HERA menggeliat di atas tempat tidurnya saat samar sekali ia merasakan tubuhnya menggigil kedinginan. Ia menarik selimut yang membalut tubuhnya, lalu ia mengerjapkan matanya.
Perempuan itu menolehkan wajahnya, menatap jam yang ada di atas nakas. Pukul lima pagi. Lalu ia tersentak dengan matanya yang membelalak lebar. “Damn it!” makinya lirih.Hera menundukkan wajahnya, melihat bagaimana penampilannya yang masih polos dan hanya berbalutkan selimut tebal di tubuhnya. Perempuan itu menghela napas dengan gusar sembari menyugar rambutnya. “What the hell are you doing, Ra?”Ingatannya lantas membawanya kembali pada kejadian semalam. Bagaimana Hera marah dan kecewa dengan Bima, lalu ia pulang dalam kondisi yang setengah sadar setelah menenggak tequila beberapa gelas. Sampai akhirnya ia bercinta dengan sahabatnya sendiri.“Tolol lo, Ra!” Hera meraup wajahnya dengan gusar, ia abaikan rasa pengar sekaligus pening yang sejak tadi dirasakannya. “Mau ditaruh mana muka lo habis ini, hah?”Hera lantas turun dari ranjang tidurnya. Sesekali ia merintih lantaran rasa nyeri yang dirasakan di pangkal pahanya. Perempuan itu mengayunkan langkahnya menuju ke kamar mandi dan segera bergegas membersihkan diri.Ada jeda selama beberapa saat. Setelah mengguyur tubuhnya dengan air hangat, Hera berdiri di depan cermin, menatap separah apa kegilaannya semalam. Ada beberapa jejak kemerahan di beberapa bagian tubuhnya. Pertanda bahwa semalam mereka sama-sama menikmatinya.“Ya ampun, Rus! Lo apain gue—” Alih-alih kesal dan ingin menjambak rambut Ikarus, Hera mulai memikirkan alasan macam apa agar mereka tidak canggung satu sama lain. Meskipun Bima telah melakukan kesalahan, tapi bukan berarti Hera boleh mengkhianatinya, kan?Lima belas menit setelah membersihkan diri, Hera kemudian meraih pakaian kerjanya dari dalam lemari. Masih pukul enam pagi dan pagi ini ia memiliki janji dengan klien untuk sarapan bersama.Perempuan itu baru saja keluar dari kamarnya lalu ia berjengit kaget saat pandangannya terpaku pada Ikarus yang masih duduk di sofa apartemennya.“Rus…”“Udah bangun?” tanya Ikarus dengan tenang.Hera menelan ludahnya dengan susah payah. “Lo… masih di sini?” Tentu saja! Bagaimana bisa Ikarus pergi begitu saja setelah pria itu berhasil merenggut bagian yang paling berharga di dalam diri Hera? “Lo nggak…”“We need to talk, right?” ujar Ikarus dengan tatapan yang sulit diartikan.“Kalau lo pengen bahas apa yang terjadi semalam… lebih baik lo lupakan saja, Rus,” ujar Hera dengan tenang.“Lupakan saja lo bilang?” desis Ikarus dengan tatapan yang masih sulit untuk diartikan.Hera tidak pernah ditatap sedemikian intens oleh Ikarus. Ini kali pertamanya Ikarus menatapnya dengan tatapan yang… dingin sekaligus menakutkan?“Rus…” Hera menghela napas pendek lalu melangkah mendekati Ikarus yang duduk di sofa. “I mean, lo sahabat gue, Rus. Kita nggak mungkin—”“Justru karena gue adalah sahabat lo, Ra. Jangan bikin gue kayak bajingan gini!” sengal Ikarus murka.“I’m fine, Rus. I’m really-really fine. Gue… pastikan nggak akan terjadi apa-apa sama gue. Jadi bisa, kan kita lupakan yang semalam?” Hera menghela napas pendek. “Lo tahu kan… kalau gue udah tunangan sama Bima?”