sampai ia merasakan seseorang seperti menepuk pundaknya. "Bu ... bangun ... kenapa Ibu tidur di sofa begini?" Sayup-sayup Anis mulai membuka mata

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status