“Karena lo nggak bilang gue mesti pakai dress yang gimana, gue ambil dress asal. Semoga aja gue nggak saltum.”Mendengar perkataan itu, Ikarus yang terlihat resah sejak tadi lantas menoleh ke belakang dan langsung tertegun.“Gimana? Gue udah cocok digandeng ke kondangan, kan?” ujarnya lagi. Perempuan itu memutar tubuhnya, seolah ingin memperlihatkan betapa sempurnanya penampilannya kali ini.Ikarus yang melihatnya lantas bangkit dari duduknya dan langsung menerbitkan senyuman kecilnya. “Perfect!”Sudah hampir satu bulan lebih Ikarus tinggal di apartemen Hera. Dan selama itu pula mereka menjadi partner yang saling menguntungkan satu sama lain.“Gue nggak habis pikir kenapa Bima nggak seriusin lo aja,” celetuk Ikarus sembari membelai bahu Hera. “Lo cantik, lo sempurna, lo juga… enak.”Mendengar kalimat kurang ajar Ikarus, Hera menatap pria itu dengan tatapan galak. “Bilang aja lo ketagihan!”Pria itu menarik ujung bibirnya ke atas. “Lo juga, kan?”Hera lantas menundukkan wajahnya. Pura-
“Take off your underpants.”“Lo gila?!” Hera membelalak. “Di sini?”Ikarus tidak menjawabnya. Wajahnya sudah merapat, lalu ia mendaratkan kecupan di ceruk leher Hera dengan satu tangannya menurunkan dress itu hingga lirih ke pinggang.Tak hanya sampai di sana, tangannya kemudian bergerak turun. Telapak tangannya yang hangat bergerak mengusap paha di balik dress yang dikenakannya. Menurunkan celana dalam Hera dengan tangannya sendiri.Lalu, “Akh, Rush…” Jemari Ikarus sudah menyelinap dan tenggelam di bawah sana. Membuat Hera yang tidak tahan dengan sentuhan Ikarus hanya bisa menggigit bibirnya. “You’re crazy.” Meskipun dalam hatinya, Hera juga menikmati.“You look so sexy in two situations,” desis Ikarus dengan suara sensual. “When you wear the sexiest dress and when you moan my name loudly.”Hera menarik ujung bibirnya ke atas membentuk sebuah senyuman. Ia bisa merasakan dadanya berdesir hangat seiring dengan tubuhnya yang bergetar hebat. Terlebih saat jemari Ikarus dengan lihai memai
Geliat tubuh Hera yang kini berada di sampingnya membuat Ikarus yang sejak tadi sudah terbangun dengan satu tangannya yang memegang iPad, kemudian menoleh. Tangannya terulur. Mengusap punggung telanjang Hera, mencoba untuk menenangkannya. Setelah melakukan percintaan panas di mobil, malamnya mereka melanjutkan aktivitas menyenangkan itu di kamar Hera lagi. Ikarus sempat memuji dirinya sendiri. Sejak kapan ia bisa membuat Hera yang baru pertama kalinya berhubungan seks bisa menjadi semaniak ini?“Lo udah bangun?” Antara masih mengantuk atau menyadari bahwa Ikarus yang tengah terbaring dengan satu tangannya memegang iPad, membuat Hera mengerjap pelan. “Jam berapa sekarang?”“Masih jam empat, Ra. Kalau lo mau tidur, tidur aja lagi. Nanti gue bangunin jam lima.”Hera hanya bergumam. Satu tangannya melingkar di perut Ikarus yang masih belum mengenakan apa-apa. Matanya kembali terpejam dan hal itu membuat Ikarus menghentikan aktivitasnya.Pria itu menaruh iPad di atas nakas lalu menyurukk
HERA mengayunkan langkahnya melewati pintu masuk Perkara Segalanya Coffee. Ia melepaskan kacamata hitam yang dikenakannya, lalu menatap ke sekitar. “Hai, Ri.” Hera melangkah menghampiri konter barista. Ia berdiri dengan satu tangannya yang menopang dagu. Menatap lekat ke arah perempuan itu. “Wah… rame banget, ya?”Sepupu Agnia itu mengulas senyuman kecil. “Eh, Mbak Hera. Iya, nih, Mbak. Mbak Hera sendirian?”“Iya. Yang lainnya sih masih jadi kacung. Gue mau nemuin si Mami Cantik itu.” Dagu Hera menunjuk ke arah Artemis yang tengah memangku Tiff—putrinya yang kini berusia tujuh bulan. “Eros shift apa hari ini?”“Hari ini dia libur, Mbak. Mbak Hera mau pesan apa? Biar sekalian aku buatin.”“Mm, boleh. Gue pesan iced cappuccino deh, Ri. Open bill aja, ya? Kali aja nanti mau nambah lagi.”“Oke.”Setelah pesanannya jadi, Hera kemudian mengayunkan langkahnya menuju toilet untuk sekadar mencuci tangannya. Sebelum kemudian ia menghampiri Artemis yang tengah duduk bersama bayinya.Artemis sen
