Hoek!“Ra, lo baik-baik saja?” tanya Rhea yang sudah berdiri dengan satu tangannya yang membawa tasnya.Hera baru saja kembali ke hotel setelah menghabiskan sorenya bersama Artemis di Perkara Segalanya Coffee. Sebelum pulang tadi, Hera mendapatkan pesan dari seseorang. Nomor tak dikenal, namun Hera tahu siapa yang mengirimkan pesan itu.[Bisa kita ketemu? Ada yang harus kita bicarakan. Tentang Mas Ikarus.]Hera sudah bisa menebak jika Nadine tidak akan tinggal diam setelah mengetahui apa yang terjadi dengannya dengan Ikarus. Terlebih saat ia tahu bahwa Nadine tidak bisa merelakan Ikarus untuk bersamanya.“Gue nggak apa-apa kok, Rhe. Kalau Lo mau balik, balik aja.”“Lo yakin?” Rhea kemudian menyentuh kening Hera dengan punggung tangannya, sedikit hangat. “Lo nggak demam. Atau jangan-jangan lo masuk angin? Siang tadi udah makan belum?”“Udah, kok.”“Lo yakin nggak mau ke dokter?”Hera mendesah pelan sembari memutar matanya. “Gue baik-baik saja, Rhe. Sana deh kalau lo mau balik.”Rhea me
“Mas, aku kangen. Kapan aku bisa ketemu Mas Ikarus?”Ikarus menghela napas panjang. “Nad, minggu lalu kamu baru saja menikah.”“Aku tahu. Tapi aku kangen sama Mas Ikarus.” Ikarus hanya diam, dan Nadine kembali melanjutkan. “Aku tahu kalau Mas Ikarus masih sayang sama aku. Pun begitu dengan aku, Mas. Mas Ikarus masih mau ketemu sama aku, kan?”Ikarus mendesah pelan, matanya terpaku pada bahan-bahan makanan yang baru saja disiapkannya. Ikarus baru akan mulai memasak. Tinggal bersama Hera selama berminggu-minggu, membuat pria itu menjadi tahu apa saja yang disukai Hera. “Kamu di mana sekarang?” tanyanya dengan bimbang.“Aku di… luar. Mas Ikarus mau menemui aku sekarang?”“Mas kabarin di mana tempatnya.”Setelah mengakhiri panggilannya, Ikarus kemudian melanjutkan ritual memasaknya. Meskipun tidak terlalu ahli dalam memasak, nyatanya masakannya tidak terlalu buruk. Sesekali Hera memujinya dan entah mengapa Ikarus merasa senang dipuji perempuan itu.Setelah memastikan makanannya telah mata
“Sumpah ya, Kak. Lo nggak lagi kesurupan, kan tiba-tiba lo datang ke sini? Ini udah malam dan lo udah berhasil bikin gue nggak jadi party sama anak-anak.”“Makanya kalau lo mau ke sini tuh, diam-diam aja nggak, sih? Gue lagi galau, Waf. Bisa nggak, kelakuan lo nggak dajjal-dajjal amat sama kakak sendiri?”Wafa mendecak sembari memutar matanya, menatap Hera yang kini tengah menyandarkan kepala di bantal besar di pangkuannya. “Ck! Lo galau kenapa, sih? Mending kita party aja gimana? Guest star di Despresso Bar Sheila on 7, nih!” “Gue lagi males clubbing. Dan kayaknya gue udah nggak boleh clubbing, deh.”“Kenapa? Tumben?” Wafa mengerutkan keningnya. Matanya menatap Hera dengan raut penasaran.“Gue hamil.”“Oh—” Wafa kembali menoleh ke depan. “WHAT?! HAMIL?!”Hera bahkan sampai mendelik tajam mendengar teriakan Wafa. “Apaan sih, Waf! Lo bisa santai, nggak?”Wafa sudah melotot dengan mulutnya yang menganga. Kehilangan kata-kata saat melihat reaksi Hera yang biasa-biasa saja. “Sumpah ya, K