“Gue nggak peduli lo tunangan sama Bima atau nggak, Ra. Lo sendiri yang bilang ke gue kalau cowok itu cuma memanfaatkan lo, kan?”Hera menundukkan wajahnya, membenarkan apa yang baru saja dikatakan Ikarus. Hanya saja, apa yang dilakukannya semalam dengan Ikarus benar-benar terasa salah. Tidak seharusnya Hera bercinta dengan sahabatnya sendiri, kan?“Setidaknya gue akan tanggung jawab, Ra.”“Tanggung jawab apa, Rus? Gue nggak apa-apa. Yang terjadi semalam cuma cinta satu malam. Anggap saja gue sama lo cuma khilaf. Dan setelah ini kita anggap nggak pernah ada apa-apa di antara kita.” Hera menatap lekat ke arah Ikarus. “Rus… lo sahabat gue. Jadi akan lebih baik kalau kita lupakan saja. Okay?”Ikarus tidak menjawab. Ia lantas bangkit dari duduknya sembari meraih jaket denimnya. Baru setelah itu, pria itu berlalu begitu saja meninggalkan Hera tanpa sepatah kata.Sepeninggal Ikarus, ingin rasanya Hera mengumpati dirinya sendiri. Perempuan itu bahkan masih mengingat jelas bagaimana ia merayu Ikarus, meminta pria itu untuk tidak menghentikan kegilaannya. Bahkan Hera masih mengingat dengan jelas jika dirinya lah yang pertama kali memulainya.“See, Ra? Lo bodoh banget!”Alih-alih memikirkannya, Hera lantas meraih ponsel dan tasnya yang sempat diletakkannya di atas meja. Baru setelah itu Hera segera bergegas berangkat ke hotel detik itu juga.Tepat saat waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi, Hera tiba di ruangannya. Ia meraih beberapa berkas yang telah disiapkannya sejak kemarin lalu ia bergegas menuju ke restoran untuk menemui tamunya.Begitu tiba di restoran, seperti biasanya Hera selalu memesan dua telur mata sapi matang dan secangkir kopi. Ia berjalan menghampiri salah satu seorang tamu yang tengah duduk sendirian sembari menikmati sarapannya.“Selamat pagi, Pak Sudiro. Apa kabar, Pak?” Hera menjulurkan tangannya ke arah pria paruh baya bernama Sudiro itu, menjabat tangan tamunya lalu menarik kursi di hadapannya dan duduk di sana. “Maaf ya, Pak. Saya agak telat, nih. Jalanan macet.”“Nggak apa-apa, Mbak Hera. Mbak Hera sudah sarapan?”“Ah, saya sudah memesan telur mata sapi, Pak.” Hera melipat tangannya di atas meja. “Jadi gimana nih, Pak? Menu sarapannya enak? Ada masukan buat kami nggak kira-kira?”“Enak, Mbak Hera. Saya suka sekali presentasi menu-menu sarapan di hotel ini. Selain variatif, rasanya enak semua!”Hera lantas tersenyum lebar. “Wah… terima kasih banyak, Pak.”Sudah menjadi pekerjaan Hera menemui tamu-tamunya yang menginap di hotel. Hera selalu menjaga hubungan baik dengan para tamu-tamunya agar kedepannya mereka akan kembali lagi.Setelah berbincang dengan Sudiro dan pengajuan kerjasamanya telah disetujui, Hera memutuskan untuk kembali ke ruangannya. Tangannya yang sibuk mengotak-atik ponsel, tidak sadar jika ada seseorang yang menepuk bahunya.“Ra…”Hera berjengit kaget lalu menolehkan wajahnya dengan cepat. “Astaga, Res! Bisa nggak sih lo nggak bikin kaget gue?!”“Salah siapa terlalu fokus sama hp?” ujar Ares tak terima. “By the way, Ikarus mana? Dia bilang datang telat. Kalian nggak bareng?”