Hoek!“Ra, lo baik-baik saja?” tanya Rhea yang sudah berdiri dengan satu tangannya yang membawa tasnya.Hera baru saja kembali ke hotel setelah menghabiskan sorenya bersama Artemis di Perkara Segalanya Coffee. Sebelum pulang tadi, Hera mendapatkan pesan dari seseorang. Nomor tak dikenal, namun Hera tahu siapa yang mengirimkan pesan itu.[Bisa kita ketemu? Ada yang harus kita bicarakan. Tentang Mas Ikarus.]Hera sudah bisa menebak jika Nadine tidak akan tinggal diam setelah mengetahui apa yang terjadi dengannya dengan Ikarus. Terlebih saat ia tahu bahwa Nadine tidak bisa merelakan Ikarus untuk bersamanya.“Gue nggak apa-apa kok, Rhe. Kalau Lo mau balik, balik aja.”“Lo yakin?” Rhea kemudian menyentuh kening Hera dengan punggung tangannya, sedikit hangat. “Lo nggak demam. Atau jangan-jangan lo masuk angin? Siang tadi udah makan belum?”“Udah, kok.”“Lo yakin nggak mau ke dokter?”Hera mendesah pelan sembari memutar matanya. “Gue baik-baik saja, Rhe. Sana deh kalau lo mau balik.”Rhea me
“Mas, aku kangen. Kapan aku bisa ketemu Mas Ikarus?”Ikarus menghela napas panjang. “Nad, minggu lalu kamu baru saja menikah.”“Aku tahu. Tapi aku kangen sama Mas Ikarus.” Ikarus hanya diam, dan Nadine kembali melanjutkan. “Aku tahu kalau Mas Ikarus masih sayang sama aku. Pun begitu dengan aku, Mas. Mas Ikarus masih mau ketemu sama aku, kan?”Ikarus mendesah pelan, matanya terpaku pada bahan-bahan makanan yang baru saja disiapkannya. Ikarus baru akan mulai memasak. Tinggal bersama Hera selama berminggu-minggu, membuat pria itu menjadi tahu apa saja yang disukai Hera. “Kamu di mana sekarang?” tanyanya dengan bimbang.“Aku di… luar. Mas Ikarus mau menemui aku sekarang?”“Mas kabarin di mana tempatnya.”Setelah mengakhiri panggilannya, Ikarus kemudian melanjutkan ritual memasaknya. Meskipun tidak terlalu ahli dalam memasak, nyatanya masakannya tidak terlalu buruk. Sesekali Hera memujinya dan entah mengapa Ikarus merasa senang dipuji perempuan itu.Setelah memastikan makanannya telah mata
“Sumpah ya, Kak. Lo nggak lagi kesurupan, kan tiba-tiba lo datang ke sini? Ini udah malam dan lo udah berhasil bikin gue nggak jadi party sama anak-anak.”“Makanya kalau lo mau ke sini tuh, diam-diam aja nggak, sih? Gue lagi galau, Waf. Bisa nggak, kelakuan lo nggak dajjal-dajjal amat sama kakak sendiri?”Wafa mendecak sembari memutar matanya, menatap Hera yang kini tengah menyandarkan kepala di bantal besar di pangkuannya. “Ck! Lo galau kenapa, sih? Mending kita party aja gimana? Guest star di Despresso Bar Sheila on 7, nih!” “Gue lagi males clubbing. Dan kayaknya gue udah nggak boleh clubbing, deh.”“Kenapa? Tumben?” Wafa mengerutkan keningnya. Matanya menatap Hera dengan raut penasaran.“Gue hamil.”“Oh—” Wafa kembali menoleh ke depan. “WHAT?! HAMIL?!”Hera bahkan sampai mendelik tajam mendengar teriakan Wafa. “Apaan sih, Waf! Lo bisa santai, nggak?”Wafa sudah melotot dengan mulutnya yang menganga. Kehilangan kata-kata saat melihat reaksi Hera yang biasa-biasa saja. “Sumpah ya, K
“HERA!”Ikarus seketika menghentikan langkahnya. Jantungnya mendadak berdebar kencang bersamaan dengan tubuhnya yang tersentak saat mendengar suara dentuman keras di seberang sana.Sayup-sayup Ikarus bisa mendengar teriakan orang-orang di sekitarnya. “Ra! Hera! Lo di mana? HERA! Fuck!”Ikarus berlari keluar dari hotel. Tangannya dengan sigap membuka aplikasi pelacak untuk menemukan keberadaan Hera saat ini. Begitu lokasinya telah ditemukan, Ikarus bergegas melajukan mobilnya dan segera meninggalkan hotel detik itu juga.Butuh waktu kurang lebih lima belas menit untuk Ikarus tiba di lokasi kejadian. Beberapa jalanan macet total dan ada banyak pihak kepolisian yang tengah melakukan olah TKP.Lalu, “Dilarikan ke rumah sakit mana untuk korban kecelakaan ini, Pak? Bagaimana kondisi korban? Saya keluarganya, saya—”“Ada salah satu korban yang meninggal di tempat, Pak. Semua korban sudah dilarikan ke Leanders Hospital. Untuk itu, silakan Bapak langsung ke rumah sakit saja.”Sekujur tubuh Ika