“HERA!”Ikarus seketika menghentikan langkahnya. Jantungnya mendadak berdebar kencang bersamaan dengan tubuhnya yang tersentak saat mendengar suara dentuman keras di seberang sana.Sayup-sayup Ikarus bisa mendengar teriakan orang-orang di sekitarnya. “Ra! Hera! Lo di mana? HERA! Fuck!”Ikarus berlari keluar dari hotel. Tangannya dengan sigap membuka aplikasi pelacak untuk menemukan keberadaan Hera saat ini. Begitu lokasinya telah ditemukan, Ikarus bergegas melajukan mobilnya dan segera meninggalkan hotel detik itu juga.Butuh waktu kurang lebih lima belas menit untuk Ikarus tiba di lokasi kejadian. Beberapa jalanan macet total dan ada banyak pihak kepolisian yang tengah melakukan olah TKP.Lalu, “Dilarikan ke rumah sakit mana untuk korban kecelakaan ini, Pak? Bagaimana kondisi korban? Saya keluarganya, saya—”“Ada salah satu korban yang meninggal di tempat, Pak. Semua korban sudah dilarikan ke Leanders Hospital. Untuk itu, silakan Bapak langsung ke rumah sakit saja.”Sekujur tubuh Ika
“Rus!”Suara panggilan itu seketika membuyarkan keterdiaman Ikarus. Malam sudah larut, setelah empat jam berada di ruang operasi, akhirnya Hera sudah dipindahkan ke ruang rawat pasien. Sementara Ikarus masih terjaga tepat di depan ruang rawat perempuan itu.“Res…”“Gue udah dengar dari Zeus soal Hera.” Ares bersama Eros melangkah menghampiri Ikarus yang tampak kacau saat ini. “Bagaimana kondisinya sekarang?” tanya Ares penasaran.“Hera sudah melewati masa kritisnya,” jawab Ikarus dengan suara serak.“Syukurlah.” Terdengar helaan napas lega dari Ares dan Eros. “Gimana kronologi kejadiannya, Rus?” tanya Eros penasaran.Ikarus menghela napas sambil mengurut keningnya yang terasa nyeri. Dadanya masih saja terasa sesak meskipun Hera sudah melewati masa kritisnya.“Gue nggak tahu gimana kejadiannya. Yang jelas sebelum kejadian itu, gue sama Hera sempat ketemu. Kami sempat berselisih paham. Dan setelahnya, Hera ninggalin gue. Tak lama setelah itu, Hera nelpon dan dia minta tolong, tapi sebel
Grup Cuma Wacana[Artemis: Udah tiga hari dan nggak ada kabar apa-apa. Hera bakalan bangun, kan? ☹️][Eve: Ar, jangan bikin gue sedih. Sejak kejadian itu gue mengabaikan Astu sama Nira akhir-akhir ini. Maaf ya, Mas Ares. Maaf ya, Astu dan Niranya Mama. ☹️][Rhea: Bisa nggak sih, nggak usah chat yang sedih-sedih? Gue nggak konsen nulis BEO. Setiap kali mau minta tanda tangan, ruangan Hera kosong. 😭😭😭][Artemis: Ra, bangun, Ra. 😭😭😭😭😭😭][Eve: Ra, bangun, Ra. 😭😭😭😭😭😭][Rhea: HERAAAAA! 😭😭😭😭😭]Ikarus menatap nanar pada chat room di grupnya yang kini terasa sepi tanpa kehadiran Hera. Tidak ada huru-hara dan canda tawa yang biasa menjadi obat lelahnya kala ia bekerja. “Ra… bangun. Gue sama anak-anak kangen,” gumam Ikarus dengan matanya yang berkaca-kaca.Lalu deringan ponsel miliknya sejenak mengalihkan perhatian Ikarus. Keningnya mengerut begitu mendapati nama Wafa muncul di layar. “Halo?”“Mas Ikarus, kamu di mana?”Kening Ikarus seketika mengernyit. “Aku masih di apart
“Pasien mengalami amnesia disosiatif, Bu. Di mana Nona Hera telah kehilangan kepingan ingatannya akibat traumatis yang dialaminya. Cedera di kepalanya menyerang syaraf otak yang mempengaruhi beberapa ingatan di dalamnya.”“Sampai kapan dia akan lupa dengan kami, Dok?” tanya Miranda dengan tangisnya yang menggugu.Dokter Rasya kemudian menggeleng. “Saya tidak bisa memastikannya, Bu. Hal ini tergantung bagaimana kemampuan pasien itu untuk mengumpulkan ingatannya kembali. Bisa jadi hanya beberapa hari, Minggu, bulan, tapi bisa juga sampai tahunan.”“Ya Allah, Anak Mama.” Miranda bisa merasakan dadanya sesak. Ia sudah kehabisan tenaga. Yang bisa dilakukannya hanyalah menangis.“Saya akan mencoba untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Tapi untuk sementara waktu, karena pasien masih bingung dengan identitasnya sendiri. Tolong jangan dipaksa untuk mengingat dulu.”“Apa yang harus kami lakukan, Dok?”“Biarkan pasien tenang dulu, Bu. Peran keluarga memang sangatlah penting. Kita bisa membua