“Dia… belum datang?”Ares kemudian menggeleng. “Belum, Ra. Makanya gue tanya sama lo. Semalam dia bilang kalau nginep di tempat lo.”“Oh…” Hera manggut-manggut lalu menatap Ares dengan penuh selidik. “Dia nggak ada ngomong apa-apa sama lo?”“Ngomong apa emangnya?”Hera memalingkan wajah lalu menggelengkan kepalanya. “Lupakan! Oh ya, event Pak Sudiro udah confirm, ya. Gue barusan menemui beliau di restoran, habis ini gue minta Rhea untuk bikinkan BEO-nya.”“Oke.” Ares mengangguk. Lalu, “Ra… ngomong-ngomong soal Ikarus… gue udah nawarin tempat di rumah gue. Tapi dia nolak tawaran itu.”“Kenapa?”Ares mengedikkan bahu. “Entahlah. Tadinya gue pikir dia pengen numpang di apartemen lo.”“Nggak usah gila ya, Res. Lo tahu kalau gue udah tunangan, kan?” kata Hera sembari mengumpat di dalam hatinya. Bagaimana jika nanti Ares tahu apa yang terjadi semalam? Pria itu pasti sudah jelas akan menertawakannya.“Ya masa lo ngebiarin Ikarus jadi gelandangan sih, Ra. Lo nggak kasihan sama dia?” “Ya kan bisa di tempatnya Eros, Res. Atau kalau nggak mau di tempat lo, dia bisa ke tempatnya Zeus, kan?”“Kalau maunya di tempat lo?” “Nggak usah ngide!” sembur Hera kesal. “Lagian kenapa itu anak ceroboh banget, sih! Katanya hacker, masa dia bisa ketipu sama orang!”“Hacker juga manusia, Ra. Gitu-gitu dia makannya juga nasi.” Ares mengibas-ngibaskan tangannya ke udara. “Ya udah, deh. Yuk, morning briefing!”“Iya. Gue ambil berkas di ruangan gue dulu.”“Oke.”Hera lantas mengayunkan langkahnya menuju ke ruangannya. Sudah ada Rhea yang tengah duduk di depan komputer sambil mengunyah bekal sarapannya. Lalu, “Rhe…”Rhea kemudian memutar kursinya dan mendapati Hera masuk ke ruangan. “Eh, Ra? Udah ketemu sama Pak Sudiro?”“Udah. Siang nanti lo sibuk, nggak?”“Nggak. Kenapa?”“Temenin gue beli sesuatu, ya?”“Mau beli apa memangnya?”“Nanti juga lo tahu.” Hera lantas berjalan menuju mejanya. “Gue mau morning briefing dulu.”***Terima kasih sudah mampir dan membaca, ya!“Kenapa telat?”Suara celetukan Ares yang baru saja muncul dari balik pintu ruangannya membuat Ikarus lantas menoleh ke arahnya.“Gue tadi ke tempat Eros dulu buat ambil baju.” Ikarus yang tadinya tengah sibuk membaca weekly report yang terpampang di layar monitor, lantas menghela napas panjang. “Gue udah bicara sama Hera.” Pandangan Ikarus kemudian tertuju ke arah Ares yang kini tengah menyandarkan bahunya di ambang pintu. “Mm… tapi dia menolak?”Ikarus mengangguk. “Iya.”“Alasannya?”“Dia menganggap kalau apa yang kita lakukan semalam itu cuma kesalahan satu malam. Dia nggak mau gue bertanggung jawab atas apa yang udah gue… renggut dari dia.” Ikarus menghela napas panjang. “Dia merasa nggak seharusnya kita melakukan hal itu semalam karena dia punya Bima.”“Dia yang memulainya, kan? Sebajingan-bajingannya lo, lo nggak kayak gue. Melakukan segala cara untuk merebut Eve dari cowoknya. Lo juga bukan Zeus yang terpaksa nidurin Artemis untuk nolongin dia dari desakan bokapnya.”“So, what