“Bisa kita mulai? Dimulai dari… siapa kamu?” tanya Hera lirih.Ikarus tak langsung menjawab. Ia menundukkan wajahnya seolah tengah berpikir untuk menemukan jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan Hera.“Prince Ikarus Leanders.” Pria itu menjulurkan tangannya ke depan, mengajak Hera untuk berjabat tangan. “Aku nggak akan meminta kamu mengingatku disaat dokter baru saja bilang kalau kamu mengalami amnesia. Tapi aku juga nggak keberatan jika harus menjadi orang baru untuk kamu, Ra.” Ikarus menerbitkan senyuman kecil. “Heraia Cassandra, kenalkan aku Prince Ikarus Leanders.”“Dan aku memanggil kamu…?” Hera menggantung ucapannya selama beberapa saat. “Prince?”“Aku tahu kalau aku tampan seperti pangeran.” Ikarus terkekeh. “Tapi kamu cukup memanggilku Ikarus saja.”“Wah… percaya diri sekali kamu.” Hera membalas jabatan tangan Ikarus. “Well, Ikarus. Apa kamu juga adalah anggota keluargaku?”“Bukan.” Ikarus menggeleng. “Di dunia kamu sebelumnya, aku… adalah sahabat kamu, Ra.”Hera mencoba
“Rus? Suar mana?”Hera yang baru saja tiba di kediamannya lantas mengedar ke sekitar. Wajahnya terlihat lelah, ditambah dengan ia tidak menemukan putranya di sana.“Pulang-pulang tuh, kenapa bukan suaminya yang dicariin lebih dulu, sih? Kamu sengaja mau bikin aku cemburu atau gimana?” protes Ikarus saat itu.Hera menghela napas lalu melangkah mendekati Ikarus yang terlihat santai di sofa. Pria itu tengah mengambil cuti hari ini. “Iya, iya.” Hera mencium pipi Ikarus dengan pelan. “Suar sekarang di mana? Kamu kok kelihatan rapi gini? Mau ke mana?”Bayi mungil yang kini usianya baru menginjak tujuh bulan itu seakan jadi obat lelah Hera. Setiap kali perempuan itu menghabiskan waktu seharian dengan pekerjaannya yang menumpuk, setelah melihat Suar, lelahnya tiba-tiba menguap begitu saja.“Tadi Mama sama Papa mampir ke sini. Terus Suar sama Budhe Harni diangkut sekalian. Katanya biar papa sama mamanya ada waktu berduaan.”Hera terkekeh lalu berhambur memeluk Ikarus. “Emang selama ini kita ng
“Terima kasih untuk waktunya, Pak. Saya berharap kerjasama ini bisa berlangsung lama.”“Sama-sama, Pak Ikarus. Kalau begitu saya pamit dulu.”Setelah menyelesaikan pertemuannya dengan salah satu klien, Ikarus melenggang meninggalkan restoran. Tangannya merogoh saku celananya, lalu membelalak.‘32 missed called from Heraira Cassandra’‘10 missed called from Mama’Ikarus menghentikan langkahnya. Ia mendadak panik. Jemarinya kemudian bergulir, menekan tombol memanggil. Berharap tidak ada sesuatu yang terjadi.Lalu, “Ra! Kamu—”“Bang, ini Mama. Kamu di mana sih, Bang? Dari tadi Mama coba telepon, Hera juga udah telepon kamu puluhan kali. Kok nggak dijawab, sih?”Mendengar suara Bella yang panik, Ikarus ikut panik. “Maaf, Ma. Aku tadi lagi meeting. Ada apa?”“Buruan ke rumah sakit, Bang. Hera mau lahiran!”Ikarus membelalak. Lalu tanpa pikir panjang pria itu berlari meninggalkan restoran untuk segera bergegas menuju ke rumah sakit detik itu juga.“Mama temenin Hera dulu ya, Ma. Ini aku lan