“Kak, gue lagi di restoran Asia dekat hotel lo. Lo balik jam berapa, sih? Kerja apa dikerjain?”“Berisik ya, Waf. Ini gue lagi siap-siap mau ke situ.”“Good. Gue mau minta traktir lo habis ini. Buruan.”Setelah mendengar ocehan adik perempuannya, Hera mengakhiri panggilannya dengan cepat. Ia lantas mengemasi barang-barangnya dan langsung bergegas meninggalkan ruangannya yang sudah sepi.Perempuan itu mengayunkan langkahnya menyusuri koridor. Sesekali ia melirik ruangan Ikarus yang masih terang benderang, lalu pandangannya tertuju pada paper bag dengan label ‘GUCCI’ di tangannya. Siang tadi Hera menyempatkan diri keluar hotel untuk membelikan kemeja baru untuk Ikarus.Ragu untuk memberikan kemejanya itu, Hera kembali mengayunkan langkahnya menuju ke lobi. Ia lantas melangkah menuju ke depan. Ditatapnya lalu lintas yang tampak ramai, perempuan itu memutuskan untuk berjalan kaki alih-alih membawa mobilnya.Begitu tiba di restoran Asia, Hera lantas mengedarkan matanya ke sekitar. Wafa yan
“Lo mau tidur di mana malam ini?” tanya Hera dengan hati-hati, sadar jika Ikarus masih marah kepadanya.Setelah berhasil membujuk Ikarus untuk tetap tinggal di apartemennya, keduanya duduk berhadapan di meja makan. Ada satu bungkus nasi goreng yang sempat dibeli Ikarus sebelum tiba di apartemen Hera. Masing-masing dari mereka memegang sendok di tangannya.“Kenapa lo bisa seceroboh itu, sih?” ujar Hera lagi. “Lo kan hacker. Lo seharusnya—” Bibir Hera terkatup rapat saat suaranya naik satu oktaf. “Maksud gue… kenapa lo bisa kecolongan gini, coba.”“Namanya juga halangan,” jawab Ikarus dengan datar. “Nggak ada yang tahu kapan gue ditimpa musibah.”“Terus rencana lo apa setelah ini?” tanya Hera dengan hati-hati.“Nggak tahu. Gue bahkan nggak pegang duit sepeserpun sekarang,” ujar Ikarus berbohong. Hera menghela napas panjang sembari melipat kedua tangannya di atas meja. Ia sedikit mencondongkan kepalanya ke depan agar bisa menatap Ikarus dengan lekat. “Miskin banget, ya?”“Kenapa? Lo ngg
[Mas, hari ini sibuk? Aku pengen ketemu.][Kangen…]Ikarus menghela napas panjang begitu mendapati pesan itu muncul di layar ponselnya. Ia mengurut keningnya yang terasa pening. Rasanya masih seperti mimpi. Alih-alih membalasnya, Ikarus memilih untuk segera bergegas bersiap-siap.“Gue nggak biasa sarapan.” Perkataan Hera yang tiba-tiba muncul di depan kamar yang ditempati Ikarus itu membuat pria itu hampir terlonjak kaget karenanya.“Ya ampun, Ra. Lo nggak usah ngagetin gue gitu bisa nggak, sih?”“Lagian kenapa, sih? Lo pikir gue hantu?” Hera mencebikkan bibir. Mereka sudah terlihat rapi dengan balutan kerja masing-masing. Pun dengan Ikarus yang langsung mengenakan kemeja pemberian Hera tanpa mau repot-repot mencucinya terlebih dahulu. “Nggak kebesaran kan kemejanya?” katanya sembari tersenyum. “Tapi bisa nggak sih, lo pakai kemeja yang beneran dikit?” Hera lantas mengayunkan langkahnya mendekati Ikarus, tangannya terulur ke depan, membenarkan posisi kerahnya yang sempat terselip ke b
“Belum balik?” Ikarus mendongakkan wajah dan mendapati Ares berdiri di ambang pintu ruangannya. “Mau ngopi dulu, nggak? Kayaknya lo lagi banyak pikiran.”Ikarus tidak menjawab namun ia langsung beranjak dari tempat duduknya. Mereka mengayunkan langkahnya menuju ke Sixty Lounge—cafe yang ada di pinggir pantai, masih di bawah naungan Sixty Season Resort.Begitu tiba di Sixty Lounge, mereka kemudian memesan dua cangkir kopi dan langsung duduk di salah satu meja yang kosong. Ditatapnya kerlap-kerlip di seberang lautan sana. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.Lalu, “Gue tadi siang ketemu sama Nadine. Dua minggu lagi dia akan menikah.”“So?”Ikarus menggeleng. “Gue udah feeling lama sebenarnya, Res. Hubungan gue sama Nadine nggak akan berhasil. Lo masih ingat waktu lo minta gue untuk melepaskan dia dan memilih untuk deketin Hera, kan?” Pria itu menyesap kopinya. “Gue sempat memikirkannya.”“Memikirkan Hera?”Ikarus mengangguk. “Iya. Hanya saja waktu itu Nadine yang nggak mau gue l
“Karena lo nggak bilang gue mesti pakai dress yang gimana, gue ambil dress asal. Semoga aja gue nggak saltum.”Mendengar perkataan itu, Ikarus yang terlihat resah sejak tadi lantas menoleh ke belakang dan langsung tertegun.“Gimana? Gue udah cocok digandeng ke kondangan, kan?” ujarnya lagi. Perempuan itu memutar tubuhnya, seolah ingin memperlihatkan betapa sempurnanya penampilannya kali ini.Ikarus yang melihatnya lantas bangkit dari duduknya dan langsung menerbitkan senyuman kecilnya. “Perfect!”Sudah hampir satu bulan lebih Ikarus tinggal di apartemen Hera. Dan selama itu pula mereka menjadi partner yang saling menguntungkan satu sama lain.“Gue nggak habis pikir kenapa Bima nggak seriusin lo aja,” celetuk Ikarus sembari membelai bahu Hera. “Lo cantik, lo sempurna, lo juga… enak.”Mendengar kalimat kurang ajar Ikarus, Hera menatap pria itu dengan tatapan galak. “Bilang aja lo ketagihan!”Pria itu menarik ujung bibirnya ke atas. “Lo juga, kan?”Hera lantas menundukkan wajahnya. Pura-
“Take off your underpants.”“Lo gila?!” Hera membelalak. “Di sini?”Ikarus tidak menjawabnya. Wajahnya sudah merapat, lalu ia mendaratkan kecupan di ceruk leher Hera dengan satu tangannya menurunkan dress itu hingga lirih ke pinggang.Tak hanya sampai di sana, tangannya kemudian bergerak turun. Telapak tangannya yang hangat bergerak mengusap paha di balik dress yang dikenakannya. Menurunkan celana dalam Hera dengan tangannya sendiri.Lalu, “Akh, Rush…” Jemari Ikarus sudah menyelinap dan tenggelam di bawah sana. Membuat Hera yang tidak tahan dengan sentuhan Ikarus hanya bisa menggigit bibirnya. “You’re crazy.” Meskipun dalam hatinya, Hera juga menikmati.“You look so sexy in two situations,” desis Ikarus dengan suara sensual. “When you wear the sexiest dress and when you moan my name loudly.”Hera menarik ujung bibirnya ke atas membentuk sebuah senyuman. Ia bisa merasakan dadanya berdesir hangat seiring dengan tubuhnya yang bergetar hebat. Terlebih saat jemari Ikarus dengan lihai memai
Geliat tubuh Hera yang kini berada di sampingnya membuat Ikarus yang sejak tadi sudah terbangun dengan satu tangannya yang memegang iPad, kemudian menoleh. Tangannya terulur. Mengusap punggung telanjang Hera, mencoba untuk menenangkannya. Setelah melakukan percintaan panas di mobil, malamnya mereka melanjutkan aktivitas menyenangkan itu di kamar Hera lagi. Ikarus sempat memuji dirinya sendiri. Sejak kapan ia bisa membuat Hera yang baru pertama kalinya berhubungan seks bisa menjadi semaniak ini?“Lo udah bangun?” Antara masih mengantuk atau menyadari bahwa Ikarus yang tengah terbaring dengan satu tangannya memegang iPad, membuat Hera mengerjap pelan. “Jam berapa sekarang?”“Masih jam empat, Ra. Kalau lo mau tidur, tidur aja lagi. Nanti gue bangunin jam lima.”Hera hanya bergumam. Satu tangannya melingkar di perut Ikarus yang masih belum mengenakan apa-apa. Matanya kembali terpejam dan hal itu membuat Ikarus menghentikan aktivitasnya.Pria itu menaruh iPad di atas nakas lalu menyurukk