“Rus… lagi ngapain?”Pertanyaan itu meluncur bebas dari bibir Hera yang baru saja bangun dari tidurnya. Sejak pulang kerja tadi, Hera memang memilih untuk tidur lantaran tengah mengantuk.Ikarus menoleh lalu menurunkan laptop dari pangkuannya, merentangkan tangannya ke arah Hera agar segera menghampirinya.“Lagi ngerjain weekly report, Sayang. Kok bangun?”“Iya. Aku tadi mimpi buruk.” Hera lantas berhambur memeluk Ikarus, menyurukkan wajahnya di ceruk leher suaminya.Masih dengan mengenakan pakaian kerjanya, Ikarus mengusap punggung Hera dengan lembut, kemeja yang dikenakannya basah karena keringat. “It’s okay… mimpi kan cuma bunga tidur, Ra. Kamu baik-baik saja sekarang.”Lama Hera berdiam diri di dalam dekapan Ikarus. Perempuan itu kemudian menarik diri, lalu menatap Ikarus dengan lekat.“Rus…”“Hm?”“Kayaknya Dede kangen sama kamu, deh.”Ikarus tercenung selama beberapa saat. Pria itu kemudian menarik ujung bibirnya ke atas lalu mendaratkan kecupan singkat di bibir Hera. “Bentar ya
“Hai, Rhe… gue datang.” Hera menaruh sebuah buket bunga lily di atas pusara Rhea. Menatap lekat batu nisan yang bertuliskan ‘Sorhea Winona’ itu dengan perasaan berkecamuk. Satu tahun telah berlalu setelah kepergian Rhea. “Lo apa kabar? Lo baik-baik saja di sana, kan?”Hera menggigit bibirnya bagian dalam. Menahan desakan air di pelupuk matanya. Rasanya masih seperti mimpi. Baru kemarin Hera masih tertawa bersama Rhea, namun ia tidak menyangka jika Tuhan telah mengambil sahabatnya satu tahun yang lalu.“Rhe, bentar lagi lo bakalan banyak keponakan.” Hera mengusap sudut matanya dengan punggung tangan. Tak mampu menghalau air matanya yang jatuh begitu saja. “Eve bentar lagi lahiran, dan Eros… dia juga bahagia seperti pesan terakhir lo. Bentar lagi dia juga bakalan jadi seorang ayah.” Perempuan itu kemudian menoleh ke samping, menatap Ikarus yang sejak tadi berdiri di sisinya. “Ada banyak hal yang pengen gue ceritakan sama lo, Rhe. Minggu lalu gue dapat kejutan dari Ikarus, dia beli rumah
“Sayang? Masih lama?”Hera yang baru saja keluar dari kamar mandi lantas terkekeh geli. “Ini lho, masih handukan. Mau ke dokter handukan gini?”Ikarus meraup wajahnya dengan gusar. Senyumnya terbit di wajahnya begitu saja. Pria itu kemudian melangkah mendekati Hera yang kini perutnya sudah membola. Usia kandungannya sudah menginjak bulan ketujuh, membuat perempuan itu terlihat menggemaskan. “Aku nggak sabar pengen lihat perkembangan jagoan kita.” Ikarus melingkarkan tangannya ke pinggang Hera, memeluk perempuan itu dari belakang. “Wangi banget, sih?”“Awas dong, Papa. Mama mau ganti baju dulu, nih. Gimana bisa ganti kalau kamu peluk gini, coba? Katanya nggak sabar pengen lihat jagoannya.”Ikarus melepaskan diri lalu terkekeh. “Iya, iya. Aku tunggu di depan kalau gitu, ya? Tapi jangan lama-lama.”“Iya.”Setelah menunggu lima belas menit, akhirnya Hera selesai bersiap-siap. Keduanya berjalan meninggalkan unit mereka untuk segera bergegas menuju ke rumah sakit detik itu juga.Tepat saat
“WHAT?!? Riri hamil anaknya Eros?” Mendengar perkataan Ikarus barusan, membuat Hera seketika membelalak. “Kamu udah pastikan kebenarannya?”Ikarus mengangguk. “Aku juga sempat kaget tadi. Udah gitu Ares ngamuk di kafe sampai bikin Eros babak belur.”“Tapi Eros nggak apa-apa, kan?”“Nggak apa-apa, kok. Untungnya Riri keluar dari ruangan dan menenangkan Ares.”“Ini kayak bukan Eros banget nggak, sih?” Hera menghela napas pendek. “Kayaknya aku harus nemuin Eros sekarang, deh.”“Sekarang banget?” Ikarus melepas kemeja yang dikenakannya, “tapi udah malam, Sayang.”Hera kemudian turun dari ranjang tidurnya lalu bergerak mendekati lemari pakaian untuk mengambil baju ganti di sana. “Masih jam delapan, kok. Aku harus tahu kebenarannya. Kita tahu kalau selama ini Eros belum bisa ngelupain Rhea, kan? Dan kita tahu hal itu.” ujar Hera terlihat tidak percaya.Ikarus menghela napas. “Aku anterin, ya?”“Nggak usah, Rus. Kamu juga barusan pulang, kan? Kamu pasti capek juga.”“Nggak ada kata capek ka