“Rus? Suar mana?”Hera yang baru saja tiba di kediamannya lantas mengedar ke sekitar. Wajahnya terlihat lelah, ditambah dengan ia tidak menemukan putranya di sana.“Pulang-pulang tuh, kenapa bukan suaminya yang dicariin lebih dulu, sih? Kamu sengaja mau bikin aku cemburu atau gimana?” protes Ikarus saat itu.Hera menghela napas lalu melangkah mendekati Ikarus yang terlihat santai di sofa. Pria itu tengah mengambil cuti hari ini. “Iya, iya.” Hera mencium pipi Ikarus dengan pelan. “Suar sekarang di mana? Kamu kok kelihatan rapi gini? Mau ke mana?”Bayi mungil yang kini usianya baru menginjak tujuh bulan itu seakan jadi obat lelah Hera. Setiap kali perempuan itu menghabiskan waktu seharian dengan pekerjaannya yang menumpuk, setelah melihat Suar, lelahnya tiba-tiba menguap begitu saja.“Tadi Mama sama Papa mampir ke sini. Terus Suar sama Budhe Harni diangkut sekalian. Katanya biar papa sama mamanya ada waktu berduaan.”Hera terkekeh lalu berhambur memeluk Ikarus. “Emang selama ini kita ng
“Terima kasih untuk waktunya, Pak. Saya berharap kerjasama ini bisa berlangsung lama.”“Sama-sama, Pak Ikarus. Kalau begitu saya pamit dulu.”Setelah menyelesaikan pertemuannya dengan salah satu klien, Ikarus melenggang meninggalkan restoran. Tangannya merogoh saku celananya, lalu membelalak.‘32 missed called from Heraira Cassandra’‘10 missed called from Mama’Ikarus menghentikan langkahnya. Ia mendadak panik. Jemarinya kemudian bergulir, menekan tombol memanggil. Berharap tidak ada sesuatu yang terjadi.Lalu, “Ra! Kamu—”“Bang, ini Mama. Kamu di mana sih, Bang? Dari tadi Mama coba telepon, Hera juga udah telepon kamu puluhan kali. Kok nggak dijawab, sih?”Mendengar suara Bella yang panik, Ikarus ikut panik. “Maaf, Ma. Aku tadi lagi meeting. Ada apa?”“Buruan ke rumah sakit, Bang. Hera mau lahiran!”Ikarus membelalak. Lalu tanpa pikir panjang pria itu berlari meninggalkan restoran untuk segera bergegas menuju ke rumah sakit detik itu juga.“Mama temenin Hera dulu ya, Ma. Ini aku lan
“Rus… lagi ngapain?”Pertanyaan itu meluncur bebas dari bibir Hera yang baru saja bangun dari tidurnya. Sejak pulang kerja tadi, Hera memang memilih untuk tidur lantaran tengah mengantuk.Ikarus menoleh lalu menurunkan laptop dari pangkuannya, merentangkan tangannya ke arah Hera agar segera menghampirinya.“Lagi ngerjain weekly report, Sayang. Kok bangun?”“Iya. Aku tadi mimpi buruk.” Hera lantas berhambur memeluk Ikarus, menyurukkan wajahnya di ceruk leher suaminya.Masih dengan mengenakan pakaian kerjanya, Ikarus mengusap punggung Hera dengan lembut, kemeja yang dikenakannya basah karena keringat. “It’s okay… mimpi kan cuma bunga tidur, Ra. Kamu baik-baik saja sekarang.”Lama Hera berdiam diri di dalam dekapan Ikarus. Perempuan itu kemudian menarik diri, lalu menatap Ikarus dengan lekat.“Rus…”“Hm?”“Kayaknya Dede kangen sama kamu, deh.”Ikarus tercenung selama beberapa saat. Pria itu kemudian menarik ujung bibirnya ke atas lalu mendaratkan kecupan singkat di bibir Hera. “Bentar ya
“Hai, Rhe… gue datang.” Hera menaruh sebuah buket bunga lily di atas pusara Rhea. Menatap lekat batu nisan yang bertuliskan ‘Sorhea Winona’ itu dengan perasaan berkecamuk. Satu tahun telah berlalu setelah kepergian Rhea. “Lo apa kabar? Lo baik-baik saja di sana, kan?”Hera menggigit bibirnya bagian dalam. Menahan desakan air di pelupuk matanya. Rasanya masih seperti mimpi. Baru kemarin Hera masih tertawa bersama Rhea, namun ia tidak menyangka jika Tuhan telah mengambil sahabatnya satu tahun yang lalu.“Rhe, bentar lagi lo bakalan banyak keponakan.” Hera mengusap sudut matanya dengan punggung tangan. Tak mampu menghalau air matanya yang jatuh begitu saja. “Eve bentar lagi lahiran, dan Eros… dia juga bahagia seperti pesan terakhir lo. Bentar lagi dia juga bakalan jadi seorang ayah.” Perempuan itu kemudian menoleh ke samping, menatap Ikarus yang sejak tadi berdiri di sisinya. “Ada banyak hal yang pengen gue ceritakan sama lo, Rhe. Minggu lalu gue dapat kejutan dari Ikarus, dia beli rumah
“Sayang? Masih lama?”Hera yang baru saja keluar dari kamar mandi lantas terkekeh geli. “Ini lho, masih handukan. Mau ke dokter handukan gini?”Ikarus meraup wajahnya dengan gusar. Senyumnya terbit di wajahnya begitu saja. Pria itu kemudian melangkah mendekati Hera yang kini perutnya sudah membola. Usia kandungannya sudah menginjak bulan ketujuh, membuat perempuan itu terlihat menggemaskan. “Aku nggak sabar pengen lihat perkembangan jagoan kita.” Ikarus melingkarkan tangannya ke pinggang Hera, memeluk perempuan itu dari belakang. “Wangi banget, sih?”“Awas dong, Papa. Mama mau ganti baju dulu, nih. Gimana bisa ganti kalau kamu peluk gini, coba? Katanya nggak sabar pengen lihat jagoannya.”Ikarus melepaskan diri lalu terkekeh. “Iya, iya. Aku tunggu di depan kalau gitu, ya? Tapi jangan lama-lama.”“Iya.”Setelah menunggu lima belas menit, akhirnya Hera selesai bersiap-siap. Keduanya berjalan meninggalkan unit mereka untuk segera bergegas menuju ke rumah sakit detik itu juga.Tepat saat
“WHAT?!? Riri hamil anaknya Eros?” Mendengar perkataan Ikarus barusan, membuat Hera seketika membelalak. “Kamu udah pastikan kebenarannya?”Ikarus mengangguk. “Aku juga sempat kaget tadi. Udah gitu Ares ngamuk di kafe sampai bikin Eros babak belur.”“Tapi Eros nggak apa-apa, kan?”“Nggak apa-apa, kok. Untungnya Riri keluar dari ruangan dan menenangkan Ares.”“Ini kayak bukan Eros banget nggak, sih?” Hera menghela napas pendek. “Kayaknya aku harus nemuin Eros sekarang, deh.”“Sekarang banget?” Ikarus melepas kemeja yang dikenakannya, “tapi udah malam, Sayang.”Hera kemudian turun dari ranjang tidurnya lalu bergerak mendekati lemari pakaian untuk mengambil baju ganti di sana. “Masih jam delapan, kok. Aku harus tahu kebenarannya. Kita tahu kalau selama ini Eros belum bisa ngelupain Rhea, kan? Dan kita tahu hal itu.” ujar Hera terlihat tidak percaya.Ikarus menghela napas. “Aku anterin, ya?”“Nggak usah, Rus. Kamu juga barusan pulang, kan? Kamu pasti capek juga.”“Nggak ada kata capek ka