Hera hanya bisa menggelengkan kepalanya begitu tiba di Bali Galeria Mall. Suasana mall sore itu terlihat cukup ramai mengingat bahwa mereka berkunjung saat akhir pekan.“Emang kita mau nonton apa sih, Bang?” tanya Bella saat mereka sudah melangkah memasuki mall.Ikarus terkekeh. “Ada film Marvel, Ma. Bukan film horor, kok, jadi Mama nggak usah khawatir.”Bella menghela napas lega. “Sumpah, ya. Seumur-umur, Mama belum pernah double date begini, mana yang ngajak double date anak sendiri pula.”Ikarus kembali tertawa. “Kapan lagi bisa ngajak Mama sama Papa kencan barengan, kan?”Bella dan Kairav hanya menggelengkan kepalanya. Lalu mereka berjalan menaiki eskalator untuk menuju bioskop. Beruntungnya Ikarus sudah sempat membeli tiket nontonnya secara online, sehingga mereka tidak perlu mengantri lagi begitu mereka tiba di gedung bioskop.“Ra, kayaknya habis nonton nyalon bentaran seru deh, ya?” celetuk Bella saat itu.“Ah iya, Ma. Aku juga kayaknya pengen banget creambath, deh. Semenjak h
“Makan malam di luar, yuk? Sekalian aku pengen ngajak nonton kamu.” Ikarus menyurukkan wajahnya di ceruk leher Hera. Alih-alih menunggu tanggapan istrinya Ikarus kembali melanjutkan ucapannya. “Tapi kamu lagi mager banget, ya? Masih ngerasa mual?”Suara Ikarus sejenak membuat Hera yang tadinya masih terpejam kini membuka matanya.Ini hari Sabtu, dan mereka libur. Seharian ini Hera menghabiskan waktunya dengan bergelung di bawah selimut. Entah karena hormon kehamilannya, Hera benar-benar malas untuk melakukan sesuatu akhir-akhir ini.“Mau nonton apa? Tumben banget, sih?” tanya Hera dengan malas.“Kok tumben? Emangnya salah kalau aku ngajak kamu ‘pacaran’ istri sendiri? Udah lama banget kayaknya kita nggak jalan berdua, kecuali kalau lagi makan, Ra. Ya, kan?”Hera memutar matanya lalu terkekeh geli. “Kamu kenapa, sih? Aneh banget tahu, nggak.”“Aneh kenapa, coba?”“Ya aneh aja. Nggak kayak biasanya kamu begini.” Hera tersenyum kecil, lalu mendaratkan kecupan singkat di pipi Ikarus. “Tad
“Kamu emang sengaja sekongkolan sama Eros, kan? Makanya bisa tahu kalau aku di sini?”Ikarus terkekeh lalu menyelipkan anak rambut Hera ke belakang telinga. Dibandingkan dengan sebelumnya yang masih merasa kesal, Hera sudah terlihat lebih tenang sekarang.Ikarus menghela napas. “Kenapa pakai acara kabur-kaburan segala, coba? Kan aku jadi khawatir sama kamu, Ra.”“Siapa coba yang memulai? Salah siapa pakai acara ngambek-ngambek nggak jelas gitu.”“Ya kan aku nggak suka kalau ada cowok yang deket-deket sama kamu, Ra. Mana dia kelihatan banget kalau tertarik sama kamu pula. Siapa yang nggak kesal, coba?”“Aku nggak akan berpaling sama kamu, Rus. Jadi kamu nggak usah khawatir. Lagian siapa yang bakalan naksir kalau tahu aku udah bersuami dan sekarang aku lagi hamil muda gini, hm?”“Dia nggak tahu kalau kamu lagi hamil, by the way.” Ikarus mendecak, menoleh dan memperhatikan Eros yang tengah duduk di bibir pantai, menikmati matahari terbenam yang terasa sempurna seorang diri.“Kan! Mulai l