Hera hanya bisa menggelengkan kepalanya begitu tiba di Bali Galeria Mall. Suasana mall sore itu terlihat cukup ramai mengingat bahwa mereka berkunjung saat akhir pekan.“Emang kita mau nonton apa sih, Bang?” tanya Bella saat mereka sudah melangkah memasuki mall.Ikarus terkekeh. “Ada film Marvel, Ma. Bukan film horor, kok, jadi Mama nggak usah khawatir.”Bella menghela napas lega. “Sumpah, ya. Seumur-umur, Mama belum pernah double date begini, mana yang ngajak double date anak sendiri pula.”Ikarus kembali tertawa. “Kapan lagi bisa ngajak Mama sama Papa kencan barengan, kan?”Bella dan Kairav hanya menggelengkan kepalanya. Lalu mereka berjalan menaiki eskalator untuk menuju bioskop. Beruntungnya Ikarus sudah sempat membeli tiket nontonnya secara online, sehingga mereka tidak perlu mengantri lagi begitu mereka tiba di gedung bioskop.“Ra, kayaknya habis nonton nyalon bentaran seru deh, ya?” celetuk Bella saat itu.“Ah iya, Ma. Aku juga kayaknya pengen banget creambath, deh. Semenjak h
“Makan malam di luar, yuk? Sekalian aku pengen ngajak nonton kamu.” Ikarus menyurukkan wajahnya di ceruk leher Hera. Alih-alih menunggu tanggapan istrinya Ikarus kembali melanjutkan ucapannya. “Tapi kamu lagi mager banget, ya? Masih ngerasa mual?”Suara Ikarus sejenak membuat Hera yang tadinya masih terpejam kini membuka matanya.Ini hari Sabtu, dan mereka libur. Seharian ini Hera menghabiskan waktunya dengan bergelung di bawah selimut. Entah karena hormon kehamilannya, Hera benar-benar malas untuk melakukan sesuatu akhir-akhir ini.“Mau nonton apa? Tumben banget, sih?” tanya Hera dengan malas.“Kok tumben? Emangnya salah kalau aku ngajak kamu ‘pacaran’ istri sendiri? Udah lama banget kayaknya kita nggak jalan berdua, kecuali kalau lagi makan, Ra. Ya, kan?”Hera memutar matanya lalu terkekeh geli. “Kamu kenapa, sih? Aneh banget tahu, nggak.”“Aneh kenapa, coba?”“Ya aneh aja. Nggak kayak biasanya kamu begini.” Hera tersenyum kecil, lalu mendaratkan kecupan singkat di pipi Ikarus. “Tad
“Kamu emang sengaja sekongkolan sama Eros, kan? Makanya bisa tahu kalau aku di sini?”Ikarus terkekeh lalu menyelipkan anak rambut Hera ke belakang telinga. Dibandingkan dengan sebelumnya yang masih merasa kesal, Hera sudah terlihat lebih tenang sekarang.Ikarus menghela napas. “Kenapa pakai acara kabur-kaburan segala, coba? Kan aku jadi khawatir sama kamu, Ra.”“Siapa coba yang memulai? Salah siapa pakai acara ngambek-ngambek nggak jelas gitu.”“Ya kan aku nggak suka kalau ada cowok yang deket-deket sama kamu, Ra. Mana dia kelihatan banget kalau tertarik sama kamu pula. Siapa yang nggak kesal, coba?”“Aku nggak akan berpaling sama kamu, Rus. Jadi kamu nggak usah khawatir. Lagian siapa yang bakalan naksir kalau tahu aku udah bersuami dan sekarang aku lagi hamil muda gini, hm?”“Dia nggak tahu kalau kamu lagi hamil, by the way.” Ikarus mendecak, menoleh dan memperhatikan Eros yang tengah duduk di bibir pantai, menikmati matahari terbenam yang terasa sempurna seorang diri.“Kan! Mulai l